BAB II DASAR TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Profil Kota Surakarta Kota Surakarta terletak di daratan rendah di ketinggian 105 m dpl dan pada pusat kota 95 m dpl, dengan luas 44,1 km2 (0,14% luas Provinsi Jawa Tengah). Kota Surakarta terletak diantara 110°45’ 15” – 110° 45’ 35” BT dan 7° 36’ 00” – 7° 56’ 00” LS. Surakarta berada sekitar 65 km timur laut Yogyakarta dan 100 km tenggara Semarang. Secara administratif, Kota Surakarta berbatasan dengan: a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar dan Boyolali, b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar, c. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo, dan d. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo. Kota Surakarta berada pada cekungan di antara dua gunung, yaitu Gunung Lawu di bagian timur dan Gunung Merapi di bagian baratserta dibatasi oleh Sungai Bengawan Solo di bagian selatan. Tanah di Solo bersifat pasir dengan komposisi mineral muda yang tinggi sebagai akibat aktivitas vulkanik Gunung Merapi dan Gunung Lawu. Komposisi tanah ini ditambah dengan ketersediaan air yang cukup menyebabkan dataran rendah ini baik untuk budidaya tanaman, namun demikian sejak 20 tahun terakhir industri maufaktur dan pariwisata berkembang pesat sehingga banyak terjadi perubahan peruntukan lahan untuk kegiatan industri dan perumahan penduduk. Kota Surakarta terdiri dari 5 (lima)
6
7
wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Laweyan, Serengan, Pasar Kliwon, Jebres dan Banjarsari (Pemerintah Kota Surakarta, 2014).
Gambar 1. Peta Kota Surakarta (BPS dan BAPPEDA Kota Surakarta, 2010) Jalan Slamet Riyadi merupakan jalan utama di Kota Surakarta. Ruas jalan tersebut terbentang kearah barat – timur di tengah Kota Surakarta yang lalulintasnya sangat padat karena jalan tersebut merupakan akses masuk dan keluar Kota Surakarta (Suwardi, 2005). Jalan Slamet Riyadi pada zaman Belanda bernama Jalan Purwosari atau Poerwasariweg. Selain digunakan sebagai lokasi acara – acara besar Kota Surakarta, pusat bisnis Kota Surakarta pun terletak di sepanjang Jalan Slamet Riyadi seperti bank, hotel, pusat perbelanjaan, restoran internasional, hingga tujuan wisata dan hiburan (Suwardi, 2005).
8
2. Pencemaran Udara a.
Pengertian Pencemaran Udara Pemanasan global merupakan salah satu dampak yang ditimbulkan dari
meningkatnya aktivitas gas – gas rumah kaca. Akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini, maka sebagian panas yang seharusnya terpantul ke atmosfer menjadi terperangkap di bumi. Proses ini terjadi berulang – ulang dan mengakibatkan suhu rata – rata bumi terus meningkat (Abdullah dan Khairudin, 2009). Pencemaran atau polusi adalah suatu kondisi yang telah berubah dari bentuk asal pada keadaan yang lebih buruk. Pergeseran bentuk tatanan dari kondisi asal pada kondisi yang buruk ini dapat terjadi sebagai akibat masukan dari bahan – bahan pencemar atau polutan. Bahan polutan tersebut pada umumnya mempunyai sifat racun (toksik) yang berbahaya bagi organisme hidup (Soedomo, 1991). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara dikatakan bahwa : 1.
Udara sebagai sumber daya alam yang mempengaruhi kehidupan manusia serta mahluk hidup lainnya harus dijaga dan dipelihara kelestarian fungsinya untuk pemeliharaan kesehatan dan kesejahteraan manusia serta perlindungan bagi mahluk hidup lainnya.
2.
Agar udara dapat bermanfaat sebesar – besarnya bagi pelestarian lingkungan hidup, maka perlu dipelihara, dijaga dan dijamin mutunya melalui pengendalian pencemaran udara.
