BAB II DASAR TEORI
2.1
Worldwide Interoperability for Microwave Access (WiMAX) Worldwide Interoperability for Microwave Access atau WiMAX adalah
teknologi berdasarkan pada standar Wireless Metropolitan Area Network (WMAN) yang dikembangkan oleh IEEE 802.16 group dan diadopsi baik oleh Institute of Electrical and Electronics Engineers (IEEE) maupun oleh European
Telecommunications
Standard
Institute-High
Performance
Metropolitan Area Network (ETSI HiperMAN). Teknologi WiMAX dikenal sebagai teknologi IEEE 802.16x. Dapat dikatakan bahwa WiMAX merupakan nama yang dipakai untuk semua produk IEEE 802.16 [1]. Tahun 1998, IEEE membentuk grup IEEE 802.16 yang bertujuan mengembangkan standar antar-muka untuk jaringan pita lebar nirkabel atau Broadband Wireless Access (BWA). Fokus awal grup ini adalah pengembangan sistem point-to-multipoint Line of Sight (LOS) pita lebar nirkabel yang beroperasi pada frekuensi 10 – 66 GHz.WiMAX merupakan evolusi dari teknologi BWA sebelumnya dengan fitur-fitur yang lebih canggih [1]. Teknologi WiMAX secara umum dapat digunakan untuk mendukung akses pita lebar nirkabel bagi pelanggan bersifat tetap (fixed) maupun pelanggan bersifat nomaden (nomadic) dan memiliki pergerakan tinggi (mobile). WiMAX memungkinkan akses broadband wireless last mile sebagai alternatif pengganti pita lebar kabel dan Digital Subscriber Line (DSL). Gambar 2.1 menunjukkan implementasi teknologi WiMAX secara umum [1]. 5
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 Implementasi Teknologi WiMAX [2]
Teknologi WiMAX juga menyediakan berbagai keuntungan bila dibandingkan dengan teknologi DSL, yakni kemampuan untuk menjangkau daerah pelanggan hingga radius 30 mil, bekerja pada kondisi Non-Line of Sight (NLOS) dengan kecepatan laju data hingga mencapai 75Mbps (tergantung spesifikasi yang digunakan). Kemampuan ini membuat WiMAX menjadi teknologi yang sangat berkembang di seluruh dunia [2].
2.2
Perkembangan WIMAX WiMAX telah melalui beberapa tahapan pengembangan dan standarisasi.
Standar awal WiMAX yaitu 802.16 kemudian berkembang menjadi standar 802.16a, 802.16-2004, dan 802.16e-2005 [2]. 2.2.1
Standar 802.16 Diperkenalkan pada Desember 2001, berdasarkan lapis fisik (PHY)
single- carrier dengan lapis Medium Access Control (MAC) menggunakan burst 6
Universitas Sumatera Utara
time division multiplexing (TDM). Konsep pada lapis MAC banyak diadopsi dari standar teknologi yang digunakan pada modem Data Over Cable Service Interface Specification (DOCSIS). Teknologi ini digunakan pada kondisi LOS untuk pelanggan yang sifatnya tetap (fixed) dan bekerja pada frekuensi 10-66 GHz [2]. 2.2.2
Standar 802.16a Diperkenalkan pada tahun 2003, merupakan amandemen dari standar
802.16 dan ditujukan untuk pelanggan bersifat tetap. Standar ini mendukung kondisi NLOS dan bekerja pada frekuensi 2-11 GHz dengan menggunakan orthogonal frequency division multiplexing (OFDM) pada lapis fisiknya [2]. 2.2.3. Standar 802.16-2004 Perkembangan berikutnya menghasilkan standar baru pada tahun 2004. Standar ini memiliki semua standar yang terdapat pada 802.16 dan 802.16a dengan berbagai tambahan pada protokol lapisnya. Salah satunya ialah kemampuan untuk mendukung penggunaan orthogonal frequency division multiple access (OFDMA). Standar ini menjadi basis bagi sistem WiMAX untuk jaringan pita lebar tetap (fixed broadband wireless), sehingga sering disebut sebagai fixed WiMAX [2]. 2.2.4. Standar 802.16e-2005 Pada bulan Desember 2005, grup IEEE menyelesaikan dan menyetujui standar IEEE 802.16e-2005 yang merupakan amandemen terhadap standar 802.16-2004. Standar ini menambahkan dukungan terhadap mobilitas dan menjadi basis bagi sistem WiMAX untuk melayani pelanggan yang bersifat bergerak (mobile) maupun nomaden (nomadic), sehingga sering disebut sebagai 7
Universitas Sumatera Utara
mobile WiMAX. Adapun perbandingan standar IEEE 802.16 dapat dilihat pada Tabel 2.1 [2]. Tabel 2.1 Perbandingan Standar IEEE 802.16
2.3.
