BAB II DASAR TEORI Dalam bab dua ini penulis akan menjelaskan teori–teori penunjang utama dalam merancang penguat audio kelas D tanpa tapis LC pada bagian keluaran menerapkan modulasi dengan tiga aras keluaran. Penguat audio kelas D dengan dua aras keluaran mempunyai tiga bagian utama (Gambar 2.1.a) yaitu modulator, tingkat daya dan tapis induktor-kapasitor (LC). Sedangkan pada penguat audio kelas D dengan tiga aras keluaran bagian tapis LC dapat dihilangkan sehingga keluaran dari tingkat daya dapat dihubungkan langsung ke penyuara (Gambar 2.1.b).
Gambar 2.1.(a). Blok Diagram Kelas D dengan Dua Aras Keluaran. (b). Blok Diagram Kelas D dengan Tiga Aras Keluaran.
Bagian modulator berfungsi untuk memodulasi isyarat audio masukan menjadi rentetan pulsa-pulsa yang akan mengandung frekuensi dari isyarat audio masukan dan frekuensi tinggi yang terjadi dikarenakan proses dari modulasi. Pada penguat kelas D dengan tiga aras keluaran, bagian modulator akan mengirimkan pulsa-pulsa hasil modulasi untuk mengontrol bagian tingkat daya sehingga pada keluaran muncul isyarat termodulasi dengan tiga aras keluaran. Teknik modulasi yang sering dipakai sebagai modulator pada penguat audio kelas D adalah modulasi lebar pulsa (pulse width 7
modulation PWM) dan modulasi sigma delta (sigma delta modulation SDM). Pada tugas akhir ini penulis menggunakan teknik modulasi/penyandian noise-shaping coding yang merupakan pengembangan dari SDM. Teknik modulasi ini akan dijelaskan secara lebih terperinci pada subbab 2.1. Bagian tingkat daya digunakan untuk memperkuat daya isyarat dari keluaran modulator. Isyarat keluaran modulator yang berupa rentetan pulsa-pulsa akan mengendalikan komponen aktif MOSFET pada bagian tingkat daya sebagai saklar. MOSFET akan dikendalikan dalam dua kondisi saja yaitu saturasi (’ON’) atau cut-off (’OFF’). Oleh karenanya, secara ideal tidak ada disipasi daya yang terjadi pada MOSFET. Hal inilah yang membuat penguat kelas D mempunyai efisiensi yang sangat besar jika dibandingkan dengan penguat konvensional lainnya dimana MOSFET bekerja pada daerah aktif. Bagian tingkat daya pada penguat kelas D dengan tiga aras keluaran diwujudkan dengan penguat jembatan penuh.
2.1.
Modulator pada Penguat Kelas D Bagian modulator dari penguat kelas D dapat menghasilkan isyarat keluaran
termodulasi lebar pulsa (pulse width modulation, PWM) atau termodulasi rapat pulsa (pulse density modulation, PDM) [4]. PWM dihasilkan dengan membandingkan isyarat masukan dengan isyarat segitiga. Metode PWM ini merupakan metode konvensional dari kelas D. Sedangkan PDM merupakan keluaran dari teknik modulasi sigma delta (sigma delta modulation SDM). Perbandingan antara PWM dan PDM akan dijelaskan pada subbab 2.1.1. Kemudian pada subbab 2.1.2 akan dijelaskan mengenai teknik modulasi sigma delta (SDM). Penjelasan mengenai SDM akan diawali terlebih dahulu dengan penjelasan mengenai modulasi kode pulsa (pulse code modulation, PCM) dimana pada PCM terjadi proses pencuplikan dan kuantisasi yang terjadi pula pada SDM. Pada penjelasan PCM terdapat pemodelan linear dari proses kuantisasi dimana pemodelan ini juga akan digunakan pada pemodelan pengkuantisasi yang ada pada SDM. Penjelasan mengenai PCM akan dilanjutkan penjelasan lebih mendalam mengenai SDM dimana akan dibahas pemodelan linear dari SDM dan proses pembentukan derau (noise-shaping) yang diperlukan pada SDM dimana derau pada frekuensi audio ditekan dan meloloskan frekuensi di atasnya. Sehingga SDM menghasilkan SNR yang lebih baik dari PCM. 8
Untuk menghasilkan SNR yang lebih tinggi diperlukan SDM orde tinggi, padahal SDM orde tinggi mempunyai masalah pada ketidakstabilannya. Untuk mengatasi masalah ketidakstabilan pada SDM, maka dikembangkanlah teknik penyandian noise-shaping coding. Noise-shaping coding akan dijelaskan pada subbab 2.1.3.
