BAB II DASAR TEORI 2.1 Prinsip Dasar Mesin Pencacah Rumput Mesin ini merupakan mesin serbaguna untuk perajang hijauan, khususnya digunakan untuk merajang rumput pakan ternak. Pencacahan ini dimaksudkan untuk mempermudah ternak dalam memakan, disamping itu juga untuk memperirit rumput. Mesin
pencacah
rumput
pakan
ternak
hasil
modifikasi
ini
menggunakan motor listrik sebagai sumber tenaga penggerak. Mesin ini mempunyai sistem transmisi tunggal yang berupa sepasang pulley dengan perantara v-belt. Saat motor listrik dinyalakan, maka putaran motor listrik akan langsung ditransmisikan ke pulley 1 yang dipasang seporos dengan motor listrik. Dari pulley 1, putaran akan ditransmisikan ke pulley 2 melalui perantara v-belt, kemudian pulley 2 berputar, maka poros yang berhubungan dengan pulley akan berputar sekaligus memutar pisau perajang. Hal tersebut dikarenakan pisau perajang dipasang seporos dengan pulley 2. Meski terkesan memiliki fungsi yang sederhana namun mesin berperan cukup besar dalam proses pencacahan. Mesin pencacah rumput ini terdapat beberapa bagian utama seperti; motor penggerak, poros, casing, sistem transmisi dan pisau perajang. Hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam pemilihan bahan adalah sifat mekanis bahan. Dalam perencanaan harus mengetahui sifat mekanis bahan sehingga dapat mengetahui kemampuan bahan saat menerima beban, tegangan, gaya yang terjadi dan lain-lain. Sifat mekanis bahan berupa kekuatan tarik, tegangan geser, modulus elastisitas dan lain-lain.
2.2 Kekuatan Rangka Kontruksi suatu rangka bertugas mendukung beban atau gaya yang bekerja pada sebuah sistem tersebut. Beban tersebut harus ditumpu dan diletakkan pada
5
6
peletakan-pelatakan tertentu agar dapat memenuhi tugasnya. Beberapa peletak anantar lain: A. Tumpuan Rol Tumpuan rol adalah tumpuan yang dapat menahan gaya tekan yang arahnya tegak lurus bidang tumpuannya. Tumpuan rol tidak dapat menahan gaya yang arahnya sejajar dengan bidang tumpuan dan momen.
Gambar 2.1 Tumpuan Rol
B. Tumpuan Sendi Tumpuan sendi adalah tumpuan yang dapat menahan gaya yang arahnya sembarang pada bidang tumpuannya. Tumpuan sendi dapat menahan gaya yang arahnya sejajar dengan bidang tumpuan.
Gambar 2.2 Tumpuan Sendi
C. Tumpuan Jepit Tumpuan jepit adalah tumpuan yang dapat meneruskan segala gaya pada momen.
Gambar 2.3 Tumpuan Jepit
7
2.3 Gaya Dalam perhitungan kekuatan rangka akan diperhitungkan gaya luar dan gaya dalam: A. Gaya luar Gaya luar adalah gaya yang bekerja di luar konstruksi. Gaya luar dapat berupa gaya vertikal, gaya horizontal, momen lentur dan momen puntir. Pada persamaan statis tertentu untuk menghitung besarnya gaya yang bekerja harus memenuhi syarat kesetimbangan: ∑
=0
∑
=0
∑
=0
B. Gaya dalam Gaya dalam adalah gaya-gaya yang bekerja didalam konstruksi sebagai reaksi terhadap gaya luar. Reaksi yang timbul antara lain sebagai berikut: 1. Gaya normal (N) Gaya normal merupakan gaya dalam yang bekerja searah sumbu dan bekerja tegak lurus terhadap bidang balok. - Gaya normal positif (+) jika sebagai gaya tarik. Gaya normal positif ditunjukkan pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4 Gaya normal positif
- Gaya normal negatif (-) jika sebagai gaya desak. Gaya normal negatif ditunjukkan pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5 Gaya normal negatif
8
2. Gaya Geser (S) Gaya geser merupakan gaya dalam yang bekerja tegak lurus sumbu balok. - Gaya geser dianggap positif (+) jika cenderung berputar searah jarum jam. Gaya geser positif ditunjukkan pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Gaya geser positif
- Gaya geser dianggap negatif (-) jika cenderung berputar berlawanan jarum jam. Gaya geser negatif ditunjukkan pada Gambar 2.7.
