BAB II FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN ANGGOTA TNI AL LANTAMAL I BELAWAN MELAKUKAN TINDAK PIDANA DESERSI
A. Tindak Pidana Menurut Hukum Pidana Istilah ”peristiwa pidana” atau ”tindak pidana” adalah sebagai terjemahan dari istilah bahasa Belanda ”strafbaar feit” yaitu suatu tindakan pada tempat, waktu dan keadaan tertentu, yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang, bersifat melawan hukum, serta dengan kesalahan, dilakukan oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab. 47 Beberapa sarjana berusaha memberikan perumusan tentang pengertian dari peristiwa pidana, diantaranya: Moeljatno cenderung lebih suka menggunakan kata ”perbuatan pidana” daripada kata ”tindak pidana”. Menurut beliau kata ”tindak pidana” dikenal karena banyak digunakan dalam perundang-undangan untuk menyebut suatu ”perbuatan pidana”. Moeljatno berpendapat bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) berupa pidana tertentu bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. 48 Vos hanya memberikan perumusan yang sangat singkat mengenai tindakan atau perbuatan pidana. Menurut beliau bahwa strafbaar feit ialah kelakuan atau tingkah laku manusia yang oleh peraturan perundang-undangan diberikan pidana. Perumusan
47 48
peristiwa
pidana
menurut
Profesor
Simons
adalah
“Een
Moeljatno, Azas-Azas Hukum Pidana, (Jakarta: Bina Aksara, 1998), hal. 56. Ibid.
Universitas Sumatera Utara
strafbaargelesetelde, onrechtmatige, met schuld in verband standee handelling van een teorekeningvatbar person”. Adapun maksud dari perumusan tersebut adalah salah dan melawan hukum yang diancam pidana dan dilakukan oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab. Perumusan simons tersebut menunjukkan unsur-unsur peristiwa pidana diantaranya perbuatan manusia (handeling) dimana perbuatan manusia tidak hanya perbuatan (een doen) akan tetapi juga melakukan atau tidak berbuat (een natalen atau niet doen). 49 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) merupakan produk hukum Indonesia yang isinya dibuat oleh Pemerintahan Kolonial Belanda, sehingga KUHP yang ada saat ini tidak lain adalah hasil alih bahasa yang dilakukan beberapa sarjana Indonesia. 50 Hukum pidana menggunakan istilah strafbaar feit dalam menyebut tindak pidana. 51 Simons merumuskan strafbaar feit yaitu, ”strafbaar feit adalah suatu handeling (tindakan/perbuatan) yang diancam dengan pidana oleh undang-undang, bertentangan dengan hukum dilakukan dengan kesalahan (schuld) oleh seorang yang mampu bertanggung jawab”. 52 Profesor van Hattum berpendapat bahwa strafbaar feit adalah tindakan yang membuat seseorang menjadi dapat dihukum. 53 Kedua pendapat tersebut merujuk kepada penggunaan istilah tindak pidana dalam merumuskan 49 50
C.S.T. Kansil, Pokok-Pokok Hukum Pidana, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2004), hal. 37. Moeljatno, Kitab Undang Undang Hukum Pidana, cet. 21, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001),
hal. 10. 51
P.A.F. Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: Sinar Baru, 1990),
hal. 172. 52
S.R. Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, (Jakarta: Alumni Ahaem Petehaem, 1989), hal. 205. 53 P.A.F. Lamintang, Op. cit., hal. 175.
Universitas Sumatera Utara
strafbaar feit. Berbeda dengan Moeljatno yang mengartikan strafbaar feit sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana barang siapa melanggar larangannya. Moeljatno merujuk istilah “perbuatan pidana” untuk merumuskan strafbaar feit. 54 Istilah “tindak pidana” telah digunakan oleh masing-masing penerjemah atau yang menggunakan dan telah memberikan sandaran perumusan dari istilah strafbaar feit dalam hukum pidana sebagaimana telah dijelaskan di atas. Istilah strabare feit sendiri telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai perbuatan yang dapat/boleh dihukum, peristiwa pidana, perbuatan pidana, dan tindak pidana. 55 Berdasarkan pendapat beberapa ahli pidana tersebut di atas, dapat dipahami mengenai tindak pidana itu, sebagaimana S.R. Sianturi mengatakan: 56 1. Suatu perbuatan yang melawan hukum. 2. Orang yang dikenai sanksi harus mempunyai kesalahan (asas tiada pidana tanpa kesalahan). Kesalahan itu sendiri terdiri dari kesalahan yang disebabkan secara sengaja dan yang disebabkan karena kelalaian. 3. Subjek atau pelaku baru dapat dipidana jika ia dapat bertanggung jawab dalam artian berfikiran waras. Sebagai tindak pidana, harus melekat suatu unsur melawan hukum dalam arti melawan hukum secara formil dan secara materil. 57 Pencantuman unsur melawan hukum dalam suatu tindak pidana berpengaruh pada proses pembuktian. Misalnya dalam suatu pasal secara nyata terdapat unsur melawan hukum, maka penuntut umum
54
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidanai, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hal. 54. S.R. Sianturi, Op. cit., hal. 204. 56 Ibid. 57 J.M. van Bemmelen, Hukum Pidana I: Hukum Pidana Material Bagian Umum, Diterjemahkan oleh Hasan (tanpa tempat: Bina Cipta, 1984), hal. 102-103. 55
Universitas Sumatera Utara
harus membuktikan unsur tersebut, jika unsur tersebut tidak terbukti maka putusannya vrijspraak atau putusan bebas. Sedangkan, jika unsur melawan hukum tidak secara tegas merupakan unsur dari suatu tindak pidana maka tidak terbuktinya unsur tersebut menyebabkan putusannya lepas dari segala tuntutan hukum. 58 Unsur kesalahan (schuld) dipersamakan dengan kesengajaan (opzet) atau kehendak (voornawen). Tiada hukuman tanpa kesalahan (geen straf zonder schuld) berarti orang yang dihukum harus terbukti bersalah. Kesalahan mengandung dua pengertian, dalam arti sempit yang berarti kesengajaan (dolus/opzet) yakni berbuat dengan hendak dan maksud atau dengan menghendaki dan mengetahui atau willen en wetens, sedangkan dalam arti luas berarti dolus dan culpa. 59 Culpa sendiri berarti kealpaan, dimana pada diri pelaku terdapat kekurangan pemikiran, kekurangan pengetahuan, dan unsur yang ketiga yaitu pertanggungjawaban subjek. Sesuatu dapat dikatakan sebagai tindak pidana apabila ada subjek (pelaku) dari tindak pidana itu sendiri. Agar dapat dipidana, dalam diri subjek atau pelaku pidana tidak terdapat dasar penghapus pidana, baik dasar pembenar maupun dasar pemaaf. kekurangan kebijaksanaan yang diperlukan. 60 Tindak pidana dapat dibagi dengan menggunakan kriteria. Pembagian ini berhubungan erat dengan berat atau ringannya ancaman, sifat, bentuk dan perumusan suatu tindak pidana. Pembedaan ini erat pula hubungannya dengan ajaran-ajaran 58
Ibid. Jan Remmelink, Hukum Pidana: Komentar atas Pasal-Pasal Terpenting dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana Belanda dan Padanannya dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Umum, 2003), hal. 173. 60 S.R. Sianturi, Op. cit., hal. 192. 59
Universitas Sumatera Utara
umum hukum pidana. 61 Menurut kitab undang-undang hukum pidana yang berlaku sekarang terdapat dua macam pembagian tindak pidana, yaitu kejahatan (misdrijven) yang ditempatkan dalam buku ke-II dan pelanggaran (overtredingen) yang ditempatkan dalam buku ke-III. 62 Istilah kejahatan berasal dari kata jahat, yang artinya sangat tidak baik, sangat buruk, sangat jelek yang ditumpukan terhadap tabiat dan kelakuan orang. Menurut B. Simandjutak, kejahatan adalah suatu tindakan anti sosial yang merugikan, tidak pantas, tidak dapat dibiarkan, yang dapat menimbulkan kegoncangan dalam masyarakat. Menurut Van Bammelen, kejahatan adalah setiap kelakuan yang bersifat tercela yang merugikan dan menimbulkan begitu banyak ketidaktenangan dalam suatu masyarakat tertentu, sehingga masyarakat itu berhak mencelanya dan menyatakan penolakannya atas kelakuan itu dalam bentuk nestapa dengan sengaja diberikan karena kelakuan tersebut. Menurut J. E Sahetapy dan Mardjono Reksodipuro, kategorisasi tentang perbuatan sebagai suatu kejahatan (sesuatu yang dilekati sifat jahat) sesungguhnya merupakan suatu hal yang bersifat subyektif, historis dan partikular. 63 Pelanggaran dalam buku III merupakan tindak pidana yang sanksinya lebih ringan dibandingkan dengan kejahatan. Pelanggaran Hukum adalah perbuatan yang disadari oleh masyarakat sebagai suatu tindak pidana karena undang-undang
61
S.R. Siantury, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, (Jakarta: Alumni AHM PTHM, 1986), hal. 228. 62 Ibid., hal. 230. 63 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipa, 2002), hal. 71-72.