9
Menurut Purwasih, dkk. (2013), salah satu sumber sekaligus penyebab terjadinya perubahan iklim global adalah besarnya emisi yang dihasilkan oleh berbagai sumber terutama yang menggunakan bahan bakar fosil. dengan
pernyataan
tersebut,
sektor
transportasi
memang
Senada
merupakan
penyumbang utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Udara di jalan tidak pernah ditemukan bersih tanpa polutan sama sekali. Beberapa gas seperti sulfur dioksida (SO2), hydrogen sulfida (H2S), dan karbon monoksida (CO) selalu dibebaskan ke udara sebagai produk sampingan dari proses – proses alami seperti aktivitas vulkanik, pembusukan sampah tanaman, kebakaran hutan dan sebagainya. Selain itu partikel – partikel padatan atau cairan berukuran kecil dapat tersebar di udara oleh angin, letusan vulkanik atau gangguan alam lainnya. Selain disebabkan oleh polutan alami tersebut, polusi udara juga dapat disebabkan oleh aktivitas manusia (Fardiaz, 1992). Fardiaz (1992) membedakan polutan udara menjadi polutan primer dan polutan sekunder. 1. Polutan primer Yaitu polutan yang mencakup 90% dari jumlah polutan udara seluruhnya, dapat dibedakan menjadi lima kelompok sebagai berikut : a. Karbon monoksida (CO) b. Nitrogen oksida (NOX) c. Hidrokarbon (HO) d. Sulfur dioksida (SO2) e. Partikel
10
Sumber polusi yang utama berasal dari transportasi, dimana hampir 60% dari polutan yang dihasilkan terdiri dari karbon monoksida dan sekitar 15% terdiri dari hidrokarbon. Sumber – sumber polusi lainnya misalnya pembakaran, proses industri, pembuangan limbah, dan lain – lain. Polutan yang utama adalah karbon monoksida yang mencapai hampir setengahnya dari seluruh polutan yang ada. 2. Polutan sekunder Merupakan semua bahan pencemar di udara yang sudah berubah karena hasil reaksi tertentu atara dua atau lebih kontaminan/polutan. Umumnya pencemaran sekunder itu merupakan hasil antara pencemaran primer dengan kontaminan/polutan lain yang ada di udara. Reaksi yang dapat menimbulkan pencemaran sekunder antara lain adalah reaksi fotokimia contohnya pembentukan ozon yang terjadi antara hidrokarbon dan NOX melalui pengaruh sinar ultraviolet dari sinar matahari. Sebaliknya, pencemaran sekunder yang terjadi melalui reaksi – reaksi oksida katalis diwakili oleh pencemar – pencemar berbentuk oksida gas yang terjadi di udara karena adanya partikel – partikel logam di udara sebagai katalisator. b. Pencemaran Oleh Karbon Monoksida (CO) Sifat alami udara mengakibatkan dampak pencemaran udara dapat bersifat lokal, regional, maupun global. Sumber pencemaran udara ditinjau dari pergerakannya terdiri dari sumber tak bergerak (stationer) dan sumber bergerak. Sumber pencemaran yang termasuk dalam sumber tak bergerak
11
antara lain industri, pemukiman, dan pembangkit tenaga listrik. Sumber pencemaran bergerak terutama yang berasal dari transportasi atau kendaraan yang merupakan sumber pencemaran gas CO, Pb, dan HC (Sastrawijaya, 1991). Sumber gas CO berasal dari sumber alami dan sumber antropogin. Sumber antropogin gas CO seluruhnya berasal dari pembakaran bahan organik. Pembakaran bahan organik ini dimaksudkan untuk mendapat energi kalor yang kemudian digunakan untuk berbagai keperluan, antara lain: transportasi, pembakaran batu bara, dan lain – lain (Kusminingrum, 2008a). Menurut Suhardjana (1990) dalam Kusminingrum (2008a), sumber antropogin gas CO di udara yang terbesar disumbangkan oleh kegiatan trasnportasi yaitu kendaraan bermotor berbahan bakar bensin, sebesar 65,1%. Reaksi oksidasi bensin adalah sebagai berikut: Tahap I
: 2 CnH(2n+2) + (2n+1) O2 2n CO + 2(n+1) H2O
Tahap II
: 2 CO + O2 2 CO2
Pada mesin kendaraan bermotor, bensin yang teroksidasi dengan sempurna akan menghasilkan H2O dan CO2e. Namun apabila jumlah O2 dari udara tidak cukup atau tidak tercampur dengan baik dengan bensin, maka pada pembakaran ini akan selalu membentukgas CO yang tidak teroksidasi (Kusminingrum, 2008). Gas CO sering disebut silent killer karena sifat CO yang berupa gas yang tidak berbau dan tidak berwarna serta sangat toksik. Menurut Maryanto (2009), daya ikat CO terhadap Hb darah sangat besar yaitu 240 kali dibandingan
12
dengan daya ikat CO terhadap O2, hal ini menyebabkan efeknya terhadap kesehatan sangat membahayakan. Apabila gas CO darah (HbCO) cukup tinggi, maka akan mulai terjadi gejala antara lain pusing kepala (HbCO 10%), mual dan sesak nafas (HbCO 20%), gangguan pengelihatan dan konsentrasi menurun (HbCO 30%) tidak sadar, koma (HbCO 40 – 50%) dan apabila berlanjut akan dapat menyebabkan kematian. Pada paparan menahun akan menunjukkan gejala gangguan syaraf, infrank otak, infrank jantung dan kematian bayi dalam kandungan. Gas CO yang tinggi di dalam darah dapat berasal dari rokok dan asap kendaraan bermotor. Menurut Crosby (1998) adanya gas CO dalam darah memberikan berbagai pengaruh atau gangguan yang sesuai dengan tingkat konsentrasinya, seperti pada tabel berikut. Tabel 1. Pengaruh Kenaikan Konsentrasi CO Dalam Darah. Konsentrasi CO (ppm) 10 100 250 750 1000
3.
