BAB I TINJAUAN PUSTAKA
1.1.
Tahu
1.1.1. Asal mula tahu Budaya makan tahu berasal dari Cina karena istilah tahu berasal dari Cina tao-hu atau te-hu. Suku kata tao atau teu berarti kedelai, sedangkan hu berarti lumat menjadi bubur. Secara harfiah, tahu berarti makanan dengan bahan baku kedelai yang dilumatkan menjadi bubur (Sarwono, 2005: 1). Tahu tergolong makanan kuno dan berdasarkan pustaka kuno dari Cina dan Jepang, pembuatan tahu dan susu kedelai pertama kali dikenalkan oleh Liu An pada tahun 164 SM, pada zaman pemerintahan dinasti Han. Tokoh serba bisa ini (filsuf, guru, ahli hukum, dan ahli politik) yang juga mempelajari kimia dan meditasi, kemudian memperkenalkan tahu kedelai temuannya kepada para biksu. Oleh para biksu cara membuat tahu ini disebarkan ke seluruh dunia sambil mereka menyebarkan agama Budha. Sekarang produk ini telah dikenal di seantero dunia dengan berbagai nama. Di Jepang lazim disebut tohu, di Negara berbahasa Inggris bernama soybeancurd dan tofu (Sarwono, 2005: 1). Industri tahu di Indonesia mulai berkembang kemungkinan sejak kaum imigran Cina menetap dan bermukim di tanah air ini. Sehingga usaha ini di kembangkan sebagai mata pencaharian dan tumpuan hidup (Sarwono, 2005: 1).
4 repository.unisba.ac.id
5
1.1.1. Definisi tahu Tahu sebagai hasil olahan kacang kedelai yang merupakan makanan andalan untuk perbaikan gizi, mengandung protein nabati terbaik karena mempunyai komposisi asam amino paling lengkap dan diyakini memiliki daya cerna yang tinggi (sebesar 85%-98%). Kandungan gizi dalam tahu tidak kalah dibandingkan lauk pauk hewani, seperti: Telur, daging, dan ikan. Selain harga yang lebih murah, masyarakat cenderung lebih memilih mengkonsumsi tahu sebagai bahan makanan pengganti protein hewani untuk memenuhi kebutuhan gizi (Purwaningsih, 2000: 6-8). Tahu merupakan suatu produk yang terbuat dari hasil penggumpalan protein kedelai. Dalam perdagangan di Indonesia dikenal dua jenis tahu yakni tahu biasa dan tahu Cina. Kedua tahu ini berbeda baik dari segi bentuk dan cara pembuatannya. Pada pembuatan tahu Cina, kedelai direbus terlebih dahulu sebelum direndam dan biasanya memiliki ukuran lebih besar (Purwaningsih, 2000: 6-8). Tahu merupakan pekatan protein kedelai dalam keadaan basah. Komponen terbesarnya terdiri atas air dan protein. Berdasarkan Standar Industri Indonesia (SII) No. 0270-80, ditetapkan persyaratan mengenai standar kualitas tahu. Standar kualitas tahu dapat di jelaskan sebagai berikut : a.
Air Air digunakan dalam proses pengolahan dan pengawetan makanan serta minuman, baik yang digunakan secara langsung (ditambahkan dalam produk), maupun tidak langsung (digunakan dalam proses pencucian,
repository.unisba.ac.id
6
perendaman, dan sebagainya), harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1) Tidak berasa, tidak berwarna dan tidak berbau 2) Bersih dan jernih 3) Tidak mengandung logam dan zat kimia yang berbahaya 4) Memiliki derajat kesadahan nol b.
Protein Komponen utama yang menentukan kualitas produk tahu adalah kandungan proteinnya. Dalam standar mutu tahu, ditetapkan kadar minimal protein dalam tahu, yakni sebesar 9% dari berat tahu
c.
