5
BAB II DASAR TEORI
2.1 Bahan Utama penelitian 2.1.1 Tembaga (Cu) Tembaga merupakan salah satu logam yang paling penting di dunia dan diolah dalam keadaan murni, dalam bentuk campuran-campuran dan sebagai elemen tambahan untuk mengubah sifat dari logam yang lain, adapun sifat-sifat dari tembaga yaitu : -
Berat jenis : 7,84 g/cm3
-
Temperatur lebur (boiling point) : 1083°C
-
Ultimate strengthnya : 200 - 300 N/m2
-
Warna : Merah kecoklatan
-
Bidang pecahan : Berurat halus
Tembaga yang masih murni sukar dikerjakan dengan alat pemotong tapi mudah sekali diubah bentuk dalam keadaan dingin dengan ditempa, digiling atau diregangkan. Tembaga memiliki sifat lunak, dapat dibengkokkan (bending) dan dapat dirol (rolling,). Sifat lain dari tembaga juga memiliki sifat yang ulet (thoughnes), tahan korosi, penghantar panas dan listrik yang baik . Logam tembaga sangat mudah dipadu dengan logam lain seperti timah, zeng, silikon dan alumunium Paduan tembaga dan timah putih yang lebih dikenal dengan perunggu, memiliki sifat yang baik sebagai alat musik karena memiliki bunyi akustik serta menghasilkan bunyi yang panjangdengan waktu bergetar yang lama. Melalui pengerjaan dingin kekuatan tembaga murni akan meningkat kekuatannya sampai 450 N/mm2. Tembaga yang telah mengeras akibat pembentuk dalam keadaan dingin dapat dilunakkan kembali melalui pemanasan dengan suhu antara 300-700 oC. Tembaga mempunyai sifat tuang yang jelek, karena tembaga dalam keadaan cair mudah sekali menyerap gas-gas terlarut, dimana pada waktu membeku gas-gas tersebut akan terlepas dan menyebabkan banyak rongga gas dan berpori (Anwir ,1994).
6
2.1.2 Timah Putih (Sn) Timah merupakan logam putih keperakan, logam yang mudah ditempa dan bersifat fleksibel, memiliki struktur kristalin, akan tetapi bersifat mudah patah jika didinginkan adapun sifat-sifat dari timah putih antara lain : -
Berat jenis : 5,52 g/cm3
-
Temperatur lebur (boiling point) : 232°C
-
Ultimate strengthnya : 40 - 50 N/m2
-
Warna : Putih keperakan
-
Bidang pecahan : Menampilkan struktur Kristal
Dalam keadaan dingin timah dapat dibentuk dengan baik. Timah merupakan logam putih keperakan, logam yang mudah ditempa dan bersifat fleksibel, memiliki struktur kristalin tetapi bersifat mudah patah jika didinginkan. Timah tidak mudah untuk dioksidasi dan tahan terhadap korosi disebakan terbentuknya lapisan oksida timah yang menghambat proses oksidasi lebih jauh. Timah tahan terhadap korosi air akan tetapi tidak tahan terhadap asam kuat, basa kuat dan garam asam. Proses oksidasi dipercepat dengan meningkatnya kandungan oksigen dalam larutan. (Tata Surdia dan Shinroku Saito, 1985). 2.1.2 Silikon (Si) Silikon di Bumi banyak ditemukan dalam bentuk senyawa yaitu silikon dioksida yang lebih dikenal dengan silika dan dalam bentuk silikat (tanah liat, granit, kuarsa dan pasir). Adapun sifat-sifat silikon antara lain : -
Berat jenis : 2.3290 g/cm−3
-
Temperatur lebur (boiling point) : 1410oC
-
Ultimate strengthnya : 40 - 50 N/m2
-
Warna : tak berwarna
Unsur silikon dan senyawa intermetaliknya banyak digunakan sebagai paduan untuk membentuk aluminium, magnesium, tembaga, dan logam lainnya yang memiliki ketahanan tinggi. Silikon murni berwujud padat seperti logam karena sifatnya seperti yang diatas silikon banyak digunakan sebagai unsur yang ditambahankan dalam paduan , terutama dipadukan dengan unsur alumunium yang membentuk paduan alumunium silikon (AlSi). (Tata Surdia dan Shinroku Saito, 1985).