Persen konversi O2Hb COHb 2 15 32 60 66
Pengaruh terhadap manusia Gangguan perasa, penglihatan Sakit kepala, pusing, lelah Kehilangan kesadaran Setelah beberapa jam mati Cepat mati
Ruang Terbuka Hijau (RTH) a.
Pengertian RTH Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 5 Tahun 2008 tentang
Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan, RTH merupakan area memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik tanaman yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. RTH
13
dinyatakan sebagai ruang – ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk membulat maupun dalam bentuk memanjang atau jalur dimana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan (Dahlan, 1992). Ruang Terbuka Hijau setiap kota harus mencapai 30% (UU No. 26 Tahun 2007). Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2007 tentang penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (RTHKP), menyatakan bahwa : 1. Ruang terbuka adalah ruang – ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk area memanjang/jalur dimana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan. 2. Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan yang disingkat RTHKP adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika. 3. Kawasan Perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. 4. Penataan
RTHKP
adalah
proses
perencanaan,
pemanfaatan
dan
pengendalian RTHKP. Menurut Badan Lingkungan Hidup Kota Surakarta (2012), RTH Kota memiliki 2 (dua) jenis yaitu yang pertama jenis hub/core/area yang merupakan taman (lingkungan-kota), pemakaman, lapangan olahraga, kebun raya, kebun
14
binatang, hutan kota/lindung/mangrove, situ/danau/telaga/waduk. Dan jenis kedua adalah jenis link/corridor/jalur hijau yang termasuk didalamnya jalan, sempadan sungai/kali, bantaran rel kereta api, jalur sutet/pipa gas. Ruang terbuka adalah ruang yang bisa diakses oleh masyrakat baik secara langsung dalam kurun waktu terbatas maupun secara tidak langsung dalam kurun waktu tidak tentu. Ruang terbuka hijau dapat berbentuk jalan, trotoar, ruang terbuka hijau seperti taman kota, hutan dan sebagainya (Hakim dan Utomo, 2004). Menurut Irwan (2005), Ruang Terbuka Hijau di wilayah perkotaan merupakan bagian dari pentaan ruang kota yang berfungsi sebagai kawasan hijau pertanaman, hutan kota, rekreasi, olahraga, pertanaman, pertanian, pekarangan/halaman, green belt dan lainnya. Ruang Terbuka Hijau kota adalh bagian dari ruang – ruang terbuka (open space) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tanaman dan vegetasi guna mendukung manfaat langsung atau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan tersebut (Departemen Pekerjaan Umum, 2008). b. Tujuan, Fungsi dan Manfaat RTH dan RTHKP Tujuan penyelenggaraan hutan kota adalah untuk kelestarian dan keseimbangan ekosistem perkotaan yang meliputi unsur lingkungan, sosial dan budaya (Purwasih dkk., 2013). Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2007 tujuan penataan RTHKP adalah : 1. Menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan perkotaan
15
2. Mewujudkan keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan di perkotaan dan 3. Meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan yang sehat, indah, bersih dan nyaman. Fungsi RTHKP adalah : 1. Pengamanan keberadaan kawasan lingkungan perkotaan 2. Pengendali pencemaran dan kerusakan tanah, air dan udara 3. Tempat perlindungan plasma nutfah dan keanekaragaman hayati 4. Pengendali tata air dan 5. Sarana estetika kota. Manfaat RTHKP adalah : 1. Sarana untuk mencerminkan identitas daerah 2. Sarana penelitian, pendidikan dan penyuluhan 3. Sarana rekreasi aktif dan pasif serta interaksi sosial 4. Meningkatkan nilai ekonomi lahan perkotaan 5. Menumbuhkan rasa bangga dan meningkatkan prestise daerah 6. Sarana aktifitas sosial bagi anak – anak, remaja, dewasa dan manula 7. Sarana ruang evakuasi untuk keadaan darurat 8. Memperbaiki iklim mikro dan 9. Meningkatkan cadangan oksigen di perkotaan. Manfaat dari Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah sebagai berikut : 1. Memberikan kesegaran, kenyamanan dan keindahan lingkungan. 2. Memberikan lingkungan yang bersih dan sehat.