Kadar abu Abu dalam tahu merupakan unsur mineral yang terkandung dalam kedelai. Bila kadar abu terlalu tinggi, berarti telah tercemar oleh kotoran, misalnya: tanah, pasir, dan lain-lain. Garam (natrium klorida) termasuk ke dalam kelompok abu, namun keberadaan garam dalam produk tahu merupakan hal yang disengaja, dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas, daya tahan dan cita rasa. Kecuali garam, kadar abu yang di perbolehkan ada dalam tahu adalah 1% dari berat tahu.
d.
Serat kasar Serat kasar dalam produk tahu dapat berasal dari ampas kedelai dan kunyit (pewarna). Adapun kadar maksimal serat kasar yang diizinkan adalah 0,1% dari berat tahu.
repository.unisba.ac.id
7
e.
Logam berbahaya Logam berbahaya (As, Pb, Mg, Zn) yang terkandung dalam tahu antara lain dapat berasal dari air yang tidak memenuhi syarat standar uji minum serta peralatan yang digunakan, terutama alat penggilingan.
f.
Zat pewarna Bahan pewarna yang beredar di pasaran sudah ditentukan penggunaannya, misalnya untuk tekstil, kulit, cat, kertas, makanan dan lain-lain. Pewarna yang boleh dipergunakan dalam pembuatan tahu hanyalah pewarna alami (kunyit) serta pewarna yang diproduksi secara khusus untuk makanan.
g.
Bau dan rasa Adanya penyimpangan bau dan rasa menandakan telah terjadi kerusakan (basi/busuk) ataupun pencemaran oleh bahan lain.
h.
Lendir dan jamur Keberadaan lendir dan jamur pada tahu menandakan adanya kerusakan atau kebusukan.
i.
Bahan pengawet Untuk memperpanjang masa simpan, tahu dapat dicampur dengan bahan pengawet yang sudah diizinkan berdasarkan SK Mentri Kesehatan, antara lain sebagai berikut: 1) Natrium benzoat (sodium benzoat), dengan dosis 0,1% 2) Nipagin (Para Amino Benzoic Acid/ PABA), dengan dosis maksimal 0,08% 3) Asam propionat, dengan dosis maksimal 0,3%
repository.unisba.ac.id
8
j.
Bakteri E. coli Bakteri ini dapat berada dalam produk tahu bila dalam proses pembuatannya digunakan air yang tidak memenuhi syarat air minum (Suprapti, 2005: 27-30).
1.2.
Pembuatan Tahu
1.2.1. Prosedur pembuatan tahu Prosedur pembuatan tahu dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : a.
Kedelai yang berkualitas baik dipilih dan dibersihkan dari kotoran dan kedelai rusak sebelum dilakukan perendaman.
b.
Setelah dicuci, kedelai direndam dalam air bersih selama 8-12 jam (lebih baik jika digunakan air mengalir). Perendaman dimaksudkan untuk melunakan struktur selularnya sehingga mudah digiling.
c.
Kedelai
kemudian
dikupas
dan
dilakukan
penggilingan
dengan
penambahan air antara 8-10 kali berat kedelai. d.
Bubur kedelai selanjutnya disaring dan filtratnya dimasak.
e.
Penggumpalan dilakukan dengan penambahan batu tahu atau biang atau asam.
f.
Gumpalan (curd) protein kedelai selanjutnya dicetak dan diperas (dipres).
g.
Tahu dipotong sesuai dengan ukuran yang dikehendaki.
h.
Biasanya, tahu yang telah jadi dieramkan dulu selama satu malam, kemudian direbus kembali sebelum dipasarkan. Pada saat perebusan ini,
repository.unisba.ac.id
9
dapat dilakukan penambahan garam atau pewarna dengan kunyit (Purwaningsih, 2000: 7). 1.2.2. Proses pembuatan tahu Pada dasarnya, proses pembuatan tahu terdiri dari dua bagian, yaitu pembuatan susu kedelai dan penggumpalan proteinnya. Sebagai zat penggumpal, secara tradisional biasanya digunakan biang, yaitu cairan yang keluar pada waktu pemerasan dan sudah diasamkan satu malam. Sebagai pengganti, dapat digunakan air jeruk, cuka, larutan asam laktat, larutan CaCl2, atau CaSO4. Pada pembuatan tahu Cina, biasanya digunakan sioko yang mengandung CaSO4 dan garam. Selain protein, zat-zat lain yang terdapat dalam kedelai juga terbawa ke dalam endapan (Purwaningsih, 2000: 5-6).
