BAB II DOMINASI KEKUASAAN PEMERINTAH KOTA TRHADAP PEDAGANG PASAR SENAPELAN KOTA PEKANBARU
Untuk menjelaskan bagaimana bentuk- bentuk dominasi kekuasaan berlangsung pada pembangunan pasar tradisional ini, akan dimulai dengan penjelasan mengenai suatu hubungan konfliktual yang terjadi antara Pemkot dan investor dengan pedagang pasar Senapelan. Beberapa teori dominasi kekuasaan yang relevan akan digunakan sebagai pengantar bab ini. Diantaranya adalah teori mengenai pembagian masyarakat atas dua kelompok dalam suatu hubungan sosial yang asimetris, yang menjadikan suatu kelompok masyarakat menguasai kelompok masyarakat lainnya, superdinat dan subordinat. Dilanjutkan dengan teori Wright yang mengemukakan beberapa karekteristik yang dapat dikenali dari hubungan asimetris tersebut, yaitu: 1) kesejahteraan suatu kelompok secara material tergantung pada perampasan material dari kelompok lain, 2) hubungan itu melibatkan pengucilan dan penutupan (exclusion) akses terhadap sumber daya produktif, 3) mekanisme yang menghasilkan pengucilan dan penutupan tersebut melibatkan pengambilalihan nilai tambah (fruits of labour) 78. Selanjutnya teori Mosca yang menjelaskan mengenai kelompok pertama yang menguasai fungsi politik terhadap kelompok yang lain. Tindakan ini diiringi dengan tindakan pemaksaan, mengendalikan pedagang sampai patuh, dan mencampuri kebebasan serta memaksanya dengan cara- cara khusus. Cara cara tersebut dapat dilakukan melalui: 1) kebijakan pemerintah atau negara, 2) 78
Lihat Nurul Widyaningrum, Pola-pola Eksploitasi Terhadap Usaha-usaha Kecil, Bandung : AKATIGA, 2003, hal. 21-22
Universitas Sumatera Utara
kekuatan premanisme, 3) kekuatan informasi dan modal, penguasaan dan penutupan akses
terhadap informasi dan modal. 79 Selain menguasai politik,
kelompok yang berkuasa ini juga menguasai ekonomi melalui suatu hubungan ekonomi yang tidak seimbang atau hubungan sosial yang kapitalistik, seperti yang diungkapkan oleh Marx. 80 Dalam kasus pasar Senapelan ini, dominasi kekuasaan politik lebih kental daripada kekuasaan ekonomi. Kekuasaan politik menjadi nuansa yang tergambar dengan jelas dalam pembangunan pasar tersebut, sedangkan nuansa ekonomi adalah nuansa kepentingan yang ada dibalik kekuasaan politik tersebut. Secara politik, Pemkot sebagai kelas penguasa melakukan tindakan dominasi melalui kebijakan yang tidak partisipatif (non partisipatif), tindakan represi, dan kooptasi. Melalui kebijakan non partisipatif tersebut, melalui Surat Keputusan, Pemkot memberikan legitimasi hukum bagi terlaksananya program peremajaan pasar Senapelan. Di samping itu, Pemkot juga membuat keputusankeputusan yang sepihak, seperti halnya keputusan untuk terus melanjutkan program peremajaan pasar Senapelan, walaupun ada kesepakatan untuk menghentikan sementara pembangunan pasar tersebut sampai ada kesepakatan harga kios, selain sikap ngotot Pemkot dengan harga yang telah ditetapkan oleh investor. Setiap tindakan yang dilakukan oleh Pemkot dianggap sebagai tindakan yang sah, mulai dari penentuan harga kios, menempatkan para pedagang, dan melakukan tindakan pembongkaran paksa. Kebijakan yang dibuat tidak memihak masyarakat umum atau kecil, tetapi lebih memihak investor atau kepentingan pemillik modal besar, sehingga pedagang berada dalam kondisi tersubordinasi. 79 80
Ibid, hal. 22 Ibid, hal. 28
Universitas Sumatera Utara
Selain melakukan dominasi dalam bentuk pembuatan kebijakan yang tidak partisipatif, Pemkot juga melakukan tindakan represi. Tindakan represi atau tekanan ini dilakukan oleh Pemkot dengan bantuan aparat pemerintah, seperti polisi, Satpol PP, maupun pemanfaatan kekuatan di luar aparat pemerintah (seperti penggunaan preman). Mereka melakukan tekanan terhadap pedagang melalui intimidasi, teror, dan tindakan kekerasan. Tindakan intimidasi dan teror dilakukan oleh kekuatan preman terhadap pedagang secara individual. sedangkan tindakan kekerasan dilakukan oleh aparat keamanan dan Satpol PP dalam aksi pembongkaran kios- kios pedagang yang lama dan dalam aksi unjuk rasa yang dilakukan pedagang. Tindakan kooptasi dilakukan melalui pemanfaatan media massa dan organisasi pedagang. Melalui media massa lokal. kooptasi atau penguasaan dilakukan oleh Pemkot. Pemberitaan yang minim dari dua koran Harian terbesar di kota Pekanbaru, yaitu Rian Post dan Riau Mandiri menjadikan informasi yang diperoleh sangat minim. Walaupun ada pemberitaan tentang konflik yang terjadi akibat pembangunan pasar tersebut, porsinya sedikit dan kebanyakan informasi lebih dikuasai oleh berita tentang desain atau bentuk bangunan dan fasilitasnya, harga kios (versi investor), dan pemasaranya. Sedangkan di tingkat pedagang, penguasaan terhadap pedagang dilakukan melalui lembaga ISIP. Melalui ISIP ini para pedagang di pecah belah menjadi dua, pedagang pendukung segala kebijakan pemkot di bawah bendera ISIP (walaupun tidak terang- terangan) dan pedagang yang tidak setuju dengan kebijakan Pemkot (FKPPS). Mengenai bentuk – bentuk kekuasaan yang di lakukan pemerintah kota terhadap pedagang pasar senapelan kota Pekan Baru, akan di jelaskan pada
Universitas Sumatera Utara
pembahasan berikut.
2.1. Surat Keputusan Walikota Pekan Baru Berdasarkan hasil wawancara pada media lokal Harian Riau Exspres, diperoleh informasi dari salah seorang pejabat di lingkungan Pemerintah Daerah (pemda) Tingkat I, bahwa peremajaan pasar Senapelan ditetapkan melalui Surat Keputusan (S.K) Walikota Pekanbaru, Herman Abdullah, MM. Berdasarkan S.K yang dikeluarkan tahun 2001 tersebut, maka dibentuklah Tim Sembilan (9), yang terdiri dari sembilan Kepala Bagian (Kabag) dan Kepala Dinas (Kadis) untuk mengurusi pembangunan ini (Pekanbaru, 14 Oktober 2004). 81 Tim Sembilan terdiri dari: 1. Kimpraswil (Pemukiman dan Perencanaan Wi1ayah) 2. B.P.N (Badan Pertanahan Nasional) 3. Kadis Dispenda (Dinas Pendapatan Daerah) 4. Kadis Pasar 5. Kadis Tata Kota 6. Kabag Ekonomi 7. Kabag Hukum 8. Kabag Keuangan 9. Kabag Perlengkapan. Walaupun S.K Walikota tersebut tidak pernah diperlihatkan, tetapi dari hasil wawancara tersebut diketahui bahwa ketua Tim Sembilan adalah Kadis Dispenda dan sekretaris dipegang oleh Kabag Ekonomi. Dan alasan peremajaan
81
Lihat Harian Riau Expres, “Landasan Hukum Peremajaan Pasar”, 14 Mei 2004.