Universitas Sumatera Utara
menyebutnya sebagai delik yang berupa pelanggaran terhadap perintah, yaitu tidak melakukan sesuatu yang diperintahkan/diharuskan. Contoh: tidak menghadap sebagai saksi di pengadilan diatur dalam Pasal 522 KUHP; tidak menolong orang yang membutuhkan pertolongan diatur dalam Pasal 531 KUHP. Sebagai subjek tindak pidana pada mulanya hanyalah orang sebagai natuurlijke persoonen, sedangkan badan hukum atau rechts persoonen tidak dianggap sebagai subjek, 64 pada perkembangannya terjadi perluasan terhadap subjek tindak pidana. Pembuat undang-undang dalam merumuskan delik sering memperhitungkan kenyataan manusia melakukan tindakan di dalam atau melalui organisasi yang, dalam hukum keperdataan maupun di luarnya, muncul sebagai satu kesatuan dan karena dari itu diakui serta mendapat perlakuan sebagai badan hukum/korporasi. 65 Subjek dalam hukum pidana saat tidak lagi terbatas pada manusia sebagai pribadi kodrati (natuurlijke persoonen) tetapi juga mencakup manusia sebagai badan hukum (rechts persoonen). Manusia atau orang sebagai subjek hukum pidana menyebabkan pertanggungjawaban pidana bersifat pribadi. Dalam militer, barang siapa atau setiap anggota TNI yang melakukan tindak pidana, maka orang itulah yang harus bertanggung jawab, sepanjang pada diri orang tersebut tidak ditemukan dasar penghapus pidana. Desersi yang dilakukan oleh anggota TNI adalah tindakan melanggar hukum dan dapat dipidana meneurut hukum militer.
64 65
Ibid., hal. 219. Jan Remmelink, Op. cit., hal. 97.
Universitas Sumatera Utara
B. Desersi Merupakan Salah Satu Tindak Pidana Menurut Hukum Pidana Militer Tindak pidana militer adalah tindak pidana yang dilakukan oleh subjek hukumnya yaitu militer. Tindak pidana semacam ini disebut tindak pidana militer murni (zuiver militaire delict). Tindak pidana militer murni adalah suatu tindak pidana yang hanya dilakukan oleh seorang militer, karena sifatnya khusus untuk militer. Contoh: Tindak pidana desersi sebagaimana diatur Pasal 87 Kitab UndangUndang Hukum Pidana Militer (KUHPM); tindak pidana insubordinasi sebagaimana diatur dalam Pasal 105-109 KUHPM dan lain-lain. Maksudya tindak pidana insubordinasi ini adalah seorang bawahan dengan tindakan nyata mengancam dengan kekerasan yang ditujukan kepada atasannya atau komandannya. Tindakan nyata itu dapat berbentuk perbuatan dan dapat juga dengan suatu mimik atau isyarat. Tindak pidana meninggalkan pos penjagaan sebagaimana diatur dalam Pasal 118 KUHPM. Maksudya:
Penjaga
yang
meninggalkan
posnya
dengan
semuanya,
tidak
melaksanakan suatu tugas yang merupakan keharusan baginya dimana dia tidak mampu menjalankan tugasnya sebagai penjaga sebagaimana mestinya diancam dengan pidana penjara maksimal empat tahun. 66 Tindak pidana yang dilakukan oleh anggota TNI murni militer didasarkan kepada peraturan terkait dengan militer. Anggota TNI yang melakukan tindak pidana murni militer sebagaimana disebutkan dalam hukum pidana militer termasuk kejahatan yakni: kejahatan terhadap keamanan negara; kejahatan dalam pelaksanaan
66
S.R. Siantury, Op. cit., hal. 337.
Universitas Sumatera Utara
kewajiban perang, kejahatan menarik diri dari kesatuan dalam pelaksanaan kewajiban dinas (desersi); kejahatan-kejahatan pengabdian, kejahatan pencurian, penipuan, dan penadahan, kejahatan merusak, membinasakan atau menghilangkan barang-barang keperluan angkatan perang. 67 Tindak pidana militer campuran (germengde militaire delict) adalah tindak pidana mengenai perkara koneksitas artinya suatu tindak pidana yang dilakukan secara bersama-sama antara sipil dan militer yang dalam hal ini dasarnya kepada undang-undang militer dan KUH Pidana. Contoh: tindak pidana pencurian yang dilakukan secara bekerja sama antara sipil dan militer; tindak pidana pembunuhan yang korbannya adalah sipil; dan lain-lain. Tindak pidana campuran ini selalu melibatkan subjek hukum yakni sipil baik pelaku maupun sebagai korban tindak pidana. 68 Salah satu jenis tindak pidana yang menjadi fokus pembahasan dalam penelitian ini adalah tindak pidana desersi. Tindak pidana desersi ini merupakan contoh tindak pidana murni dilakukan oleh militer. Desersi adalah tidak beradanya seorang militer tanpa izin atasannya langsung, pada suatu tempat dan waktu yang sudah ditentukan oleh dinas, dengan lari dari kesatuan dan meninggalkan dinas kemiliteran, atau keluar dengan dengan cara pergi, melarikan diri tanpa ijin. Perbuatan tersebut adalah suatu perbuatan yang tidak boleh terjadi dalam kehidupan 67
SR. Sianturi, Hukum Pidana Militer di Indonesia, (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Tentara Nasional Indonesia, 2010), hal. 3-4. 68 Munir, Rachland Nashidik, Fajrul Falaakh, Bambang Widjojanto, Riefqi Muna, Rudy Satriyo, Kusnanto Anggoro, Rizal Sukma, dan Edy Prasetyono, Nasakah Akademik Perubahan HUHAP Mengenai Koneksitas, Loc. cit., hal. 3.
Universitas Sumatera Utara
militer. Istilah desersi terdapat dalam KUHPM pada Bab III tentang ”KejahatanKejahatan Yang Merupakan Suatu Cara Bagi Seorang Militer Menarik Diri dari Pelaksanaan Kewajiban-Kewajiban Dinas”. 69 Tindak pidana desersi merupakan suatu tindak pidana yang secara khusus dilakukan oleh seorang militer karena bersifat melawan hukum dan bertentangan dengan undang-undang khususnya hukum pidana militer. Tindak pidana desersi ini diatur dalam Pasal 87 KUHPM, yaitu: 1) Diancam karena desersi, militer: Ke-1, yang pergi dengan maksud menarik diri untuk selamanya dari kewajiban-kewajiban dinasnya, menghindari bahaya perang, menyebrang ke musuh atau memasuki dinas militer pada suatu negara atau kekuasaan lain tanpa dibenarkan untuk itu. Ke-2, yang karena salahnya atau dengan sengaja melakukan ketidakhadiran tanpa izin dalam waktu damai lebih lama dari 30 (tiga puluh) hari, dalam waktu perang lebih lama dari empat hari. Ke-3 yang dengan sengaja melakukan ketidakhadiran tanpa izin dan karenanya tidak ikut melaksanakan sebagian atau seluruhnya dari suatu perjalanan yang diperintahkan, seperti yang diuraikan dalam Pasal 85 ke-2. 2) Desersi yang dilakukan dalam waktu damai, diancam dengan pidana penjara maksimum dua tahun delapan bulan. 3) Desersi yang dilakukan dalam waktu perang, diancam dengan pidana pencara maksimum delapan tahun enam bulan. Setelah mencermati substansi rumusan pasal tersebut mengenai ketentuan cara bagi seorang prajurit untuk menarik diri dari pelaksanaan kewajiban dinas, bahwa hakikat dari tindak pidana desersi harus dimaknai bahwa pada diri anggota TNI yang melakukan desersi harus tercermin sikap bahwa ia tidak ada lagi keingginanya untuk berada dalam dinas militer. Maksudnya bahwa seorang anggota militer yang karena
69
SR. Sianturi, Op. cit., hal. 257.
Universitas Sumatera Utara
salahnya atau dengan sengaja melakukan ketidakhadiran tanpa ijin dan tanpa ada suatu alasan untuk menghindari bahaya perang dan menyeberang ke wilayah musuh atau dalam keadaan damai tidak hadir pada tempatnya yang telah ditentukan untuk melakukan tugas yang dibebankan kepadanya. Hal tersebut dapat saja terealisasi dalam perbuatan yang bersangkutan pergi meninggalkan kesatuan dalam batas tenggang waktu minimal 30 hari secara berturutturut atau perbuatan menarik diri untuk selama-lamanya. Bahwa dalam kehidupan sehari-hari, seorang anggota militer dituntut kesiapsiagaannya ditempat dimana seharusnya berada, tanpa ia sukar dapat diharapkan padanya untuk menjadi militer yang mampu menjalankan tugasnya. Tindakan-tindakan ketidakhadiran anggota militer pada suatu tempat untuk menjalankan tugas dinas ditentukan sebagai suatu kejahatan, karena penghayatan disiplin merupakan hal yang sangat urgen dari kehidupan militer karena disiplin merupakan tulang punggung dalam kehidupan militer. Lain halnya dengan kehidupan organisasi bukan militer, bahwa perbuatan tersebut bukan merupakan suatu kejahatan, melainkan sebagai pelanggaran disiplin organisasi. 70 Makna dari rumusan perbuatan menarik diri untuk selamanya apabila dicermati dari kewajiban-kewajiban dinasnya, secara sepintas perbuatan tersebut menunjukkan bahwa anggota militer yang melakukan desersi (petindak) itu tidak akan kembali ke tempat tugasnya yang harus ditafsirkan bahwa pada diri anggota
70
Agita Kartika Ayuningtyas, Op. cit., hal. 20.
