Bab II Dasar Teori
BAB II DASAR TEORI 2.1 Beton Beton adalah campuran antara semen portland, agregat kasar, agregat halus dan air yang semuanya saling mengikat kuat dan membentuk massa padat. Beton normal adalah beton yang mempunyai berat jenis 2200 sampai 250 kg/m3 yang menggunakan agregat alam yang dipecah atau tak dipecah yang tidak menggunakan bahan tambahan (SNI T-15-1990-03). Keungulan utama dari beton adalah memiliki kekuatan terhadap gaya tekan yang tinggi, namun juga memiliki kelemahan terhadap gaya tarik. Kekuatan beton terhadap gaya tarik sangat rendah jika dibandingkan dengan kekuatan terhadap gaya tekan. Berdasarkan hal tersebut maka beton dikombinasikan dengan baja tulangan sehingga memiliki kekuatan terhadap gaya tarik, yang kemudian menjadi suatu komponen utama dalam suatu sistem struktur. Kekuatan tekan beton biasanya direncanakan pada umur 28 hari karena setelah 28 hari peningkatan kekuatan beton relatif lambat dan konstan. Hal ini terlihat pada tabel 2.1 di bawah ini : Tabel 2.1 koefisien Peningkatan Kuat Tekan untuk Beton Normal Umur Beton (hari)
3
7
14
21
28
90
365
Koefisien
0,4
0,65
0,88
0,95
1
1,2
1,35
Sumber : SK SNI T-15-1990-03
2.2 Definisi Self Compacting Concrete Karakteristik dari suatu campuran beton harus dipertimbangkan dalam hubungannya dengan kualitas yang dituntut untuk satu tujuan konstruksi tertentu. Salah satu tujuan konstruksi yang sering dijumpai di lapangan adalah diperlukannya pemadatan yang cukup dengan tujuan untuk menghasilkan beton yang padat. Rongga-ronga udara yang terjebak di dalam beton dapat mengakibatkan rendahnya kekuatan maupun daya tahan beton tersebut. Semakin II - 1
Bab II Dasar Teori
berkurangnya tenaga di lapangan menyebabkan perlunya suatu campuran beton yang dapat memadat sendiri dan hanya memerlukan sedikit tenaga untuk mengerjakannya sehingga didapatkan campuran beton dengsn kualitas tinggi. Salah satu solusi untuk memperoleh struktur beton yang memiliki ketahanan serta kekuatan yang baik adalah dengan menggunakan Self Compacting Concrete. Self Compacting Concrete merupakan beton performance tinggi yang dapat mengalami konsolidasi dengan sendirinya (memadat sendiri) tanpa bantuan alat pemadat seperti penggetar atau sejenisnya. Dengan kemampuan berkonsolidasi sendiri Self Compacting Concrete juga mampu menjangkau ruang yang banyak tulangannya atau ruang-ruang yang sempit dan jauh. Homogenitas beton lebih mungkin terjadi pada Self Compacting Concrete akibat reduksi faktor pengerjaan beton. Untuk beton biasa, pada umumnya dibutuhkan ketrampilan khusus untuk melakukan proses pemadatan beton dengan baik. Pelaksanaan pemadatan mungkin tidak merata, memakan waktu yang lebih lama, bahkan kadang sukar dilakukan. Pemadatan dengan vibrator ini memungkinkan untuk dapat terjadinya kesalahan pengerjaan, memakan banyak waktu dan tenaga. Kualitas pekerja akan mempengaruhi mutu beton yang dihasilkan. Kehadiran Self Compacting Concrete diharapkan mampu menjawab tantangan ini. Kontrol yang diperlukan dalam penggunaan Self Compacting Concrete di lapangan hanyalah penggunaan campuran yang tepat. Begitu campuran beton jadi, maka pekerjaan itu relatif memiliki variasi hasil yang kecil, karena faktor yang harus diperhatikan dalam penentuan campuran ditentukan terlebih dahulu. 2.3 Penelitian sebelumnya mengenai Self Compacting Concrete 1. Self Compacting Concrete (2003) oleh Hajime Okamura dan Masahiro Ouchi (Jepang). Dari penelitian ini diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi pemadatan sendiri, yaitu : pengaruh agregat kasar tergantung pada gradasinya, dan pengaruh jumlah agregat halus yang digunakan.
