2.1
BAB II DASAR TEORI
Sensor dan Transduser Transduser adalah alat yang mengubah energi dari suatu bentuk ke bentuk yang
lainnya. Transduser dibagi menjadi dua (Petruzella, 1996) yakni transduser input dan
transduser output. Transduser input-listrik mengubah energi non-listrik menjadi energi listrik seperti mikropon dan transduser output-listrik mengubah energi listrik menjadi
energi non-listrik seperti speaker. Sensor adalah alat atau komponen elektronika yang digunakan untuk mendeteksi dan sering berfungsi untuk mengukur magnitude sesuatu. Sensor adalah jenis transduser yang
digunakan untuk mengubah variasi mekanis, magnetis, panas, cahaya, dan kimia menjadi arus listrik (Petruzella, 1996). Secara garis besar sensor dibagi menjadi dua jenis yaitu : 1. Sensor Fisika yaitu sensor yang mendeteksi suatu besaran berdasarkan hukumhukum fisika misalnya sensor cahaya, sensor suhu, sensor suara, sensor tekan, sensor percepatan, dll. 2. Sensor Kimia yaitu sensor yang mendeteksi jumlah suatu zat kimia dengan cara mengubah besaran kimia menjadi besaran listrik dan biasanya melibatkan beberapa reaksi kimia seperti sensor PH, sensor gas, sensor ledakan, sensor oksigen, sensor gas buang kendaraan, dll. 2.1.1 Sensor Infra Merah Sensor infra merah merupakan sensor yang termasuk kedalam jenis sensor fotolistrik. Sensor infra merah pada dasarnya menggunakan infra merah sebagai media untuk komunikasi data antara receiver dan transmitter. Sistem akan bekerja dengan dua cara yakni sinar infra merah yang dipancarkan dapat diterima secara langsung oleh penerima infra merah atau sinar infra merah terhalang oleh suatu benda sehingga penerima tidak dapat mendeteksi sinar infra merah. Manfaat dari sistem ini dalam penerapannya antara lain sebagai pengendali jarak jauh, alarm kemanan, dan otomatisasi suatu sistem peralatan. Pemancar pada sistem ini biasanya terdiri atas LED infra merah yang dilengkapi dengan rangkaian yang mampu membangkitkan data untuk dikirim melalui sinar infra merah, 6
7
sedangkan pada bagian penerima biasanya terdapat fototransistor, fotodioda, atau modul receiver yang berfungsi menerima sinar infra merah yang dikirim oleh pemancar.
2.2
Dioda Dioda merupakan komponen elektronika yang berfungsi menyearahkan arus listrik.
Pada saat penemuan, piranti ini dikenal sebagai penyearah (rectifier). Gambar 2.1 memperlihatkan kemasan dan simbol dioda.
Gambar 2.1 Kemasan dan simbol dioda Sumber : http://elektronika-dasar.com/teori-elektronika/konsep-dasar-diode/ (7 mei 2012)
Karakteristik dasar dioda dikenal dengan karakteristk tegangan dan arus (V-I) seperti yang terlihat pada gambar 2.2. Dioda semikonduktor terdiri atas sambungan p-n dimana bahan tipe-p menjadi sisi anoda dan bahan tipe-n menjadi sisi katoda. Ketika dioda diberikan prategangan maju (gambar 2.3a) atau anoda diberi tegangan lebih positif dan katoda diberi tegangan lebih negatif, maka dioda akan mengalirkan arus karena terjadinya perpindahan elektron dari sisi-p kesisi-n. Sedangkan pada saat diberi prategangan mundur (gambar 2.3b), dioda tidak dapat mengalirkan arus listrik. Dioda pada umumnya memiliki tegangan halang (barrier voltage) sebesar 0,7 Volt untuk dioda dengan bahan Silikon dan 0,3 Volt untuk dioda berbahan Germanium. Nilai barrier voltage tersebut merupakan keadaan pada suhu kamar (25oC), jika terjadi kenaikan suhu maka tegangan barrier akan lebih kecil dengan penurunan sebesar 2,5 mV/oC (Supriyadi, 2010). Jenis dioda dapat diklasifikasikan kedalam dioda umum untuk penyearah, Light Emitting Diode (LED), dioda zener, dioda varactor, dll.