1.3.
Bahan Tambahan Pangan
1.3.1. Definisi bahan tambahan pangan Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 722/MENKES/PER/IX/88 Pasal 1. “Bahan tambahan pangan adalah bahan yang biasanya bukan merupakan bahan-bahan khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan kedalam makanan untuk maksud teknologi (termasuk organoleptis) pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut ”.
repository.unisba.ac.id
10
Penggunaan BTP tidak diperbolehkan untuk maksud sebagai berikut: menyembunyikan cara pembuatan atau pengolahan yang tidak baik, menipu konsumen, misalnya untuk memberi kesan baik pada suatu makanan yang dibuat dari bahan yang kurang baik mutunya. Sehingga akan mengakibatkan penurunan nilai gizi pada makanan. BTP tersebut dapat berupa pengawet, pewarna, pemanis, penyedap, antioksidan, antikempal, dan pengemulsi (Widyaningsih, 2006: 11). 1.3.2. Penggolongan BTP Berdasarkan Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/MenKes/PER/IX/88 terhadap BTP, BTP terdiri dari dua golongan, yaitu BTP yang diizinkan dan BTP makanan yang tidak diizinkan. a.
BTP yang Diizinkan : 1)
Antioksidan (antioxidant)
2)
Antikempal (anticacking agent)
3)
Pengatur keasaman (acidity regulator)
4)
Pemanis buatan (artificial sweetener)
5)
Pemutih dan pematang tepung (flour treatment agent)
6)
Pengemulsi, pemantap, dan pengental (emulsifier, stabilizer, thickner)
7)
Pengawet (preservative)
8)
Pengeras (firming agent)
9)
Pewarna (colour)
10) Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa (flavour, flavour enhancer)
repository.unisba.ac.id
11
b.
BTP yang tidak diizinkan: 1)
Boraks (natrium tetraborat)
2)
Formalin (formaldehyde)
3)
Minyak nabati yang dibrominasi (brominated vegetable oil)
4)
Kloramfenikol (chlorampenicol)
5)
Kalium klorat (potassium chlorate)
6)
Kuning metanil (metanil yellow)
7)
Dietil pirokarbonat (diethyl pyrocarbonate, DEPC)
8)
Nitrofurazon
9)
Asam salisilat dan garamnya (salicylic acid)
1.3.3. Zat pewarna makanan Zat pewarna adalah senyawa organik berwarna yang digunakan untuk memberi warna pada suatu objek. Penentuan mutu bahan makanan pada umumnya sangat bergantung pada beberapa faktor diantaranya cita rasa, warna, tekstur, dan nilai gizinya. Disamping itu ada faktor lain, misalnya sifat mikrobiologis. Tetapi sebelum factor-faktor lain dipertimbangkan, secara visual faktor warna tampil lebih dahulu dan kadang-kadang sangat menentukan (Winarno, 1995: 61). 1.3.4. Pewarna alami Zat pewarna alami adalah zat pewarna (pigmen) yang diperoleh dari tumbuhan, hewan, atau dari sumber-sumber mineral. Tumbuhan yang dapat dijadikan sebagai pewarna makanan, antara lain : a.
Wortel (warna kuning/ jingga)
b.
Buah bit (warna pink atau merah keunguan)
repository.unisba.ac.id
12
c.
Daun selada (warna hijau)
d.
Daun suji atau daun pandan (warna hijau)
e.
Sawi (warna hijau)
f.