Universitas Sumatera Utara
dilakukan adalah karena: 1. Pasar tersebut sudah tidak layak pakai dan memadai untuk bangunan setingkat kota. 2. Jumlah penduduk dan pedagang yang semakin meningkat sehingga memerlukan 3. Perluasan bangunan. Sedangkan alasan penggandengan pihak swasta dalam proyek tersebut adalah karena keterbatasan dana yang dimiliki oleh Pemerintah Kota (pemkot) untuk meremajakan pasar Senapelan (wawancara, Pekanbaru, 16 September 2004). 82 Setelah S.K keluar (yang tidak diketahui tanggalnya), Tim Sembilan mulai melakukan seleksi terbuka (diumumkan kepada publik) terhadap perusahaan perusahaan yang berminat untuk menjalankan proyek peremajaan pasar. Setelah Tim Sembilan menyaring perusahaan- perusahaan yang berminat (kebetulan hanya dua perusahaan), kemudian Tim Sembilan menetapkan bahwa P.T. Peputra Mahajaya (PMJ) sebagai pemenang tender proyek. Menurut General Officer P.T. PMJ, Suryanto, pertimbangan dipilihnya P.T. PMJ sebagai mitra pemerintah adalah sebagai berikut: 1. Pengalaman pembangunan pasar terdahulu (pasar Pusat) yang dianggap berhasil dan tidak mengecewakan Pemerintah Kota (Pemkot). 2. Harga jual kios yang tidak terlalu tinggi sehingga terjangkau oleh kalangan pedagang tradisional. 3. Desain bangunan yang tidak ketinggalan zaman. 4. Sesuai dengan keinginan Pemkot untuk membangun pasar semi modern. 83
Berdasarkan perjanjian kerjasama peremajaan pasar Senapelan Pekanbaru antara Pemkot (dalam hal ini diwakili oleh Walikota Pekanbaru, Drs. Herman Abdullah, MM) bernomor 131 tahun 2002 dan 497/ PMJ/ VIII 2002, dinyatakan bahwa tanah tempat berdirinya pasar Senapelan merupakan milik Pemkot, dengan luas 18500 m2. Pasar dan sertifikat Hak Pengelolaan no. 1 tahun 1983. Dengan begitu, kapanpun Pemkot menginginkan pasar itu (beserta bangunannya) tidak ada 82 83
Ibid, Kutipan wawancara LSM Riau Mandiri , yang dilakukan pada 29 Nopember 2004
Universitas Sumatera Utara
yang dapat menghalangi. Hal ini dikuatkan dengan surat perjanjian pemakaian toko/ kios/ los antara Pemkot dengan pemakai toko/ kios/ los pasar Senapelan. Pasal sembilan (9) ayat (a) yang menyatakan bahwa apabila dalam masa perjanjian tersebut pemerintah menghendaki lokasi toko/ kios/ los dibangun kembali, direnovasi atau akan dipergunakan untuk kepentingan umum lainnya, pihak kedua (para pedagang) harus menyerahkan melalui pihak pertama (Pemkot) dan dengan sendirinya surat perjanjian pemakaian toko/ kios/ los ini habis masa berlakunya. Menurut Kadis Dispenda (Drs. M. Din Hasni), setelah Pemkot memilih P.T. PMJ sebagai mitra pembangunan, P.T. PMJ kemudian merepresentasikan proposal pembangunan kepada Tim Sembilan, dari Tim Sembilan proposal tersebut disetujui oleh Walikota, dari Walikota proposal dibawa ke DPRD Pekanbaru untuk sharing, setelah proposal disetujui oleh DPRD, barulah peremajaan pasar Senapelan mulai disosialisasikan secara resmi 84. Berkaitan dengan sosialisasi, Kadis Dispenda menyatakan, bahwa proses sosialisasi telah berlangsung lama, melalui beberapa media lokal, sebelum dikeluarkannya kebijakan resmi. Dilakukan sebanyak sebelas kali kepada pedagang. Bahkan setelah dikeluarkannya kebijakan resmi pemerintah tentang pembangunan itu, sosialisasi tetap berlangsung, dan pembangunan sempat ditangguhkan selama ± 3 tahun (setelah kebijakan resmi dikeluarkan tahun 2001), tujuannya untuk menunggu persetujuan dari para pedagang. Dan proses ini berakhir pada tahun 2004, setelah proses pembangunan fisik dimulai, dengan dilakukannya pembongkaran tokol kios/ los di pasar Senapelan Pekanbaru 85. 84 85
Kutipan wawancara LSM Riau Mandiri , Pekanbaru, 14 Oktober 2004 Ibid,
Universitas Sumatera Utara
Berkaitan dengan kebijakan Pemkot untuk meremajakan pasar tersebut, menurut para pedagang, mereka tidak menolak dilakukannya peremajaan karena dapat memoles wajah kusam bangunan pasar tradisional itu, bahkan mereka dari awal memang menginginkanya. Akan, tetapi, menurut pedagang, setelah mengetahui harga yang dipatok, mereka menjadi pesimis terhadap kebijakan pembangunan tersebut. 86 Bangunan ini direncanakan terdiri dari tiga blok, dengan perincian sebagai berikut: 1. Blok A, merupakan pusat perbelanjaan modern (mall) diperuntukkan bagi pedagang non- pasar Senapelan dengan harga tanpa diskon, dengan harga dasar berkisar antara Rp. 17 juta- Rp. 20 juta per tapak (kios). 2. Blok B dan C, diperuntukkan bagi para pedagang eks pasar Senapelan dengan perincian: a. Bagi pedagang aktif (pemilik kios dan juga pedagang) diskon 15 % dari harga dasar Rp. 7-15 juta. b. Bagi pedagang pasif (pemilik kios tetapi tidak beerdagang) diskon 10 % dari harga dasar Rp. 7-15 juta. c. Bagi pedagang penyewa diskon 5 % dari harga dasar Rp. 7- 15 juta. 87 Harga blok A tanpa diskon bertujuan untuk menutupi biaya pembangunan blok B dan C, jika mengalami defisit biaya pembangunan atau subsidi silang. Uang muka yang harus dibayarkan oleh pedagang adalah 30 % dari harga kios yang dapat dicicil selama satu tahun. Harga yang dimulai dari Rp. 7- 15 juta- an itu belum termasuk P.P.N (Pajak Pendapatan Negara) sebesar 10 % yang dibebankan kepada pedagang. Harga tersebut akan bertambah lagi jika posisi kios yang akan diambil sangat strategis, seperti: terletak di depan, lantai dasar, dekat dengan tangga, dan sebagainya. Suryanto menambahkan, bahwa prioritas pemasaran awal diperuntukkan bagi para pedagang eks pasar Senapelan, setelah
86
Kutipan wawancara LSM Riau Mandiri, dengan Marwan salang seorang pedagang Pasar Senapelan, Pekanbaru 4 September 2004 87 Lihat Harian Pekanbaru Post, ”Rencana Pembangunan Pasar Senapelan”, 14 Mei 2004
Universitas Sumatera Utara