7
Dalam paduannya Tembaga (Cu) sebagai penyusun utama perunggu merupakan logam non ferro yang banyak digunakan sebagai paduan. Paduan tembaga ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas tembaga dan untuk keperluan konstruksi mesin-mesin dan transmisi building industri dengan memakai standar dari The American Institute of Metals (AIM) di USA. Salah satu contoh logam paduan tembaga adalah Perunggu (bronze). (Setyawan, 2006). Perunggu merupakan suatu paduan dari logam yang berbasis tembaga dengan timah sebagai aditif utama. Beberapa paduan perunggu, memiliki fosfor, mangan, alumunium, atau silikon sebagai bahan paduan utama. Perunggu biasanya kuat, tangguh, dan tahan korosi dengan konduktivitas listrik dan termal yang tinggi. Perunggu yang paling umum digunakan dalam aplikasi bushing dan bantalan. Perunggu hanya mengoksidasi dangkal, lapisan oksida yang tipis melindungi logam dari korosi. Tembaga berbasis paduan memiliki titik lebur yang lebih rendah dari baja atau besi, dan lebih mudah diproduksi. Perunggu pada umumnya lebih berat dari baja sekitar 10 persen, meskipun paduan menggunakan aluminium atau silikon mungkin akan sedikit kurang padat. Perunggu tahan korosi (terutama korosi air laut) dan kelelahan lebih baik dari pada baja dan juga menghantarkan panas dan listrik lebih baik daripada kebanyakan baja. (Indiyanto, 2003). 2.2 Jenis-Jenis Paduan Perunggu Beberapa jenis perunggu (bronze) tergantung dari unsur utama paduannya. (Surdia dan Chijiiwa, 1982) : 1) Perunggu timah (Tin Bronze), Perunggu timah (Sn), yaitu perunggu tuang dari Cu ditambah 10%, 14%, atau 20% Sn tanpa campuran tambahan lain. Bahan itu digunakan untuk patung, senjata canon, dan alat-alat musik seperti (lonceng, gamelan, sibal drum dll) yang harus mempunyai syarat tinggi terhadap korosi dan ketangguhan (10% Sn). Selain itu pada bantalan harus mempunyai syarat-syarat tinggi untuk sifat luncur (14% Sn) dan untuk bantalan-bantalan tekan dengan syarat tinggi untuk kekerasan (20 % Sn)
8
Gambar 2.1 Diagram fase Paduan Cu-Sn
Pada gambar diatas terlihat bahwa kemampuan untuk melarut dari timah putih dengan presentase diatas 13,5% selama terjadi proses pembekuan dimana akan terbentuk fase α (Ferit) dengan sifat cenderung lunak, ulet dan tahan korosi. Pada temperatur dibawah akan terbentuk fase α + δ (eutectoid phase). Pada paduan ini fase α yang terbentuk merupakan yang larut pada kondisi padat tetapi lebih lunak, akan tetapi untuk fase δ (Delta) mempunyai sifat terlalu keras dan getas disamping itu presntase timah putih antara 5-15% memiliki jarak temperatur yang relatif lama yaitu diatas 4000C. dengan proses pembekuan yang panjang, paduan ini cukup menyebabkan kenaikan kekerasan dan meningkatkan kekuatan cor. (Gruber,S. 1985) 2) Perunggu Fosfor Mempunyai 1,5 % sampai 10 % timah putih dan selain itu fosfor (P) dalam persentase yang sangat kecil, yaitu setinggi-tingginya 0,3 % campuran ini dahulu dinamakan perunggu Fosfor. Dipakai untuk, batang-batang, kawat, plat, dan pipa. 3) Perunggu Seng(Zn) Perunggu seng ialah: perungu tembaga timah dengan tambahan seng 2 % - 7 %. Bahan itu dipakai terutama untuk bantalan-bantalan (campuran tuang). 4) Perunggu Alumunium (Aluminiun Bronze) Disamping komposisi elemen Cu dan Sn, masih terdapat elemen aluminium (A1) sampai 9,8%, dimana dalam produksi kadar aluminium antara 5-11%. Perunggu
9
dua zat (Al dan Ni) tahan korosi terhadap bahan kimia tertentu karena itu dipakai untuk perlengkapan kimia. Perunggu Alumium memiliki sifat-sifat yang kurang baik, jadi tidak banyak dipakai kecuali di negeri-negeri yang kurang akan timah. 5) Perunggu Silikon (Silikone Bronze) Mengandung 4-5% Si dan akan menambah daya tahan (resistensi) terhadap asam ( acid ) . Memungkinkan untuk dibuat rol berbentuk batangan panjang sampai diameter 1/4" - 2" in. Bersifat akan menjadi keras apa bila mengalami pengerjaan dingin (work hardenable) dan merupakan bronze yang mempunyai tahanan tarik dan kekerasan yang paling baik diantara bronze yang lain. Sifat mekanisnya setara dengan baja lunak (baja karbon rendah, mild steel) sedangkan sifat ketahanan korosinya setara dengan logam tembaga. Banyak dipakai untuk tanki, bejana tekan (pressure vessel), marine construction, dan pipa tekan hidrolik.