Kunyit (warna kuning) Namun pewarna alami tersebut memiliki kelemahan yaitu warna yang
tidak
homogen
sehingga
sulit
menghasilkan
warna
yang
stabil
serta
ketersediannya yang terbatas dan juga diperlukan dalam jumlah yang banyak untuk menghasilkan zat warna yang banyak juga, sedangkan kelebihannya adalah aman untuk dikonsumsi (Cahyadi, 2008: 61-62) 1.3.5. Pewarna sintetis Karena zat pewarna yang diperoleh dari alam pilihannya sangat sedikit, maka dicari alternatif lain untuk memproduksi zat pewarna tersebut yang di kenal sebagai pewarna sintetik. Timbulnya penyalahgunaan tersebut antara lain disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat mengenai zat pewarna untuk industri jauh lebih murah dibandingkan dengan harga zat pewarna pangan. Hal ini disebabkan bea masuk zat pewarna untuk bahan pangan jauh lebih tinggi dibandingkan zat pewarna non pangan. Lagi pula warna dari zat pewarna tekstil atau kulit biasanya lebih menarik. Alasan itulah yang menyebabkan produsen banyak menggunakan pewarna tekstil untuk olahan pangannya (Cahyadi, 2008: 63). Perlu diketahui bahwa zat pewarna sintetik yang bukan untuk makanan dan minuman (pewarna tekstil) dapat membahayakan kesehatan apabila masuk ke dalam tubuh karena bersifat karsinogen (penyebab penyakit kanker).
repository.unisba.ac.id
13
Tabel I.1 Zat pewarna bagi makanan dan minuman yang diizinkan di Indonesia (Winarno, 1995: 60-61) Warna
Nama
Nomor Index Nama
Merah Merah Kuning Kuning Kuning Kuning Hijau Biru Coklat Hitam Hitam
Alkanet Cochineal red (karmin) Annatto Karoten Kurkumin Saffron Klorofil Ultramarine Caramel Carbon black Besi oksida
75520 75470 75120 75130 75300 75100 75810 77007 77266 77499
Putih
Titanium dioksida
77891
Carmoisine Amaranth Erythosim Sunset yellow FCF Tartrazine Quinolone yellow Fast green FCF Brilliant blue FCF Indigocarmine Violet GB
14720 16185 45430 15985 19140 47005 42090 42053 42090 42640
I. Zat warna alami
II. Zat warna sintetik Merah Merah Merah Oranye Kuning Kuning Hijau Biru Biru Ungu
Tabel I.2 Zat Pewarna berbahaya dalam obat dan makanan (Winarno, 1995: 61)
No
Nama
Nomor Index Warna (C.I. No.3)
1
Auramine (C.I Basic yellow 2)
41000
2
Butter yellow (C.I. Solvent yellow 2)
11020
3
Chrysoine (C.I food yellow 8)
14270
4
Fast yellow AB (C.I Food yellow 2)
13015
5
Metanil Yellow (Ext. D&C yellow No.1)
13065
6
Oil yellow (C.I Solvent yellow 6)
16155
repository.unisba.ac.id
14
1.3.6. Zat warna azo Pewarna sintetik makanan digolongkan sesuai struktur kimianya ke dalam golongan: Azo (metanil yellow), xanthenes (rhodamin B), quinolone (quinolin yellow), dan komponen indigoid (indigocarmine). Zat warna azo mempunyai ikatan N=N, yang diperoleh dari sintesis amin aromatik primer yang terdiazokan menjadi komponen yang dapat mengkopel senyawa tertentu, biasanya neftol. Zat warna ini merupakan kelompok terbesar meliputi hampir 90% dari seluruh zat warna sintesis yang ada, salah satunya kuning metanil (Puspita, 2011: 8).
1.4.
Kuning Metanil Kuning metanil adalah zat warna sintetik, berbentuk serbuk berwarna
kuning kecoklatan, larut dalam air, sedikit larut dalam aseton. Kuning metanil merupakan senyawa kimia azo aromatik amin, dimana dalam strukturnya terdapat ikatan N=N, yang akan dapat menimbulkan tumor dalam berbagai jaringan hati, kandung kemih, saluran pencernaan atau jaringan kulit. Kuning metanil dibuat dari asam metanilat dan difenilamin, kedua bahan ini bersifat toksik. Kuning metanil merupakan pewarna tekstil yang sering disalah gunakan sebagai pewarna makanan. Pewarna tersebut bersifat sangat stabil. Kuning metanil biasa digunakan untuk mewarnai wool, nilon, kulit, kertas, cat, alumunium, detergen, kayu, bulu. Pewarna ini merupakan tumor promoting agent (Fadila, 2013: 16). Kuning metanil memiliki acute oral toxicity >2000 mg/kg pada tikus dengan pemberian secara oral (Merck Index, 2006: 1410-1411).