2.1.1. Modulasi Lebar Pulsa (PWM) dan Modulasi Rapat Pulsa (PDM) Modulator merupakan bagian yang sangat penting dari penguat audio kelas D. Teknik modulasi paling dasar dari penguat kelas D adalah PWM. Isyarat audio analog sebagai isyarat masukan modulator akan diubah menjadi isyarat PWM. Perubahan ini dilakukan dengan cara membandingkan isyarat audio dengan isyarat segitiga yang bersumber dari luar yang mempunyai frekuensi tinggi 5 hingga 50 kali dari frekuensi isyarat audio [3]. Diagram kotak dari penguat kelas D menggunakan PWM dapat dilihat pada Gambar 2.2. Pada tahap ini, penguat masih menggunakan dua aras keluaran.
Gambar 2.2. Blok Diagram Penguat Kelas D Menggunakan Metode PWM [5].
Dalam setiap periode dari isyarat segitiga, lebar pulsa dari isyarat PWM yang terbentuk akan sebanding dengan amplitudo dari isyarat audio analog masukan [4]. Gambar 2.3. memperlihatkan contoh isyarat PWM itu.
9
Gambar 2.3. Contoh Keluaran Isyarat PWM. Warna merah menunjukkan isyarat audio masukan, warna hijau menunjukkan isyarat segitiga dan warna biru isyarat PWM [3].
Selain PWM, penguat kelas D dapat pula menghasilkan isyarat keluaran modulasi rapat pulsa (PDM), PDM dapat dihasilkan dengan teknik modulasi sigma delta (SDM). Diagram kotak penguat kelas D menggunakan SDM dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4. Blok Diagram Penguat Kelas D Menggunakan SDM.
Berbeda dengan PWM, pada PDM, rata-rata dari amplitudo isyarat masukan akan sebanding dengan banyaknya pulsa yang muncul pada keluaran. Gambar 2.5. memperlihatkan contoh dari isyarat PDM.
10
Gambar 2.5. Contoh Keluaran Isyarat PDM (bawah) dengan Isyarat Masukan (atas) [9].
Metode PWM mempunyai kelemahan yaitu ketika duty cyle dari PWM mendekati 100% (terjadi ketika isyarat masukan mempunyai amplitudo yang mendekati amplitudo dari isyarat segitiga) maka diperlukan kecepatan switching yang tinggi dari komponen yang dipakai karena keadaan keluaran akan berubah dengan sangat cepat. Jika komponen switching tidak dapat mengikuti perubahan kondisi yang sangat cepat, maka proses switching menjadi tidak sempurna. Misalnya ketika keluaran dari modulator masih dalam transisi kondisi ‘low’ menuju ‘high’, keluaran sudah harus berubah menuju kondisi ‘low’ mengakibatkan isyarat keluaran proses switching tidak sempurna dan sebagai akibatnya isyarat keluaran akan mengalami cacat. PDM tidak akan mengalami masalah ini, karena pada SDM perubahan kondisi pada keluaran hanya dapat terjadi tiap periode dari isyarat clock. Hal ini dikarenakan keluaran dari pengkuantisasi dari SDM akan diperbaharui setiap mendapat picuan dari isyarat clock. Isyarat clock ini merupakan isyarat kotak dengan frekuensi tetap, sehingga setiap proses switching akan terjadi secara sempurna. Selain itu, PDM mempunyai kelebihan lain yaitu PDM mendistribusikan energi dari frekuensi tinggi hasil modulasi, sedangkan pada PWM, energi frekuensi tinggi akan terkonsentrasi pada frekuensi isyarat segitiga beserta frekuensi harmonik-harmoniknya [4]. Pada PDM terjadi proses pendistribusian frekuensi dikarenakan pada SDM terdapat proses pembentukan derau (noise-shaping). SDM akan dijelaskan lebih lanjut pada subbab di bawah ini.