Fitur Penting WiMAX WiMAX adalah solusi untuk jaringan pita lebar nirkabel yang
menawarkan banyak fitur penting dengan fleksibilitas pada pilihan layanan. Beberapa fitur penting yang ditawarkan WiMAX secara umum adalah : 1.
Lapis fisik pada WiMAX yang berdasarkan pada orthogonal frequency division multiplexing (OFDM) memungkinkan WiMAX mempunyai ketahanan
yang baik terhadap multipath dan dapat
beroperasi pada kondisi NLOS. 2.
WiMAX menawarkan laju data yang sangat tinggi. Laju data dapat mencapai 75Mbps ketika beroperasi dengan lebar spektrum 20MHz.
8
Universitas Sumatera Utara
Dibawah kondisi sinyal yang sangat baik, laju data yang lebih cepat bahkan dapat dicapai dengan menggunakan teknik multiple antenna dan spatial multiplexing. 3.
WiMAX
mempunyai
arsitektur
lapis
fisik
scalable
yang
memungkinkan laju data dapat diatur dengan mudah sesuai dengan lebar pita yang tersedia. Skalabilitas ini hanya didukung pada mode OFDMA. 4.
WiMAX mempunyai teknologi modulasi dan pengkodean adaptif yang mendukung sejumlah skema modulasi dan pengkodean forward error correction (FEC) yang memungkinkan skema tersebut berubah-ubah sesuai dengan kondisi kanal. Teknik ini merupakan mekanisme efektif untuk memaksimalkan throughput pada kanal yang berubah menurut waktu.
5.
Mendukung automatic repeat request (ARQ) pada lapis link. HybridARQ juga didukung (opsional) dimana merupakan gabungan efektif dari FEC dan ARQ.
6.
WiMAX telah mendukung time division duplexing (TDD), frequency division
duplexing
memungkinkan
(FDD),
dan
implementasi sistem
half-duplex berbiaya
FDD
yang
rendah.
TDD
menjadi pilihan utama karena keuntungannya, yakni fleksibilitas dalam memilih rasio laju data uplink-downlink dan desain transceiver yang lebih tidak rumit. 7.
Penggunaan orthogonal frequency division multiple access (OFDMA) yang memanfaatkan diversitas frekuensi dan multiuser untuk 9
Universitas Sumatera Utara
meningkatkan kapasitas sistem secara signifikan. 8.
WiMAX memungkinkan penggunaan teknik multiple antenna seperti beamforming, space-time coding, dan spatial multiplexing. Teknik ini meningkatkan efesiensi spektrum dan kapasitas sistem.
9.
Mendukung Quality of Service (QoS), dimana sistem WiMAX memberikan dukungan terhadap laju bit konstan dan variabel, laju trafik real-time dan non real-time, juga trafik data best-effort.
10. WiMAX mendukung enkripsi yang kuat, menggunakan Advanced Encryption Standard (AES), dan mempunyai protokol keamanan yang canggih.
2.4.
Lapis Fisik Fungsi lapis fisik adalah membangun koneksi fisik antara pemancar dan
penerima, dan biasanya melalui dua jalur komunikasi (uplink dan downlink). WiMAX merupakan teknologi digital sehingga lapis fisik bertanggung jawab dalam pentransmisian urutan bit. Lapis ini juga menentukan jenis sinyal yang digunakan, jenis modulasi dan demodulasi, daya transmisi, dan juga karakteristik fisik lainnya [2]. Lapis fisik (PHY) WiMAX berdasarkan pada teknologi OFDM. OFDM merupakan teknik pilihan yang memungkinkan laju data, video, dan multimedia secara cepat, dan digunakan oleh berbagai macam sistem pita lebar komersil, termasuk DSL dan Wireless-Fidelity (Wi-Fi). OFDM adalah teknologi yang efisien dalam transmisi laju data secara cepat pada kondisi NLOS atau lingkungan radio multipath [2].