repository.unisba.ac.id
15
Kuning metanil dilarang digunakan untuk pangan, karena bahaya kuning metanil bila tertelan dapat menyebabkan mual, muntah, sakit perut, diare, panas, rasa tidak enak dan tekanan darah rendah. Bahaya kronis akibat konsumsi kuning metanil dalam jangka waktu panjang dapat menyebabkan kanker pada kandung kemih dan saluran kencing (Fadila, 2013: 17). Tabel I.3 Kuning Metanil
Parameter
Karakteristik
Nama umum
Metanil yellow
Nama yang disarankan
Metanil yellow
Nama lain
Tropacolin G
Kode internasional
13065
Nama internasional
Acid yellow 36
Kelas
Azo
Ionisasi
Asam
Kelarutan dalam air
5,4%
Kelarutan dalam etanol
1,4%
Absorbs maksimum
536 (Conn) 435 (Gurr) 414 (Aldrich)
Warna
Kuning
Rumus molekul
C18H14N3NaO3S
Berat molekul
375, 391
Gambar I.1 Struktur Kuning Metanil (Merck Index, 2006: 1410)
repository.unisba.ac.id
16
pH
: 1,2 – 2,3
UV absorbs (λmaks)
: 414nm
Data toksikologis
: LD50 tertelan LD50 tikus >2000mg/kg dan LD50
melalui kulit LD50 tikus >200mg/kg (Merck Index, 2006: 1410-1411)
1.5.
Metabolisme Zat Pewarna di Dalam Tubuh Zat pewarna yang masuk ke dalam tubuh akan mengalami beberapa proses
yang terjadi di saluran cerna yaitu absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi. Dari saluran cerna, zat pewarna akan diangkut menuju hati melalui vena atau melalui sistem limfatik menuju vena kava superior. Di dalam hati, lalu pewarna akan mengalami biotransformasi dan konjugasi untuk selanjutnya diangkut melalui vena hepatik ke ginjal untuk diekskresi bersama urin, untuk senyawa yang tidak diabsorbsi akan dikeluarkan bersama feses (Roe, 1970: 194-213). Zat pewarna yang telah terkonjugasi di dalam hati dapat di angkut ke usus melalui empedu oleh sirkulasi enterohepatik dengan mekanisme transport yang belum diketahui dalam bentuk bebas atau bentuk terikat. Zat pewarna berada dalam bentuk bebas dan konjugasi sebagai asam D-glukoronat dapat ditemukan di dalam plasma dan serum. Zat pewarna yang tidak dimetabolisme di dalam darah berada dalam bentuk bebas atau terikat dengan serum protein, misal zat warna kuning naftol didistribusi dalam bentuk terikat dengan serum albumin (Octora, 2004: 17). Rute transport dan metabolisme zat pewarna di dalam tubuh dapat digambarkan sebagai berikut :
repository.unisba.ac.id
17
Zat warna Diabsorbsi
Jaringan Sistemik (peredaran darah)
Zat warna tidak larut air (non polar)
Zat warna larut air (polar)
Hati (biotransformasi& konjugasi) Diekskresikan melalui ginjal Tersimpan ke dalam (jaringan)
Efek penyakit / alergi
Diekskresi melalui empedu
Urin
Feses
Gambar I.2 Rute transport dan absorbsi zat warna di dalam tubuh (Cahyadi, 2008: 71)
Zat pewarna azo merupakan zat warna yang paling banyak digunakan untuk mewarnai makanan, sehingga perlu diketahui absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresinya. Senyawa golongan azo sebagian besar diabsorbsi oleh saluran pencernaan yang sebagian telah termetabolisme oleh mikroorganisme usus. Namun, reaksi yang terpenting adalah pemecahan ikatan azo yang menghasilkan senyawa amin, sebagai berikut (Octora, 2004: 18): -N=N-
-NH2 + H2N-
(1)
repository.unisba.ac.id
18