Gambar 2.7 Gaya geser negatif
3. Momen lentur (M) Momen lentur adalah gaya perlawanan dari beban sebagai penahan lenturan yang terjadi pada balok/penahan terhadap kelengkungan. - Momen lentur positif (+) jika cenderung membengkokan batang cekung ke bawah. Momen lentur positif ditunjukkan pada Gambar 2.8.
Gambar 2.8 Momen lentur positif
9
- Momen lentur negatif (-) jika cenderung membengkokan batang cembung ke atas. Momen lentur negatif ditunjukkan pada Gambar 2.9.
Gambar 2.9 Momen lentur negatif
2.3 Pengelasan Pengelasan adalah suatu sambungan yang permanen yang mana berasal dari peleburan dari dua bagaian yang digabungkan bersama, dengan atau tanpa penggunaan penekanan dan pengisian material. Panas yang digunakan untuk meleburkan material berasal dari nyala api pada las asetelin atau las busur listrik pada las listrik. Pada proses pengerjaan prokyek akhir ini menggunakan las listrik untuk membuat rangka.
Jenis-jenis sambungan las antara lain seperti pada gambar 2.10.
a
b
c
Gambar 2.10 Jenis sambungan las Keterangan: a. Sambungan las datar b. Sambungan las sudut luar c. Sambungan las tumpang d. Sambungan las T
d
10
Dalam perencanaan sambungan las, faktor utama yang perlu dihitung adalah tebal dan panjang las. Untuk menghitung tebal las dari bentuk pengelasan yang dipakai seperti pada Gambar 2.10.
Gambar 2.11 Bentuk pengelasan -
Menghitung t (tebal pengelasan) Perhitungan tebal pengelasan menggunakan rumus sebai berikut. t = s × sin 45° = 0.707 s..............................................................(2.1) dimana : t = tebal lasan (mm) s = Tebal plat (mm
-
Panjang las minimum dalam proses pengelasan (l) Perhitungan panjang pengelasan mengunakan rumus sebagai berikut. P = 1.414 s x l x ............................................................................(2.2) dimana : l = panjang pengelasan (mm) P = beban yang bekerja (N) s = Tebal plat (mm) = tegangan geser ( ⁄
)
11
-
Berdasarkan Gambar 2.11 maka titik berat sambungan dapat diuraikan sebagai berikut: x=
..............................................................................(2.3)
y=
.............................................................................(2.4)
maka, r1 = BG = l – x ...............................................................................(2.5) r2 = √ cos
...................................................................(2.6)
=
.......................................................................................(2.7)
keterangan: l = lebar plat (mm) b = tebal plat (mm) = jarak beban dengan pusat titik berat (mm) = jarak beban dengan pusat titik berat (mm) = sudut maksimum pengelasan - Menghitung momen inersia (J ) Perhitungan momen inersia menggunakan rumus sebagai berikut. -
J=t
.......................................................................(2.8)
Keterangan: J = momen inersia (mm4) t = tebal lasan (mm) -
Menghitung momen bending Perhitungan momen bending menggunakan rumus sebagai berikut. M=P×e
............................................................................................(2.9)
12
-
Menghitung gaya geser ( ) Perhitungan gaya geser ( ) menggunakan rumus sebagai berikut. = ...............................................................................................(2.10)
-
Section modulus (Z) Perhitungan section modulus menggunakan rumus sebagai berikut. Z= [
-
]....................................................................................(2.11)
Bending stress Perhitungan bending stress menggunakan rumus sebagai berikut. ...........................................................................................(2.12)
-
Resultan untuk tegangan geser maksimal Perhitungan resultan tegangan geser maksimal menggunakan rumus sebagai beriut. = √
……………………………...……….………….(2.13)
Keterangan : P = gaya yang membebani ( N ) A = throat area ( mm ) Z = Section modulus (mm3) e = jarak gaya dengan pusat ( mm ) = tegangan bending (N/mm2) e = jarak gaya dengan pusat titik berat G ( mm ) b = tebal plat (mm) l = lebar plat (mm) M = Momen (N.mm) = tegangam geser (N/mm2)