Universitas Sumatera Utara
militer tersebut terkandung kehendak bahwa dirinya tidak ada lagi keingginan untuk tetap berada dalam dinas militer. Bentuk-bentuk desersi, disebutkan disebutkan dalam buku Badan Pembinaan Hukum TNI berdasarkan pada ketentuan Pasal 87 KUHPM ada 3 (tiga) bentuk desersi yaitu: 1. Bentuk desersi murni, yaitu desersi karena tujuan antara lain: a. Pergi dengan maksud menarik diri untuk selama-lamanya dari kewajiban dinas. Arti dari untuk selamanya ialah tidak akan kembali lagi ke tempat tugasnya. Dari suatu kenyataan bahwa pelaku telah bekerja pada suatu jawatan atau perusahaan tertentu tanpa suatu perjanjian dengan kepala perusahaan tersebut bahwa pekerjaan itu bersifat sementara sebelum ia kembali ke kesatuannya. Bahkan jika si pelaku itu sebelum pergi sudah mengatakan tekadnya kepada seorang teman dekatnya tentang maksudnya itu, kemudian tidak lama setelah pergi ia ditangkap oleh petugas, maka kejadian tersebut sudah termasuk kejahatan desersi. Dari kewajibankewajiban dinasnya, maksudnya jika pelaku itu pergi dari kesatuannya, dengan maksud untuk selama-lamanya dan tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai seorang militer, maka perbuatan itu adalah desersi. b. Pergi dengan maksud menghindari bahaya perang. Maksudnya seorang militer yang kepergiannya itu dengan maksud menghindari bahaya dalam pertempuran dengan cara melarikan diri, dalam waktu yang tidak
Universitas Sumatera Utara
ditentukan, tindakan yang demikian dapat dikatakan sebagai desersi dalam waktu perang. c. Pergi dengan maksud menyeberang ke musuh. Untuk menyeberang ke musuh adalah maksud atau tujuan dari pelaku untuk pergi dan memihak pada musuh yang tujuannya dapat dibuktikan (misalnya sebelum kepergianya ia mengungkapkan kepada teman-teman dekatnya untuk pergi memihak musuh), maka pelaku telah melakukan desersi. d. Pergi dengan tidak sah memasuki dinas militer asing. Pengertian memasuki dinas militer apabila tujuan pelaku bermaksud memasuki kekuasaan lain pasukan, laskar, partisan dan lain sebagainya dari suatu organisasi pembrontak yang berkaitan dengan persoalan spionase, tindakan tersebut sudah termasuk melakukan kejahatan desersi. 2. Bentuk
desersi
karena
waktu
sebagai
peningkatan
kejahatan
dari
ketidakhadiran tanpa ijin, yaitu: a. Tidak hadir dengan tidak sah karena kesalahannya, lamanya melebihi 30 (tiga puluh) hari waktu damai, contoh: seorang anggota militer yang melakukan kejahatan ketidakhadiran yang disengaja atau dengan sengaja dalam waktu damai selama 30 hari berlanjut. b. Tidak hadir dengan tidak sah karena kesalahannya, lebih lama dari 4 (empat) hari dalam masa perang, contoh seorang militer yang melakukan kejahatan ketidakhadiran dengan sengaja disaat Negara dalam keadaan
Universitas Sumatera Utara
sedang perang atau militer tersebut sedang ditugaskan kesatuannya di daerah konflik. 3. Bentuk desersi karena sebagai akibat. Hal ini sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 87 ayat (1) ke-3, umumnya termasuk dalam pengertian Pasal 85 ke-2 ditambah dengan adanya unsur kesengajaan dari si pelaku. Sebagaimana dalam daftar nominatif perkara tindak pidana desersi di Pomal Lantamal I Belawan Periode Triwulan III Tahun 2010 jumlah kasus yang sering terjadi atau tindak pidana desersi karena melanggar Pasal 87 ayat (1) ke 2 jo ayat (2) KUHPM dimana menurut daftar tersebut ada 9 (sembilan) kasus yang sudah diputus oleh hakim Pengadilan Militer dan 4 (empat) kasus sedang dalam proses Otmil I-02 Medan. Menurut S.R. Sianturi, ada empat macam cara atau keadaan yang dirumuskan sebagai bentuk desersi murni yaitu: 71 1. Anggota militer yang pergi dengan maksud (oogmerk) untuk menarik diri selamanya dari kewajiban-kewajiban dinasnya; 2. Anggota militer yang pergi dengan maksud untuk menghindari bahaya perang; 3. Anggota militer yang pergi dengan maksud untuk menyeberang ke musuh; dan 4. Anggota militer yang pergi dengan maksud untuk memasuki dinas militer pada suatu negara atau kekuasaan lain tanpa dibenarkan untuk itu. Pengertian pergi ditegaskan dalam Pasal 95 KUHPM yaitu perbuatan menjauhkan diri dari, ketidakhadiran pada atau membuat diri tertinggal untuk sampai pada suatu tempat atau tempat-tempat dimana militer itu seharusnya berada untuk
71
SR. Sianturi, Op. cit., hal. 273.
Universitas Sumatera Utara
memenuhi kewajiban-kewajiban dinas yang ditugaskan kepadanya; yang disebut dengan ketidakhadiran adalah tidak hadir pada tempat atau tempat-tempat tersebut. Unsur bersifat melawan hukum yang tersirat dalam Pasal 87 KUHPM di atas jika dikaitkan dengan ketentuan Pasal 95 KUHPM, bahwa yang dimaksud dengan pergi (verwijderen) adalah perbuatan-perbuatan: 72 1. 2. 3. 4.
Menjauhkan diri dari (zich verwijderen); Menyembunyikan diri dari; Meneruskan ketidakhadiran pada; atau Membuat diri sendiri tertinggal untuk sampai pada suatu tempat atau tempattempat dimana militer itu seharusnya berada untuk memenuhi kewajibankewajiban dinas yang ditugaskan kepadanya. Sebagaimana diketahui salah satu unsur dari tiap-tiap kejahatan adalah
bersifat melawan hukum baik secara tersurat maupun secara tersirat. 73 Unsur bersifat melawan hukum dalam Pasal 87 ayat (1) ke-1 hanya secara tersirat dirumuskan yang dapat disimpulkan dari salah satu maksud tersebut adalah: Menjauhkan diri dari (zich verwijderen); Menyembunyikan diri dari; dan Meneruskan ketidakhadiran yang terkandung bagi pelaku dan harus dikaitkan dengan perbuatan kepergiannya itu. Seorang anggota militer yang bermaksud menarik diri untuk selamanya dari kewajiban-kewajiban dinasnya, menghindari bahaya perang, selama maksud tersebut berada pada hati sanubarinya sendiri, tidak diwujudkan dengan suatu tindakan yang nyata, maka selama itu maksud tersebut belum dapat dikatakan sebagai perbuatan yang bersifat melawan hukum. Demikian juga perbuatan ”pergi”, belum tentu sudah
72
Moch. Faisal Salam, Hukum Pidana Militer di Indonesia, (Bandung: Mandar Maju, 2006),
73
Lihat: Putusan Mahkamah Agung Nomor:30/K/Kr/1969 tanggal 6 Juni 1970.
hal. 232.
Universitas Sumatera Utara
merupakan perbuatan yang bersifat melawan hukum, jika kepergian itu tanpa ijin, sudah jelas sifat melawan hukumnya terdapat pada kata-kata ”tanpa ijin”, namun jika kepergian itu sudah mendapat ijin (misalnya cuti) maka kepergian itu tidak bersifat melawan hukum. Oleh karena itu, baru setelah maksud tersebut diwujudkan secara nyata dalam suatu tindakan (dalam hal kepergiannya itu) terdapat sifat melawan hukum dari tindakan tersebut. 74 Berdasarkan hal tersebut, jika seorang anggota militer meninggalkan tempat dan tugasnya keran sudah mendapatkan ijin cuti, tetapi ternyata kemudian anggota militer tersebut bermaksud untuk tidak akan kembali lagi untuk selamanya ke tempat tugasnya, perbuatan tersebut sudah merupakan perbuatan melawan hukum walaupu kepergiannya itu ”dengan ijin” dan sekaligus tindakan atau perbuatan sedemikian itu telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana desersi. Pasal 87 ayat (1) ke-2 menegaskan bahwa yang karena salahnya atau dengan sengaja melakukan ketidakhadiran tanpa izin dalam waktu damai lebih lama dari 30 (tiga puluh) hari, dalam waktu perang lebih lama dari empat hari. Berdasarkan pasal ini dapat dipahami bahwa sebagai batas tindak pidana desersi dari segi waktu adalah tiga puluh hari. Desersi yang dilakukan sesuai dengan Pasal 87 KUHPM sanksinya adalah penjara dan pemecatan dari anggota militer, karena terdapat ancaman pidana dalam pasal tersebut. Jika ketidakhadiran dilakukan kurang dari 30 (tiga puluh) hari atau setidak-tidaknya satu hari maka belum bisa dikatakan sebagai tindak pidana desersi tetapi disebut tidak hadir tanpa ijin yang dapat diselesaikan secara hukum 74
Moch. Faisal Salam, Op. cit., hal. 273.
Universitas Sumatera Utara
disiplin militer (misalnya karena keterlambatan hadir dalam kesatuan militer. 75 Tidak hadir tanpa ijin selama satu hari di sini adalah selama 1 x 24 jam. Sebagai patokan untuk menentukan ketidakhadiran itu dihitung mulai tidak hadir saat apel, atau pada saat dibutuhkan/penting tidak hadir pada tempatnya yang telah ditentukan untuk melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. 76 Secara administratif, berdasarkan Juklak Kasal disebutkan deseri yang lebih dari 30 (tiga puluh) hari atau setidak-tidaknya pada hari ke-31 sudah dinyatakan desersi. Desersi yang dimaksud di sini adalah yang diancam dengan pidana dan pemecatan bukan penyelesaiannya secara hukum disiplin militer sebab waktunya sudah lebih dari 30 (tiga puluh) hari atau setidak-tidaknya hari ke-31 sejak dinyatakan desersi. 77 Terhadap anggota TNI yang akan dijatuhi hukuman disiplin perbuatannya harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan dalam ketentuan Pasal 5 UU No.26 Tahun 1997 tentang Disiplin Militer (selanjutnya disingkat dengan UU Disiplin Prajurit TNI). Pasal 5 UU Disiplin Prajurit TNI, menegaskan, ”Pelanggaran disiplin prajurit adalah ketidaktaatan dan ketidakpatuhan yang sungguh-sungguh pada diri prajurit yang bersendikan Sapta Marga dan Sumpah Prajurit untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sesuai dengan aturan-aturan atau tata kehidupan prajurit”.