8
Gambar 2.2 Karakteristik dioda Sumber : http://tugashendra.blogspot.com/2009/04/tugas-makalah-dioda-daya-bab-2.html (7 Mei 2012)
1
2
(a) 1
(b)
2
Gambar 2.3 (a) Forward bias (b) Reverse bias
2.2.1 Light Emitting Diode Infra Merah Light Emitting Diode infra merah merupakan komponen aplikasi semikonduktor yang menghasilkan radiasi infra merah yang biasanya terbuat dari bahan gallium arsenide dengan frekuensi cahaya 30 kHz s.d. 50 kHz. Prinsip dasar dari sebuah LED infra merah adalah merupakan p-n Junction yang memancarkan radiasi infra merah atau cahaya yang invisible, apabila p-n Junction ini dihubungkan dengan prategangan maju (forward bias). Gambar 2.4 merupakan konstruksi dari LED infra merah dan gambar 2.5 adalah simbol LED infra merah.
9
Gambar 2.4 Bagian dari LED (Light Emitting Diode) infra merah Sumber : Encyclopedia Britannica, Inc. dalam http://abuhafizh.wordpress.com/2007/06/24/pc-modding/led/ (7 Mei 2012)
ANODA
KATODA
Gambar 2.5 Simbol LED infra merah
Prinsip kerja dari LED infra merah adalah apabila pada anoda diberi tegangan yang lebih positif dari pada katoda, maka arus akan mengalir. Sebagai reaksi pada semikonduktor akan terjadi perpindahan elektron dari tipe-n menuju tipe-p serta perpindahan hole dari tipe-p ke tipe-n pada pita valensinya. Akibat dari proses ini terjadi rekombinasi antara elektron dan hole sambil melepaskan energi yang berupa pancaran cahaya. Gambar 2.6 menunjukkan prinsip kerja dari LED infra merah.
Gambar 2.6 Prinsip kerja dari Light Emitting Diode Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Light-emitting_diode (7 Mei 2012)
10
2.2.2 Fotodioda
Fotodioda adalah dioda sambungan p-n yang secara khusus dirancang untuk mendeteksi cahaya atau receiver. Persambungan p-n pada fotodioda jika dibias mundur dan disinari, maka arus akan berubah hampir linear dengan fluks cahaya (Millman &
Halkias, 1984). Tegangan bias mundur ini akan menyebabkan perluasan daerah pengosongan. Ketika energi cahaya yang jatuh pada daerah pengosongan dan menembus
daerah katoda, energi cahaya ini dapat menyebabkan elektron keluar dari pita valensi dan masuk ke pita pita konduksi dan meninggalkan hole pada pita valensi, dengan kata lain
elektron dan hole menempati daerah masing-masing. Kondisi di atas menyebabkan energi cahaya yang jatuh pada daerah pengosongan akan meniadakan sambungan. Daerah pengosongan yang semula menyekat arus ini akan
berubah menghasilkan aliran arus elektron-hole. Simbol fotodioda diperlihatkan pada gambar 2.7.
Gambar 2.7 Simbol fotodioda
Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/File:Photodiode_symbol.svg (7 Mei 2012)
2.3 Transistor Transistor adalah komponen semikonduktor yang mempunyai tiga kaki atau lebih sehingga daya dapat diperkuat. Fungsi transistor adalah sebagai penguat atau amplifier, tahanan variabel, atau saklar tergantung penggunaan (Petruzella, 1996). Transistor adalah suatu komponen aktif yang terbuat dari bahan semikonduktor. Transistor pada dasarnya terdiri atas tiga lapisan bahan, dengan lapisan tengah memiliki penghantaran (konduktivitas) yang komplementer (saling melengkapi) dengan penghantaran kedua lapisan sebelah luar. Lapisan tengah ini sangat tipis dan dikenal sebagai basis (base), sedangkan kedua lapisan sebelah luar disebut emitor (emitter) dan kolektor (collector). 2.3.1 Bipolar Junction Transistor
11
Transistor bipolar dibuat dengan menggunakan semikonduktor ekstrinsik jenis-p dan jenis-n, yang disusun seperti pada gambar 2.8. Pada setiap transistor ada tiga terminal yang
akan disambung ke rangkaian, yaitu kolektor (C), emitor (E) dan basis (B).