16
3. Memberikan hasil produksi yang berupa kayu, daun, bungan, dan buah serta biji atau hasil lainnya. (Fandeli dkk., 2004) Menurut Irwan (2005), manfaat RTH sangat bergantung pada komposisi dan keanekaragaman jenis dari komunitas vegetasi yang menyusunnya dan tujuan perancangannya. Secara garis besar fungsi RTH dapat dikelompokan menjadi tiga fungsi berikut : 1. Fungsi Lansekap, meliputi fungsi fisik, dimana vegetasi sebagai unsur struktural berfungsi untuk perlindungan terhadap kondisi alami sekitarnya seperti angin, sinar matahari, pemandangan yang kurang bagus dan terhadap bau. Meliputi fungsi sosial, penataan vegetasi dalam hutan kota yang baik akan memberikan tempat interaksi sosial yang sangat produktif. Di dalam hutan kota orang seperti penyair atau seniman yang dapat merenung dan menghayati sehingga dapat menjadi sumber inspirasi dan ilham. Hutan kota dengan aneka vegetasinya mengandung nilai – nilai ilmiah yang dapat menjadi laboratorium hidup untuk sarana pendidikan dan penelitian. 2. Fungsi Pelestarian Lingkungan, antara lain : a.
Menyegarkan udara atau sebgai “paru – paru” kota, dengan mengambil CO2 dalam proses fotosintesis dan menghasilkan O2 yang sangat diperlukan bagi mahluk hidup untuk pernafasan.
b.
Menurunkan suhu kota dan meningkatkan kelembapan.
17
c.
Sebagai ruang hidup satwa. Vegetasi atau tumbuhan selain sebagai produsen pertama dalam ekosistem juga dapat menciptakan ruang hidup (habitat) bagi mahluk hidup lainnya.
d.
Sebagai penyanggah dan perlindungan permukaan tanah dari air hujan dan angin untuk penyediaan air tanah dan pencegah erosi.
e.
Pengendalian dan mengurangi polusi udara dan limbah.
f.
Peredam kebisingan.
g.
Tempat pelestarian plasma nutfah dan bioindikator dari timbulnya masalah seperti hutan asam, karena tumbuhan tertentu akan memberikan reaksi tertentu terhadap perubahan lingkungan yang terjadi di sekitarnya.
h.
Menyuburkan tanah.
3. Fungsi Estetika, erat kaitannya dengan rekreasi. Ukuran, bentuk, warna dan tekstur tanaman serta unsur komposisi dan hubungannya dengan lingkungan sekitar merupakan faktor yang mempengaruhi kualitas estetika. Kualitas visual vegetasi sangat penting karena tanggapan seseroang meruapakan reaksi dari suatu penampakan. Hutan, selain memberikan hasil utama dan sebagai sumber air juga merupakan sarana untuk berekreasi. c.