Gambar 2.2 Diagram fase Paduan Cu-Si
2.3 Pengecoran Logam Proses pengecoran merupakan proses pencairan logam yang selanjutnya dituangkan ke dalam rongga cetakan dan dibiarkan membeku, sehingga akan terbentuk suatu model yang sesuai dengan bentuk dan pola cetakan. Proses pengecoran ini adalah proses yang memberikan fleksibilitas dan kemampuan yang tinggi sehingga merupakan proses dasar yang penting dalam pengembangan industri (Suhardi dan Chijiiwa 1982). Proses pengecoran diawali dengan peleburan logam didalam tungku peleburan. Logam yang sudah mencair lantas dituang kedalam cetakan yang sudah di persiapkan sesuai dengan produk yang akan dibuat. Penuangan logam cair ke dalam rongga
10
cetakan, akan terjadi rangkaian kejadian dalam cetakan tersebut. Pada umumnya proses pembekuan akan terjadi pada dinding cetakan (logam cair pada dinding cetakan) dan menuju pusat coran. Setelah pemadatan selesai akan terjadi proses pendinginan sampai mencapai suhu kamar (amblent). Rangkaian kejadian selama proses pembekuan dipengaruhi oleh ukuran, bentuk, keseragaman dan komposisi kimia dari struktur logam yang terbentuk. Faktor-faktor yang penting adalah jenis metal, sifat thermal dari metal dan cetakan, geometris volume, luasan permukaan coran dan bentuk cetakan. (Surdia dan Saito, 1985). 2.4 Keunggulan dan Kelemahan Pengecoran a. Keunggulan Pengecoran antara lain : Bentuk : Sederhana (simetris) –rumit (rongga) dan Presisi: longgar-ketat. Produk : Sebuah–massa (banyak). Berat/Ukuran : Ons-Ton. Finishing Proses : minimum, sehingga mengurangi biaya dan waktu proses. b. Kelemahan pengecoran antara lain : Kekuatan kurang, karena terbentuk struktur dendrit pada metal cor (ferrous dan non ferrous). Diperlukan proses Heat Treatment untuk memperbaiki sifat mekanis (cetakan pasir atau logam). Cacat yang kecil (pin hole, shrinkage, dll) dapat berpengaruh besar pada sifat mekanis. 2.5 Pengecoran Cetakan Pasir (Sand Casting) Pengecoran menggunakan cetakan pasir merupakan teknik pengecoran tertua di dunia. Teknik pengecoran cetakan pasir ini sampai sekarang masih banyak digunakan karena biaya produksi yang murah dan dapat memproduksi benda cor dengan kapasitas yang banyak.
Gambar 2.3 Pengecoran dengan cetakan pasir (sand casting) Sumber : http://dtresource.com/sand-casting.html
11
Cetakan pasir menurut (Astika,dkk ,2010) adalah cetakan yang terbuat dari pasir yang diberi bahan pengikat. Bahan pengikat yang paling banyak digunakan adalah bentonit. Cetakan pasir yang digunakan pada pengecoran logam bukan besi (logam non ferrous) selain magnesium menggunakan campuran sebagai berikut : 1. Pasir silika 2. Bentonit : 16% 3. Graphite : 2% 4. Corn flour : 0,5% 5. Kadar air : 4-5% Pasir yang digunakan untuk cetakan harus memiliki sifat-sifat tertentu untuk menghasilkan benda tuang yang baik . Menurut (Astika, dkk, 2010) sifat-sifat itu antara lain : 1. Mempunyai sifat mampu bentuk yang baik. Pasir cetak harus dengan mudah dapat dibentuk menjadi bentuk-bentuk cetakan yang diharapkan, baik cetakan berukuran besar maupun cetakan berukuran kecil. 2. Permeabilitas yaitu kemampuan cetakan untuk mengalirkan gas-gas dan uap air yang ada di dalamnya keluar dari cetakan. 3. Distribusi ukuran butiran pasir harus sesuai dengan permukaan yang dihasilkan. 4. Tahan panas terhadap suhu logam cair yang dituang. 5. Mampu dipakai lagi. 6. Mempunyai kekuatan yang baik. 7. Harga yang murah dan mudah didapat. 2.6
Cacat Pengecoran Menurut (Suprapto 2008) dan (pada buku Casting Design and Performance
,2009 ) menyebutkan bahwa cacat pengecoran terdiri dari 6 jenis cacat seperti : 1. Porositas Porositas dapat terjadi karena terjebaknya gelembung-gelembung gas pada logam cair ketika dituangkan ke dalam cetakan. (Budinski, 1996).
12
Gambar 2.4 Porositas Sumber : http://download.portalgaruda.org
2. Hot Tears and Cracks Hot tears adalah cacat berupa retakan yang terjadi selama pembekuan akibat tekanan berlebih pada pembekuan logam karena berkembangnya arus panas yang tinggi . Crack adalah retak yang terjadi selama tahap pendinginan pada pengecoran setelah pembekuan selesai karena penyusutan yang tidak seimbang.
Gambar 2.5 Hot tear and Crack Sumber : http://keytometals.com
3. Inclusion Inclusion adalah kehadiran material asing dalam struktur mikro benda cor , material tersebut dapat berasal dari tungku waktu pembakaran, dari cetakan waktu penuangan material kecetakan atau dari material itu sendiri.
Gambar 2.6 Inclusion Sumber : http://www.themetalcasting.com/gating-design-mold-filling.html
4. Misruns Misruns adalah cacat yg terjadi karena logam cair tidak mengisi seluruh rongga cetakan sehingga benda cor menjadi tidak lengkap atau ada bagian yg kurang dari benda cor.
13
Gambar 2.7 Misruns Sumber : http://www.themetalcasting.com/
5. Cold Shuts Cold Shuts adalah dua aliran logam lebur bertemu tetapi kurang terjadi fusi atau penggabungan antara keduanya sehingga menimbulkan pendinginan yang premature.
Gambar 2.8 Cold shut Sumber : http://www.themetalcasting.com/
6. Shrinkage Shrinkage adanya rongga-rongga dengan permukaan kasar serta dendritic baik merupakan rongga tunggal yang besar sampai rongga-rongga kecil yang mengumpul pada lokasi tertentu.