75
http://www.detiknews.com/read/2010/09/12/055310/1439334/10/telat-kembali-mudikanggota-tni-bisa-dianggap-desersi, diakses tanggal 9 Agustus 2011. 76 Ibid., hal. 271. 77 Petunjuk Pelaksanaan Kasal Nomor: Juklak/14/III/2006 tentang Penyelesaian Administrasi Tindak Pidana Desersi di Lingkungan TNI Angkatan Laut.
Universitas Sumatera Utara
Pelanggaran disiplin anggota TNI sesuai dengan ketentuan Pasal 5 UU Disiplin Prajurit TNI meliputi pelanggaran hukum disiplin murni dan pelanggaran hukum disiplin tidak murni. Pelanggaran disiplin murni adalah setiap perbuatan yang bukan merupakan tindak pidana, tetapi bertentangan dengan perintah kedinasan atau peraturan kedinasan atau perbuatan yang tidak sesuai dengan tata kehidupan prajurit, contohnya: terlambat apel, berpakaian kurang rapi/baju tidak dikancingkan atau kotor, berambut gondrong dan sepatu tidak disemir. Jenis hukuman untuk pelanggaran ini berupa hukuman disiplin prajurit berupa tindakan fisik atau teguran lisan untuk menumbuhkan kesadaran dan mencegah terulangnya pelanggaran ini seperti push up dan lari keliling lapangan. Sedangkan pelanggaran hukum disiplin tidak murni adalah setiap perbuatan yang merupakan tindak pidana yang sedemikian ringan sifatnya sehingga dapat diselesaikan secara hukum disiplin militer. Tindak pidana ringan sifatnya adalah tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) bulan atau kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling tinggi Rp.6.000.000 (enam juta rupiah), perkaranya sederhana dan mudah pembuktiannya serta tindak pidana yang terjadi tidak akan mengakibatkan terganggunya kepentingan TNI atau kepentingan umum, contohnya: Penganiayaan ringan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan. Jenis hukuman untuk pelanggaran ini berupa hukuman disiplin prajurit berupa penahanan ringan paling lama selama 14 (empat belas hari) atau penahanan berat paling lama 21 (dua puluh satu hari). Pihak yang berhak menjatuhkan semua jenis hukuman disiplin kepada setiap anggota TNI yang berada di bawah wewenang
Universitas Sumatera Utara
komandonya adalah Komandan atau Atasan yang berhak Menghukum (selanjutnya disebut Ankum) yang dilaksanakan dalam sidang disiplin. 78 Bentuk-bentuk desersi yang dilakukan anggota TNI atau anggota militer sebagaimana dimaksud di atas, dapat diberlakukan kepada si pelaku ketentuan Pasal 88 KUHPM. (1) Maksimum diancam pidana yang diterapkan dalam Pasal 86 dan 87 diduakalikan: 1. Apabila ketika melakukan kejahatan itu belum lewat lima tahun, sejak petindak telah menjalani seluruhnya atau sebahagian dari pidana yang dijatuhkan kepadanya dengan putusan karena melakukan desersi atau dengan sengaja melakukan ketidakhadiran dengan tanpa ijin atau sejak pidana itu seluruhnya dihapuskan baginya, atau apabila ketika melakukan kejahatan itu hak untuk menjalankan pidana tersebut belum kadaluarsa. 2. Apabila dua orang atau lebih, masing-masing untuk diri sendiri dalam melakukan salah satu kejahatan-kejahatan tersebut dalam Pasal 86 dan 87, pergi secara bersama-sama atau sebagai kelanjutan dari pemufakatan jahat. 3. Apabila petindak adalah militer pemegang komando. 4. Apabila dia melakukan kejahatan itu sedang dalam menjalankan dinas. 5. Apabila dia pergi ke atau di luar negeri.
78
Agita Kartika Ayuningtyas, Op. cit., hal. 23-24.
Universitas Sumatera Utara
6. Apabila dia melakukan kejahatan itu dengan menggunakan suatu perahu laut, pesawat terbang, atau kenderaan yang termasuk pada angkatan perang. 7. Apabila dia melakukan kejahatan itu dengan membawa serta suatu binatang yang digunakan untuk kebutuhan angkatan perang, senjata, atau amunisi. (2) Apabila kejahatan tersebut dalam Pasal 86 atau kejahatan desersi dalam keadaan damai dibarengi dengan dua atau lebih keadaan-keadaan dalam ayat (1) nomor 1 s/d 7, maka maksimum ancaman pidana yang ditentukan pada ayat tersebut ditambah dengan setengahnya. Maksud dari pasal di atas adalah pemberatan. Pemberatan dimaksud Pasal 88 ayat (1) nomor 1 KUHPM lazim disebut perulangan atau recidive yakni si pelaku sudah pernah dijatuhi hukuman oleh hakim karena melakukan kejahatan yang serupa dengan kejahatan yang dilakukannya sekarang, maka dalam hal seperti ini, desersi atau tidak hadir dengan tidak sah dilakukannya dengan sengaja. Perbuatan itu baru dapat dikatakan pengulangan apabila masa kadaluarsa dari kejahatan itu belum habis. Tenggang masa kadaluarsa (verjaring) Menurut KUH Pidana untuk semua pelanggaran sesudah 1 (satu) tahun; untuk kejahatan yang diancam denda, kurungan atau penjara maksimum 3 (tiga) tahun daluwarsanya sesudah 6 (enam) tahun; untuk kejahatan yang diancam pidana penjara lebih dari 3 (tiga) tahun daluwarsanya 12 (dua belas) tahun; dan untuk kejahatan yang diancam pidana mati atau seumur hidup daluwarsanya sesudah 18 (delapan belas) tahun. Akan tetapi khusus untuk kejahatan
Universitas Sumatera Utara
desersi masa kadaluarsanya 12 (dua belas) tahun sesuai dengan ketentuan Pasal 41 KUHPM. 79 Maksud dari Pasal 88 ayat (1) nomor 2 KUHPM di atas, pemberatan dikarenakan adanya kerja sama antara para pelaku, baik yang dilakukan secara sadar atau secara tidak sadar dan tidak perlu terjadinya kejahatan-kejahatan itu pada saat yang bersamaan. Pemberatan yang dimaksud dalam Pasal 88 ayat (1) nomor 3 KUHPM diberikan apabila yang memerlukan kejahatan dengan sengaja tidak hadir dengan tidak sah bagi seseorang anggota militer yang memegang pimpinan. Anggota militer yang memegang komando adalah suatu pasukan yang berdiri sendiri. 80 Pemberatan dimaksud Pasal 88 ayat (1) nomor 4 KUHPM bagi anggota militer yang sedang melakukan dinas dimana mereka yang secara nyata-nyata sedang dalam keadaan melakukan tugas dinas. Arti melaksanakan dinas lebih luas daripada pengertian sedang melaksanakan tugas. Hal yang juga memberatkan bagi pelaku dalam Pasal 88 ayat (1) nomor 5 KUHPM jika kejahatan desersi itu tidak hadir dengan tidak sah dilakukan dengan jalan pergi ke laur negeri atau dilakukan di luar negeri atau melakukan desersi pergi ke laur wilayah NKRI. Memberatkan dimaksud Pasal 88 ayat (1) nomor 6 apabila kejahatan itu dilakukan dengan membawa perahu atau kapal, pesawat terbang, atau kendaraan-kendaraan yang termasuk kepunyaan TNI. Kajahatan ini mungkin suatu perbuatan yang merupakan rangkaian tindak pidana yaitu selain melakukan desersi, juga melakukan pencurian terhadap
79 80
Moch. Faisal Salam, Op. cit., hal. 224-225. Ibid., hal. 225.
Universitas Sumatera Utara
perlengkapan militer. Hal yang memberatkan dimaksud Pasal 88 ayat (1) nomor 7 KUHPM di atas ialah kejahatan tersebut dilakukan dengan membawa binatang, senjata atau mesiu yang seharusnya digunakan untuk kepentingan TNI. Binatang yang dimaksud di sini yaitu binatang-binatang yang bisa digunakan untuk kepentingan TNI misalnya kuda, anjing, merpati pos, dan lain-lain yang dianggap penting untuk membantu peperangan dalam situasi medan yang sulit. 81 Sementara maksud pada ketentuan Pasal 88 ayat (2) KUHPM menentukan hal yang lebih memberatkan lagi hingga ancaman hukumannya ditambah dengan setengahnya, setelah hukuman dalam Pasal 88 ayat (2) KUHPM ini diduakalikan. Hal yang memberatkan itu apabila si pelaku melakukan kejahatan yang disertai atau tidak dengan sah karena disengaja, disertai dengan dua orang atau lebih dari ketentuanketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (1) dari nomor 1 s/d 7 KUHPM. 82 Desersi yang dimaksud dalam Pasal 87 KUHPM merupakan suatu tindak pidana militer murni dan bukan merupakan pelanggaran disiplin sehingga untuk penyelesaian tidak bisa diselesaikan melalui hukum disiplin militer melainkan harus diselesaikan melalui sidang pengadilan. Oleh karena itu yang berhak mengadili tindak pidana desersi adalah Hakim Militer dalam Sistem Peradilan Pidana Militer, dimana bentuk penjatuhan pidana militernya terdapat di dalam Pasal 6 KUHPM yaitu berupa pidana pokok (yakni: pidana mati; penjara; kurungan; pidana tutupan) sampai dengan
81 82
Ibid. Ibid.