Klasifikasi dan Jenis RTH Menurut Departemen Pekerjaan Umum (2008), berdasarkan bobot
kealamiannya maka bentuk RTH dapat diklasifikasikan menjadi (a) bentuk RTH alami (habitat liar/alami, kawasan lindung) dan (b) bentuk RTH non alami atau RTH binaan (pertanian kota, pertamanan kota, lapangan olahraga,
18
pemakaman, berdasarkan sifat dan karakter ekologisnya diklasifikasi menjadi (a) bentuk RTH kawasan (areal, non linear) dan (b) bentuk RTH jalur (koridor, linear),
berdasarkan
pengguaan
lahan
atau
kawasan
fungsionalnya
diklasifikasikan menjadi (a) RTH kawasan perdagangan, (b) RTH kawsaan perindustrian, (c) RTH kawasan – kawasan pemukiman, (d) RTH kawasan pertanian, dan (e) RTH kawasan – kawasan khusus, seperti pemakaman, hankam, olaharaga, alamiah. Status kepemilikan RTH diklasifikasikan menjadi (a) RTH publik, yaitu RTH yang berlokasi pada lahan – lahan publik atau lahan yang dimiliki oleh pemerintah (pusat, daerah), dan (b) RTH privat atau non publik, yaitu RTH yang berlokasi pada lahan – lahan milik privat (Departemen Pekerjaan Umum, 2008). 4.
RTH Jalur Hijau Jalan Berdasarkan Undang – Undang Republik Indonesia nomor 26 tahun 2007,
RTH atau ruang hijau didefinisikan sebagai area memanjang, jalur, dan atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, dan merupakan tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alami maupun secara sengaja ditanam. Green belt area atau jalur hijau jalan merupakan RTH yang berfungsi sebagai daerah penyangga dan untuk membatasi perkembangan suatu penggunaan lahan (batas kota pemisah kawasan atau lain – lain) atau membatasi aktivitas satu dengan yang lain agar tidak saling mengganggu, serta pengamanan dari faktor lingkungan sekitarnya (Departemen Pekerjaan Umum, 2008).
19
Jalan perlu dilengkapi dengan tanaman peneduh/perindang jalan agar lingkungan jalan menjadi teduh dan nyaman. Tanaman dengan massa daun yang lebar dan padat juga dapat menyerap polusi udara dari kendaraan bermotor dan juga dapat bertindak sebagai peredam kebisingan. Pemakai jalan yang teduh tidak silau, sejuk dan dengan bunga yang beraneka ragam dapat memberika efek fisiologis yang menyehatkan dan menyegarkan serta efek psikologis yang menyenangkan (Dahlan, 2004). Beberapa fungsi jalur hijau jalan yaitu sebagai penyegar udara, peredam kebisingan, mengurangi pencemaran polusi kendaraan, perlindungan bagi pejalan kaki dari hujan dan sengatan matahari, pembetnuk citra kota, dan mengurangi peningkatan suhu udara. Akar pepohonan juga dapat menyerap air hujan sebagai cadangan air tan dan dapat menetralisir limbah yang dihasilkan dari aktivitas perkotaan (Departemen Pekerjaan Umum, 2008). Selain fungsi tersebut, manfaat dari adanya tajuk vegetasi di green belt area adalah menjadikan udara yang lebih bersih dan sehat, jika dibandingkan dengan kondisi udara pada kondisi udara pada kondisi tanpa tajuk dari hutan kota. Disinilah peranan green belt area untuk kesehatan masyarakat perkotaan, khususnya untuk atau sebagai pengendali pencemaran atau polusi udara. Selain kesehatan masyarakat juga berhak dan memerlukan kehidupan sosial yang baik yang dapat terpenuhi dengan adanya green belt area yang berfungsi sebagai tempat rekreasi bagi masyarakat perkotaan (Basri, 2009).