10
Universitas Sumatera Utara
2.5.
Struktur Layer Karakteristik standar 802.16 ditentukan oleh spesifikasi teknis dari Physical
(PHY)
Layer
dan Medium
Access
Control (MAC)
Layer.
Perbedaan
karakteristik kedua layer membedakan varian-variannya. Pada Gambar 2.2 ditunjukkan lingkup dari standar yang meliputi PHY dan MAC. Sedangkan Network Management System (NMS) dan Management Plane dapat berbedabeda mengikuti strategi desain dari masing-masing manufaktur atau vendor pembuatnya [2]. Physical layer menjalankan fungsi mengalirkan data di level fisik. MAC Layer berfungsi sebagai penterjemah protokol-protokol yang ada di atasnya seperti ATM dan IP. MAC layer dibagi lagi menjadi tiga sub-layer : Service Specific
Convergence
Sublayer
(SS-CS),
MAC
Common
Part
Sublayer, dan Security Sublayer [2].
Scope of Standard
MAC
Service-Specific ConvergenceSublayer (CS)
Management Entity Service Specific Convergence Sublayers
MAC-SAP MAC Common Part Sublayer (MAC CPS)
Management Entity MAC Common Part Sublayer
Security Sublayer
Security Sublayer
PHY
PHY-SAP Physical Layer (PHY)
Data/Control Plane
Network Management System
CS-SAP
Management Entity PHY Management Plane
Gambar 2.2. Layer PHY dan MAC pada standar 802.16 [2]
11
Universitas Sumatera Utara
2.5.1. Phy Layer Pada standar WiMAX, fungsi-fungsi penting yang di atur pada PHY adalah: OFDM,
Duplex
Sistem,
Adaptive
Modulation,
Variable
Error
Correction, dan Adaptive Antenna System (AAS). Semua fungsi-fungsi ini secara bersama-sama memberikan keunggulan yang cukup berarti dibandingkan dengan BWA yang ada sebelumnya [2]. Dengan
teknologi
OFDM
memungkinkan
komunikasi
berlangsung
dalam kondisi multipath LOS dan NLOS antara Base Station (BS) dan Subscriber Station (SS). Metode OFDM yang digunakan untuk WiMAX adalah Fast Fourier Transfer (FFT) 256 . Fitur PHY untuk sistem duplex pada standar WiMAX bisa diterapkan pada Frequency Division Duplexing (FDD), Time Division Duplexing (TDD) atau keduanya TDD dan FDD. Fitur ini memberikan kemudahan pengaturan spektrum frekuensi yang akan digunakan oleh para operator agar didapatkan efisiensi spektrum yang optimal. Hal ini juga sejalan dengan penggunaan kanal (kanalisasi) yang diperbolehkan, yaitu dari 1.7 MHz sampai dengan 20 MHz [2]. Varian PHY yang diadopsi dari standar 802.16 adalah WirelessMANOFDM dan WirelessMAN-OFDMA untuk licensed frequency serta Wireless HUMAN untuk frekuensi Unlicensed National Information Infrastructure (UNII) dan frekuensi unlicensed lainnya [2]. 2.5.2. Lapis MAC Tugas utama lapis Medium Access Control (MAC) adalah memberikan antar muka antara lapis transport yang lebih tinggi dengan lapis fisik. Lapis MAC mengambil paket dari lapis di atasnya, paket ini dinamakan MAC service data
12
Universitas Sumatera Utara
unit (MSDU) dan mengatur paket ini menjadi MAC protocol data unit (MPDU) untuk transmisi melalui udara. Untuk transmisi yang diterima, lapis MAC melakukan hal yang sebaliknya. Beberapa fungsi penting dari lapis MAC adalah [2] : 1.
Memilih profil burst dan level daya yang sesuai untuk transmisi MAC PDU.
2.
Retransmisi MAC PDU yang rusak ketika automatic repeat request (ARQ) digunakan.
3.
Mengatur kualitas pelayanan (QoS) dan skema prioritas untuk MAC PDU.
4.
Mengatur fungsi keamanan.
5.
Mengatur operasi penghematan daya.
Gambar 2.3 Struktur lapis MAC WiMAX [2]
2.6.