Universitas Sumatera Utara
pidana tambahan (yakni: pemecatan dari dinas militer dengan atau tanpa pencabutan haknya untuk memasuki TNI; penurunan pangkat; dan pencabutan hak-hak yang disebutkan dalam Pasal 35 KUHPM). Bagi anggota TNI yang terlibat masalah perdata (baik sebagai tergugat maupun penggugat) maka untuk penyelesaiannya melalui pengadilan di lingkungan peradilan umum, dan apabila yang dihadapi adalah masalah yang ada hubungan dengan perceraian maupun waris menurut hukum islam maka penyelesaian melalui peradilan Agama. Mengenai gugatan tata usaha militer, apabila ada orang atau badan hukum perdata yang merasa dirugikan atas dikeluarkannya suatu keputusan yang dikeluarkan badan atau pejabat tata usaha militer maka sesuai dengan hukum acara tata usaha militer pada Bab V Pasal 265 UU No.31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer, gugatan diajukan, ke Pengadilan Militer Tinggi, namun sampai saat ini Peradilan Tata Usaha Militer tersebut belum terwujud, karena belum ada Peraturan Pemerintahnya. Unsur-unsur tindak pidana desersi dalam ketentuan Pasal 87 ayat (1) ke-2 KUHPM yang ditegaskan berikut: “yang karena salahnya atau dengan sengaja melakukan ketidakhadiran tanpa ijin dalam waktu damai lebih lama dari tiga puluh hari”. Berdasarkan rumusan Pasal 87 ayat (1) ke-2, maka ada 5 (lima) unsur tindak pidana desersi, yaitu: 1. Militer; 2. Dengan sengaja; 3. Melakukan ketidakhadiran tanpa ijin;
Universitas Sumatera Utara
4. Dalam masa damai; dan 5. Lebih lama dari tiga puluh hari. Terhadap unsur-unsur tersebut di atas terdapat pengertian bahwa unsur: 83 1. Militer a. Menurut Pasal 46 KUHPM ialah mereka yang berkaitan dinas secara sukarela pada Angkatan Perang yang diwajibkan berada dalam dinas secara terus menerus dalam tenggang waktu dinas tersebut (disebut militer) ataupun semua sukarelawan lainnya pada angkatan perang dan para wajib militer selama mereka berada dalam dinas. b. Baik militer sukarela maupun militer wajib 84 adalah merupakan yustisiabel peradilan militer yang berarti kepada mereka dapat dikenakan atau diterapkan ketentuan-ketentuan hukum pidana militer di samping ketentuan-ketentuan hukum pidana umum, termasuk di sini terdakwa sebagai anggota militer/TNI. c. Bahwa di Indonesia yang dimaksud dengan militer adalah kekuatan angkatan perang dari suatu Negara. d. Bahwa seorang militer ditandai dengan mempunyai: Pangkat, NRP (Nomor Registrasi Pusat), Jabatan, Kesatuan didalam melaksanakan
83
Agita Kartika Ayuningtyas, Op. cit., hal. 25-26. Ibid. Militer sukarela adalah militer atau prajurit sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 16 UU No.34 Tahun 2004 tentang TNI disebutkan bahwa yang dimaksud dengan prajurit wajib adalah warga negara ynag mengabdikan diri dalam dinas keprajuritan karena diwajibkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Sedangkan yang dimaksud dengan militer atau prajurit sukarela ditegaskan dalam Pasal 1 angka 15 UU No.34 Tahun 2004 tentang TNI bahwa prajurit sukarela adalah warga negara yang atas kemauan sendiri mengabdikan diri dalam dinas keprajuritan. 84
Universitas Sumatera Utara
tugasnya atau berdinas memakai pakaian seragam sesuai dengan Matranya lengkap dangan tanda Pangkat, Lokasi Kesatuan dan Atribut lainnya. 2. Dengan sengaja. Bahwa yang dimaksud dengan sengaja (dolus) di dalam KUH Pidana tidak ada pengertian maupun penafsirannya secara khusus, tetapi penafsiran
“Dengan
sengaja
atau
kesengajaan”
disesuaikan
dengan
perkembangan dan kesadaran hukum masyarakat oleh karena itu terdapat banyak ajaran, pendapat dan pembahasan mengenai istilah kesengajaan ini. 3. Melakukan ketidakhadiran tanpa ijin. Bahwa melakukan ketidakhadiran tanpa ijin berarti tidak hadir di kesatuan sebagaimana lazimnya seorang anggota TNI antara lain didahului dengan apel pagi, melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan atau yang menjadi tanggung jawabnya, kemudian apel siang. Sedangkan yang dimaksud tanpa ijin artinya ketidakhadiran tanpa sepengetahuan atau seijin yang sah dari Komandan atau Kesatuannya atau kewajibannya sebagai anggota TNI. 4. Dalam waktu damai. Bahwa yang dimaksud dimasa damai berarti bahwa terdakwa atau seorang anggota TNI melakukan ketidakhadiran tanpa ijin itu Negara Republik Indonesia dalam keadaan damai atau kesatuannya tidak melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 KUHPM yaitu perluasan dari keadaan perang. 5. Lebih lama dari tiga puluh hari. Bahwa melakukan ketidakhadiran lebih lama dari tiga puluh hari berarti terdakwa tidak hadir tanpa ijin secara berturut-turut lebih dari waktu tiga puluh hari.
Universitas Sumatera Utara
Desersi kepada musuh merupakan pengertian dengan maksud menyebarang kepada musuh, ancaman pidananya yaitu pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana maksimum dua puluh tahun. Ketentuannya diatur dalam Pasal 89 KUHPM yaitu: Diancam dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup atau sementara maksimum dua puluh tahun: 1. Desersi ke musuh; 2. (Diubah dengan UU No.39 Tahun 1947). Desersi dalam waktu perang, dari satuan pasukan, perahu laut, atau pesawat terbang yang ditugaskan untuk dinas pengamanan, ataupun dari suatu tempat atau pos yang diserang atau terancam serangan oleh musuh. Desersi kepada musuh berarti si pelaku sudah berada di daerah atau sudah berada di pihak musuh atau dengan kalimat lain, si pelaku sudah betul-betul bekerja pada pihak musuh. Perbuatan ini dapat digolongkan sebagai pengkhianatan militer sebagaiman dimaksud dalam Pasal 64 KUHPM junto Pasal 124 KUH Pidana. Maksud Pasal 89 ayat (2) KUHPM di atas adalah desersi khusus yaitu desersi yang disertai perbuatan-perbuatan khusus karena dilakukan dalam keadaan perang yang dilakukan oleh pasukan-pasukan, perahu atau kapal, atau pesawat udara yang diserahi tugas pengamanan. Mengenai pengertian tugas pengamanan tersebut oleh undangundang tidak diberikan penjelasan yang rinci namun hal ini dapat dihubungkan dengan pelajaran taktik penyerangan dalam militer, maka yang dimaksud dengan tugas pengamanan itu adalah perlindungan ata perlindungan depan, perlindungan lambung, perlindungan belakang, dan sebagainya. 85
85
Moch. Faisal Salam, Op. cit., hal. 227, 229, dan 230.
Universitas Sumatera Utara
Perbuatan dengan sengaja menarik diri dari kewajiban-kewajiban dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 KUHPM yaitu: dengan akal bulus atau suatu rangkaian karangan bohong, menarik diri dari kewajiban untuk sementara waktu; menarik diri untuk selamanya; dan sengaja membuat dirinya tidak terpakai. Sedangkan perbuatan pemalsuan surat cuti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 KUHPM adalah: perbuatan memalsu surat cuti; perbuatan menyuruh orang lain atau meminta surat cuti itu dengan nama palsu; dan surat cuti itu dipakai sendiri atau dipakai oleh orang lain. Militer yang sengaja menggunakan pas jalan, kartu keamanan, perintah jalan, surat cuti, dari orang lain, seolah-olah dialah oknum yang disebutkan didalamnya, diancam dengan pidana pencara maksimum dua tahun. Sehubungan dengan Pasal 91 KUHPM dan Pasal 92 KUHPM ditegaskan kembali dalam Pasal 93 KUHPM bahwa apabila salah satu kejahatan-kejahatan yang dirumuskan pada Pasal 91 KUHPM (membuat secara tidak benar atau memalsu surat cuti ataupun meminta diberikan surat serupa itu dengan nama palsu dengan maksud memakainya atau memberikannya kepada seorang militer) dan Pasal 92 KUHPM (sengaja menggunakan pas jalan, kartu keamanan, perintah jalan, atau surat cuti dari seseorang lain seolah-olah dialah oknum yang disebutkan didalamnya) atau Pasal 267 KUH Pidana (tabib dengan sengaja memberikan surat keterangan palsu tentang ada atau tidak adanya penyakit seseorang), Pasal 268 KUH Pidana (memalsukan surat keterangan dokter), atau Pasal 270 KUH Pidana (memalsukan pas jalan, surat keselamatan, surat perintah berjalan) KUH Pidana dilakukan oleh militer dalam
Universitas Sumatera Utara
waktu perang, untuk mempermudah kejahatan desersi, diancam dengan pidana penjara maksimum tujuh tahun. 86
C. Tugas dan Fungsi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut Lantamal I Belawan TNI AL adalah bagian dari TNI yang bertanggung jawab atas operasi laut, dipimpin oleh Laksamana
Soeparno. Kekuatan TNI AL terbagi dalam 2 (dua)
armada, yaitu: Armada Barat yang berpusat di Tanjung Priok, Jakarta dan Armada Timur yang berpusat di Tanjung Perak, Surabaya, serta satu Komando Lintas Laut Militer (Kolinlamil). Selain itu juga membawahi Korps Marinir. Secara struktural TNI AL berada di bawah Markas Besar TNI. Perwira tersenior TNI AL, Kepala Staf TNI AL, adalah perwira tinggi berbintang empat dengan pangkat Laksamana mengepalai AL di bawah Panglima TNI. Jabatan tertinggi di TNI AL adalah Kepala Staf TNI AL yang biasanya dijabat oleh Laksamana berbintang empat. Kepangkatan di TNI AL terdiri dari Perwira, Bintara dan Tamtama. Pangkat tertinggi di Angkatan Laut adalah Laksamana Besar dengan bintang lima. Sampai saat ini belum ada seorangpun perwira TNI Angkatan Laut yang dianugerahi pangkat dengan bintang lima tersebut.