itu diperuntukkan bagi masyarakat umum atau public. 88 Melalui surat pemberitahuan bernomor 1911 511.2/DP-IIII 2004 dan 0101 PMJI lill 2004, mengharapkan agar pedagang melakukan pendaftaran ulang. Surat yang diedarkan kepada para pedagang tersebut ditandatangani oleh direktur P.T. PMJ Hofman Halolo dan Kadis Pasar Drs. H. R Murzamir. Surat itu sendiri diedarkan dengan beberapa kali perpanjangan, yaitu tanggal 15 Maret, 20 Maret, 30 Maret, dan 6 April 2004. Pada tanggal 15 Maret 2004, pendaftaran ulang pedagang dibuka selama sembilan hari, mulai dari tanggal 12- 21 Maret 2004. Karena pedagang yang mendaftar masih sedikit, kemudian diperpanjang dari tanggal 23- 27 Maret 2004. Dan diperpanjang kembali dari tanggal 30 Maret- 3 April 2004 serta 6- 8 April 2004 engan tujuan memberikan kesempatan seluasluasnya bagi para padagang Senapelan untuk mendaftarkan diri kembali. 89 Menurut Drs. Al- masri, kepala UPTD (Unit Pelaksana Teknis Dinas) Pasar Senape1an, mereka yang dianggap pedagang resmi adalah mereka yang terdaftar di Dinas Pasar, yang memiliki kios dan los sebelum terjadinya pembongkaran. Untuk dapat mendaftar ulang, para pedagang disyaratkan membawa surat asli dan foto copy kepemilikan kios bagi pemilik, surat asli dan foto copy bukti sewa menyewa kios/ los bagi pedagang penyewa. 90 Mengenai jumlah pedagang, terdapat perbedaan pendapat yang mendasar antara pedagang dan Dinas Pasar. Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Dinas pasar, jumlah pedagang pasar Senapelan adalah 972 orang. Dengan tidak memasukkan pedagang kaki lima sebagai pedagang resmi karena tidak memiliki tapak atau tempat berdagang yang pasti, seperti halnya kios atau los. Sedangkan 88
Ibid, Ibid, 90 Kutipan Wawancara Harian Riau Mandiri, ”Klasifikasi Pedagang Senapelan”, 5 Mei 2004 89
Universitas Sumatera Utara
data yang dikumpulkan oleh FKPPS (Forum Komunikasi Pedagang Pasar Senapelan), jumlah pedagang yang tercatat mencapai angka 2097 orang. Jumlah ini menjadi besar karena FKPPS memasukkan pedagang kaki lima sebagai pedagang resmi. 91 Berdasarkan surat Walikota Pekanbaru bemomor 5112/ Dispenko/ 121 tertanggal 23 Januari 2004, yang ditujukan kepada ketua umum FKPPS, dijelaskan, bahwa blok B dan C diperuntukkan bagi pedagang yang mempunyai tapak dan penyewa, dengan kondisi bangunan semi modern. Dengan ukuran 3x3, 5 meter bagi blok B dan 3x3 meter bagi blok C. Dan di dalam surat tersebut tidak terdapat penjelasan mengenai kondisi dan hak bagi pedagang terhadap blok A. Selanjutnya dalam surat tersebut juga dijelaskan tentang peralihan pelaksanaan proyek pembangunan dari P.T. PMl kepada P.T. MPP (Makmur Papan Pratama). 92 Berkaitan dengan blok A, menurut Kabag Marketing P.T. PMl Acdelina Tamaela, rencananya blok A yang terdiri dari 250 kios akan menyediakan onderdil dan asesoris mobil terlengkap di kota Pekanbaru yang berlokasi di basement. Sedangkan lantai 1, 2, dan 3 diperuntukkan bagi toko fashion, hand phone, perhiasan, dan mainan anak- anak. Di samping itu, blok A juga menyediakan tempat khusus bagi food court.93 Acdelina kemudian menyatakan dalam sebuah kalimat singkat: "kami pastikan pusat perbelanjaan ini (pasar Senapelan) merupakan yang terdepan di kota Pekanbaru". Dan akan dipasarkan kepada publik tanggal 18 Oktober 2004
91
Ibid, Ibid, 93 Kutipan wawancara Harian Riau Post, ”Pasar Senapelan Menjadi Yang Terdepan” 23 September 2004. 92
Universitas Sumatera Utara
lalu, setelah sebelumnya mengalami perpanjangan sebanyak dua kali, yaitu 16 Juli- 31 Agustus 2004 dan 1- 16 Oktober 2004. 94 Menurut Direktur P.T. PMJ Hofman Halolo, harga kios di blok A, yang terdiri dari beragam ukuran, akan dipasarkan dengan harga Rp. 18- Rp. 39 juta kepada publik, dengan pemberian diskon sampai 10 % bagi 100 orang pendaftar pertama. Sedangkan blok B dan C betjumlah 1950 kios dan los, diperuntukkan bagi pedagang Senapelan. Menurut Hofman, jumlah yang barn terjual (membayar uang muka) betjumlah 900 orang. Dan rencananya akan dipasarkan kepada publik pada akhir 2005. 95
2.1.1. Penetapan Harga Kios Menurut Suryanto, General Officer P. T. PMJ, proses sosialisasi pembangunan pasar Senapelan telah berlangsung lama, mulcul dari tahun 20012004. Sedangkan hal- hal yang disosialisasikan antara lain berkaitan dengan: 1. Menyangkut desain bangunan. 2. Penempatan pedagang. 3. Menyangkut harga kios. Berhubungan dengan desain bangunan, umumnya pedagang tidak terlalu mempersoalkannya, mereka menyetujui model apapun yang akan dibangun oleh investor. Bahkan seorang pedagang buah (asal Aceh) mengatakan, bahwa ia menyetujui seratus persen pembangunan tersebut, dengan alasan tempat mereka berdagang sekarang sudah tidak layak lagi untuk berdagang. 96 Harga kios yang ditetapkan oleh pihak investor di mulai dari Rp. 7. 816. 94
Ibid, Ibid, 96 Ibid, 95
Universitas Sumatera Utara
827, hingga Rp. 14. 4275. 343, 86. Harga tersebut belum termasuk P.P.N (10 %) yang dibebankan kepada pedagang dan juga tambahan- tambahan biaya lainnya, berupa: fasilitas kios (AC, telepon, dan lain- lain), lokasi yang strategis, dan pungutan lainnya. Menurut sejumlah pedagang, harga awal kios yang disosialisasikan oleh pihak investor adalah Rp. 24 juta plus PPN. Akan tetapi, harga ini kemudian turun menjadi Rp. 16 juta, dan turon lagi sampai pada angka Rp. 14 juta. Penurunan ini terjadi setelah aksi demonstrasi yang dilakukan oleh pedagang berulang kali. 97 Walaupun demikian, menurut Suryanto, harga kios ini dapat diangsur selama lima tahun, dengan tahap awal pembayaran uang muka 30 % dari harga resmi, dan inipoo (uang muka 30 %) dapat diangsur selama satu tahun. Tetapi menurut pedagang, harga tersebut terlalu tinggi bagi mereka. Oleh karena itu, pedagang menuntut pengurangan harga yang telah ditetapkan tersebut. Mereka menuntut harga kios sesuai atau mendekati harga kios- kios yang ada di pasar Pusat, Sail, dan Bawah yang telah dibangun terlebih dahulu. Adapun perinciannya adalah sebagai berikut: -
Plaza Sukaramai atau pasar Pusat
Rp. 6. 500. 000 m2 selesai tahun
2001. -
Pasar Sail
Rp. 5. 400. 000 m2 selesai tahun
2002. -
Pasar Bawah
Rp. 6. 500. 000 m2 selesai tahun
2003.