2. Optimalisasi kuat tekan self-compacting concrete dengan cara trial-mix komposisi agregat (2011) oleh Slamet Widodo (Yogyakarta). Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan untuk memproduksi beton jenis selfII - 2
Bab II Dasar Teori
compacting concrete fraksi agregat halus yang digunakan sebaiknya berkisar antara 40% sampai 60%, dengan kekuatan optimum akan dicapai pada saat digunakan fraksi agregat halus sebesar 50%. 3. Rancang campur high strengh self compacting concrete dengan menggunakan
adva superplasticizer (2008) oleh Nourma Yunita (Depok). Dari penelitian ini didapatkan hasil setiap penambahan adva superplasticizer 1,0% - 1,4% dari berat semen, slump flow dan nilai passing ability semakin meningkat, dimana nilai kuat tekan yang optimum terrdapat pada kadar superplasticizer 1,0%.
4. Kuat tekan self compacting concrete dengan kadar superplasticizer viscocrete10 yang bervariasi (2012) oleh Juwita Laily Citrakusuma (Jember). Dari penelitian ini didapatkan hasil yaitu variasi superplasticizer yaitu 1,2%, 1,3%, 1,4%, 1,5% dan 1,6% memenuhi persyaratan yang self compacting concrete tetapkan dengan nilai kuat tekan rata-rata optimum pada prosentase
superplasticizer viscocrete-10 1,5% yaitu sebesar 1024,14 kg/cm2 dengan nilai f.a.s 0,288. 5. Pengaruh penambahan admixture (Superplasticizer Mighty 150 S) terhadap karakteristik self compacting concrete (2009) oleh Mariani, Victor Sampebulu dan Abdul Gani Ahmad (Makasar). Dari penelitian ini didapatkan hasil setiap penambahan kadar superplasticizer Mighty 150 S sebesar 1,5%, 2,0%, dan 2,5%
menghasilkan
superplasticizer
yang
memenuhi
keadaan
self
compactibility tanpa terjadi segregasi material yang berarti, dimana kadar 1,5% superplasticizer adalah optimum dilihat dari tingkat kelecakan aliran (workabilitas) dan kekuatan tekan self compacting concrete. 2.4 Karakteristik Self Compacting Concrete Metode pemadatan yang dikembangkan dalam Self Compacting Concrete bukan hanya untuk menghasilkan beton yang padat tetapi juga untuk mencegah terjadinya segregasi agregat dan mortar pada saat pasta mengalir dari titik yang banyak tulangan. Untuk mendapatkan kondisi Self Compacting Concrete pada campuran beton, agregat harus terdiri dari agregat kasar dan halus. Agregat kasar dan semen menjadi matrial utama yang akan menahan tegangan. Agregat halus akan II - 3
Bab II Dasar Teori
menyalurkan gaya dalam juga. Untuk mendapatkan Self Compacting Concrete, maka jumlah agregat kasar harus dikurangi bila dibandingkan dengan jumlah agregat kasar pada beton normal. Sebaliknya jumlah agregat halus pada beton Self Compacting Concrete menjadi bertambah. Penambahan kandungan agregat halus berfungsi agar beton Self Compacting Concrete dapat mengalir dengan baik dan karena ukurannya yang kecil maka agregat halus ini diharapkan akan selalu mengisi ruang-ruang yang kosong selama pengecoran. Maka dibutuhkan juga sifat kekentalan beton untuk mendukung pergerakan agregat ini. Kekentalan ini memiliki sifat mengalir tetapi memiliki sifat padat (tidak encer) yang baik (kohesif), penambahan air akan memberikan mobilitas pada pasta beton. Artinya meningkatkan flowability. Namun penggunaan air ini dapat meningkatkan terjadinya segregasi. Dan apabila beton sudah mengering, ruang yang dulunya terisi oleh air yang berlebihan tersebut akan menjadi pori-pori sehingga beton tidak lagi memiliki kepejalan. Bila distribusi partikel agregat baik, maka sifat mengalir pasta beton lebih bisa dipertahankan. Saat ukuran besar tertahan, maka ukuran kecil akan tetap mengalir mengisi celah-celah yang ada. Maka untuk memperoleh flowability beton Self Compacting Concrete maka digunakan perbandingan antara agregat halus dan agregat kasat yang baik, serta pengurangan jumlah air. Namun pengurangan air menyebabkan workability beton menjadi rendah. Untuk mengatasi hal ini dapat digunakan admixture jenis superplasticizer yang berfungsi meningkatkan plastisitas pada beton.