20
Menurut Departemen Pekerjaan Umum (1996), ada beberapa fungsi dan persyaratan tanaman yang ditanam pada jalur hijau supaya dapat meningkatkan fungsi pengaman : 1. Peneduh, pohon tinggi sedang <15 m, tajuk bersinggungan, massa daun padat dan rimbun, percabangan 5 m di atas tanah, ditanam secara kontinyu, bentuk tajuk dome, spreading dan irregular. Contohnya tanaman Kere Payung, Angsana, dan Tanjung. 2. Kontrol pandangan, tanaman tinggi, perdu, semak, bermassa daun padat, ditanam berbaris atau membentuk massa dan jarak tanam rapat. Contohnya tanaman Bambu, Cemara, dan Kembang Sepatu. 3. Kontrol kesilauan, tanaman perdu/semak, ditanam rapat ketinggian 1,5 m dan bermassa daun padat. Contohnya tanaman Bugenvil dan Kembang Sepatu. 4. Pengarah, tanaman perdu atau pohon ketinggian > 2 m, ditanam secara massal atau berbaris, jarak tanam rapat, untuk tanaman perdu/semak digunakan tanaman yang memiliki warna daun hijau muda agar dapat dilihat pada malam hari. Contohnya tanaman Mahoni, Cemara, Kembang Merak. 5. Peredam kecelakaan, tanaman perdu/semak, tinggi 1,5 m, batang dan cabang lentur, percabangan rapat dan tajuk tidak menghalangi pengguna jalan atau rambu lalu lintas. Kemampuan tanaman dalam berfotosintesis sangat dibutuhkan mahluk hidup sebagai sumber oksigen (O2). Selain mahluk hidup, oksigen digunakan oleh
21
CO untuk berekasi membentuk CO2 yang nantinya akan diserap oleh tanaman untuk melakukan fotosintesis kembali. Menurut Kusminingrum (2008a),secara umum proses fotosintesis adalah pengikatan gas karbon-dioksida (CO2) dari udara dan molekul air (H2O) dari tanah dengan bantuan energi foton cahaya tampak, akan membentuk gula hektosa (C6H12O6) dan gas oksigen (O2) seperti reaksi berikut: 6 CO2 + 6 H2O + 48 hv C6H12O6 + 6 O2 Reaksi tersebut terurai menjadi 3 proses utama : pertama pembentukan O2 bebas, kedua reaksi NADP, dan ketiga perubahan CO2 menjadi C6H12O6.
B. Kerangka Pemikiran Setiap tahun jumlah penduduk bertambah dengan pesat, hal tersebut sejalan dengan bertambahnya unit kendaraan bermotor yang ada di Kota Surakarta. Salah satu jalan raya utama di Kota Surakarta yang setiap hari selalu ramai dilewati oleh kendaraan bermotor adalah Jalan Slamet Riyadi. Jalan Slamet Riyadi memanjang lurus dari Bundaran Gladag di sebelah timur sampai dengan perbatasan Kota Surakarta dengan Kabupaten Sukoharjo di sebelah barat. Meningkatnya volume kendaraan yang melewati Jalan Slamet Riyadi, maka secara langsung akan menambah tingkat polusi udara di daerah tersebut. Salah satu gas pencemar udara yaitu gas CO yang dihasilkan dari pembakaran bensin yang tidak sempurna, yang nantinya akan berdampak pada kesehatan masyarakat disekitarnya.
22
Mengacu pada UU No. 26 Tahun 2007 mengenai Penataan Ruang, Pemerintah Kota Surakarta melaksanakan P2KH yang dimulai pada tahun 2012 dengan tujuan memperbaiki kualitas lingkungan kota dan menjadikan Kota Surakarta menjadi “Solo Eco Cultural City”. Pembenahan RTH kota yang ada diharapkan akan membantu mengurangi pencemaran udara yang ada di Kota Surakarta. Namun sampai saat ini belum diketahui jalur hijau jalan yang berada di sepanjang Jalan Slamet Riyadi mampu mengurangi pencemaran yang ada di daerah tersebut, terutama pengurangan kadar gas CO yang dihasilkan oleh sektor transportasi. Oleh sebab itu, penelitian mengenai estimasi kemampuan tanaman jalur hijau jalan dalam mengurangi kadar CO yang dikeluarkan oleh sektor transportasi di Jl. Slamet Riyadi Kota Surakarta yang nantinya diharapkan dapat memberikan informasi, evaluasi, serta saran bagi pemerintah melalui BLH Kota Surakarta mengenai P2KH terutama jalur hijau jalan. Skema kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini.
23
Padatnya lalu lintas di sepanjang Jl. Slamet Riyadi yang disebabkan oleh jumlah kendaraan bermotor meningkat tiap tahun
Meningkatnya jumlah kadar gas polusi udara oleh kendaraan bermotor
Salah satunya adalah gas CO yang memiliki efek tidak baik bagi kesehatan manusia, yaitu dapat mengganggu sistem kardiovaskuler
Perlu adanya jalur hijau yang berfungsi sebagai penyeimbang kadar CO di udara
Apakah tanaman jalur hijau di sepanjang Jl. Slamet Riyadi sudah dapat menyeimbangkan kadar gas CO terutama yang dihasilkan oleh sektor transportasi?
Kemampuan tanaman jalur hijau dalam mengurangi kadar CO sektor transportasi di Jl. Slamet Riyadi
Gambar 2. Skema kerangka pemikiran penelitian.