(a)
(b)
Gambar 2.8 Konstruksi, analogi, dan simbol transistor bipolar junction (a) Tipe NPN
(b) Tipe PNP
Sumber : http://www.electronics-tutorials.ws/transistor/tran_1.html (8 Mei 2012)
Transistor harus diberi tegangan bias dc agar bekerja. Tegangan bias ini harus lebih besar dari tegangan VBE transistor. Tegangan VBE untuk transistor yang dibuat dari bahan germanium adalah sebesar 0,2 – 0,3 volt, sedangkan untuk transistor silikon adalah sebesar 0,6 - 0,7 volt. Pada transistor dapat didefinisikan tiga daerah kerja berdasarkan tegangan bias yang diberikan pada terminalnya, yaitu : 1. Daerah aktif Ini adalah daerah yang dipakai jika transistor berfungsi sebagai penguat dan sering juga disebut daerah operasi normal. 2. Daerah Cut off Pada daerah ini transistor dapat dianalogikan sebagai saklar tertutup atau off. Hal ini dikarenakan arus yang mengalir sangat kecil. 3. Daerah Saturasi/Jenuh Pada daerah ini transistor dapat dianalogikan sebagai saklar terbuka atau on. Hal ini dikarenakan arus kolektor yang mengalir maksimum. Setelah menggetahui mengenai ketiga daerah kerja transistor, prinsip kerja dari transistor bipolar dapat dilihat pada kurva karakteristik garis beban transistor yang diperlihatkan pada gambar 2.9.
12
Gambar 2.9 Kurva karakteristik dan garis beban transistor Sumber : http://fahmizaleeits.wordpress.com/2010/07/27/transistor-sebagai-saklar/ (8 Mei 2012)
Garis beban menyatakan segala kemungkinan harga Ic dan VCE untuk suatu
rangkaian. Garis beban dan grafik karakteristik dapat digabung sebagai grafik yang menyatakan daerah kerja dari suatu transistor dalam rangkaian. Suatu titik keadaan transistor pada suatu rangkaian yang dinyatakan sebagai nilai IB, IC dan VCE dalam grafik disebut titik daerah aktif. Pada grafik dapat diketahui yaitu : 1. Daerah Cut off Dengan nilai IB ≈ 0 dan VCE maksimum. 2. Daerah Aktif Dengan nilai 0
VCE » 0 atau short sehingga seperti saklar tertutup
IC » ICmax, yaitu arus yang melalui saklar kolektor-emitter
IB ≥ IBsat, yaitu arus pengontrol saklar yang menentukan bahwa transistor memasuki daerah saturasi
13
Sifat-sifat daerah cut off (saklar terbuka)
VCE = max atau open sehingga saklar terbuka
IC = IE » 0, yaitu arus yang melalui saklar tidak ada
IB » 0, yaitu arus yang pengontrol saklar yang menentukan bahwa transistor
memasuki daerah cut off. 2.3.2 Fototransistor
Fototransistor adalah suatu alat semi konduktor cahaya yang lebih peka dari
fotodioda p-n dan digunakan untuk receiver (Millman & Halkias, 1972). Fototransistor sering dijumpai adalah transistor bipolar NPN dengan sambungan kolektoryang paling basis PN yang peka cahaya (Petruzella, 1996). Kerja dari alat ini dapat dipahami apabila