Gambar 2.1. Prinsip Dasar Produksi Self Compacting Concrete
II - 4
Bab II Dasar Teori
Self Compacting Concrete dapat diproduksi jika menggunakan superplasticizer yang berfungsi untuk menyebar partikel semen menjadi merata serta memisahkannya menjadi partikel-partikel yang halus. Keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh dari penggunaan Self Compacting Concrete antara lain : a. Mengurangi lamanya waktu penyelesaian konstruksi b. Mengurangi besarnya upah pekerja yang harus dikeluarkan c. Pemadatan serta penggetaran beton yang dimaksudkan untuk memperoleh tingkat kepadatan optimum dapat dieliminir d. Mengurangi kebisingan yang mengganggu lingkungan sekitar e. Meningkatkan kepadatan elemen struktur beton pada bagian yang sulit dijangkau f. Meningkatkan kualitas beton secara keseluruhan 2.5 Material penyusun Self Compacting Concrete Pada volume yang sama, komposisi dari material yang diperlukan Self Compacting Concrete dan beton konvensional adalah berbeda. Komposisi powder pada Self Compacting Concrete lebih banyak bila dibandingkan komposisi semen pada beton konvensional. Powder pada Self Compacting Concrete dapat berupa semen ataupun binder yaitu bahan pengikat dalam campuran beton yang terdiri dari semen dan bahan pengisi.
Gambar 2.2. Perbandingan Komposisi Material Self Compacting Concrete dengan Komposisi Material Beton Konvensional
II - 5
Bab II Dasar Teori
2.5.1 Agregat Mengingat bahwa pada Self Compacting Concrete agregat kasar yang digunakan adalah 50% volume solid dan volume agregat halus ditetapkan hanya 40% dari total volume mortar maka kualitas agregat sangat berpengaruh terhadap kualitas Self Compacting Concrete yang dihasilkan. Dengan agregat yang baik, Self Compacting Concrete menjadi mudah untuk dikerjakan (workabel), kuat, tahan lama (durable) dan tentunya menjadi lebih ekonomis.
2.5.1.1 Agregat Kasar Agregat kasar yang digunakan dalam Self Compacting Concrete yaitu ukuran maksimum 20 mm. Agregat kasar dapat berupa kerikil sebagai hasil disintegrasi alami dari batu-batuan atau berupa batu pecah yang diperoleh dari pemecahan batu (quarry). Butiran-butiran agregat runcing dan sangat kasar. Butiran yang pipih dan memanjang membutuhkan lebih banyak semen untuk menghasilkan beton yang mudah dikerjakan. Hal-hal tersebut diatas penting, bukan saja untuk agregat kasar tetapi juga untuk agregat halus. Biasanya agregat alam bentuknya bundar akan tetapi agregat yang diperoleh dari pemecahan batu yang sangat bersudut, pipih, sangat tipis dan sangat panjang sebaiknya tidak usah digunakan. Karakteristik agregat kasar dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Bentuk butir dan keadaan permukaan a. Bulat dan permukaannya licin, kasar berkristal, berpori b. Tidak beraturan c. Bersudut tajam dan permukaannya kasar d. Pipih e. Memanjang, panjangnya lebih besar 3 kali dari lebarnya Butiran agregat mempunyai hubungan erat dengan luas permukaan dan banyaknya rongga. Perbedaan luas permukaan akan mempengaruhi jumlah air yang diperlukan dalam pembuatan beton. Dalam beton, rongga-rongga akan diisi oleh pasta dimana makin banyak pasta yang digunakan makin banyak pula pemakaian semen. II - 6
Bab II Dasar Teori
1. Kekuatan agregat Pada umumnya kekuatan agregat tergantung dari jenis agregat, susunan mineral, struktur butir. Kekuatan agregat akan sangat berpengaruh pada kekuatan beton. 2. Berat jenis agregat Berat jenis mutlak yaitu perbandingan antara suatu benda dengan berat air murni pada volume dan suhu yang sama dimana volume benda tidak termasuk pori-pori didalamnya. Berat jenis nyata sama dengan berat jenis mutlak tetapi volume pori-pori yang tidak tembus air. Keadaan SSD yaitu perbandingan berat antara suatu benda pada SSD dengan berat air murni pada volume dan suhu yang sama dimana volume benda, pori-pori yang tidak tembus diisi oleh air. Berat jenis kering asma dengan berat SSD dimana volume benda termasuk seluruh pori-pori yang terkandung dalam agregat. 3. Pori-pori agregat Pori-pori pada agregat dibedakan atas : a. Pori-pori yang tembus air b. Pori-pori yang tidak tembus air 4.