2.1.2. Sigma Delta Modulation (SDM)
Sigma delta modulation (SDM) merupakan metode modulasi yang digunakan dalam modulator penguat kelas D untuk mengubah isyarat audio masukan menjadi 11
isyarat pulse density modulation (PDM). Di dalam SDM terjadi proses pembentukan derau (noise-shaping) di dalamnya untuk menekan derau pada frekuensi pada pita tertentu. SDM secara umum mempunyai diagram kotak seperti pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6. Diagram Kotak SDM. isyarat error antara
dan
adalah isyarat analog masukan,
yang telah ditapis oleh
,
adalah
adalah isyarat
keluaran dari SDM.
SDM terbagi menjadi dua blok bagian utama yaitu loop filter (
) dan
pengkuantisasi (quantizer). SDM akan dijelaskan dengan melakukan pemodelan linear pada bagian pengkuantisasi. Oleh karena itu, sebelumnya penulis akan membahas terlebih dahulu bagian pengkuantisasi dimana hal ini akan dijelaskan menggunakan modulasi kode pulsa (pulse code modulation, PCM) pada subbab 2.1.2.1. Digunakan PCM karena pada PCM terjadi proses pencuplikan dan proses kuantisasi yang mana kesemuanya itu terjadi pada bagian pengkuantisasi pada SDM. Penjelasan mengenai PCM akan dilanjutkan mengenai penjelasan SDM pada subbab 2.1.2.2 dimana penjelasan mengenai SDM akan menggunakan pemodelan linear dari bagian pengkuantisasi yang telah dijelaskan pada bagian PCM.
2.1.2.1.
Pulse Code Modulation (PCM)
Pulse-code modulation (PCM) akan menyampling isyarat masukan pada frekuensi Nyquist kemudian mengkuantisasi isyarat masukan menjadi N-bit keluaran. PCM membutuhkan aras kuantisasi sebesar
. Jarak antara aras kuantisasi ( ) disebut
sebagai quantization step yang dapat dituliskan sebagai berikut, .
(2.1)
Pada Gambar 2.7 dapat dilihat transfer karakteristik untuk 3-bit pengkuantisasi. merupakan keluaran pengkuantisasi dan
12
adalah isyarat masukan.
Pengkuantisasi akan mengkuantisasi isyarat
ke aras terdekat dari aras
pengkuantisasi yang ada. Derau kuantisasi merupakan perbedaan antara masukan dan keluaran hasil pengkuantisasi [9].
Gambar 2.7. Transfer Karakteristik dari 3-bit Pengkuantisasi [9]. Sumbu tegak merupakan keluaran pengkuantisasi dan
adalah masukan pengkuantisasi.
Pengkuantisasi merupakan sistem yang sangat tidak linear, sehingga efek dari proses kuantisasi pada sinyal masukan dan derau yang dihasilkan dari proses kuantisasi sangat sulit untuk diukur secara pasti. Oleh karenanya dilakukan pendekatan secara linear (Gambar 2.8) dengan beberapa asumsi-asumsi antara lain [9], 1. Derau kuantisasi adalah stasioner (proses acak). 2. Derau kuantisasi tidak berkorelasi dengan dirinya sendiri dan dengan isyarat masukan ( ). 3. Probablity-density function dari derau adalah uniform pada rentang derau kuantisasi.
Gambar 2.8. Model Linear dari Proses Kuantisasi [9]. merupakan isyarat keluaran hasil kuantisasi dan
13
merupakan isyarat masukan, adalah derau kuantisasi.
Oleh karenanya, derau dari proses kuantisasi ini merupakan derau putih yang tersebar merata pada berbagai frekuensi hingga frekuensi Nyquist. Gambar 2.9 memperlihatkan contoh keluaran isyarat hasil kuantisasi pada ranah frekuensi.