kita mengetahui bahwa pesambungan JE sedikit diberi prategangan maju, basis dirangkai terbuka, dan persambungan JC diberi prategangan balik (Millman & Halkias, 1972). Gambar 2.10 menunjukkan simbol fototransistor dan persambungan pada fototransistor. Radiasi
Ic
C
N
P Jc
(a)
N
E
JE
(b)
Gambar 2.10 (a) Simbol Fototransistor (b) Fototransistor (disarikan dari Millman & Halkias, 1972)
Misalkan mula – mula tak ada eksitasi oleh penyinaran. Dalam hal ini maka pembawa minoritas dibangkitkan secara termal, dan elekron – elektron yang menyebrang dari basis ke kolektor maupun hole – hole yang menyebrang dari kolektor ke basis, membentuk arus jenuh balik kolektor ICO. Arus kolektor diberikan oleh persamaan 2.1 dan 2.2 (Millman & Halkias, 1972). IC = (
)
........................................................................................................ 2.1
Dengan IB = 0 , maka : IC = (
)
................................................................................................................... 2.2
Apabila cahaya dinyalakan, pembawa minoritas tambahan akan dibangkitkan oleh cahaya dan ini memberikan arus balik jenuh dengan jalan yang sama dengan pembangkitan
14
muatan minoritas secara termal. Apabila komponen dari arus balik jenuh disebabkan oleh cahaya yang dinyatakan dengan IL, arus kolektor total adalah sesuai persamaan 2.3
(Millman & Halkias, 1972). IC = (
)
Keterangan : IC
) ................................................................................................... 2.3
(
= arus kolektor
IB
= arus basis
β
= penguatan arus IC terhadap IB
IL
= arus balik jenuh akibat adanya cahaya ke fototransistor
ICO
= arus jenuh balik kolektor
2.4 Generator Frekuensi
Generator frekuensi sangat diperlukan untuk menghasilkan sinyal-sinyal yang bukan merupakan sinyal sinusoidal. Bentuk-bentuk gelombang dasar yang dapat dihasilkan oleh hampir semua jenis generator fungsi adalah gelombang persegi dan gelombang segitiga. Gelombang-gelombang ini dapat dibentuk lebih lanjut oleh penguat-penguat nonlinear dan penguat pembatas untuk menghasilkan bentuk-bentuk gelombang sinusoidal atau bentuk lainnya (Calyton & Winder, 2003). Terdapat dua macam fungsi dasar yang dijalankan oleh generator frekuensi yaitu proses pemuatan kapasitor yang digunakan untuk menentukan perioda gelombang serta membangkitkan sebuah gelombang segitiga dan komparator yang digunakan untuk mendeteksi tegangan kapasitor serta mengalihkan kondisi antara kondisi pengisian muatan dan pelepasan muatan. 2.4.1 Generator Frekuensi Pewaktu IC 555 Rangkaian terintegrasi IC 555 merupakan IC pewaktu yang dapat dikonfigurasikan untuk menghasilkan waktu tunda yang akurat atau frekuensi osilasi. IC 555 biasanya dikondisikan dengan dua rangkaian yakni operasi stabil dan monostabil. Diagram skematik pewaktu IC 555 diperlihatkan pada gambar 2.11 berikut.