Besar kecilnya pori-pori sangat tergantung dari jenis batuan dan proses pembentukannya yang mempengaruhi daya serap agregat. Pada agregat dapat terjadi kondisi-kondisi sebagai berikut : a. Kondisi kering mutlak b. Kondisi kering udara c. Kondisi kering permukaan (SSD) d. Kondisi basah
5. Berat isi agregat Berat isi agregat adalah perbandingan antara berat dan isi, berat nilainya tergantung dari bagaimana padatnya kita mengisinya, bentuk butir dan susunan butirnya. Jadi meskipun berat jenis suatu benda sama namun tidaklah mutlak berat benda itu sama. Persyaratan umum agregat kasar yang digunakan sebagai campuran Self Compacting Concrete adalah sebagai berikut : II - 7
Bab II Dasar Teori
1) Agregat kasar dapat berupa kerikil yang berasal dari batu-batuan alami atau berupa batu pecah yang diperoleh dari pemecah batu 2) Agregat kasar harus terdiri dari butir-butir yang keras dan tidak berpori. Butirbutir agregat kasar harus bersifat kekal, artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh-pengaruh cuaca 3) Agregat kasar tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1% (ditentukan terhadap berat kering) 4) Agregat kasar tidak boleh mengandung zat-zat yang dapat merusak beton Gradasi dari agregat halus harus memenuhi persyaratan, yaitu melalui analisa saringan dengan nomer ayakan sebagai berikut : Tabel 2.2 Persyaratan Gradasi Agregat Kasar Diameter
Persentase Yang Lolos
Ayakan Gradasi Agregat
(mm) 40 mm
30 mm
20 mm
10 mm
75
100
-
-
-
37,5
90 - 100
100
-
-
26.5
-
90 - 100
100
-
19
30 - 70
-
90 - 100
100
12,5
-
25 - 60
-
90 - 100
9,5
10 - 35
-
25 - 55
40 - 85
4,75
0-5
0 - 10
0 - 10
0 - 10
2,36
0-2
0-5
0-5
0-5
Sumber : SNI 03-2834-1993
II - 8
Bab II Dasar Teori
2.5.1.2 Agregat Halus Agregat halus adalah agregat yang semua butirnya menembus ayakan 4,75 mm. Persyaratan umum agregat halus yang digunakan sebagai campuran Self Compacting Concrete adalah sebagai berikut : 1) Agregat halus dapat berupa pasir alam yang diambil dari sungai atau berupa pasir buatan yang dihasilkan dari alat pemecah batu 2) Butirannya harus yang tajam dan keras, tidak boleh hancur oleh pengaruh cuaca 3) Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% (ditentukan terhadap berat kering) 4) Agregat Halus tidak boleh mengandung bahan-bahan organik yang terlalu banyak Gradasi dari agregat halus harus memenuhi persyaratan, yaitu melalui analisa saringan dengan nomer ayakan sebagai berikut : Tabel 2.3 Persyaratan Gradasi Agregat Halus Diameter
Gradasi
Gradasi
Gradasi
Gradasi
Ayakan
Zone 1
Zone 2
Zone 3
Zone 4
Yang Lolos
Yang Lolos
Yang Lolos
Yang Lolos
(%)
(%)
(%)
(%)
9,5
100
100
100
100
4,75
90 - 100
90 - 100
90 - 100
95 - 100
2,36
60 - 95
75 - 100
85 - 100
95 - 100
1,18
30 - 70
55 - 90
75 - 100
90 - 100
0,6
15 - 34
39 - 59
60 - 79
80 - 100
0,3
5 - 20
8 - 30
12 - 40
15 - 50
0,15
0 - 10
0 - 10
0 - 10
0 - 15
(mm)
Sumber : SNI 03-2834-1993
II - 9
Bab II Dasar Teori
2.5.2
Semen Portland
Semen Portland adalah suatu bahan pengikat hidrolis (hydraulic binder) yang dihasilkan dengan menghaluskan klinker yang terdiri dari silikat –silikat kalsium yang bersifat hidraulis, yang umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-sama dengan bahan utamanya. 