97
Ibid,
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan tuntutan pedagang terhadap pasar Senapelan adalah: -
Blok B ~ Rp. 7. 000.000/ meter2.
-
Blok C ~ Rp. 3. 500. 000/ meter2 - Rp. 5. 000. 000/ meter2.
-
Blok A diberikanjatah bagi mereka.
-
Tootutan tiga lantai plus lantai dasar (basement) dengan harga Rp. 5- Rp. 10 juta/ meter2. 98
Berdasarkan MOU (Memorandum Of Understanding) yang disetujui oleh DPRD kota Pekanbaru dengan pihak investor dan Pemkot, disepakati harga kios sebagai berikut: -
Tipe bangunan A atau blok A ~ Rp. 8.376.387,66 m2
-
Tipe bangooan B atau blok B ~ Rp. 7. 231. 99, 00 m2
-
Tipe bangooan C atau blok C ~ Rp. 6.425. 500,49 m2.
Akan tetapi, pada perkembangan berikutnya, harga tersebut terus meningkat. Menurut Suryanto, peningkatan harga dilakukan bukan hanya sekedar peningkatan begitu saja, melainkan disesuaikan denga harga bahan bangunan yang ada pada waktu itu, "seiring dengan peningkatan harga bahan bangunan, mau tidak mau harga kiospun menerima imbasnya". Sedangkan pedagang beranggapan lain, para pedagang mengindikasikan adanya mark- up dana yang dilakukan oleh investor bekerjasama dengan Pemkot. Sehingga harga yang seharusnya Rp. 5- 7 juta, ketika sampai kepada pedagang menjadi Rp. 14-20 juta. Hal ini menjadikan pedagang tidak mampu untuk membelinya. Selain itu, rencana cicilan yang akan dilakukan selama lima tahun tersebut hanya berstatus hak sewa selama dua puluh tahun. 99 98 99
Ibid, Op, Cit, Harian Riau Mandiri
Universitas Sumatera Utara
2.1.2. Penempatan Pedagang Selain masalah harga kios yang belum memenuhi standar yang diinginkan pedagang, masalah penempatan pedagang juga menjadi masalah yang cukup rumit. Menurut pedagang, proses penempatan yang dilakukan oleh investor tidak transparan, mereka tiba- tiba saja ditempatkan di blok B dan C. Untuk blok B sendiri pedagang hanya diperbolehkan menempati lantai 2, 3, dan 4. Sedangkan untuk blok A tidak terdapat penjelasan yang memberikan kesempatan bagi pedagang untuk menempatinya. 100 Rancangan pembangunan akan dilakukan itu, menempatkan blok A berada di depan bangunan blok- blok lainnya. Pintu masuk dan halaman parkir berada di blok A. Pembeli akan masuk dari pintu yang berada di blok A yang berada persis di depan jalan Ahmad Yani, yang merupakan salah satu jalan protokol di kota Pekanbaru. Dan rencananya akan dilakukan pemagaran seluruh lokasi bangunan dan menerapkan satu pintu. 101 Padahal, selain jalan A. Yani terdapat jalan Alimudinsyah dan jalan Teratai yang berada persis di samping lokasi pasar itu. Oleh karena itu, blok A berada pada posisi yang sangat strategis, sedangkan blok B dan C, yang berada di belakang blok A, berada pada posisi yang kurang menguntungkan bagi berlangsungnya transaksi jual beli. Rancangan bangunan memperlihatkan bahwa blok A adalah bangunan modern (selain mall) yang juga menyediakan kios- kios atau toko. Dan toko- toko inilah yang dipertanyakan oleh pedagang. Menurut Uni 102 Upik, para pedagang sempat mempertanyakan tentang kejelasan status blok A, siapa yang menjadi pembeli, dan berapa harganya, tetapi jawaban yang mereka 100
Op, Cit, Harian Riau Mandiri Op, Cit, Harian Riau Mandiri 102 Uni adalah panggilan buat kakak yang berasal dari Sumatera Barat 101
Universitas Sumatera Utara
terima adalah blok A sudah terisi penuh oleh pihak luar. Padahal, menurut Uni Upik, pada waktu itu surat pemberitahuan
resmi penjualan kios belum
diumumkan kepada publik atau pers conference tanggal 21 April 2004. 103 Sementara Suryanto menegaskan bahwa blok A adalah pusat perbelanjaan modern yang akan digunakan sebagai penyangga atau mensubsidi blok B dan C Gika dalam pembangunannya mengalami hambatan dana atau minus). Oleh karena itu, blok A dipatok dengan harga tinggi dan diperuntukkan bagi umum, non- pedagang pasar Senapelan dan barn akan dipasarkan kepada umum pada tanggal 23 September 2004. Dan bagi 100 orang pendaftar pertama dari 250 kios yang tersedia, akan diberikan diskon sebesar 10 % . Akan tetapi menurut Erwin Virgo (seorang pedagang), pedagang yang akan ditempatkan di blok A adalah para pedagang yang berasal dari Singapura dan Jakarta, dan blok ini telah dipesan jauh hari sebelum rencana pembangunan dilakukan, "kami diperlakukan tidak adil, kalau mau meningkatkan ekonomi lemah, kok begini caranya, pedagang besar malah dimanjakan". 104 Selain masalah penempatan pedagang pada blok- blok yang akan dibangun, penempatan pedagang pada TPS (Tempat Penampungan Sementara) juga menjadi masalah. Tempat Penampungan Sementara (TPS) merupakan tempat berdagang sementara bagi pedagang pasar Senapelan sebelum peremajaan tersebut selesai dilakukan (selama:2 tahun). TPS ini terletak di jalan Teratai dan jalan Alimudinsyah. Berada di belakang pasar Senapelan yang telah rubuh (pembongkaran terjadi tanggal 15 dan 18 April 2004 lalu). Dan TPS diperuntukkan bagi para pedagang resmi, terdaftar pada Dinas Pasar kota 103 104
Kutipan wawancara LSM Riau Mandiri , Pekanbaru, 4 September 2004 Lihat http://www.Riau2020.com. 17 Mei 2004, diakses pada 25 Januari 2008
Universitas Sumatera Utara