Gambar 2.9. FFT dari Proses N-bit Kuantisasi dengan Frekuensi Sampling Fs [10].
untuk N-bit kuantisasi dari sinyal sinusoisal dengan amplitudo
dapat
dirumuskan sebagai berikut [9], ...............................................(2.2). Pada proses kuantisasi dapat dilihat untuk kenaikan 1 bit kuantisasi, SNR akan mengalami kenaikan sekitar 6 dB. Untuk mendapatkan
yang lebih tinggi dapat dilakukan dengan
memperbesar frekuensi sampling yang dinamakan sebagai oversampling. Jika frekuensi
Nyquist adalah
, dan isyarat disampling dengan frekuensi
oversampling ratio nya adalah
, maka
. Derau dari proses kuantisasi akan
tersebar pada rentang frekuensi yang lebih lebar, sehingga derau kuantisasi pada fekuensi di bawah frekuensi Nyquist akan berkurang.
yang dihasilkan dapat
dirumuskan sebagai berikut [9], .......................................(2.3). Dapat dilihat untuk setiap melipatduakan frekuensi sampling, sebesar 3dB.
14
akan naik
Gambar 2.10. FFT dari Proses N-bit Kuantisasi dengan Frekuensi Sampling kFs [10].
Gambar 2.10 memperlihatkan contoh keluaran isyarat hasil kuantisasi dengan frekuensi sampling k kali dari frekuensi Nyquist pada ranah frekuensi.
2.1.2.2.
Pemodelan Secara Linear Modulasi Sigma Delta
Modulasi sigma delta (SDM) tersusun dari pengkuantisasi dan tapis
di
depan pengkuantisasi dan keluaran isyarat hasil kuantisasi yang diumpan balik seperti yang terlihat pada Gambar 2.6. Pengkuantisasi pada SDM akan dikendalikan oleh sinyal
error yang telah ditapis (
) oleh tapis
.
Dalam melakukan analisis, pengkuantisasi dimodelkan secara linear dan direpresentasikan seperti pada Gambar 2.11.
Gambar 2.11. Blok Diagram dari SDM Menggunakan Model Linear pada Bagian Pengkuantisasinya.
Pada Gambar 2.11, bagian pengkuantisasi derau kuantisasi dilambangkan dengan
dimodelkan secara linear dengan
. Melalui asumsi yang telah dijelaskan pada
subbab 2.1.2.1 derau bagian kuantisasi merupakan derau putih yang mempunyai 15
komponen frekuensi tersebar merata pada semua frekuensi. Sehingga dalam model linear, keluaran derau kuantisasi
merupakan penjumlahan dari masukan pengkuantisasi dengan .
Dari pemodelan Gambar 2.11, dapat dicari hubungan antara keluaran dengan derau
dan hubungan antara keluaran dengan isyarat masukan
.
Hubungan antara keluaran dengan derau disebut sebagai noise transfer function (
) dicari dengan mengabaikan isyarat masukan
seperti dapat dilihat pada
Gambar 2.12.
Gambar 2.12. Diagram Kotak Noise Transfer Function
NTF(s) ini dapat ditulis sebagai fungsi dari
.
sebagai berikut,
.............................................................(2.4). Sedangkan hubungan antara keluaran dengan isyarat masukan disebut sebagai
signal transfer function (
) dicari dengan mengabaikan derau
seperti dapat
dilihat pada Gambar 2.13.
Gambar 2.13. Diagram Kotak Signal Transfer Function
ini dapat ditulis sebagai fungsi dari
.
sebagai berikut,
.............................................................(2.5).
16
Keluaran dari SDM ini dapat ditulis sebagai berikut, .............................................(2.6).
Dengan melakukan pendekatan linear, dapat dilihat efek dari tapis terhadap isyarat baik masukan, keluaran dan derau. Dapat dilihat bahwa
akan
berperan terhadap pembentukan derau pada keluaran
. Jika diinginkan derau pada
keluaran ditekan pada pita frekuensi audio, maka
harus merupakan tapis lolos
tinggi. Derau pengkuantisasi akan dilemahkan pada pita frekuensi audio dan diloloskan pada frekuensi tinggi. Oleh karena itu, SDM disebut melakukan pembentukan derau (noise shaping). Gambar 2.14 menunjukkan contoh keluaran dari spektrum isyarat keluaran.
Gambar 2.14. Spektrum Isyarat Keluaran Modulator dengan Derau yang Telah Dibentuk pada Frekuensi Tinggi [10].