2.5.2.1 Jenis – Jenis Semen Portland Pemakaian semen yang disebabkan oleh kondisi tertentu yang dibutuhkan pada pelaksanaan konstruksi di lokasi, dengan perkembangan semen yang pesat maka dikenal berbagai jenis semen Portland antara lain: a. Tipe I, semen portland yang dalam penggunaannya tidak memerlukan persyaratan khusus seperti jenis-jenis lainnya. Digunakan untuk bangunanbangunan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus. Jenis ini paling banyak diproduksi karena digunakan untuk hampir semua jenis konstruksi. b. Tipe II, semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat dan panas hidras dengan tingkat sedang. Digunakan untuk konstruksi bangunan dan beton yang terus-menerus berhubungan dengan air kotor atau air tanah atau untuk pondasi yang tertahan di dalam tanah yang mengandung air agresif (garam-garam sulfat). c. Tipe III, semen portland yang memerlukan kekuatan awal yang tinggi. Kekuatan 28 hari umumnya dapat dicapai dalam 1 minggu. Semen jenis ini umum dipakai ketika acuan harus dibongkar secepat mungkin atau ketika struktur harus dapat cepat dipakai. d. Tipe IV, semen portland yang penggunaannya diperlukan panas hidrasi yang rendah. Digunakan untuk pekerjaan-pekarjaan dimana kecepatan dan jumlah panas yang timbul harus minimum. Misalnya pada bangunan seperti bendungan gravitasi yang besar. e. Tipe V, semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan yang tinggi terhadap sulfat. Digunakan untuk bangunan yang berhubungan dengan air laut serta untuk bangunan yang berhubungan dengan air tanah yang mengandung sulfat dalam persentase yang tinggi. II - 10
Bab II Dasar Teori
2.5.2.2 Bahan Dasar Semen Portland Semen portland yang dijual di pasaran umumnya terbuat dari 4 bahan, sebagai berikut: 1. Batu kapur (limestone) / kapur (chalk) : yang mengandung CaCO3 2. Pasir silika / tanah liat : yang mengandung SiO2 & Al2O3 3. Pasir / kerak besi : yang mengandung Fe2O3 4. Gypsum : yang mengandung CaSO4.H2O Pada dasarnya ada 4 unsur paling penting yang menyusun semen portland, anatara lain : a. Trikalsium Silikat (3CaO.SiO2) yang disingkat menjadi C3S dengan kadar ratarata 50%. b. Dikalsium Silikat (2CaO.SiO2) yang disingkat menjadi C2S dengan kadar ratarata 25%. c. Trikalsium Aluminat (3CaO.Al2O3) yang disingkat menjadi C3A dengan kadar rata-rata 12%. d. Tetrakalsium Aluminoferrit (4CaO.Al2O3.Fe2O3) yang disingkat menjadi C4AF dengan kadar rata-rata 8%. 2.5.3
Fly Ash
Dalam penelitian self compacting concrete ini digunakan Fly Ash sebagai bahan tambah kimia pengganti sebagian semen. Fly ash merupakan material yang mempunyai kadar bahan semen tinggi. Fly ash yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari sisa hasil pembakaran batu bara pembangkit tenaga listrik di PLTU Suralaya. Fly ash merupakan limbah dari setiap proyek PLTU dimana dari tahun ke tahun penumpukannya semakin banyak sampai mencapai puluhan ribu ton. Fly ash mengandung banyak silika yang dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan dan berbahaya bagi kesehatan bila tidak ditangani. Penggunan Fly Ash untuk struktur beton dalam konstruksi sudah dikenal sejak lama terutama di negara-negara penghasil batu bara. Khususnya untuk beton masif (mass concrete) seperti konstruksi bendungan atau konstruksi lain yang berada pada lingkungan yang bersifat agresif, antara lain akibat serangan sulfat. II - 11
Bab II Dasar Teori