Pekanbaru. Untuk mendapatkan TPS, para pedagang harus melalui mekanisme pengundian yang dilaksanakan oleh Dinas Pasar, satu pedagang mendapatkan satu TPS. Akan tetapi, di lapangan terdapat kendala sehingga seorang pedagang terkadang memiliki lebih dari satu TPS karena adanya sistem pengundian yang amburadul. Menurut Pak Saiful Bahri dan Pak Haji (ketua dan wakil ketua FKPPS), TPS tersebut memang diberikan seeara gratis oleh investor. Dan reneananya akan dilengkapi dengan berbagai fasilitas, seperti: WC umum, air PDAM, telepon, dan instalasi listrik. Akan tetapi, seluruh fasilitas yang dijanjikan itu belum terpenuhi sampai sekarang. 105 Berkaitan dengan penyambungan fasilitas listrik, Suryanto (wawancara, Pekanbaru, 29 Nopember 2004) mengatakan bahwa pihaknya telah menanyakan perihal listrik kepda PLN Pekanbaru. Dan PLN tidak dapat memenuhi keinginan investor karena keterbatasan jumlah watt yang tersedia di kota Pekanbaru. Hal ini juga pemah dipertanyakan oleh Walikota Pekanbaru, melalui surat yang dikirimkan kepada pimpinan PLN eabang Pekanbaru tertanggal 23 Maret, 7, 13 April, dan 27 Juli 2004, Walikota meminta agar PLN segera menyambungkan arus listrik ke TPS yang telah dibangun oleh investor karena TPS tersebut akan ditempati oleh pedagang yang telah tergusur.106 Melalui
Dinas
Pasar,
sebagian
oknum
pedagang
memanfaatkan
momentum pengambilan TPS melalui mekanisme pengundian ini untuk mendapatkan lebih dari satu TPS. TPS ini kemudian dipasarkan kembali kepada pedagang yang tidak mendapatkan TPS. Terkadang harga yang dipasarkan 105 106
Ibid, Ibid,
Universitas Sumatera Utara
mencapai Rp. 2 juta per- unit bahkan bisa mencapai Rp harga 5 juta- an. Menurut pedagang, selain karena modal mereka yang pas- pasan telah habis akibat pembongkaran kios yang terjadi sebelumnya (menderita kerugian), ukuran TPS yang berukuran 2x 1,7 meter sangat kecil, tidak memadai bagi pedagang untuk melakukan transaksi jual beli Di tambah lagi dengan jarak antar TPS yang terlalu sempit sehingga menyulitkan pembeli dalam bertransaksi dan di waktu hujan turun, lorong- lorong tersebut,dipenuhi oleh genangan air. Dengan ukuran seperti itu, para pedagang hanya bisa menempatkan sebagian barang dagangan saja, tidak ada tempat untuk menyimpan, menata, atau tempat istirahat (tempat yang cukup luas) bagi pedagang. 107 Tempat Penampungan Sementara yang dibangun tersebut terdiri dari empat blok, tiap blok berisi atau mempunyai 150 TPS, dengan demikian jumlah totalnya adalah 600 TPS. Jika jumlah tersebut dibandingkan dengan jumlah pedagang resmi yang tercatat di Dinas Pasar, maka jumlah 600 tidak mencukupi bagi 972 orang pedagang, apalagi jika dibandingkan dengan jumlah 2097 pedagang yang tergabung dalam FKPPS. Menurut Ami (30 tahun) seorang pedagang kaki lima, TPS disediakan untuk pedagang yang memiliki kios di pasar Senapelan, kami pedagang kaki lima tidak mempunyai tempat. "Hanya tempat seadanya beginilah, itupun harus membayar karcis seharga Rp. 2000 per hari". Menurutnya, pungutan seharga Rp. 2000 tersebut tidak dikutip oleh petugas resmi, karcis diedarkan dan dipungut oleh preman setempat.108 Tumpang tindih masalah penempatan pedagang di TPS juga sering terjadi. Salah satu kasus tersebut adalah satu unit TPS yang dimiliki oleh beberapa orang 107 108
Op, Cit, Kutipan wawancara LSM Riau Mandiri. Lihat http://www. Riau terkini.com, 19 April 2004, diakses pada 25-02-2008
Universitas Sumatera Utara
pedagang. Seperti yang terjadi pada seorang pedagang yang bernama Heri. TPS itu awalnya milik inet, tetapi "entah bagaimana", TPS tersebut berpindah tangan kepada Heri. Heri diketahui sebagai salah seorang anggota ISIP. Persoalan timbul ketika Heri bemiat untuk berdagang di kios tersebut, kiosnya dirusak orang tidak dikenal dan dibongkar oleh tiga orang Satpam. Selain itu, Heri juga harus berhadapan dengan Sinet yang juga mempersoalkan kios yang sama. Akhimya, Heri harus mengalah untuk berdagang di kaki lima dengan terlebih dahulu mengalami kerugian sebesar Rp. 1 juta.
109
2.1.3. Pembongkaran Kios- kios Pasar Senapelan Selain melakukan tindakan penentuan harga kios dan penempatan pedagang secara sepihak, pihak Pemkot dan investor juga membuat kebijakan pelaksanaan eksekusi pembongkaran kios di pasar Senapelan pada tanggal 15 April dan dilanjutkan pada tanggal18 April 2004. Menurut pihak Pemkot, eksekusi pembongkaran mereka lakukan setelah terlebih dahulu memberikan kesempatan kepada pedagang untuk pindah dari lokasi pasar melalui beberapa kali pemberitahuan, "jadi wajar Pemkot melakukannya
(penggusuran)
karena
pihak
pedagang
telah
diberitahu
sebelumnya, tetapi mereka tetap tidak mau pindah, alhasil ya karni tetap melakukan pembongkaran kios". Hal ini juga didukung oleh pemyataan Walikota Pekanbaru Herman Abdullah yang menyatakan bahwa pembongkaran kios harus berjalan seperti rencana semula agar pasar modem dapat dibangun, "ini keputusan fmal, kita harus membenahi sarana perbelanjaan kota".110 109 110
Lihat Pekanbaru Post, 25, Oktober 2004 Op, Cit, http://www.Riau2020.com. 17 Mei 2004
Universitas Sumatera Utara
Melalui Dinas Pasar, surat yang bemomor 234/511. 2/ DISPAS- IV/2004, 235/ 511. 2/ DP- IV/ 2004, 254/ 511. 2/ DP- IV/ 2004, dan 257/ 511. 2/ DP- IV/ 2004,
pemberitahuan
tersebut
dilakukan
sebanyak
empat
kali.