Gambar 2.9 Shrinkage Sumber : http://digilib.its.ac.id
Berikut adalah tabel cacat-cacat yang terjadi beserta penyebab dan cara mengatasi cacat-cacat yang terjadi pada benda cor :
14
Tabel 2.1 Cacat-cacat pengecoran dan pencegahan Cacat
Penjelasan
Pencegahan
Terperangkapnya gas (hidrogen) dalam logam cair pada waktu proses pengecoran
1. Pemanasan
Penyebab :
2. Penghilangan
pengecoran Porositas
1. Gas terbawa dalam logam cair selama pencairan 2. Gas terserap dalam logam cair dari cetakan. 3. Reaksi logam induk dengan uap air dari cetakan. 4. Titik cair terlalu tinggi dan waktu
Cetakan
dengan
fluks,
terutama fluorida
dan
klorida
dari
logam
alkali
tanah.
pencairan terlalu lama
3. Pencairan Ulang 4. Temperatur tuang
yang
sesuai Hot Tears and cracks
1. Hot tears adalah cacat berupa retakan
yang
pembekuan
terjadi akibat
selama tekanan
berlebih pada pembekuan logam karena berkembangnya arus panas yang tinggi 2. Crack adalah retak yang terjadi
1. Isi
cetakan
secepat mungkin 2. Ubah
saluran
penuangan 3. Modifikasi desain cetakan
selama tahap pendinginan pada
dengan
pengecoran setelah pembekuan
menghindari
selesai karena penyusutan yang
transisi
tidak seimbang.
diantara bagian
tajam
tipis dan tebal
15
Inclusion
Inclusion material
adalah
kehadiran
asing
dalam
strukturmikro benda cor , material
1. Penyaringan material. 2. Menghindari
tersebut dapat berasal dari tungku
aliran
logam
waktu pembakaran, dari cetakan
dalam
sistem
waktu
pengecoran
penuangan
material
kecetakan atau dari material itu
yang
dapat
sendiri.
mengikis cetakan .
Misruns
Cacat yang terjadi karena logam cair tidak
1. Temperatur
mengisi seluruh rongga cetakan sehingga
tuang
benda cor menjadi tidak lengkap atau ada
terlalu tinggi.
bagian yang kurang dari benda cor
jangan
2. Kecepatan penuangan yang
Penyebab : 1. Ketidakseragaman benda cor, sehingga mengganggu aliran dari logam cair. 2. Benda cor terlalu tipis dan temperatur terlalu rendah. 3. Kecepatan penuangan yg terlalu lambat. 4. Lubang angin yang kurang pada cetakan
tinggi. 3. Jumlah saluran harus ditambah dan logam cair harus
diisikan
secara seragam dari
beberapa
tempat
pada
cetakan. 4. Lubang
angin
harus ditambah dan pada inti harus cukup. Cold Shuts
dua aliran logam lebur bertemu tetapi kurang terjadi fusi atau penggabungan antara keduanya sehingga menimbulkan pendinginan yang premature.
1. Tuangkan secepat mungkin 2. Desain
sistem
saluran
cairan
16
,untuk
mengisi
saluran cetakan tanpa gangguan 3. Panaskan cetakan 4. Menghindari pengecoran yang panjang dan tipis Shrinkage
Adanya rongga-rongga dengan permukaan
1. Digunakan
kasar serta dendritic baik merupakan rongga
pembekuan
tunggal yang besar sampai rongga-rongga
mengarah
kecil yang mengumpul pada lokasi tertentu
sehingga penambah dapat
Penyebab :
bekerja efektif.
1. Perbedaan ketebalan benda cor
2. Penggunaan cil
yang terlalu besar.
yang
2. Terdapatnya bagian tebal yang tidak dapat dialiri logam cair secara
dimaksudkan agar
utuh. 3. Saluran masuk dan penambah tidak
pembekuan dan
pengaruh
progesif. 4. Saluran masuk dan penambah yang
penambah meningkat.
kurang banyak. 5. Saluran masuk dan penambah yang dalam
terjadi
mengarah
mendukung adanya solidifikasi
salah
secara
peletakannya
terlalu kecil.