Bit Error Rate (BER) Bit Error Rate (BER) atau probabilitas error bit merupakan nilai ukur
kualitas sinyal yang diterima untuk sistem transmisi data digital. BER juga dapat didefinisikan sebagai perbandingan jumlah bit yang salah terhadap total bit yang
13
Universitas Sumatera Utara
diterima. Berikut adalah salah satu grafik perhitungan nilai Bit Error Rate (BER) terhadap nilai Signal Noise Ratio (SNR) pada modulasi adaptif dapat dilihat pada Gambar 2.4 [2].
Gambar 2.4 Grafik BER terhadap SNR pada modulasi adaptif[2] Pada sistem WiMAX, besarnya nilai BER (Pb) untuk masing-masing teknik modulasi dijelaskan dalam persamaan berikut [2]: 2E
1.
BPSK
Pb = Ps = Q �� N b �
(2.1)
2.
QPSK
Pb = 2 = erfc ��Nb �
(2.2)
Keterangan : Pb
0
1
E
0
= BER pada saat transmisi (tanpa satuan)
Eb / N 0 = Rasio energi bit terhadap noise sistem (dB) yang dihitung dengan Persamaan 2.3 : E b / N 0 = SNR sistem + 10 log
BW BR
(2.3)
14
Universitas Sumatera Utara
dimana, Bsistem adalah bandwith pada sistem (Hz), R merupakan laju data total (bps), dan SNRsistem adalah Signal to Noise Ratio Sistem (dB) yang dihitung dengan Persamaan 2.4.
SNRsistem = (1 − α CP ) SNR
(2.4)
Dengan, α CP adalah faktor cyclic prefix.
2.7
Adaptive Modulation Modulasi adaptif memungkinkan sistem WiMAX untuk menyesuaikan
skema modulasi sinyal tergantung pada signal noise rasio (SNR). Skema modulasi digunakan ketika radio link dalam kualitas tinggi. Ini akan memberikan kemampuan lebih untuk sistem. Selama sinyal tinggi, maka sistem WiMAX dapat mentransfer ke modulasi skema yang lebih rendah untuk mempertahankan kualitas koneksi. Fitur ini memungkinkan sistem untuk mengatasi waktu kepudaran. Fitur utama modulasi adaptif adalah bahwa hal itu memungkinkan untuk mengirimkan data pada tingkat
tinggi
selama
kondisi
terbaik
dibandingkan dengan tetap memiliki skema yang selalu transmit data rendah untuk kondisi buruk [2].
Gambar 2.5 Relatif cell dari modulasi adaptif [2] 15
Universitas Sumatera Utara
Teknik modulasi adaptif memungkinkan WiMAX mengatur pola sinyal modulasi untuk meningkatkan dan mendapatkan pola modulasi dengan kualitas yang terbaik, pengaturan pola modulasi ini bergantung pada kondisi signal to noise ratio (SNR) [2].
Gambar 2.6 Diagram Blok Teknik Modulasi Adaptif pada jaringan Wimax[2]
Gambar 2.6 menerangkan bahwa subscriber mencoba mengunduh data melalui kanal downlink dengan nilai SNR yang bervariasi bergantung dari kondisi kanal itu sendiri. Dan BTS memiliki tujuan yaitu mentransmisikan data dengan kecepatan tinggi menuju penerima. Oleh karena itu, perubahan pola modulasi secara otomatis yang dilakukan oleh AMC Controller pada BTS diperlukan agar penerima mendapatkan modulasi yang tepat sehingga komunikasi berjalan dengan baik [8]. 2.7.1. Binary Phase Shift Keying (BPSK) Binary Phase Shift Keying atau BPSK adalah salah satu teknik modulasi sinyal dengan konversi sinyal digital “0” atau “1” menjadi suatu simbol berupa sinyal kontinyu yang mempunyai dua fase yang berbeda. Untuk bit “1” mempunyai pergeseran fase 0° dan untuk bit “0” mempunyai pergeseran fase 180°. Jadi pada modulasi BPSK, informasi yang dibawa akan mengubah fase sinyal pembawa [2]. 16
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.7 Diagram Konstelasi BPSK[3] Pada BPSK, phasa dari frekuensi pembawa diubah-ubah antara dua nilai yang menyatakan keadaan biner 1 dan 0, dalam hal ini phasa dari frekuensi pembawa yang satu dengan yang lain berbeda sebesar π radian atau 180°, sehingga dalam hal ini pensinyalan pada BPSK kadang-kadang disebut juga dengan Phasa Reversal Keying (PRK). Persamaan bentuk gelombang BPSK adalah [3]: 𝑆𝑆1 (𝑡𝑡) = −𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝜔𝜔𝑐𝑐 𝑡𝑡
(2.4)
𝑆𝑆2 (𝑡𝑡) = 𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝜔𝜔𝑐𝑐 𝑡𝑡
(2.5)
𝑆𝑆(𝑡𝑡) = 𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴(𝜔𝜔𝑐𝑐 𝑡𝑡 + 𝜃𝜃𝑐𝑐 )
(2.6)
Atau yang lebih umum dinyatakan dalam rumus :
Dimana : A = Amplitudo sinyal ωc = Frekuensi pembawa θc = Sudut fasa pembawa
Persamaan (2.4) berlaku apabila θc = π, sedangkan persamaan (2.5) berlaku apabila θc = 0. Sinyal ini dipergunakan untuk menyampaikan digit biner 0 dan 1 secara berurutan. Diagram untuk sinyal BPSK seperti pada Gambar 2.8.