Surat
pemberitahuan terse but tertanggal 8, 12, 15, 17 April 2004, dengan isi pemberitahuan sebagai berikut: 1. Agar segera pindah ke tempat penampungan sementara (TPS) dan mengosongkan toko/ kios/los di pasar Senapelan. 2. Agar membongkar sendiri toko/ kios/los- nya masing- masing. 3. Dalam waktu dekat akan dilaksanakan pemindahan aliran listrik, telepon, dan air PDAM dari pasar Senapelan Pekanbaru. 4. Bagi pedagang yang karena sesuatu dan lain hal belum sempat mendaftar, diberikan kesempatan lagi untuk mendaftar paling lambat 16 April 2004. 5. Pemindahanl pengosongan toko/ kios/los dilaksanakan tanggal 10 April sid 17 April 2004. 111
Pedagang
mengatakan,
bahwa
memang
Pemkot
dan
investor
memberitahukan perihal pembongkaran pasar Senapelan tersebut, tetapi bagaimana mungkin mereka akan pindah ke TPS jika harga kios yang mereka tuntut justrn tidak terpenuhi. Padahal, lagi sebelum pemberitahuan tersebut sudah ada sebuah perjanjian tertulis (tangga1 25 Januari 2003, pedagang diwakili oleh Saiful Bahri, investor oleh Mariya, dan Walikota oleh M. Din Hasni serta diketahui oleh ketua DPRD Pekanbaru Adrian Ali) tentang penghentian sementara aktivitas pembangunan pasar Senapelan sampai terdapat kesepakatan harga kios. 112
2.2. Tindakan Represif Dominasi kekuasaan dalam bentuk tekanan yang disertai dengan tindakan kekerasan dilakukan oleh Pemkot dengan bantuan sejumlah aparat keamanan. 111 112
Ibid, Ibid,
Universitas Sumatera Utara
Aparat tersebut sedianya bertugas untuk menjaga kemanan masyarakat, akan tetapi disalah gunakan untuk melakukan tindakan represi. Dan tindakan ini dilakukan dengan beragam bentuk, mulai dari fragmentasi, intimidasi, pencekalan sampai kepada aksi kekerasan yang dilakoni oleh aparat. 2.2.1. Fragmentasi, Intimidasi, dan Pencekalan Upaya- upaya fragmentasi atau memecah belah telah sering dilakukan oleh pemerintah untuk memecah kebulatan suara pedagang. Menurut Uni Upik, upaya memecah belah pedagang dilakukan oleh Pemkot maupun oleh investor. Mereka memberikan kepada beberapa pedagang berupa bantuan materi, seperti memberikan uang dalam jumlah yang cukup besar dan menjanjikan kios gratis. Uni Upik menambahkan, bahwa dalam setiap pertemuan yang dilakukan oleh pedagang, pedagang yang telah terpengaruh tersebut berusaha mempengaruhi pedagang- pedagang lainnya supaya menyetujui saja harga kios yang telah ditetapkan oleh investor dan tidak berusaha untuk melawan mereka. Bahkan diantara mereka ada yang mengatakan bahwa percuma saja untuk melawan mereka (Pemkot dan investor), karena mempunyai uang, kekuasaan, dan preman. 113 Menurut salah satu keluarga Pak Haji (seorang pedagang sepatu), dalam setiap rapat yang digelar oleh FKPPS, selalu saja disebarkan isu bahwa sejumlah pengurus FKPPS (yang vokal) telah menerima sejumlah uang sogokan dari organisasi tertentu untuk melakukan aksi protes. Mereka adalah: Saiful Bahri, Upik, Elok, Erwin virgo, dan Pak Haji. Dan isu ini terus berkembang dari mulut ke mulut, yang menyebabkan timbulnya keraguan dari sejumlah pedagang
113
Op, Cit, Riau Expres
Universitas Sumatera Utara
terhadap pengurus FKPPS. Pada akhimya, menurut Uni Upik, hal ini menyebabkan pedagang terpecah menjadi dua, yang tetap mendukung aksi perlawanan ini, dan yang apatis terhadap upaya perlawanan ini. 114 Pak Saiful menegaskan, bahwa sepanjang tabun 2001- 2003 (sebelum pembongkaran paksa dilakukan), para pedagang banyak mengalami intimidasi. lntimidasi ini dilakukan melalui tangan preman- preman, maupun perseorangan. Dengan mendatangkan preman ke lokasi TPS dan meminta pungutan liar kepada para pedagang, bagi yang tidak mau, dagangannya akan dirusak atau ditendang, seraya mengancam agar jangan coba- coba melawan pemerintah. Selain itu upaya adu domba sesama pedagang pun dilakukan, dengan cara menyebarkan isu bahwa si A, telah mendapatkan sogokan dan kios gratis. 115 Uni Upik dan Pak Haji mengakui bahwa lebih dari 60 orang pedagang yang tergabung dalam FKPPS telah mengalami teror. Ancaman itu dilakukan via telpon dan surat kaleng. Aksi teror dilakukan sebelum aksi iming- imingan diterapkan. Teror berupa ancaman akan dibunuh, rumah akan dibakar, bahkan ancaman untuk mendatangkan preman juga dilakukan. Tujuannya hanya satu, yakni agar pedagang tidak berani lagi menuntut penurunan harga kios dan menyerah pada keputusan yang telah ditetapkan. Upaya adu domba dengan memunculkan isu SARA (memicu konflik etnis) juga dilakukan. Salah satu Ormas (Organisasi Massa) melayu yang dikenal dengan nama Laskar ,Hulu Balang Melayu cabang Rumbai pemah mengatakan: "kalau dikau (kamu) tidak sanggup beli kios, balek (pulang) kampung sajalah". Pemyataan ini dimuat dalam sebuah media massa lokal, harian Pekanbaru Post dan Riau Express tanggal 14 114 115
Ibid, Ibid,
Universitas Sumatera Utara
Mei 2004. Bahkan, Pak Haji mengatakan, bahwa sebuah spanduk di jalan protokol Galan A. Yani) terpasang yang isinya mendukung kebijakan pemerintah untuk melakukan peremajaan pasar tersebut. Puncaknya, ketika aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh pedagang ke gedung DPRD Pekanbaru yang nyaris berakhir dengan bentrok fisiko Bentrokan fisik berhasil dihindari setelah seorang negosiator (Pak Edi) dari pedagang menemui pimpinan ormas itu dan menjelaskan tujuan dan maksud aksi yang mereka lakukan. 116 Hal serupa juga pemah dilakukan terhadap beberapa orang pengurus FKPPS yang dianggap mempunyai pengaruh yang besar di kalangan pedagang. Mereka dijanjikan harapan akan kios yang gratis, rumah, dan uang dalam jumlah yang besar. Menurut Pak Saiful, bahwa ia pemah menerima uang sebesar Rp. 200 juta yang dimasukkan begitu saja ke dalam rekeningnya melalui tangan karyawannya. Ia menambahkan, bahwa tujuan yang ingin dicapai dari upaya itu hanya satu, yaitu agar semua aksi perlawanan yang dilakukan oleh pedagang dihentikan. 117 Senada dengan Pak Saiful, Uni Upik juga pemah mengalaminya. Menurut Uni Upik, ketika terjadi pertemuan yang diprakarsai oleh Pemkot, Walikota pekanbaru