15
Gambar 2.11 Diagram skematik IC pewaktu 555 Sumber : http://home.cogeco.ca/~rpaisley4/LM555.html (10 Mei 2012)
1. IC 555 Operasi Astabil
IC 555 operasi astabil dapt diatur siklus kerja gelombang keluaran dengan memilih nilai resistor yang diperlukan. Proses pengisian muatan kapasitor C, dilakukan oleh resistor Ra + Rb sehingga mencapai catu tegangan positif. Ketika tegangan kapasitor mencapai level referensi batas atas komparator (2/3Vcc), komparator akan memaksa keadaan rangkaian flip-flop untuk berubah sehingga tegangan jatuh ke referensi batas bawah (1/3Vcc) dan siklus kerja tersebut akan terus berulang. Frekuensi osilasi sinyal rangkaian diberikan oleh persamaan 2.4 dan siklus kerja keluaran gelombang oleh persamaan 2.5 (Boylestad & Nashelsky, 2006) serta rangkaian diperlihatkan pada gambar 2.12. (
)
...................................................................................................... 2.4
Siklus kerja (duty cycle)
....................................................................... 2.5
Gambar 2.12 Rangkaian Multivibrator Astabil IC 555 Sumber : http://angrian.wordpress.com/2010/02/27/ic-ne555/ (10 Mei 2012)
16
2. IC 555 Operasi Monostabil Rangkaian multivibrator monostable IC 555 dapat dilihat pada gambar 2.13
bila masukan picu sedikit lebih rendah dari +1/3Vcc batas referensi tegangan bawah,
kapasitor dapat diisi oleh muatan R. Pada saat kapasitor sedikit lebih besar +2/3Vcc batas referensi diatas memiliki keluaran yang tinggi, mengeset flip-flop segera setelah Q menjadi tinggi dan mengaktifkan transistor, dengan demikian dapat dengan
cepat dikosongkan. Perioda pada saat high dirumuskan oleh persamaan 2.6
(Boylestad & Nashelsky, 2006).
................................................................................................................ 2.6
Gambar 2.13 Multivibrator Monostable IC 555 Sumber : http://angrian.wordpress.com/2010/02/27/ic-ne555/ (10 Mei 2012)
2.5 Gerbang Logika Pada tahun 1854 George Boole menciptakan logika simbolik yang dikenal dengan aljabar Boole (Widjanarka, 2006). Gerbang logika (logic gate) merupakan dasar pembentuk sistem digital. Gerbang logika beroperasi dengan bilangan biner. Tegangan yang digunakan dalam gerbang logika adalah tinggi (high) atau rendah (low). Dalam tugas akhir ini tegangan tinggi berarti biner 1 (5 volt), sedangkan tegangan rendah berarti biner 0 (0 volt). Gerbang logika ini hanya merespon terhadap tegangan tinggi dan rendah sedangkan diantara 0 dan 1 tidak merespon. Semua sistem digital disusun hanya menggunakan tiga gerbang logika dasar. Gerbang-gerbang dasar ini antara lain adalah gerbang AND, gerbang OR, dan gerbang NOT.
17
2.5.1 Gerbang AND
Gerbang AND dengan simbol pada gambar 2.14, memberikan keluaran hanya bila semua masukan berlogika “1” (satu). Gambar berikut merupakan lambang gerbang AND yang mempunyai dua-masukan dan satu keluaran.
A B
Y
Gambar 2.14 Gerbang AND dengan dua masukan
Agar lebih mudah dipahami, dapat dilihat tabel kebenaran gerbang AND pada tabel 2.1 berikut ini. Tabel 2.1 Tabel kebenaran gerbagn AND
2.5.2 Gerbang OR Gerbang OR menghasilkan keluaran Logika “1” bila salah satu A atau B, atau keduaduanya berlogika “1”. Gambar 2.21 berikut memperlihatkan sebuah gerbang OR dua masukan dengan A dan B yang merupakan masukan-masukannya dan Y adalah keluarannya.
A B
Y
Gambar 2.15 Gerbagn logika OR dengan dua masukan
Agar lebih mempermudah, maka tabel kebenaran dari gerbang OR diperlihatkan pada tabel 2.2 berikut ini.
18
Tabel 2.2 Tabel kebenaran gerbang OR
2.5.3 Gerbang NOT
Gerbang NOT hanya memiliki satu masukan dan satu keluaran. Yang dilakukan hanyalah membalikkan sinyal masukan, jika masukan berlogika “1” (high), maka keluaran berlogika “0” (low), dan sebaliknya. Gambar 2.16 merupakan simbol gerbang NOT dengan tabel kebenran yang diperlihatkan pada tabel 2.3.