dan
3. Daerah pengisian yang efektif penambah.
Sumber : ( casting design and performance 2009 )
dari
17
2.7 Sifat Mekanik Bahan Sifat mekanik logam adalah menyatakan kemampuan suatu logam untuk menerima beban atau gaya dari luar tanpa mengalami kerusakan pada material tersebut tersebut (Wahid Suherman, 1987). Regangan (strain), adalah besar deformasi persatuan panjang, dan tegangan (stress), adalah gaya persatuan luas. Selama deformasi bahan menyerap energi sebagai akibat adanya gaya yang bekerja. Kekuatan (strength) adalah ukuran besar gaya yang diperlukan mematahkan suatu bahan. Keuletan (ductility) dikaitkan dengan besar regangan permanen sebelum mengalami perpatahan, sedang ketangguhan (toughness) dikaitkan dengan jumlah energi yang diserap bahan sampai terjadi perpatahan. Sifat mekanik adalah salah satu sifat terpenting dalam suatu material. Sifat mekanik menyatakan kemampuan suatu bahan untuk menerima beban/gaya/energi tanpa menimbulkan kerusakan pada bahan atau komponen tersebut. Beberapa sifat mekanik yang terpenting dalam suatu bahan antara lain : 1. Kekuatan (Strength) menyatakan kemampuan bahan untuk menerima tegangan tanpa menyebabkan bahan menjadi patah. Kekuatan ini ada beberapa macam tergantung jenis beban yang bekerja, yaitu kekuatan tarik, kekuatan tekan, kekuatan geser, kekuatan lengkung. 2. Kekerasan (hardness) dapat didefinisikan sebagai kemampuan bahan untuk tahan terhadap penggoresan,pengikisan (pantulan), indentasi. Sifat ini berkaitan dengan sifat tahan aus. 3. Kekenyalan (elasticity) menyatakan kemampuan bahan untuk menerima tegangan tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk yang permanen setelah tegangan dihilangkan. Bila suatu benda mengalami suatu tegangan maka benda akan mengalami perubahan bentuk itu akan hilang bersamaan dengan hilangnya tegangan,tetapi bila tegangan yang berkerja telah melampui batas tersebut maka sebagian dari perubahan bentuk itu tetap ada walaupun tegangan telah dihilangkan. 4. Kekakuan (stiffness) menyatakan kemampuan bahan untuk menerima tegangan/beban tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk (deformasi) atau defleksi.
18
5. Plastisitas (plasticity) menyatakan kemampuan bahan untuk mengalami sejumlah deformasi plastik (yang permanen) tanpa mengakibatkan terjadinya kerusakan.Sifat ini sangat diperlukan bagi bahan yang akan diperoses dengan berbagai proses pembentukan seperti : forging, rolling, extruding,dll. Sifat ini juga disebut sebagai keuletan (ductility) 6. Ketangguhan (toughness) menyatakan kemampuan bahan untuk menyerap sejumlah energi tanpa mengakibatkan terjadinya kerusakan. Sifat ini dipengaruhi banyak faktor, sehingga sifat ini sulit diukur. 7. Kelelahan (fatigue) merupakan kecenderungan dari logam untuk patah bila menerima tegangan berulang-ulang (cyclic stress) yang besarnya masih jauh dibawah batas kekuatan elastiknya. 8. Merangkak (creep) merupakan kecenderungan suatu logam untuk mengalami deformasi plastik yang besarnya merupakan fungsi waktu. Berbagai sifat mekanik diatas juga dapat dibedakan menurut cara pembebanannya, yaitu sifat mekanik statik yaitu sifat terhadap beban statik yang besarnya tetap atau berubah dengan lambat, dan sifat mekanik dinamik yaitu sifat mekanik terhadap beban berubah-ubah atau mengejut. Ini perlu dibedakan karena tingkah laku bahan mungkin berbeda terhadap cara pembebanan yang berbeda. 2.8 Pengujian Spesimen Pengujian material yang dilakukan meliputi pengujian mekanik dan Metallography, pengujian mekanik dilakukan dengan pengujian impact dan pengujian Metallography material dilakukan dengan uji struktur mikro dan SEM . 2.8.1 Pengujian Uji Impact Pengujian Uji impact dilakukan untuk menguji kekuatan suatu material terhadap pemberian beban secara tiba-tiba persatuan luas bidang material uji dengan cara mengukur perubahan energi potensial yang diserap material dari sebuah palu godam yang dijatuhkan pada ketinggian tertentu. Bentuk berupa patahan material yang terjadi selanjutnya dianalisa secara visual apakah material itu ulet ataukah getas. Besarnya energi yang diserap tergantung pada keuletan bahan uji dan dinyatakan dalam satuan Nm / mm2. Adapun jenis-jenis metode pengujian Impact meliputi 2 macam metode :
19
a. Metode Izod Pengujian metode ini biasa digunakan Di Inggris. Pada benda uji Izod mempunyai penampang lintang bujur sangkar dan bertakik V di dekat ujung yang dijepit sehingga takikan berada di dekat penjepitnya. Bandul yang diayunkan dari ketinggian tertentu akan memukul ujung yang lain dari arah takikan. b.
Metode Charpy Benda uji pada pengujian metode Charpy diletakan ke arah mendatar oleh
penahan dan bandul alat uji Impact berayun akan memukul batang uji tepat dibelakang takikan, pada ujung batang pemukul dipasang pemukul yang diberi pemberat. Batang uji diletakan di bagian bawah mesin dan takikan tepat berada pada bidang lintasan pemukul. Pada pengujian ini bandul pemukul dinaikan sampai ketinggian tertentu, dari posisi ini pemukul dilepaskan dan berayun bebas memukul batang uji hingga patah. Selisih antara energi awal dengan energi akhir adalah energi yang dibutukan untuk mematahkan batang uji. Titik putar pendulum
Gambar 2.10 ilustrasi uji Impact
Keterangan : W = berat dari pendulum (kgf) m = massa (kgm) h0 = tinggi awal (m) h1 = tinggi akhir (m) L = panjang lengan (m) 𝛼 = sudut awal (o ) β = sudut akhir (o )
20
Pengujian ini didasarkan pada “standard method of tention testing metalic materials” dari ASTM Designation E23 “Annual Book Of ASTM Standars” American Society For Testing And Materials. Rumus Impact Strenght adalah: Is =E/A ………………………………………………
(2.1)
Dimana : Is = Impact strenght (Nm/mm 2) E = energi yang diserap (Nm) A = luas penampang benda uji (mm 2)
Dimana : E = E1 – E0…………………………………………..