pemah
memintanya
agar
menghentikan
segala
tindakan
pembangkangan yang dilakukannya, dengan syarat akan dibelikan sebuah mobil mewah dan sebuah kios gratis di lok~i yang baru. Bahkan, menurutnya, ketua DPRD Pekanbaru berulang kali menelponnya untuk menghentikan segala usaha perlawanan yang dilakukannya, dengan imingan berupa mobil mewah. 118 Ketika pembongkaran paksa kios dilakukan, pihak pemerintah juga 116
Op, Cit, Harian Riau Mandiri, 5 Mei 2004 Ibid, 118 Ibid, 117
Universitas Sumatera Utara
melakukan upaya fragmentasi, supaya pembongkaran dapat berjalan dengan mulus (tanggal 15 dan 18 April 2004). Menurut salah seorang pedagang (tidak mau menyebutkan nama) mengatakan, bahwa sejumlah pedagang (± 10 orang) berhasil dipengaruhi untuk melemahkan hadangan para pedagang. Hal ini dilakukan dengan menyebarkan selebaran yang berisikan pemyataan persetujuan pedagang terhadap pembongkaran tersebut, dengan begitu diharapkan aksi penghadangan yang dilakukan oleh pedagang terhenti karena dianggap illegal. Bukan hanya fragmentasi dan intimidasi yang dilakukan pemerintah terhadap pedagang, merekapun melakukan tindakan pencekalan. Tindakan pencekalan terjadi ketika pengundian penempatan pedagang pada TPS pasca pembongkaran. Lebih kurang dua puluh pedagang (anggota FKPPS) dinyatakan tidak mendapatkan TPS, padahal mereka adalah pedagang resmi yang terdaftar di Dinas Pasar. Hal ini dibuktikan melalui kertas undian TPS yang dikeluarkan oleh Dinas Pasar, bagi yang tidak mendapat TPS diberikan cap "tidak mendapat TPS", dan bagi yang mendapat, diberikan cap "mendapat TPS". 119 Pencekalan juga terjadi ketika para pedagang berkeinginan mengadukan nasib mereka kepada presiden Susilo Barnbang Yudoyono sewaktu berkunjung ke Pekanbaru (hari ketiga puasa ramadhan). Dialog yang diadakan dengan masyarakat Riau itu dilakukan di rumah dinas gubernur Riau yang dihadiri oleh sejumlah masyarakat Riau, tokoh masyarakat Riau, dan sejumlah pejabat Pemda Tingkat I Riau. Melalui undangan resmi mereka dihadirkan di tempat itu, dengan tempat dan jumlah yang terbatas. Tujuan dari dialog itu adalah untuk mengadukan sejumlah persoalan yang dihadapi masyarakat Riau. Pedagang pasar Senapelan
119
Ibid,
Universitas Sumatera Utara
yang berniat untuk menghadiri acara tersebut tidak mendapat undangan sama sekali. Menurut Pak Saiful Bahri, ia beruntung dapat masuk dan mengadukan persoalan mereka, melalui seorang kenalan yang rela memberikannya undangan dan ia dapat hadir secara diam- diam seraya mengadukan nasib mereka. 120 Di samping itu, menurut Suryanto, pihak investor telah menyebarkan intelintel di kalangan pedagang yang bertujuan untuk mengetahui aktivitas apa saja yang akan dilakukan oleh para pedagang. Pihak investor sempat pula membuat demonstrasi tandingan. Demonstrasi itu dilakukan dengan bayaran Rp. 25. 000 per kepala, mengatasnamakan padagang pasar Senapelan yang menyetujui kebijakan pembangunan, khususnya aksi pembongkaran kios. 121
2.2.2. Tindakan Kekerasan Aparat Tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat terhadap pedagang terjadi pada saat pembongkaran paksa pasar Senapelan. Pembongkaran kios, los, dan kaki lima tersebut dilakukan dari tanggal 15 April dan berakhir tanggal 18 April 2004. Pada hari kamis, 15 April 2004, pembongkaran dimulai. Saat itu, aparat Satpol Pamong Praja (PP) Pemkot Pekanbaru tidak berhasil melakukan pembongkaran secara tuntas. Hal ini dikarenakan ratusan pedagang pasar Senapelan yang berada di barisan depan mencoba menghalanginya. Untuk mencegah
aksi
pembongkaran
berlanjut,
sejumlah
pedagang
berusaha
mengalihkan perhatian dengan merusak beberapa TPS, tetapi aksi ini tidak bisa menghentikan aksi pembongkaran. Bentrokan antara pedagang dan aparat Satpol PP tidak bisa dihindari. Empat orang pedagang ditangkap oleh Poltabes 120 121
Ibid, Ibid,
Universitas Sumatera Utara
Pekanbaru karena dituduh memprovokasi massa. Mereka adalah: Rinaldi alias Inyek- pedagang ikan, Saiful- pedagang barang harian, Hendra- pedagang kain, dan Darman- pedagang sepatu.122 Pada hari minggu tanggal 18 April 2004 pada pukul 1600 WIB, aksi pembongkaran paksa kembali dilanjutkan dan kali ini aksi itu berhasil membongkar tuntas pasar Senapelan. Pembongkaran itu dilakukan dengan menggunakan bulldozer milik P.T. PMJ. Agar buldozer tersebut aman dari gangguan pedagang, bulldozer dikelilingi oleh sejumlah aparat Satpol PP dan polisi. Aksi ini sendiri disaksikan oleh sejumlah pejabat Pemkot dan P.T. PMJ. Dalam aksi ini, dua orang ditahan, Rinaldi (seorang mahasiswa UIN Susqa) dan seorang pedagang, Rahmad, yang dituduh memprovokasi massa. 123 Uni Upik mengisahkan tentang pembongkaran tersebut. Ia mengatakan, saat terjadi pembongkaran paksa, ratusan ibu ibu sedang membaea surat Yasin dan takbir sambil tiduran (seraya menangis) di tengah jalan yang akan dilalui oleh buldozer. Tetapi sejumlah aparat Satpol PP dan polisi menyingkirkan seeara paksa ibu- ibu itu dari jalanan. Dan akhimya buldozerpun berhasil meratakan kios dengan tanah. Bahkan saat pembongkaran sedang berlangsung, aliran listrik tidak diputuskan semua sehingga seorang anak, Tommy (8 tahun), terkena percikan api yang diakibatkan putusnya kabel listrik. Selain itu, aset- aset yang tidak sempat dipindahkan (barang barang dagangan) turut hancur, tanpa adanya upaya ganti rugi. Akibatnya, pasca pembongkaran, kebanyakan pedagang jatuh bangkrut, kurang modal, dan ada yang tidak berjualan lagi sama sekali. 124 Aksi kekerasan yang dilakukan oleh aparat terjadi lagi saat unjuk rasa 122
Lihat http://www.Apindonesia.com. 29 April 2004 Op, Cit, Bintan Post, 19 April 2004 124 Ibid, 123
Universitas Sumatera Utara