A
A'
Gambar 2.16 Gerbang logika NOT Tabel 2.3 tabel kebenaran gerbang logika NOT
2.6 Komparator Kebanyakan aplikasi op-amp menggunakan umpan balik untuk menjaga hubungan yang linier antara input dan output, yang biasanya mencegah output pada op-amp saturasi mendekati +VCC atau –VEE. Salah satu aplikasi yang tidak sesuai dengan hal itu (aplikasi op amp dengan umpan balik) adalah komparator tegangan atau disebut juga pembanding. Dalam suatu pembanding tegangan, output dikondisikan agar saturasi. Saturasi positif
19
(mendekati +VCC) menunjukkan salah satu hasil dari operasi perbandingan, dan saturasi negatif (mendekati -VEE) menunjukan hasil yang sebaliknya dari perbandingan (lihat
gambar 2.17).
Gambar 2.17 Perbandingan non inverting ke tegangan 0 volt
Pada gambar 2.17 input terminal negatif pada potensial ground, tergandeng dengan Rb1. Bila Vs sedikit lebih besar / positif terhadap ground, Vdiff (V+ - V-) harus dengan cepat mencapai nilai yang cukup untuk mensaturasikan output. Hal ini pasti terjadi, karena penguatan lup terbuka Avol dihentikan untuk mempertahankan Vdiff ketika tidak ada resistansi feedback (RF). Demikian juga, bila Vs sedikit lebih kecil / negatif terhadap ground, maka op-amp akan dengan cepat menuju tegangan saturasi negatif. Rangkaian membandingkan Vs terhadap 0 V. Jika rangkaian itu menemukan Vs diatas 0 V ia menghasilkan Vout mendekati +VCC, jika rangkaian itu menemukan Vs dibawah 0 V ia menghasilkan Vout mendekati –VEE. Hasil ini disertai dengan bentuk gelombang. Bila koneksi polaritas dibalik untuk menyerupai inverting amplifier seperti gambar 2.18.
Gambar 2.18 Perbandingan inverting ke tegangan 0 volt
Sesuai dengan namanya, komparator berfungsi untuk membandingkan dua macam tegangan, dengan salah satu tegangan merupakan tegangan referensi. Berikut ini disajikan dalam tabel 2.4 mengenai kondisi tegangan input serta logika keluarannya.
20
Tabel 2.4 Kondisi tegangan input dan logika keluaran (a) Non-inverting (b) Inverting
(a)
(b)
2.7 Catu Daya
Pembuatan catu daya DC bisanya digunakan dioda bridge atau dapat juga dua buah dioda. Keluaran dari penyearah jembatan merupakan tegangan DC yang berdenyut, sehingga sebelum dipakai untuk memberikan catu daya pada peralatan elektronika, tegangan yang berdenyut itu harus diperhalus denyutnya agar keluaran dari catu daya merupakan tegangan yang hampir mantap. Caranya adalah dengan menggunakan penapis (filter) masukan kapasitor seperti Gambar 2.19 berikut.
Gambar 2.19 Rangkaian Penyearah Jembatan dengan filter (a) Penyearah Jembatan Dengan Penapis Kapasitor (b) Bentuk Gelombang Keluaran
Kebanyakan sistem catu daya mempunyai penapis masukan kapasitor yang dirancang dengan riak (ripple) 10% atau kurang. Persamaan 2.7 menunjukkan hubungan besarnya tegangan ripple catu daya dengan penapis kapasitor. Vrip
I dc ....................................................................................................................... 2.7 2. f .C
21
dimana :
Vrip
= Tegangan riak puncak ke puncak
Idc
= Arus beban dc
2f C
= Frekuensi riak
= Kapasitor penapis
2.8 Aktuator Aktuator atau penggerak dalam pengertian listrik adalah setiap alat yang dapat
mengubah sinyal listrik menjadi gerakan mekanis. Jenis yang pokok dari penggerak adalah
relai, solenoid, dan motor. 2.8.1 Relai Relai adalah alat elektromagnetik yang digunakan dan dioperasikan sebagai saklar (switch). Relai merupakan perpaduan antara lempengan besi sebagai saklar dan lilitan kawat sebagai elektromagnet. Relai terdiri dari sebuah kumparan atau solenoida, sebuah inti feromagnetik dan sebuah armatur yang dapat bergerak dan merupakan tempat dipasangnya kontak yang dapat berfungsi sebagai penyambung dan pemutus arus. Relai akan bekerja jika ada masukan sinyal listrik (tegangan / arus). Pada relai terdapat dua bagian utama, yaitu koil dan kontak. Pada koil terdapat bagian-bagian berikut : 1.