Pada perancangan SDM, dirancang terlebih dahulu tanggapan diinginkan. Kemudian dari
dapat dicari tapis
yang
dari persamaan (2.4) yang
dapat ditulis sebagai berikut, .....................................................................................(2.7). Jika
dituliskan sebagai .....................................................................................(2.8),
dengan,
adalah numerator dari
dan
. Tapis
dapat dituliskan kembali sebagai berikut, 17
adalah denumerator dari
.....................................................................................(2.9)
Semakin besar orde dari tapis
, modulasi sigma delta akan memberikan
keuntungan pada kenaikan signal-to-noise ratio (
). Hal ini dikarenakan terjadinya
proses noise-shaping dimana derau akan dipindahkan pada pita frekuensi yang jauh lebih tinggi dari pita audio. ideal untuk SDM orde tinggi (k-orde) dapat dirumuskan sebagai berikut [6],
......................................................................(2.10).
Pada SDM untuk tapis
orde 1 (k = 1), dengan melakukan melipatduakan
frekuensi sampling akan terjadi kenaikan SNR sebesar 9 dB. Pada PCM yang tidak melakukan proses noise-shaping melipatduakan frekuensi sampling hanya akan menaikkan SNR sebesar 3 dB.
Gambar 2.15. Noise-Shaping pada SDM untuk Orde 1, 2 dan 3 [11].
Dari Gambar 2.15, dapat dilihat bahwa dengan melakukan penambahan orde dari tapis
, maka dapat dicapai SNR pada pita frekuensi audio yang lebih tinggi.
Namun, SDM dengan orde tinggi (lebih dari dua) mempunyai masalah pada kestabilannya, yaitu sangat tidak stabil.
18
Permasalahan ini tidak dapat dijelaskan dengan model linear karena adanya umpan balik dari pengkuantisasi yang bersifat sangat tidak linear. Hingga saat ini belum ada yang dapat memecahkan persoalan ketidakstabilan dari SDM orde tinggi [12].
2.1.3. Noise-Shaping Coding [13 13]]
Sigma Delta Modulation (SDM) kemudian dikembangkan menjadi noiseshaping coding seperti yang telah dikerjakan pada [13] untuk mengatasi masalah ketidakstabilan orde tinggi pada SDM. Blok diagram noise-shaping coding dapat dilihat pada Gambar 2.16.
Gambar 2.16. Diagram Kotak Noise-Shaping Coding [13].
Gambar 2.15 menunjukkan diagram kotak dari teknik penyandian noise-shaping dimana
adalah isyarat audio analog masukan,
dari tapis
. Isyarat
tapis
. Keluaran dari
merupakan keluaran
merupakan isyarat error antara masukan r(t) dan keluaran
y(t) yang telah ditapis oleh tapis Sedangkan isyarat
dan
. akan dijelaskan lebih lanjut pada penjelasan mengenai
akan bergantung dari isyarat
dan
sesuai dengan
aturan kuantisasi yang telah ditentukan. Dari aturan kuantisasi yang telah ditentukan dan persamaan untuk isyarat
akan dijabarkan kemudian bahwa isyarat
sebagai
masukan ke bagian pengkuantisasi akan terbatas nilainya, sehingga penyandi noise-
shaping coding yang dibuat stabil. Tapis
untuk noise-shaping coding digambarkan lebih jelas pada Gambar
2.17.
19
Gambar 2.17. Tapis
Tapis keluaran (
pada Noise-Shaping Coding.
ini merupakan tapis dengan dua masukan ( dan
). Oleh karenanya tapis
dan
) dan dua
ini ditulis dalam bentuk state-
variable karena bentuk state variable dapat memperlihatkan hubungan dari suatu sistem yang memiliki banyak input dan banyak output. Tapis
dalam state-variable ditulis sebagai berikut [14],
G:
................................................................(2.11)
dengan •
= state vector (n × 1) untuk sistem orde n,
•
= matriks sistem (n × n),
•
= matriks masukan (n × 1),
•
= matriks keluaran (1 × n).
Untuk menyederhanakan perhitungan, semua sinyal ternormalisasi terhadap tegangan catu daya ±1. Jika kuantisasi yang dipakai adalah kuantisasi seragam, kuantisasi ternormalisasi untuk N-bit coding adalah,
dimana
adalah quantization step
.
Untuk 1 bit kuantisasi atau dua aras kuantisasi, maka aras kuantisasi nya ( ) adalah
, sedangkan untuk tiga aras kuantisasi,
.