17
Universitas Sumatera Utara
−𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝜔𝜔𝑐𝑐
𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝜔𝜔𝑐𝑐
𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙 0
𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙 1
Gambar 2.8 Digram Sinyal BPSK[3] Sinyal BPSK disebut juga sinyal antipodal , karena S1(t) = -S2(t). Blok diagram pembangkitan sinyal BPSK dapat dilihat pada Gambar 2.9. Dari Gambar 2.9 sakelar on, apabila berlogika1. Pada modulator terdiri atas sebuah oscilator dan sebuah rangkaian penggeser phasa (π). Apabila dikirim digit biner 1 pada masukan, maka sakelar tanda akan on (sakelar spasi off), dengan demikian sinyal yang dikirim adalah A cos ωct, sedangkan apabila dikirim digit biner 0 pada masukan, dengan adanya rangkaian pembalik maka sakelar spasi akan on (sakelar tanda off), dengan demikian sinyal yang dikirim digeser fasanya sebesar π (180º), yaitu A cos (ωct + π) [3].
Gambar 2.9 Pembangkit Sinyal BPSK[3] Sebagai contoh untuk sinyal BPSK dengan masukan 1010101 digambarkan pada Gambar 2.10 dan spektrum sinyal BPSK secara umum ditunjukkan pada Gambar 2.11. 18
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.10 Keluaran Sinyal BPSK[3]
Gambar 2.11 Spektrum Sinyal BPSK[3] Pada modulasi digital, pada umumnya cara pendemodulasian atau sering disebut dengan pendektesian sinyal, dibagi menjdi dua macam sinkron atau coherent
Penemuan
Penemuan selubung (detector envelope) atau non-
coherent Pada metode yang pertama, hanya mengalikan sinyal yang datang dengan frekuensi pembawa yang dibangkitkan secara lokal dipenerima dan kemudian dilakukan pemfilteran pada sinyal hasil perkalian tadi. Pada penemuan sinkron ini bukan saja frekuensi pembawa yang dibangkitkan secara lokal pada penerima yang harus pada frekuensi yang sama, tetapi juga disinkronkan dalam fasa. Sedangkan pada metode yang kedua digunakan untuk menghindari persoalan – persoalan pengaturan frekuensi dan phasa dalam penemuan sinkron. Bila ditinjau dari cara pendemodulasiannya modulasi BPSK dapat dibagi atas
19
Universitas Sumatera Utara
dua yaitu : Coherent Phasa Shift Keying (CPSK) dan Differential Phasa Shift Keying (DPSK) [3]. 1.
Demodulasi dengan CPSK Untuk
metode
ini
pendemodulasiannya
menggunakan
metode
pendeteksian koheren (Coherent Detection), yaitu mengalikan sinyal yang datang (sinyal informasi) dengan frekuensi pembawa yang dibangkitkan secara lokal pada penerima. Oscilator lokal pada penerima memerlukan sumber gelombang yang akurat didalam frekuensi dan fasa.[3] 2.
Demodulasi dengan DPSK Pendeteksian pada DPSK tidak bisa secara non-koheren, karena pesan
informasi selalu dalam bentuk fasa, sehingga transmisi data terhindar dari transmisi tak sinkron [3].