Kumparan; merupakan lilitan kawat tembaga, dimana kumparan tersebut akan dialiri arus listrik agar dapat menghasilkan medan magnet pada inti besi.
2.
Inti besi; inti besi ini dililiti oleh kumparan untuk menghasilkan medan magnet, sehingga inti besi tersebut mempunyai sifat magnetis.
3.
Jangkar; terdiri dari besi lunak yang digunakan untuk mengaktifkan kontak relai setelah jangkar tertarik pada inti besi.
Sedangkan pada kontak yang merupakan saklar (switch) terdiri dari 2 macam kondisi yaitu 1.
Normally Open (ON); yaitu kontak yang terbuka akan menutup pada saat koil disuplai tegangan.
22
2.
Normally Close (NC); yaitu kontak yang tertutup akan membuka pada saat koil disuplai tegangan.
Gambar 2.20 memperlihatkan simbol salah satu jenis relai yakni relai DPDT (Double Pole Double Throw).
Gambar 2.20 Simbol relai DPDT
Sumber : http://www.circuitschematic.net/2012/01/circuit-relays.html (15 Mei 2012)
1.
Prinsip Kerja Relai
Jika pada koil relai diberikan tegangan yang sesuai dengan tegangan yang dibatasi oleh koil relai, maka arus akan mengalir pada kumparan sehingga inti besi yang diberi kumparan akan menghasilkan medan magnet. Medan magnet ini akan mengaktifkan kontak relai, jika medan magnet tadi dapat mengalahkan gaya pegas pada jangkar yang melawannya. Induksi magnet tersebut akan menarik pegas kontak, yang akan mengubah posisi awalnya menjadi terhubung ke bagian yang lain. Setelah arus terhenti, maka tidak ada induksi sehingga kontak kembali pada kondisi semula. Gaya magnet ini bergantung pada banyaknya lilitan kumparan dan kuat arus yang mengalir pada kumparan. 2.
Jenis – Jenis Relai Relai menurut cara kerjanya dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu: 1.
Relai yang bekerja dengan arus bolak balik (AC) saja, baik pada koil maupun kontak.
2.
Relai yang bekerja dengan arus searah (DC) saja, baik pada koil maupun kontak.
3.
Relai yang bekerja dengan arus kedua-duanya (AC / DC), baik pada koil maupun kontak.
2.8.2 Valve Solenoid Valve atau keran solenoid adalah kombinasi dari dua dasar unit fungsional yaitu (Petruzella, 1996) :
23
Solenoid (elektromagnet) dengan inti atau plunger-nya.
Badan keran yang berisi lubang mulut pada tempat piringan atau stopkontak
ditempatkan untuk menghalangi atau mengizinkan aliran. Aliran melalui lubang mulut adalah off atau diijinkan dengan gerakan inti dan
tergantung pada apakah solenoid diberi energi atau dihilangkan energinya. Apabila kumparan diberi energi, inti ditarik ke dalam kumparan solenoid untuk membuka keran. Pegas mengembalikan keran pada posisi aslinya tertutup apabila arus berhenti. Valve dapat
mengontrol hidrolis (cairan minyak), pneumatis (udara) atau aliran air. Keran solenoid (gambar 2.21) cocok untuk menangani aliran pada satu arah saja.
Dengan tekanan yang diberikan pada bagian atas dari piringan keran. Keran diklasifikasikan dengan jumlah hubungan dan posisi keran. Simbol keran solenoid diperlihatkan pada gambar 2.22.
Gambar 2.21 Valve Solenoid (Petruzella, 1996)
Gambar 2.22 Simbol keran Solenoid Normally Close dan Normally Open (Petruzella, 1996)