pedagang yang dibantu oleh sejumlah LSM dan mahasiswa berlangsung. Unjuk rasa berlangsung pada tanggal 2 Juni 2004, setelah pembongkaran paksa berhasil memindahkan seluruh pedagang. Unjuk rasa yang dilakukan di gedung DPRD kota Pekanbaru (jalan Jenderal Sudirman) berakhir dengan pemukulan delapan orang pengunjuk rasa oleh oknum polisi dan Satpol PP. Kedelapan orang itu adalah: Elok (42 tahun), Suwami (39 tahun), Nurhayati (42 tahun), Agustina (65 tahun), Upik (32 tahun), Hariman (54 tahun), Mami (46 tahun), dan Sahat Hutabarat (32 tahun). Ketika pedagang meminta keadilan, menuntut oknum polisi yang melakukan pemukulan, pedagang tidak digubris saran sekali oleh pihak yang berwajib, padahal mereka telah mendatangi kantor kepolisian Pekanbaru tersebut. 125 Berkaitan dengan tindakan pembongkaran paksa yang dilakukan Pemkot dan investor pada tanggal 18 April 2004 lalu, Pak Saiful berujar: "Tetapi seperti yang kita perkirakan daripada reaksi para penguasa, mereka membubarkan aksi massa itu dengan memukuli, menyeret paksa ibu- ibu pedagang dan puluhan mahasiswa yang sedang khusuk membaca Yasin. Dan lebih parahnya lagi mereka menangkap Rinaldi (mahasiswa UIN Susqa pekanbaru) dan Rahmad (pedagang). Pasar Senapelan sudah puluhan tahun menjadi tumpuan hidup dari 2000 orang pedagang kecil dan kurang lebih 15000 rakyat miskin lainnya. Dan Tommy, seorang bocah berumur 9 tahun menjadi korban dari tindakan aniaya yang difasilitasi oleh Pemkot Pekanbaru yang berakibat pada penderitaan seumur hidup (cacat) dan traumatik yang harus diterima oleh bocah yang sekolahnya sudah dapat dipastikan putus. Dan yang pasti, Pemkot Pekanbaru melahirkan kebijakan yang biadab dan tidak manusiawi terhadap warga kotanya sendiri dan oleh karena itu Herman Abdullah harus bertanggungjawab dan diadili''. 126
2.3. Kooptasi Media Massa dan Organisasi Pedagang Konflik yang terjadi semenjak dimulainya proses pembangunan pasar 125 126
Op, Cit, KOMPAS, 7 Juni 2004 Op, Cit, http://www. Apindonesia.eom, 29 April 2004
Universitas Sumatera Utara
Senapelan yang terus berlangsung sarnpai sekarang, masih menyisakan peran media massa di dalamnya. Menurut Ali (seorang pedagang buah), sejumlah media massa lokal telah mereka hubungi untuk meliput aksi dan menuliskan tuntutan mereka. Media massa (khususnya koran harian) memang mengirimkan wartawan untuk mewawancarai atau mendokumentasikan informasi dari pedagang. Setelah informasi diberikan dengan lengkap dan jelas, temyata informasi yang diberikan bertentangan dengan yang diterbitkan. Menurut Pak haji, perbuatan ini tidak hanya terjadi sekali, tetapi sudah seringkali terjadi (khususnya setelah pembongkaran dilakukan), sehingga setiap wartawan yang datang, pedagang lebih cenderung bersifat apatis. Hal ini disebabkan karena beberapa kali infonnasi yang diterbitkan lebih menguntungkan posisi pemerintah dan investor.127 Porsi pemberitaan lebih banyak terfokus pada bagaimana jalannya proses pembangunan tersebut, seperti penjualan kios kepada publik, desain bangunan dan fasilitasnya, serta penempatan pedagang (Riau Post, 23 September 2004 dan Riau Mandiri, 23 September 2004). Sedangkan pemberitaan tentang aksi demonstrasi pedagang, kondisi TPS, jumlah TPS dan fasilitas TPS, dan kondisi pedagang, mempunyai porsi yang terbatas. Satu kali berita unjuk rasa di harian Riau Mandiri (5 Mei 2004), sekali pemberitaan tentang pengrusakan TPS di harian Pekanbaru Post (25 Oktober, 2004 ). Sedangkan pemberitaan mengenai konflik yang terjadi antara pedagang dengan Pemkot dan investor sangat minim (khususnya bagi media massa lokal). Seperti yang diberitakan oleh harian Riau Mandiri (5 Mei 2004) yang
127
Op, Cit, Harian Pekanbaru Post, 25 Oktober 2004
Universitas Sumatera Utara
memberitakan tentang aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh pedagang di gedung DPRD Pekanbaru yang hampir menuai bentrok dengan anggota dewan. Redaksi Riau Post mengatakan, bahwa mereka telah memberitakan kasus pasar Senapelan tersebut, mulai dari unjuk rasa yang dilakukan pedagang sampai kepada kebijakan yang dibuat oleh Pemkot. Tetapi ketika diminta untuk memastikan data tersebut (ada atau tidak), pihak Riau Post tidak bisa memastikan ada tidaknya pemberitaan tersebut. Sedangkan Pak AI- masri menyatakan, bahwa media (terutama Riau Post) tidak pemah memberitakan hal ini. 128 Selain itu, melalui ISIP (Ikatan Sosial Ibu- ibu Pedagang) pihak Pemkot dan investor juga berusaha melakukan upaya kooptasi. Kooptasi dilakukan dengan cara adu domba sehingga pedagang terpecah belah. Bagi para pedagang yang tergabung dalam ISIP (dketuai oleh Ibu Lis) dijanjikan akan diberikan potongan harga spesial kios pasca peremajaan (sampai 10 %), bahkan potongan harga tersebut sampai pada batas yang mungkin tidak bisa mereka bayangkan (sampai 30 %). Melalui ISIP juga, para pedagang yang kebanyakan merupakan ekonomi lemah dan tidak mengerti politik menjadi terpengaruh depgan cara ini. Kebanyakan pedagang yang bemaung di ISIP lah yang dijadikan alasan bagi keabsahan aksi penggusuran dan peremajaan pasar Senapelan dilanjutkan. Mereka dianggap mewakili keseluruhan pedagang yang menyetujui harga kios yang telah ditetapkan tersebut (wawancara, Pekanbaru, 6 Desember 2004). ISIP berdiri pada masa Walikota Pekanbaru di pegang oleh Usman Efendi Affan, SH, berdiri sejak tahun 1995 dan masih bertahan sampai sekarang. Menurut Pak Saiful, seluruh anggota ISIP merupakan anggota FKPPS. Oleh sebab itu, jika terjadi
128
Ibid,
Universitas Sumatera Utara
penyelewengan di tubuh ISIP maka FKPPS juga menerima imbasnya, persetujuan sejumlah anggota ISIP (sekitar 20 %) terhadap kebijakan pembangunan pasar Senapelan yang berimbas pada langgengnya tindakan pembongkaran kios yang dilakukan Pemkot, serta terpecahnya kekuatan pedagang menjadi pendukung perlawanan dan apatis terhadap perlawanan (sejumlah pedagang yang apatis terhadap perlawanan juga ada yang mendukung kebijakan pemerintah secara diam- diam). 129
129
Ibid,
Universitas Sumatera Utara