86
Ibid., hal. 230-231.
Universitas Sumatera Utara
Skema: 1 Struktur Organisasi Pomal 87 POMAL STRUKTUR ORGANISASI POMAL SAAT INI
WAKIL
Unsur Pemimpin
KABAGPERS Unsur Pembantu Pemimpin Unsur Staf Pelaksana
BAGUM
BAGPERS
BAGRENPROG AR
SATMA Unsur Pelayanan
DIS LIDKRIPAMFIK
SUBDIS LIDKRIM
SUBDIS PAMFIK
DIS GAKKUM
SUBDIS RESDAK
DIS GAKTIB
SUBDIS IDIK
SUBDIS TIBPLIN
SUBDIS BINPROV
Unsur Pelaksana DANSAT POMAL
87
Penyempurnaan Organisasi Pomal Lantamal http://www.tnial.mil.id/, diakses tanggal 8 Januari 2012.
I
Belawan.
Lihat
juga:
Universitas Sumatera Utara
Skema: 2 Struktur Organisasi Pomal Lantamal I Belawan 88 KOMANDAN Unsur Pemimpin
WAKIL Unsur Pelayanan
TAUD
Unsur Staf Pelaksana SATMA Unsur Pembantu Pemimpin DISLIDKRIM PAMFIK
SUBDIS LIDKRIM
SUBDIS PAMFIK
Unsur Pelaksana
DISGAKKUM
SUBDIS RESDAK
LAK LIDKRIM PAMFIK
DISGAKTIB
SUBDIS IDIK
LAK IDIK
SUBDIS GAKTIB
LAK HARTIB
SUBDIS LALIN
LAK BINTUN TIBMIL
UNIT SATWA
Ket : Pospom disesuaikan dengan kebutuhan wilayah tugas Lantamal yang bersangkutan.
88
Penyempurnaan Organisasi Pomal Lantamal http://www.tnial.mil.id/, diakses tanggal 8 Januari 2012.
I
Belawan.
Lihat
juga:
Universitas Sumatera Utara
Komando Armada RI Kawasan Barat (disingkat Koarmabar) adalah salah satu komando utama TNI AL. Koarmabar bermarkas besar di Tanjung Priok. Koarmabar membawahi empat Pangkalan Utama Angkatan Laut (Lantamal) yang meliputi: 1. Pangkalan Utama I (Lantamal I) Belawan, Sumatera Utara. Lantamal ini membawahi: a. Empat Pangkalan Angkatan Laut, meliputi Sabang, Sibolga, Teluk Bayur, dan Dumai. b. Satu Pangkalan Udara Angkatan Laut (Lanudal) Sabang, dan c. Dua fasilitas pemeliharaan dan perbaikan (Fasharkan) di Sabang dan Belawan. 2. Pangkalan Utama II (Lantamal II) di Padang. Lantamal ini membawahi dua Pangkalan Angkatan Laut , meliputi Sibolga dan Bengkulu. 3. Pangkalan Utama III (Lantamal III) di Jakarta, membawahi: a. Enam Pangkalan Angkatan Laut, meliputi Palembang, Cirebon, Panjang, Banten, Bandung, dan Bangka Belitung. b. Satu fasilitas pemeliharaan dan perbaikan di Pondok Dayung, Jakarta. Fasharkan Pondok Dayung ini sekarang memiliki kemampuan membuat kapal patroli jenis KAL ukuran 12 meter hingga KRI 40 meter. 4. Pangkalan Utama IV (Lantamal IV) di Tanjung Pinang membawahi: a. Enam Pangkalan Angkatan Laut, yaitu Batam, Pontianak, Tarempa, Ranai, Tanjung Balai Karimun, dan Dabo Singkep.
Universitas Sumatera Utara
b. Satu fasilitas pemeliharaan dan perbaikan (Fasharkan) di Mentigi yang memiliki kemampuan membuat kapal patroli (KAL) berukuran 12, 28, dan 35 meter. c. Dua Pangkalan Udara Angkatan Laut (Lanudal) berada di Matak, Kepulauan Natuna, dan di Tanjung Pinang/Kijang. Komando Armada RI Kawasan Timur (disingkat Koarmatim) adalah salah satu Komando Utama TNI AL. Komando ini bermarkas besar di Surabaya, Jawa Timur. Koarmatim membawahi tujuh Pangkalan Utama Angkatan Laut (Lantamal) yang meliputi: Pangkalan Utama V (Lantamal V) di Surabaya; Pangkalan Utama VI (Lantamal VI) di Makassar; Pangkalan Utama VII (Lantamal VII) di Kupang; Pangkalan Utama VIII (Lantamal VIII) di Manado; Pangkalan Utama IX (Lantamal IX) di Ambon; Pangkalan Utama X (Lantamal X) di Jayapura; dan Pangkalan Utama XI(Lantamal XI) di Merauke. 89 Komando Lintas Laut Militer (disingkat Kolinlamil) adalah salah satu Komando Utama TNI AL. Komando ini bermarkas besar di Tanjung Priok, Jakarta Utara. Kolinlamil adalah Komando Utama (Kotama) Pembinaan dan Operasional. Dalam bidang pembinaan, Kolinlamil berkedudukan langsung di bawah Kasal, sedangkan dalam bidang operasional berkedudukan langsung di bawah Panglima TNI. Kolinlamil dibentuk di Jakarta pada tanggal 1 Juli 1961 dengan nama Djawatan Angkutan Laut Militer (Dalmil) berdasarkan Surat Keputusan Kepala Staf TNI AL
89
http://info.tnial.mil.id/lantamal1/Postur/Organisasi/tabid/230/Default.aspx, diakses tanggal 2 Agustus 2011.
Universitas Sumatera Utara
No.5401.27 tanggal 24 Juli 1961, dan Skep Men/Kasal No. 5401.23 tanggal 11 Agustus 1961. Pembentukan Dalmil ini didasarkan pertimbangan demi kepentingan logistik TNI AL maupun TNI umumnya, termasuk bagi kepentingan pemerintah di bidang AL. 90 Kolinlamil mempunyai tugas pokok membina kemampuan sistem angkutan laut militer, membina potensi angkutan laut nasional untuk kepentingan pertahanan negara, melaksanakan angkutan laut TNI dan Polri yang meliputi personel, peralatan dan perbekalan, baik yang bersifat administratif maupun taktis strategis serta melaksanakan bantuan angkutan laut dalam rangka menunjang pembangunan nasional. Sesuai dengan fungsi dan tugasnya melaksanakan pergeseran kekuatan militer baik pasukan maupun logistik melalui laut di seluruh perairan Indonesia. Kegiatan lintas laut oleh unsur-unsur Kolinlamil maupun unsur-unsur yang di Bawah Kendali Operasi (BKO) Kolinlamil dapat dilaksanakan secara individu maupun dalam formasi baik pada saat damai maupun masa perang. Pergeseran pasukan maupun logistik dapat dilakukan dari suatu Pangkalan Angkatan Laut, Pelabuhan
90
http://id.wikipedia.org/wiki/Komando_Lintas_Laut_Militer, diakses tanggal 1 Agustus 2011. Seiring dengan dicanangkannya TRIKORA pembebasan Irian Barat, Dalmil diubah namanya menjadi Komando Angkutan Laut Militer (Koalmil) berdasarkan Surat Keputusan Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang RI/Panglima Besar Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat No.12/PLM BS tahun 1962 serta berdasarkan Skep Men/Kasal No. 5401.16 tanggal 5 April 1962. Pada tanggal 27 Februari 1970 nama Koalmil diubah lagi menjadi Dinas Angkutan Laut Militer (Disanglamil) berdasarkan Surat Keputusan Direktur Anglamil No.KPTS/ANGLAMIL/2111/1970 dan ketentuan Comanders Call ALRI, tanggal 25 sampai dengan 28 Februari 1970. Pada tanggal 4 Mei 1970, Disanglamil diubah lagi menjadi Komando Lintas Laut Militer Kolinlamil berdasarkan Instruksi Kasal No.28/71 TW. 230204 Z/APR/1971 dan Instruksi Komandan Kolinlamil Nomor: 02/INTR/KOLINLAMIL/V/1971, tanggal 4 Mei 1971. Tanggal 23 Juli 1971 nama Komando Lintas Laut Militer (Kolinlamil) ditetapkan berdasarkan Skep Menhankam Pangab, tentang Pokok-pokok Organisasi dan Prosedur ALRI Nomor: Kep/A/39/VII tahun 1971, tanggal 23 Juli 1971, dan nama Kolinlamil ini digunakan sampai sekarang.