Fly ash yang digunakan sebagai pengganti sebagian semen memiliki bentuk partikel yang halus, bundar, tidak porous serta bersifat pozzolanik. Sifat pozzolanik yang dimaksud adalah fly ash tersebut dapat bereaksi dengan kapur bebas yang dilepaskan oleh semen pada waktu proses hidrasi dan membentuk senyawa yang bersifat mengikat pada temperatur yang normal dengan adanya air. Standar mutu dari fly ash yang baik apabila memiliki kadar SiO2+Al2O3+Fe2O3 tinggi dan mempunyai sifat pozzolanik yang tinggi. Fly ash dibedakan menjadi 3 kelas, yaitu kelas N, kelas C dan kelas F. Dengan mengacu pada ASTM C618, fly ash yang digunakan untuk penelitian awal ini termasuk dalam kelas C. Dimana kelas C ini banyak mengandung CaO diatas 10%. Pemakaian fly ash pada Self Compacting Concrete memiliki keunggulan, yaitu : - Memperbaiki sifat pengerjaan akibat bentuk partikelnya yang bulat - Mengurangi jumlah air campuran yang dibutuhkan karena bentuknya bulat, halus dan tidak porous - Dalam batas-batas tertentu mix design dengan pengisi fly ash ini dapat meningkatkan flowability - Mempertinggi daya tahan beton terhadap lingkungan yang agresif - Meningkatkan kerapatan beton - Mengurangi penyusutan Pada penelitian ini jumlah fly ash yang digunakan sebesar 20% dari berat total semen. Karena variasi penggunaan fly ash yang paling optimum untuk mendapatkan beton jenis self compacting concrete adalah dengan penambahan kadar fly ash 20 % dari berat semen (Wahyu Kartini:2008)
2.5.4
Air
Peran air tidak kalah pentingnya dalam suatu campuran beton. Karena semen tidak bisa menjadi pasta tanpa air. Kegunaan air dalam campuran beton cair tidak hanya untuk hidrasi semen, tetapi juga agar pasta betonnya lecak (workable). Jumlah air yang diperlukan untuk kelecakan tertentu tergantung pada sifat material yang digunakan. Air yang diperlukan dalam campuran beton dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: II - 12
Bab II Dasar Teori
a. Ukuran agregat maksimum: bila diameter besar maka kebutuhan air semakin kecil begitu pula dengan jumlah mortar yang dibutuhkan menjadi lebih sedikit. b. Gradasi agregat: jika gradasi baik maka kebutuhan air menurun untuk kelecakan yang sama. c. Kotoran dalam agregat: semakin banyak tanah liat dan lumpur maka kebutuhan air meningkat. d. Bentuk butir: bentuk butir yang bulat membutuhkan air yang lebih sedikit dibandingkan dengan batu pecah. e. Jumlah agregat halus (dibandingkan agregat kasar): lebih sedikitnya agregat halus maka kebutuhan air semakin menurun.
2.5.5
Superplasticizer
Kegunaan superplasticizer pada self compacting concrete yaitu untuk mengurangi penggunaan air, tanpa harus kehilangan kelecakannya. Tetapi penggunaan superplasticizer pada self compacting concrete harus hati-hati, baik dari segi dosis maupun dari segi waktu. Karena dengan penggunaan superplasticizer, self compacting concrete sangat dipengaruhi oleh variabel waktu. Bahan dan jenis superplasticizer beragam sesuai dengan penelitian dari industri pembuatnya. Adapun keuntungan dari penggunaan superplasticizer antara lain : a. Menambah kekuatan tekan b. Menambah kekuatan flexural c. Modulus elastisitas tinggi d. Permeabilitas yang rendah e. Meningkatkan durability f. Meningkatkan kelecakan beton segar 2.5.5.a Sika Viscoflow 3211-N Pada penelitian ini digunakan chemical admixture berupa Sika Viscoflow3211-N yang merupakan high perrformance superplasticizer yang diproduksi oleh PT. Sika Nusa Pratama. Dosis dalam penggunaan Viscoflow 3211-N untuk self compacting concrete yang dianjurkan PT.Sika adalah sebesar 0,6% sampai 1,6% dari berat binder (semen II - 13
Bab II Dasar Teori
dan fly ash). Viscoflow 3211-N adalah chemical admixture yang berbasis polycarboxylate yang berfungsi untuk menyebarkan (mendipersikan) partikel semen menjadi merata dan memisahkan menjadi partikel-partikel halus sehingga reaksi pembentukan kassium silikat hidrat (CSH) menjadi lebih merata dan aktif. Daya alir pasta semen akan meningkat sehingga menyebabkan beton segar menjadi mengalir dan dapat memadat dengan sendirinya.