Perbedaan antara noise-shaping coding dengan SDM terletak pada loop filter . Pada tapis G(s) ditambahkan satu buah keluaran
yang memenuhi persamaan,
...................................................................................(2.12).
20
Isyarat
ini menjamin kestabilan dari penyandi noise-shaping yang dibuat
[14]. Bagian pengkuantisasi akan melakukan kuantisasi dengan syarat kuantisasi adalah isyarat
ke aras terdekat dengan aras kuantisasi yang ada ( ), bergantung pada
isyarat
. Sebagai contoh jika
, dengan
adalah bilangan bulat, maka keluaran kuantisasi dari sinyal
adalah :
Dengan adanya isyarat
yang mengendalikan pengkuantisasi menyebabkan
terbatasnya amplitudo isyarat
[14]. Sebuah modulator dikatakan stabil jika
masukan ke pengkuantisasi terbatas atau dapat dikatakan error sinyal dibatasi [15]. Oleh karenanya, noise-shaping coding menjamin kestabilan dari coder atau modulator. Keterbatasan dari isyarat error yang telah ditapis oleh tapis
dapat dilihat
dari persamaan-persamaan sebagai berikut, ........................................................................(2.13.a) ...........................................................(2.13.b) oleh karena sesuai dengan persamaan (2.12) bahwa
maka .............................................................................(2.14). Bagian pengkuantisasi akan mengkuantisasi sinyal
ke aras terdekat dengan
aras kuantisasi yang ada bergantung pada sinyal e, sehingga akan didapatkan, .....................................................................................(2.15) sehingga, ................................................................(2.16). Dengan melakukan proses integrasi maka akan didapatkan
sebagai berikut,
..........................................................(2.17.a) .......................................................................................(2.17.b), dimana
adalah periode dari frekuensi sampling. Dapat dilihat bahwa error yang telah
ditapis akan terbatas pada nilai
sehingga modulator dapat dikatakan stabil.
Ada dua syarat yang harus dipenuhi agar modulator stabil, yang pertama adalah isyarat
tidak boleh overload atau tidak melebihi dari tegangan catu daya yang
21
digunakan. Syarat yang kedua adalah zero dari tapis
harus ada di sebelah kiri
sumbu imajiner [13].
2.2.
Tingkat Daya dengan MOSFET Pada tugas akhir ini MOSFET dipakai sebagai komponen aktif yang dipakai
pada bagian tingkat daya untuk menguatkan isyarat pulsa keluaran modulator. Pada subbab ini akan dijelaskan mengenai konsep dari MOSFET serta konfigurasi full-bridge dengan MOSFET yang dipakai dalam perancangan sebagai bagian penguat akhir dari penguat audio kelas D yang dirancang.
2.2.1. Konsep MOSFET MOSFET mempunyai impedans masukan yang sangat tinggi dan menyerap daya searah yang sedikit sekali. Hal ini yang menyebabkan MOSFET sangat efisien dalam rangkaian berdayamikro, baik digital maupun analog [16]. Tidak seperti transistor sambungan dua kutub (bipolar junction transistor, BJT), MOSFET tidak membutuhkan pengendali arus yang besar. Demikian pula, MOSFET mempunyai kecepatan operasi yang tinggi dibandingkan dengan BJT, sehingga MOSFET cocok digunakan dalam aplikasi pensaklaran (switching) dengan frekuensi yang cukup tinggi [8]. Terdapat dua jenis MOSFET yaitu MOSFET tipe pengosongan dan MOSFET tipe peningkatan. Kedua jenis MOSFET ini mempunyai operasi kerja yang berbeda. Pada pembahasan selanjutnya akan dibahas mengenai MOSFET tipe peningkatan yang dipakai penulis dalam perancangan tugas akhir. MOSFET akan bekerja jika tegangan gerbang ( dengan tegangan ambang
. Besarnya
) lebih besar atau sama
suatu MOSFET biasanya berkisar antara 1
sampai 3 V. Karakteristik ideal dari
−
suatu MOSFET saluran-n tipe peningkatan dapat
dilihat seperti pada Gambar 2.18.
22
−
Gambar 2.18. Karakteristik Ideal
MOSFET Saluran-n Tipe Peningkatan [16].