Universitas Sumatera Utara
Umum, Pantai ke Pangkalan Angkatan Laut atau ke Pelabuhan Umum dan pantai lainnya. Kolinlamil bertugas dalam bidang pembinaan menyusun dan merencanakan program-program pembinaan kekuatan unsur/KRI, terminal serta sarana dan prasarana pendukung dalam jajaran Kolinlamil melalui pemeliharaan, pengiriman, pengembangan taktis dan prosedur angkutan laut militer sesuai dengan tingkat dan lingkungan kewenangannya. 91 TNI AL Lantamal I Belawan sebagai bagian dari TNI sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 4 UU No.34 Tahun 2004 tentang TNI yaitu: 1. TNI terdiri dari atas TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, dan TNI Angkatan Udara yang melaksanakan tugasnya secara matra atau gabungan di bawah pimpinan Panglima. 2. Tiap-tiap angkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai kedudukan yang sama dan sederajat. Pasal 5 UU No. 34 Tahun 2004 menegaskan bahwa peran TNI sebagai alat negara di bidang pertahanan yang dalam menjalankan tugasnya berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara. Sementara fungsi TNI sebagai alat pertahanan negara sebagaimana Pasal 6 ayat (1) UU No.34 Tahun 2004 tentang TNI ditegaskan sebagai:
91
http://wwww.tnial.mil.id/tabid/418/articleType/ArticleView/articleId/111/CAKRAWALAnomor-406-tahun-2011.aspx, diakses tanggal 2 Agustus 2011.
Universitas Sumatera Utara
a. Penangkal terhadap setiap bentuk ancaman militer dan ancaman bersenjata dari luar dan dalam negeri terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa; b. Penindak terhadap setiap bentuk ancaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a; dan c. Pemulih terhadap kondisi keamanan negara yang terganggu akibat kekacauan keamanan. TNI merupakan komponen utama sistem pertahanan negara dalam keadaan melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) di atas. Selanjutnya mengenai tugas TNI secara keseluruhan ditegaskan dalam Pasal 7 UU No.34 Tahun 2004 tentang TNI yaitu: (1) Tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. (2) Tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan: a. Operasi militer untuk perang. b. Operasi militer selain perang, yaitu untuk: 1. Mengatasi gerakan separatisme bersenjata; 2. Mengatasi pemberontakan bersenjata; 3. Mengatasi aksi terorisme;
Universitas Sumatera Utara
4. Mengamankan wilayah perbatasan; 5. Mengamankan objek vital nasional yang bersifat strategis; 6. Melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan politik luar negeri; 7. Mengamankan presiden dan wakil presiden beserta keluarganya; 8. Memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya secara dini sesuai dengan sistem pertahanan semesta; 9. Membantu tugas pemerintahan di daerah; 10. Membantu kepolisian negara republik indonesia dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat yang diatur dalam undangundang; 11. Membantu
mengamankan tamu
negara setingkat kepala dan
perwakilan pemerintah asing yang sedang berada di indonesia; 12. Membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian, dan pemberian bantuan kemanusiaan; 13. Membantu pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan (search and rescue); serta membantu pemerintah dalam pengamanan pelayaran dan penerbangan terhadap pembajakan, perompakan, dan penyelundupan. (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara. Tugas pokok anggota TNI dalam menegakkan kedaulatan negara yakni mempertahankan kekuasaan negara untuk melaksanakan pemerintahan sendiri yang
Universitas Sumatera Utara
bebas dari ancaman dan menjaga keutuhan wilayah meliputi mempertahankan kesatuan wilayah kekuasaan negara dengan segala isinya, di darat, laut, dan udara yang batas-batasnya ditetapkan dengan undang-undang. Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah adalah melindungi jiwa, kemerdekaan, dan harta benda setiap warga negara. Ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara, antara lain sebagai berikut: 92 1. Agresi berupa penggunaan kekuatan bersenjata oleh negara lain terhadap kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa atau dalam bentuk dan cara-cara, antara lain: a. Invasi berupa penggunaan kekuatan bersenjata; b. Bombardemen berupa penggunaan senjata lainnya; c. Blokade pelabuhan, pantai, wilayah udara, atau seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; d. Serangan bersenjata negara lain terhadap unsur satuan darat, laut, dan udara; e. Keberadaan atau tindakan unsusr kekuatan bersenjata asing dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bertentangan dengan ketentuan atau perjanjian yang telah disepakati; f. Tindakan suatu negara yang mengizinkan penggunaan wilayahnya oleh negara lain untuk melakukan agresi atau invasi terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia; 92
Penjelasan Pasal 7 ayat (1) UU No.34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
g. Pengiriman kelompok bersenjata atau tentara bayaran untuk melakukan tindakan kekerasan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; h. Ancaman lain yang ditetapkan oleh Presiden 2. Pelangaran wilayah yang dilakukan oleh negara lain; 3. Pemberontakan bersenjata, yaitu suatu gerakan bersenjata yang melawan pemerintah yang sah; 4. Sabotase dari pihak tertentu untuk merusak instalasi penting dan objek vital nasional; 5. Spionasi yang dilakukan oleh negara lain untuk mencari dan mendapatkan rahasia militer; 6. Aksi teror bersenjata yang dilakukan oleh teroris internasional atau bekerjasama dengan teroris dalam negeri atau oleh teroris dalam negeri; 7. Ancaman keamanan di laut atau udara yurisdiksi nasional indonesia, yang dilakukan pihak-pihak tertentu ,dapat berupa; a. Pembajakan atau perompakan; b. Penyelundupan senjata, amunisi, dan bahan peledak atau bahan lain yang dapat membahayakan keselamatan bangsa; c. Penangkapan ikan secara ilegal atau pencurian kekayaan laut. 8. konflik komunal yang terjadi antar kelompok masyarakat yang dapat membahayakan keselamatan bangsa.
Universitas Sumatera Utara
Sebagai penjabaran maksud Pasal 7 UU No.34 Tahun 2004 TNI dan Khususnya tugas TNI AL ditegaskan dalam Pasal 9 UU No.34 Tahun 2004 tentang TNI, TNI AL bertugas: 1. Melaksanakan tugas TNI matra laut di bidang pertahanan; 2. Menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah laut yurisdiksi nasional sesuai dengan ketentuan hukum nasional dan hukum internasional yang telah diratifikasi; 3. Melaksanakan tugas diplomasi Angkatan Laut dalam rangka mendukung kebijakan politik luar negeri yang ditetapkan oleh pemerintah; 4. Melaksanakan tugas TNI dalam pembangunan dan pengembangan kekuatan matra laut; 5. Melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan laut. Menegakkan hukum dan menjaga keamanan pada angka 2 di atas adalah segala bentuk kegiatan yang berhubungan dengan penegakan hukum dilaut sesuai dengan kewenangan TNI AL (constabulary function) yang berlaku secara unuversal dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku untuk mengatasi ancaman tindakan,kekerasan,ancaman navigasi, serta pelanggaran hukum diwilayah laut yuridiksi nasional. Menegakkan hukum yang dilaksanakan oleh TNI AL di laut, terbatas dalam lingkup pengejaran, penangkapan, penyelidikan, dan penyidikan perkara
yang
selanjutnya
diserahkan
kepada
kejaksaan,
TNI
AL
tidak
menyelenggarakan pengadilan. 93 Berdasarkan tugas-tugas TNI yang telah disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa tugas pokok TNI AL Lantamal I Belawan adalah bertugas menyelenggarakan dukungan logistik dan aministrasi bagi unsur-unsur TNI AL serta kotama TNI AL lainnya dan pembinaan potensi maritim menjadi kekuatan
93
Penjelasan Pasal 9 UU No.34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
pertahanan keamanan negara di laut serta tugas-tugas lainnya berdasarkan kebijakan Kasal. 94
D. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Anggota TNI AL Lantamal I Belawan Melakukan Tindak Pidana Desersi Secara umum, anggota militer melakukan tindak pidana desersi disebabkan karena alasan pergi dengan maksud manarik diri untuk selamanya dari kesatuan dinasnya, menghindari bahaya perang, menyeberang ke wilayah musuh, dengan secara tidak sah masuk dinas militer negara asing. Berdasarkan laporan rekapitulasi tindak pidana di lingkungan TNI AL Lantamal I Belawan pada tahun 2010, jumlah tindak pidana desersi yang ditangani oleh Pomal Lantamal I Belawan berjumlah 15 (lima sebelas) kasus yang pada umumnya melanggar Pasal 87 ayat (1) ke 2 jo ayat (2) KUHPM. Sedangkan sisa kasus desersi pada tahun sebelumnya yakni tahun 2009 adalah 11 (sebelas) kasus. Kasus desersi yang berjumlah 15 (lima belas) tersebut, 2 kasus sedang ditangani oleh Polisi Militer (POM); 9 kasus sedang ditangani oleh Oditur Militer (Otmil) I-02 Medan. Selebihnya adalah kasus desersi yang merupakan tahan titipan atau hukuman disiplin. 95 Hal demikian menunjukkan bahwa tindak pidana desersi di Lantamal I Belawan pada tahun 2010 terjadi peningkatan namun peningkatannya tidak tajam.
94
http://info.tnial.mil.id/lantamal11/Postur/TugasPokok/tabid/228/Default.aspx, diakses tanggal 2 Agustus 2011. 95 Lampiran P, Rekapitulasi Perkara Kejahatan/Pelanggaran Pidana, Pangkalan Utama TNI AL I Polisi Militer Belawan.