2.6 Teori Mix Design (Perencanaan Campuran Beton) Setelah semua sifat material penyusun yang akan digunakan dalam pekerjaan beton diketahui, maka dilanjutkan pada tahap berikutnya yaitu tahap perancangan komposisi campuran beton yang akan digunakan pada pekerjaan tersebut. Selanjutnya perlu diketahui beberapa faktor lainnya yang dapat mempengaruhi pekerjaan pembuatan rancangan beton, diantaranya adalah kondisi lokasi kerja dimana bangunan akan dikerjakan, kekuatan beton yang akan direncanakan, ketrampilan pekerja, pengawasan yang dapat diberikan, peralatan yang akan digunakan dan tujuan penggunaan bangunan serta faktor-faktor lainnya. Tahap perencanaan campuran beton (mix design) pada umumnya dibagi menjadi tiga tahap utama yaitu : 1. Melakukan perhitungan proporsi campuran yang tepat berdasarkan data yang diberikan atau data pengalaman terdahulu dan pengetahuan tentang sifat bahan baku yang digunakan dan biasanya diikuti dengan pekerjaan pra pengujian. 2. Membuat campuran percobaan dalam skala kecil, dengan
menggunakan
agregat yang diketahui kadar airnya. 3. Membuat percobaan dalam skala penuhsebelum pelaksanaan konstruksi sebenarnya dimulai. Pada penelitian ini parameter yang digunakan untuk membuat campuran (mix design), yaitu menggunakan standar ACI 211.2-91. Dimana prosedur perancangan campurannya, sebagai berikut : 1.
Menentukan slump dan kebutuhan kekuatan beton
2.
Memilih ukuran maksimum dari agregat
3.
Estimasi air campuran dapat diperoleh dari tabel di bawah dengan ketentuan tidak ada udara terperangkap (non air entrained concrete) II - 14
Bab II Dasar Teori
Tabel 2.4 Kebutuhan Air Pencampuran (kg/cm3) dan Kandungan Udara untuk Berbagai Nilai Slump dan Ukuran Maksimum Agregat Ukuran Maksimum Agregat
Jenis Slump (mm)
10
12,5
20
25
40
50
75
mm
mm
mm
mm
mm
mm
mm
25-50
205
200
185
180
160
155
140
75-100
225
215
200
190
175
170
155
150-175
240
230
210
200
185
175
170
Udara yang tersekap (%)
3
2,5
2
1,5
1
0,5
0,3
25-50
180
175
165
160
150
140
135
75-100
200
190
180
175
160
155
150
150-175
215
205
190
180
170
165
160
Udara yang disarankan (%)
8
7
6
5
4,5
4
3,5
Beton
Tidak Ada Udara Terperangkap
Ada Udara Terperangkap
Sumber : (Modul Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi Universitas Mercu Buana, 1998)
4.
Rasio air semen (w/c) diperoleh dari tabel dibawah dengan ketentuan awal tanpa non air entrained concrete Tabel 2.5 Rasio Air Semen dan Kuat Tekan Beton Kekuatan Beton Water Cement Ratio Pada Umur 28 Hari MPa
Kg/cm2
48
487
Untuk beton yang tidak ada udara di dalamnya 0,33
Untuk beton yang ada udara di dalamnya -
41
415,9
0,41
0,32
34
344,9
0,48
0,40
28
284,1
0,57
0,48 II - 15
Bab II Dasar Teori
21
213
0,68
0,59
14
142
0,82
0,74
Sumber : (Modul Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi Universitas Mercu Buana, 1998)
5.
Menghitung kadar material semen Berat material semen yang dibutuhkan, diperoleh dengan membagi jumlah air campuran dengan rasio w/c
6.
Menentukan jumlah agregat kasar Volume agregat kasar diperoleh dari tabel 2.6 dengan diketahui ukuran agregat dan modulus kehalusan agregat halus. Dari nilai volume agregat kasar yang didapat maka untuk menentukan jumlah agregat kasar dengan mengalikan volume agregat kasar dengan berat agregat kasar yang diperoleh dari pengujian berat isi agregat kasar. Tabel 2.6 : Volume Agregat Kasar per Satuan Volume Beton
Ukuran Maksimum Agregat Kasar (mm)
Volume Total Agregat Kasar Per Satuan Volume Beton untuk Harga FM Pasir 2,40
2,60
2,80
3,00
10
0,5
0,48
0,46
0,44
12,5
0,59
0,57
0,55
0,53
20
0,66
0,64
0,62
0,6
25
0,71
0,69
0,67
0,65
40
0,75
0,73
0,71
0,69
50
0,78
0,76
0,74
0,72
70
0,82
0,8
0,78
0,76
150
0,87
0,85
0,83
0,81
Sumber : (Modul Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi Universitas Mercu Buana, 1998)
II - 16
Bab II Dasar Teori
7.