(2.2)
E = energi yang diserap (Nm) E1 = energi akhir (Nm)
E0 = energi awal (Nm) E1 = W . h0 = W . L (1 – Cos 𝛼) ………………….
(2.3)
E0 = W . h1 = W . L (1 – Cos β) ………………….
(2.4)
c. Faktor penyebab terjadinya perpatahan material pada pengujian Impact
Takikan Bentuk takikan amat berpengaruh pada ketangguahan suatu material, karena adanya perbedaan distribusi dan konsentrasi tegangan pada masing-masing takikan tersebut yang mengakibatkan energi Impact yang dimilikinya berbedabeda pula.
Kadar Karbon Material yang memiliki kadar karbon yang tinggi memiliki sifat yang kuat dan getas sehingga membutuhkan energi yang tidak besar sedangkan material yang kadar karbonnya rendah memiliki sifat yang ulet dan lunak sehingga membutuhkan energi yang besar dalam perpatahannya.
21
Beban Semakin besar beban yang diberikan, maka energi Impact semakin kecil yang dibutuhkan untuk mematahkan spesimen, dan demikianpun sebaliknya. Hal ini diakibatkan karena suatu material akan lebih mudah patah apabila dibebani oleh gaya yang sangat besar.
Temperatur Semakin tinggi temperatur dari spesimen, maka ketangguhannya semakin tinggi dalam menerima beban secara tiba-tiba, demikinanpun sebaliknya, dengan temperatur yang lebih rendah. Namun temperatur memiliki batas tertentu dimana ketangguhan akan berkurang dengan sendirinya.
Transisi ulet rapuh hal ini dapat ditentukan dengan berbagai cara, misalnya kondisi struktur yang susah ditentukan oleh sistem tegangan yang bekerja pada benda uji yang bervariasi, tergantung pada cara pengusiaannya.sehingga harus digunakan system penekanan yang berbeda dalam berbagai persamaan.
Efek komposisi ukuran butir Ukuran butir yang besar memiliki ikatan antara batas butir yang lebih lemah dibanding dengan ukuran butir yang lebih kecil (halus) hal ini dapat diamati secara detail melalui pengamatan struktur mikro. Ketika butir mengalami beban geser melebihi batas kemampuan ikatan antar butir, maka batas antar butir tidak mampu menahan tegangan geser akibat beban cyclic yang terjadi.
Perlakuan panas dan perpatahan perlakuan panas umumnya dilakukan untuk mengetahui atau mengamati besarbesar butir benda uji dan untuk menghaluskan butir. Sedangkan untuk menambah keuletan suatu bahan dapat dilakukan dengan penambahan logam.
Pengerasan kerja dan pengerjaan radiasi pengerasan kerja terjadi yang ditimbulkan oleh adanya deformasi plastis yang kecil pada temperatur ruang yang melampaui batas atau tidak luluh dan melepaskan sejumlah dislokasi serta adanya pengukuran keuletan pada temperatur rendah. Pengerasan kerja ini akan menimbulkan berapakah pada logam karena peningkatan komplikasi akibat pembentukan dislokasi yang saling berpotongan.
22
Adapun Jenis-jenis perpatahan pada pengujian Impak : a.
Perpatahan ulet
Patah ulet adalah patahan disertai perubahan bentuk plastis (plastis deformation). Secara makroskopis, ciri-ciri patah ulet antara lain : o Terjadi deformasi plastis yang cukup besar sebelum patah. o Bidang geser (shear lip) biasanya tampak atau diketemukan pada akhir patahan. o Permukaan patahan berserat ( fibrous ) atau silky texture, tergantung pada jenis material. o Penampang melintang di daerah patahan biasanya berkurang karena pengecilan penipisan (necking ). o Pertumbuhan retak berjalan lambat.
Gambar 2.11 Perpatahan ulet (http://dc440.4shared.com/doc/BS4LwZ2M/preview.html)
b. Perpatahan granular/kristalin Perpatahan jenis ini dihasilkan oleh mekanisme pembelahan (cleavage) pada butir-butir dari bahan (logam) yang rapuh (brittle). Ditandai dengan permukaan patahan yang datar yang mampu memberikan daya pantul cahaya.