2.7.2. Quadrature Phase Shift Keying (QPSK) Quadrature Phase Shift Keying ( Q P S K ) adalah bentuk lain dari modulasi digital selubung konstan termodulasi sudut. QPSK adalah teknik pengkodean M-ary dimana M = 4 (karenanya dinamakan quaternary yang berarti 4). M-ary adalah suatu bentuk turunan dari kata binary. M berarti digit yang mewakili banyaknya kondisi yang mungkin. Dalam QPSK ada empat fasa keluaran yang berbeda, maka harus ada empat kondisi masukan yang berbeda. Karena masukan digital ke modulator QPSK adalah sinyal biner, maka untuk menghasilkan empat kondisi masukan yang berbeda harus dipakai bit masukan lebih dari satu bit tunggal. Pada modulasi QPSK nilai Bm atau Jumlah Bit tiap modulasi bernilai 2 bit, karena ada empat kondisi yang mungkin yaitu: 00, 01, 10
20
Universitas Sumatera Utara
dan 11. Karena itu dalam QPSK data masukan biner dikelompokkan dalam kelompok yang terdiri dari dua bit yang disebut dibit. Setiap kode dibit membangkitkan salah satu dari fase keluaran yang mungkin. Oleh karena itu setiap dibit (dua bit) masuk ke dalam modulator, terjadi satu perubahan keluaran, sehingga kecepatan perubahan keluaran adalah setengah kecepatan bit masukan [3].
Gambar 2.12 Diagram Konstelasi QPSK[3] Modulasi Quadrature Phase Shift Keying (QPSK) memiliki empat simbol yang mempunyai amplitude sama dengan fase yang berlainan. Keempat simbol tersebut dibentuk dari grup dua bit input, sehingga diperoleh empat kondisi yang mungkin, yaitu 00, 01, 10 dan 11. Setiap bit menghasilkan satu dari empat fase yang mungkin, sehingga rate keluarannya adalah setengah dari rate input. Keempat fase yang mungkin pada modulasi QPSK ditunjukkan pada gambar di bawah. [3] QPSK memungkinkan empat keluaran fasa untuk frekuensi pembawa tunggal, karena terdapat empat fasa keluaran yang berbeda untuk empat kondisi input yang berbeda pula, yaitu 00, 01, 11 dan 10. Masing-masing level sinyal
21
Universitas Sumatera Utara
disimbolkan pada perbedaan fasa sebesar 90o. Sinyal QPSK dipresentasikan dalam persamaan matematis adalah [3] : SQPSK = A 2 sin(ω c t − 135°) ; untuk binary 00
A 2 sin(ω c t − 45°) ;
untuk binary 01
(2.7)
A 2 sin(ω c t + 135°) ;
untuk binary 10
(2.8)
untuk binary 11
(2.9)
A 2 sin(ω c t + 45°) ;
Dibit Input
(2.6)
Q 1
I 0
Q 0
I 1
Q 1
I 1
Q 0
I 0
Phasa output PSK
+135
-45
+45
-135
Gambar 2.13 Sinyal QPSK[3]
Dari Gambar 2.13 diatas terlihat bahwa jika masukan biner adalah 10 maka keluaran merupakan sinyal sinus dari frekuensi pembawa yang telah digeser sebesar +135o, dan juga untuk kombinasi lainnya dari masukan biner akan menghasilkan pergeseran fasa yang berbeda [3].