Dari Gambar 2.13 dapat dilihat ada dua buah daerah kerja MOSFET yaitu daerah trioda dan daerah pinch-off (aktif). Daerah aktif terjadi ketika MOSFET memenuhi kondisi bergantung pada besarnya
. Pada daerah aktif ini besarnya meskipun tegangan penguras-sumber (
akan konstan ) dinaikkan.
Sedangkan daerah trioda akan terjadi ketika MOSFET berada pada kondisi . Pada daerah trioda,
akan bernilai sangat kecil dan menyebabkan
akan bernilai maksimum bergantung pada besarnya
. Saat kondisi trioda ini,
terdapat hambatan searah antara penguras dan sumber yang dinyatakan sebagai parameter
.
Ketika MOSFET akan dioperasikan sebagai saklar, MOSFET akan bekerja dalam dua kondisi. Yang pertama adalah MOSFET akan bekerja dalam kondisi cut-off atau mati (MOSFET OFF). Pada kondisi cut-off, MOSFET tidak bekerja, hal ini terjadi ketika
. Arus penguras (
) akan bernilai 0 dan
Hal ini ditunjukkan untuk pada Gambar 2.17 untuk
akan bernilai maksimum. . Yang kedua adalah
MOSFET bekerja pada daerah triode, dimana besarnya arus pernguras maksimal dan bernilai mendekati 0
(MOSFET ON). Pada saat kondisi ini terjadi disipasi daya
pada MOSFET yang akan terbuang menjadi panas. Besarnya disipasi daya dari MOSFET akan bergantung pada parameter
dari MOSFET. 23
2.2.2. MOSFET Konfigurasi Jembatan Penuh (Full Bridge) Sebagai penguat bagian akhir, MOSFET dapat diwujudkan dalam dua konfigurasi yaitu half bridge dan full bridge. Perbedaan konfigurasi half bridge dan full
bridge dapat dilihat pada Gambar 2.19.
(a)
(b)
Gambar 2.19. (a). Konfigurasi Half Bridge. (b). Konfigurasi Full Bridge.
Konfigurasi full bridge mempunyai kelebihan dibandingkan dengan half bridge antara lain, konfigurasi full bridge tidak mempunyai DC offset seperti pada konfigurasi
half bridge, konfigurasi full bridge tidak mengalami terjadinya bus pumping effect seperti pada half bridge dimana catu daya mengalami pemompaan balik dari penggeser aras, sehingga menghasilkan fluktuasi pada tegangan bus [8]. Selain itu, daya keluaran yang dihasilkan pada konfigurasi full bridge dua kali lebih besar dari daya yang dihasilkan half bridge dengan tegangan catu daya yang sama. Pada konfigurasi full bridge, tiga aras keluaran pada penguat dapat diimplementasikan karena pada beban dapat terjadi tiga kondisi keluaran seperti dapat dilihat pada Gambar 2.20, sedangkan pada half bridge, hanya dua aras keluaran saja yang dapat diimplementasikan.
24
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 2.20. (a) dan (b). Kondisi MOSFET pada Full Bridge MOSFET ketika Ada Aliran Arus pada Penyuara. (c) dan (d). Tidak ada aliran arus pada penyuara.
Pada Gambar 2.20 (a) dan (b) ada arus yang melewati penyuara, namun berbeda polaritasnya pada penyuara, sedangkan untuk Gambar 2.20 (c) dan (d) tidak ada beda potensial di antara penyuara atau potensial di kedua ujung penyuara sama besarnya sehingga menyebabkan tidak adanya arus yang melewati penyuara. Tabel 2.1 memperlihatkan kondisi yang dapat terjadi pada keluaran dari full bridge mengacu pada Gambar 2.20, beserta kondisi tiap MOSFET (M1, M2, M3, M4), diasumsikan tegangan catu daya Vcc = ‘1’.
Tabel 2.1. Kondisi Tiap MOSFET pada Konfigurasi Full Bridge dan Keluarannya. Keluaran
MOSFET M1
M2
M3
M4
(OUT+) − (OUT-)
on
off
off
on
‘1’
off
on
on
off
‘-1’
on
off
on
off
‘0’
off
on
off
on
‘0’
25