Gambar 2.12 Perpatahan granular/kristalin (http://dc440.4shared.com/doc/BS4LwZ2M/preview.html)
23
c. Perpatahan campuran (berserat dan granular). Merupakan jenis perpatahan dengan kombinasi dua jenis patahan. Selain dengan harga Impact yang ditunjukkan oleh alat uji, pengukuran ketangguhan suatu bahan dapat dilakukan dengan memperkirakan berapa persen patahan berserat dan patahan kristalin yang dihasilkan oleh benda uji yang diuji pada temperatur tertentu. Semakin banyak persentase patahan berserat maka dapat dinilai semakin tangguh bahan tersebut. 2.8.2 Pengujian Struktur Mikro Struktur mikro dalam logam (paduan) di tunjukan dengan besar, bentuk dan orientasi butirnya, jumlah fasa, proporsi dan kelakuan dimana mereka tersusun atau terdistribusi. Sifat-sifat fisik suatu bahan seperti sifat mekanik tergantung dari struktur mikro. Pada logam paduan, penggolongan struktur mikro berdasarkan berapa jumlah fase, proporsinya dan bagaimana susunannya didalam bahan. Struktur mikro bergantung kepada jumlah elemen paduan, konsentrasinya dan perlakuan panasnya (temperatur, lamanya pemanasan, laju pendinginan). Persiapan metolografi yang dilakukan adalah sama untuk bermacam – macam analisa mikro struktur, spesimen benda uji dihaluskan dengan menggunakan
kertas
gosok (amplas) dengan tingkat kekasaran yang paling kasar (nomor amplas kecil) sampai dengan ampelas yang paling halus (nomor amplas halus). Persiapan permukaan ini diselesaikan dengan menggosok spesimen uji pada suatu polishing wheels dengan cloth tertentu yang dibasahi dengan larutan yang mengandung Aluminium Oksida. Spesimen yang sudah bebas dari goresan dan mempunyai permukaan yang halus berkilau selanjutnya dilakukan proses pengetsaan. Pengetsaan adalah proses tahapan pelarutan secara kimiawi atau elektrolis dari suatu logam dalam larutan kimia. Pengetsaaan ini bertujuan untuk memperoleh detail dari struktur, hal ini dimungkinkan karena adanya kecendrungan untuk melarut yang berbeda dari bagian struktur logam. Kelarutan yang berbeda tersebut akan menyebabkan permukaan logam mempunyai topologi yang tidak rata. Apabila permuakaan ini dikenakan suatu sinar, maka sinar ini akan dipantulkan dengan intensitas yang berbeda-beda dan menghasilkan kontras bagian antara yang satu dengan yang lain. Penyinaran dan pembesaran yang dimiliki mikroskop dapat menampilkan gambaran secara detail dari struktur logam yang diamati dengan detail.
24
A
B
Gambar 2.13 ilustrasi Pengujian Struktur mikro Sumber : http://ujimaterial.weebly.com/
A. Contoh yang dietsa sedang diperiksa dengan mikroskop B. Penampilan contoh melalui mikroskop Kristalisasi yaitu proses pembentukan Kristal yang terjadi pada saat pembekuan proses pengecoran, perubahan fase dari air ke fase padat. Dilihat dari mekanismenya kristalisasi terjadi menjadi dua tahap :
Pembentukan inti atau pengintian (nucleation)
Pertumbuhan Kristal (crystal growth)
Gambar 2.14 Ilustrasi skematik mikro pembekuan struktur logam
Dalam keadaan cair temperatur logam relatif tinggi dan atom memiliki energi cukup banyak sehingga mudah bergerak tidak ada pengaturan letak atom, atom relatif terhadap atom lain. Dengan turunnya temperatur maka energi atom makin rendah dan makin bergerak dan mulai mencari/mengatur kedudukannya relatif tehadap atom lain dan mulai membentuk lattice. Ini terjadi pada tempat yang relatif lebih dingin dimana sekelompok atom menyusun diri membentuk inti kristal. Dengan semakin turunnya temperatur maka akan semakin banyak atom-atom yang ikut bergabung dengan inti yang sudah ada ataupun membentuk inti baru. Setiap inti akan tumbuh dengan menarik atom-atom lainnya dari cairan ataupun dari inti yang tidak sempat tumbuh, untuk mengisi tempat kosong pada lattice yang akan dibentuk. Pertumbuhan ini berlangsung dari tempat yang bersuhu dingin ke tempat yang bersuhu panas. Pertumbuhan ini tidak bergerak lurus saja tetapi mulai membentuk cabangcabang dan ranting-ranting yang dinamakan dengan struktur dendritik. Dendrit akan
25
terus tumbuh ke segala arah sehingga cabang-cabang (ranting-ranting) dendrit ini hampir bersentuhan satu dengan lainnya sehingga sisa cairan yang terakhir akan membeku disela-sela dendrit ini. Pertemuan antara satu dendrit kristal dengan lainnya dinamakan grain boundary (butir-butir kristal) yang merupakan bidang yang membatasi antara 2 kristal. Pada grain boundary ini akan terkandung unsur-unsur ikutan (impurity) yang lebih banyak dan pada grain boundary ini juga terdapat ketidakteraturan susunan atom (mismatch). 2.8.3 Uji SEM (Scanning Electron Microscopy) SEM (Scanning Electron Microscopy) merupakan salah satu jenis mikroscop electron yang menggunakan berkas electron untuk menggambarkan bentuk permukaan dari material yang dianalisis. Elektron memiliki resolusi yang lebih tinggi daripada cahaya. Cahaya hanya mampu mencapai 200nm sedangkan elektron bisa mencapai resolusi sampai 0,1 – 0,2 nm. Dibawah ini diberikan perbandingan hasil gambar mikroskop cahaya dengan elektron (Nugroho,2012).