2.8
Kode Konvolusi Kode konvolusi merupakan kode non-blok dan lebih tepat untuk disebut
dengan kode sekuensial. Karena sifatnya yang non-blok, kode ini sesuai untuk informasi yang panjang frame-nya tidak tentu (tidak terdefinisi). Nama kode konvolusi diambil dengan pertimbangan bahwa proses pengkodean dapat
22
Universitas Sumatera Utara
dianalogikan sebagai proses konvolusi dan dekoder akan melakukan proses dekonvolusi. Untuk merealisasikan fungsi konvolusi, sebagai konvolutor sering digunakan rangkaian “shift register” linear yang inputnya akan tergantung pada deretan sinyal input. Dari Gambar 2.14, ditunjukkan bahwa operasi dari encoder konvolusi sangat bergantung pada panjang bit yang mengubah output pada setiap periode (information frame), panjang register yang digunakan sebagai buffer (constrain length) dan rangkaian logika yang menentukan operasi pengkodeannya. Output proses tersebut adalah frame atau simbol yang telah dikodekan. Salah satu cara analisis sinyal pada kode konvolusi adalah menggunakan diagram pohon (tree diagram) dimana akhirnya dekoder harus bisa melakukan pencarian untuk menemukan sinyal yang mempunyai pola runtutan yang melalui cabang yang seharusnya. Salah satu contoh pengkodean dengan cara itu adalah Viterbi [4]. 1. Parameterisasi Agar mampu bekerja dengan kode konvolusi, maka diperlukan pemahaman tentang beberapa definisi dasar yang nantinya merupakan kunci pengembangan kode tersebut [4] : a. Sebuah kode tree(no,ko) adalah pemetaan dari elemen-elemen semi-finite (tidak terbatas) GF(q) kepada dirinya sendiri, sedemikian hingga untuk tiap N, bila dua deret semi-finite cocok dengan komponen Nko, maka peta dari deret tersebut juga akan cocok dengan komponen Nno. no= output frameword dan ko=input frame. b. Nk disebut dengan constrain length boleh terbatas dan boleh tidak terbatas. c. Kode mempunyai sifat time invariant, jika fungsinya tidak berubah karena adanya pergeseran waktu.
23
Universitas Sumatera Utara
d. Kode mempunyai sifat linear jika fungsi dari dua sequence merupakan pemjumlahan dari fungsi masing-masing sequence. e. Kode disebut systematic jika kode tersebut setiap frame informasinya terlihat tidak berubah sepanjang simbol pertama (ko) dari frame codeword (output) yang dihasilkannya. 2. Struktur Kode Konvolusi Struktur kode konvolusi (n,k,m), dimana n adalah output encoder, k adalah input dan m adalah memori. Jadi struktur kode konvolusi (n,k,m) dapat diimplementasikan dalam bentuk encoder dengan k jumlah masukan, n keluaran rangkaian sequensial linier dengan panjang memori m. Dimana n dan k adalah bilangan bulat kecil dengan k < n, sementara m harus dibuat besar untuk mencapai probability error yang rendah. Pada kondisi k = 1, deretan informasinya tidak diproses secara blok-blok melainkan dapat diproses secara kontinyu [4]. 3. R a t e Dalam kode konvolusi dikenal dengan istilah rate, untuk menunjukkan lajunya kode dan mempunyai persamaan seperti berikut [5] : R=k/n
bit informasi per kanal bit
(2.10)
Dimana : k adalah jumlah bit yang masuk tiap satuan waktu n adalah jumlah keluaran Untuk mempermudah pengertian tentang kode rate, disini akan diberikan Contoh encoder dengan rate ½. Encoder dengan rate ½ akan mengeluarkan 2 bit untuk setiap satu bit masukan, seperti pada Gambar 2.14. Kode rate ½ ini merupakan kode rate yang banyak diaplikasikan. Sedangkan kode rate yang lain misalnya : kode rate 1/3, 2/3, ¾, 7/8 dan seterusnya [5].
24
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.14 Encoder Kode Konvolusi Rate ½ [5] Pada Gambar 2.14, tampak bahwa Pj = Uj +Uj-1 , Jika dimisalkan dari sumber diberikan sederetan informasi U1=1, U2=1, U3=0, U4=1 sehingga dapat disusun (1101), maka akan menghasilkan deretan paritas P1=1, P2=0, P3=1, P4=1 atau dapat disusun (1011). Jadi Codeword yang dihasilkan oleh encoder tersebut adalah 11 10 01 1 [5].
4. Bit Rate Bitrate merupakan suatu ukuran kecepatan transfer suatu data dari suatu tempat ke tempat yang lain yang diukur dengan waktu seperti Kilobit per second (Kbps), Megabit per Second (Mbps), dan seterusnya. Pada modulasi adaptif, untuk mencari nilai Bitrate digunakan persamaan sebagai berikut [6].
Dimana :
𝐵𝐵𝐵𝐵 = 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑥𝑥 𝐵𝐵𝐵𝐵 𝑥𝑥
BR
= Bit Rate ( Mbps)
Bm
= Jumlah Bit Tiap Modulasi
Ct
= Code Rate
Tb
= Periode Simbol (µs)
𝐶𝐶𝐶𝐶
𝑇𝑇𝑇𝑇
(2.11)
25
Universitas Sumatera Utara