Universitas Sumatera Utara
Sebagaimana telah ditegaskan dalam Pasal 87 KUHPM mengenai tindak pidana desersi. Tindak pidana desersi berdasarkan Pasal 87 KUHPM adalah suatu perbuatan yang sengaja dilakukan oleh militer tidak hadir dengan tidak sah lebih dari 30 hari pada waktu damai dan lebih 4 hari pada waktu perang. Desersi yang dilakukan oleh anggota militer TNI AL Lantamal I Belawan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor penyebab pada umumnya karena motif yang bersifat pribadi (internal) dan pengaruh lingkungan (eksternal). Seorang prajurit TNI melakukan tindak pidana desersi disebabkan oleh faktor eksternal (dari luar) dan Faktor internal (dari dalam). 96 1. Faktor Internal Faktor internal bersifat pribadi berupa ketidaksiapan mental untuk menjadi seorang prajurit, seseorang masuk TNI AL karena memenuhi keinginan orang tuanya, tugas yang terlalu berat dan tidak sesuai, ketidaharmonisan dalam rumah tangga serta kebiasaan hidup tidak teratur dengan latar belakang tertentu sebelum menjadi prajurit dapat menjadi faktor penyebab desersi, bisa juga kekeliruan cara pandang awal dalam memilih profesi menjadi anggota TNI AL yang dalam kenyataannya ternyata tidak seindah yang dibayangkan sebelumnya. 97 Ketidaksiapan mental untuk menjadi prajurit dengan tingkat disiplin militer yang tinggi terjadi karena kekeliruan cara pandang awal dalam memilih profesi
96
Departemen Pertahanan, Mempertahankan Tanah Air Memasuki Abad 21, (Jakarta: Dephankam, 2003), hal. 23. 97 Wawancara dengan Mayor Laut (PM) A. Iqbal, Komandan Pomal Lantamal I Belawan, tanggal 6 Juli 2011.
Universitas Sumatera Utara
prajurit, sehingga dalam kenyataannya ternyata tidak seindah yang dibayangkan sebelumnya. Disiplin yang tinggi dalam dunia militer menjadi kewajiban para anggota TNI untuk patuh pada aturan hukum. Hal demikian jika terjadi pada diri seseorang anggota TNI yang memiliki latar belakang hidup yang kurang disiplin menjadi suatu yang sangat berat untuk dilaksanakannya. 98 Pada usia penerimaan menjadi anggota prajurit TNI umumnya calon prajurit masih berfikir labil dalam memahami sesuatu hal. Secara psikologis sangat mudah terperdaya oleh rayuan-rayuan atau keadaan sekelilingnya sehingga menimbulkan keadaan yang tidak konsisten atau tidak teguh pendirian. Sering terjadi pada usia remaja terikut arus akibat karena tidak konsisten tersebut. Kehendak orang tua bisa pula menjadi faktor seseorang menjadi anggota TNI sementara si anak kurang berkeinginan masuk dalam militer. Utamanya orang tua yang otoriter yang selalu menghendaki keinginannya untuk dilaksanakan. Mislanya seorang anak yang memiliki bakat pada dunia musik dipaksa orang tuanya masuk menjadi anggota TNI tentu akan bertentangan dengan kehendak si anak. Si anak merasa takut apabila tidak menuruti kehendak orang tuanya sehingga kenyataannya setelah masuk menjadi anggota TNI nampak ketidakseriusannya dalam mengemban tugas dinas. Ketidakharmonisan dalam rumah tangga juga menjadi pemicu menimbulkan desersi anggota TNI. Antara suami dan istri yang tidak harmonis dalam membina
98
http://www.suaramerdeka.com/smcetak/index.php?fuseaction=beritacetak.detailberitacetak, diakses tanggal 16 Nopember 2011.
Universitas Sumatera Utara
rumah tangga akan menjadi persoalan pribadi ketika suami atau istri sebagai anggota TNI menjalankan tugas menjadi tidak nyaman dan tidak tenang. Keadaan demikian dapat mempengaruhi dirinya untuk pergi meninggalkan urusan dinas dengan maksud untuk menenangkan diri ke tempat tertentu. Tidak semua orang dapat membedakan atau memisahkan persoalan rumah tangga dengan persoalan urusan pekerjaan. Jika seseorang tidak dapat memisahkan kedua urusan ini, maka orang tersebut akan terus dibayang-bayangi masalah sedangkan seseorang yang dapat mengendalikan dari persoalan rumah tangga ketika menjalan tugas dinas, desersi pun tidak akan terjadi. 2. Faktor Eksternal Faktor eksternal disebabkan kondisi lingkungan sekitar yang merupakan gangguan terhadap diri pribadi anggota TNI AL sehingga lingkungan juga memberikan pengaruh besar, terutama jika ternyata menjadi anggota TNI AL itu sangat melelahkan sementara imbalan ekonominya terbatas. 99 Kadangkala beberapa anggota TNI yang terlibat dalam tindak pidana desersi, mengatakan karena banyak hutang sehingga anggota TNI tersebut lebih memilih untuk pergi meninggalkan kesatuan daripada menyelesaikan masalahnya. 100 Kebiasaan hidup di lingkungan perumahan atau komplek atau di kota berbeda dengan kebiasaan hidup seseorang yang tinggal di pedesaan atau di pinggiran sungai. Lingkungan di daerah komplek atau yang tinggal di kota dengan kebiasaan hidup 99
Wawancara dengan Letkol Laut D.P.M. Hutahaean, SH, Kepala Oditur Militer (Koatmil I02 Medan, pada tanggal 4-5 Mei 2011. 100 Wawancara dengan salah seorang narapidana TNI AL pada tanggal 11 Juli 2011. Narapidana TNI AL tersebut sedang menjalani hukuman pidananya di Pemasayarakan Militer Medan terkait dengan desersi Pasal 87 ayat (1) ke 2 jo ayat (2) KUHPM.
Universitas Sumatera Utara
senang akan merasa asing jika suatu waktu ditempatkan di daerah pelosok atau di hutan belantara, demikian sebaliknya orang yang biasanya tinggal di pedesaan ketika pergi ke kota. Lingkungan demikian harus dipahami bagi calon prajurit TNI agar tidak merasa aneh dan asing ketika sudha menjadi anggota TNI. Lingkungan di daerah pinggiran umumnya kasar, prmenasime, terlibat narkotika, kurang wawasan, dan lain-lain. Hal ini sangat berbeda dengan disiplin yang ada dalam dunia militer, jika kebiasaan tersebut sudah menjadi tabiat seseorang ada kalanya sulit untuk ditinggalkan sehingga faktor ini dapat dijadikan pemicu anggota TNI untuk melakukan desersi. Faktor tersebut dia atas merupakan sesuatu yang patut disesalkan, tetapi sekaligus tantangan untuk meminimalkannya dan melihat kembali ke belakang faktor tersebut untuk dikaji. Desersi karena faktor-faktor di atas bukan hanya mencoreng pribadi, tetapi juga menodai kebanggaan TNI khususnya korps marinir sebab dalam aturan TNI, sikap tegas selalu dikedepankan oleh komando untuk menjaga martabat prajurit dengan penegakan hukum yang berdisiplin tinggi. Kebiasaan hidup tidak teratur dengan latar belakang tertentu sebelum menjadi prajurit bisa juga menjadi pemicu. Misalnya seseorang yang kebiasaannya tidak teratur waktu tidur atau istirahat dapat mengganggu kelancaran pelaksanaan tugas sebagai anggota, sering terlambat atau bahkan tidak masuk dinas tanpa alasan yang jelas. Anggota yang dihukum karena tidak disiplin oleh perintah Komandan Kesatuan memberikan hukuman terkadang anggota TNI yang bersangkutan kurang menerima
Universitas Sumatera Utara
atau tidak senang sehingga melawan Komandan dan pada akhirnya desersi dari kesatuannya. Lebih jauh diamati secara eksternal meliputi faktor dari ekonomi yang ditimbulkan atau diakibatkan dari: perbedaan taraf hidup yang mencolok, pendidikan yang kurang baik, pelacuran dan bentuk-bentuk kemaksiatan lainnya, perang dengan segala akibatnya, kepincangan-kepincangan sosial lainnya, dan lain-lain. Secara internal dapat disebabkan oleh faktor kejiwaan atau spiritual karena: kurangnya pembinaan mental (bintal), krisis kepemimpinan, atau karena pisah keluarga. 101 Faktor lainnya adalah kemiskinan. Demi untuk hidup sejahtera dan makmur dari sisi ekonomi, anggota TNI mencari penghidupan yang layak dan keinginan untuk berpenghasilan besar sementara menjadi anggota TNI dengan gaji bersumber dari APBN sebagai pegawai negeri adalah sesuatu yang tidak mungkin berpenghasilan besar atau kaya khususnya anggota TNI yang masih berpangkat menengah ke bawah. Situasi perang pun bisa menimbulkan desersi bagi anggota TNI karena takut mati ketika perang, atau menyeberang ke wilayah musuh (berkhianat). Pasal 87 ayat (3) KUHPM menegaskan desersi yang dilakukan dalam waktu perang, diancam dengan pidana pencara maksimum 8 (delapan) tahun 6 (enam) bulan. Faktor ini jarang terjadi karena perang jarang terjadi.
101
Burhan Dahlan, “Pemeriksaan Perkara Desersi Secara In Absensia di Persidangan”, Makalah disampaikan pada Seminar Penegakan Hukum TNI di Jakarta, 2010, hal. 7.
Universitas Sumatera Utara