Gambar 2.15 Perbandingan hasil uji SEM Sumber : https://materialcerdas.wordpress.com
Prinsip kerja dari SEM ini adalah dengan menggambarkan permukaan benda atau tinggi.
material
dengan
berkas
electron
yang
dipantulkan
dengan
energi
Permukaan material yang disinari atau terkena berkar electron akan
memantulkan kembali berkas electron atau dinamakan berkas electron sekunder ke segala arah. Tetapi dari semua berkas electron yang dipantulkan terdapat satu berkas electron yang dipantulkan dengan intensitas tertinggi. Detector yang terdapat di dalam SEM akan mendeteksi berkas electron berintensitas tertinggi yang dipantulkan oleh
26
benda atau material yang dianalisis. Selain itu juga dapat menentukan lokasi berkas electron yang berintensitas tertinggi . Prinsip kerja dari SEM adalah sebagai berikut: 1. Sebuah pistol elektron memproduksi sinar elektron dan dipercepat dengan anoda. 2. Lensa magnetik memfokuskan elektron menuju ke sampel. 3.
Sinar elektron yang terfokus memindai (scan) keseluruhan sampel dengan diarahkan oleh koil pemindai.
4. Ketika elektron mengenai sampel maka sampel akan mengeluarkan elektron baru yang akan diterima oleh detektor dan dikirim ke monitor (CRT).
Gambar 2.16 Skema kerja dari SEM Sumber : https://materialcerdas.wordpress.com
Ada beberapa sinyal yang penting yang dihasilkan oleh SEM. a. Sinyal-sinyal pada alat uji SEM Sinyal Deteksi
Informasi yang Didapat
Resolusi Lateral 5 - 100 nm
Kedalaman dari Informasi 5 - 50 nm
Secondary Electrons
Topografi permukaan, kontras komposisi
Backscattered electrons
Kontras komposisi, topografi permukaan , orientasi kristal, domain magnet
50 - 100 nm
30 - 1000 nm
Specimen current
Kontras yang lengkap ke backscattered dan
50 - 100 nm
30 - 1000 nm
27
sinyal secondary electron
Characteristic x-rays (primary Fluorescence) Cathodolumine -scence
Komposisi elemen, distribusi elemen
0,5 - 2 μm
0,1 - 1 μm
Deteksi fasa nonmetal dan semikonduksi
(Sumber: Nugroho,2012) Aplikasi dari teknik SEM – EDS dirangkum sebagai berikut: 1. Topografi: Menganalisa permukaan dan teksture (kekerasan, reflektivitas dsb) 2. Morfologi: Menganalisa bentuk dan ukuran dari benda sampel 3. Komposisi: Menganalisa komposisi dari permukaan benda secara kuantitatif dan kualitatif. Sedangkan kelemahan dari teknik SEM antara lain: 1. Memerlukan kondisi vakum 2. Hanya menganalisa permukaan 3. Resolusi lebih rendah dari TEM 4. Sampel harus bahan yang konduktif, jika tidak konduktor maka perlu dilapis logam seperti emas. 2.9
Fase Solidfication Pada fase solidification (pembekuan) akan terbentuk tiga daerah atau zone
pembentukan yaitu Chill zone, Columnar zone dan Equiaxed zone. (Candra Prasetya, 2003). Chill zone adalah Daerah ini berada paling luar yang mana lebih dipengaruhi oleh heat removal (kehilangan panas). Struktur ini terbentuk pada kontak pertama antara dinding cetakan dengan logam cair pada saat dituang ke dalam cetakan. Dibawah suhu lebur beberapa inti terbentuk dan tumbuh ke dalam cairan. Suhu cetakan yang mulai naik memungkinkan kristal yang membeku menyebar meninggalkan dinding karena pengaruh aliran cairan. Apabila suhu penuangan yang cukup tinggi dimana cairan yang berada tengah-tengah coran tetap diatas temperatur leburnya sehingga dapat menyebabkan kristal yang dekat dengan daerah tersebut mencair lagi
28
meninggalkan dinding cetakan. Hanya kristal yang berada pada dinding cetakan yang tumbuh menjadi chill zone. (Prasetya, 2003) Columnar zone merupakan struktur yang tumbuh setelah gradien suhu pada dinding cetakan turun dan kristal pada chill zone tumbuh memanjang , kristal-kristal tersebut tumbuh memanjang berlawanan dengan arah perpindahan panas (panas bergerak dari cairan logam kearah dinding cetakan yang bertemperatur lebih rendah) yang disebut dengan dendrit . Setiap kristal dendrit mengandung banyak lengan-lengan dendrit , jika fraksi volume padat meningkat dengan meningkatnya panjang dendrit . Daerah yang terbentuk antara ujung dendrit dan titik dimana sisa cairan terakhir akan membeku disebut sebagai mushy zone. (Prasetya, 2003) Equiaxed Zone Struktur ini terdiri dari butiran yang bersumbu sama yang arah acak. Asal dari butiran ini adalah mencairnya kembali lengan dendrit. Bila suhu di sekitar masih tinggi, setelah cabang dendrit tersebut terlepas dari induknya dan tumbuh menjadi dendrit yang baru. (Prasetya, 2003)
29
(a)
(b)
(c)
Gambar 2.17 a. Chill zone, b. columunar zone dan c. equiaxed zone Sumber : http://www.substech.com/dokuwiki/doku.php?id=solidification
Gambar 2.18 Ilustrasi pembentukan kristal pada proses pembekuan pengecoran Sumber : ASM metal handbook, vol 9 metallography and microstructures