Menentukan jumah agregat halus Setelah ditemukan volume bahan semen per m3 beton, volume agregat kasar, air dan udara terperangkap per m3, kadar agregat halus untuk masing-masing campuran dapat dihitung dengan menggunakan metode volume absolut. Terlebih dahulu dicari kandungan total agregat halus,
=1 -
Jumlah Air Jumlah
1000
-
Jumlah semen Sg semen x 1000
Rongga Udara - Jumlah Agr. Kasar Sg agr.kasar x 1000
1000
Jumlah agregat halus = kandungan agregat halus x berat jenis agregat halus 8.
Menentukan jumlah Fly Ash Jumlah fly ash yang dibutuhkan, diperoleh dengan mengalikan persentase kebutuhan fly ash yang akan digunakan dengan jumlah material semen. Untuk rasio air semen (w/c) yang telah diperoleh menjadi rasio air cementitious (w/(c+p)), maka jumlah semen awal dikurang jumlah fly ash.
9.
Menentukan jumlah kadar superplasticizer yang akan digunakan.
10. Menghitung ulang jumlah kebutuhan air campuran akhir Jumlah air campuran yang diperlukan setelah dikurangi dengan jumlah superplasticizer. 2.7 Perawatan (curing) beton Setelah beton mncapai 24 jam dari waktu pengecoran, cetakan beton sudah dapat dibuka. Beton yang sudah dibuka cetakannya kemudian langsung dipisahkan yang telah diatur sesuai dengan metode curing yang direncanakan. Dalam hal ini benda uji benda uji tersebut diperhatikan yang perlu dicuring pada umur yang direncanakan dan mana yang perlu diangkat dari curing sesuai dengan umur yang direncanakan, seelah selesai dengan dilakukannya pengujian kuat tekan beton. Curing merupakan suatu usaha untuk mengadakan perawatan terhadap beton, dengan tujuan utama adalah untuk menjaga kadar air di dalam beton, sehingga air yang ada mencukupi dn memberikan temperatur yang normal untuk terjadinya proses hidrasi yang sesempurna mungkin. Dengan adanya proses hidrasi yang sempurna pada akhirnya akan ,menghasilkan beton dengan kekuan dan kinerja yang optimum II - 17
Bab II Dasar Teori
Metode curing yang paling umum dipakai adalah perawatan dengan air (water curing). Namun harus didukung pertimbangan ekonomi sehubungan dengan kondisi lapangan dan ketersediaan air di lokasi pekerjaan. Pelaksanaan water curing juga harus menghindarkan terjadinya perbedaan temperatur yang drastis antara bagian dalam beton dengan bagian luar, yang akan mengakibatkan terjadinyapotensi retak thermal dalam beton. 2.8 Kuat Tekan Beton Kuat tekan yang dapat dipikul oleh suatu penampang beton dapat ditentukan dengan cara yag sederhana, yaitu dengan membagi beban maksimum yang dipikulnya terhadap luas penampang beton yang memikulnya. Biasanya pengujian kuat tekan dilakukan dengan mmbuat benda uji berbentuk kubus berukuran 10x10 cm, 15x15 cm atau 20x20 cm, atau dengan bentuk silinder berukuran penampang 10 cm tinggi 20 cm atau ukuran penampang 15 cm tinggi 30 cm. Kuat tekan beton yang diperoleh jika menggunakan benda uji kubus atau silinder berbeda, dimana kekuatan benda uji silinder berkisar antara 70 – 90% dari kekuatan benda uji berbentuk kubus. Perbrdaan yang tejadi antara bentuk kubus dan silinder disebabkan oleh gaya gesek yang timbul antara plat dasar mesin dimana benda uji itu ditempatkan, terhadap permukaan benda uji yang bersentuhan dengannya. Gaya yang timbul pada benda uji akan memberikan pengaruh penting terhadap keseluruhan benda uji. Oleh karena itu jelaslah bahwa bagian tengah dari lebar dan tinggi benda uji tidak begiti mendapat pengaruh yang signifikan. Hasil yang didapatkan dari uji kuat tekan pada alat compression machine berupa tegangan tekan beton σ’. Besarnya tegangan tekan beton (σ’) didapat dari persamaan : σ’ =
P A
dimana : P = Beban yang dicatat pada dial (KN) A = Luas permukaan benda uji yang berhubungan langsung dengan piston penekan (mm2)
II - 18