Zat pewarna azo yang larut dalam air hampir seluruhnya diekskresi melalui empedu, sedangkan zat pewarna yang larut dalam lemak tidak mengalami pemecahan dalam usus tetapi diabsorbsi secara sempurna dan dimetabolisme di hati oleh azo reduktase membentuk amin primer yang sesuai (Roe, 1970: 194-213). Senyawa azo dapat mengalami hidroksilasi, dilakukan N dan O oleh enzim mikrosoma hati atau dibentuk menjadi protein hati. Metabolisme dari 1-fenilazo-2-naftol dalam kelinci telah di selidiki oleh Daniel (1984), Child and Clayson (1966), ternyata semua metabolit tadi ditemukan dalam urin dan hanya 3 konjugat saja ditemukan dalam empedu. Zat pewarna Citrus Red no.2 yang larut dalam lemak, pada tikus, anjing dan kelinci mengalami konjugasi dan gugus azonya mengalami reduksi membentuk senyawa sulfat dan glukuronida dari 1-amonia-2-naftol yang di eksresi melalui urin. Zat warna Orange RN yang larut dalam air mengalami metabolisme dan menghasilkan p-aminofenil-glukuronida (40%) dan 1-amino-1-naftol-6-asam sulfonat (42%) (Octora, 2004: 18). 1.6.
Ekstraksi Fase Padat ( Solid Phase Extraction, SPE ) Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia yang di ekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein dan lain-lain. Struktur kimia yang berbeda-beda dapat mempengaruhi kelarutan serta stabilitas senyawasenyawa tersebut terhadap pemanasan, udara, cahaya, logam berat, dan derajat keasaman. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang di kandung suatu simplisia
repository.unisba.ac.id
19
atau pangan akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Ditjen POM, 2000: 1). 1). SPE merupakan teknik yang relati relatiff baru akan tetapi SPE cepat berkembang sebagai alat yang utama untuk pra berkembang pra-perlakuan -perlakuan perlakuan sampel atau untuk clean up sampel clean-up sampel--sampel sampel yang kotor, seperti sampel-sampel sampel sampel yang mempunyai kandungan matriks yang tinggi seperti garam-garam, garam garam, protein, polimer, resin, dll.
53) Gambar I.3 I.3 Diagram skematik pros prosedur edur SPE (Gandjar, Gandjar, 2007: 53
Ada dua strategi untuk melakukan penyiapan sampel menggunakan SPE mampu menahan menahan secara secara ini. Strategi pertama adalah dengan memilih pelarut yang mampu sementara senyawasenyawa total analit yang dituju pada penjerap yang digunakan, sementara senyawa senyawa yang mengganggu akan terelusi. Analit yang dituju dituj u yang tertahan pada organik yang yang akan akan penjerap ini selanjutnya dielusi dengan sejumlah kecil pelarut organik dengan mengusahakan mengusahakan agar agar mengambil analit yang tertahan. Strategi lain adalah dengan tertahan analit yang tertuju keluar (terelusi), sementara senyawa pengganggu akan tertahan ter 53-54). pada penjerap (Gandjar, 2007 : 53 54).
repository.unisba.ac.id
20
Pada gambar diatas dapat diketahui bahwa ada 4 tahap dalam prosedur SPE, yaitu: a. Pengkondisian Kolom (cartridge) dialiri dengan pelarut sampel untuk membasahi permukaan penjerap dan untuk menciptakan nilai pH yang sama, sehingga perubahan-perubahan kimia yang tidak diharapkan ketika sampel dimasukan dapat dihindari. b. Retensi (tertahannya) sampel Larutan sampel dilewatkan ke cartridge baik untuk menahan analit yang diharapkan sementara komponen lain terelusi atau untuk menahan komponen yang tidak diharapkan sementara analit yang dikehendaki terelusi. c. Pembilasan Tahap ini penting untuk menghilangkan seluruh komponen yang tidak tertahan oleh penjerap selama tahap retensi. d. Elusi Tahap ini merupakan tahap akhir untuk mengambil analit yang dikehendaki jika analit tersebut tertahan pada penjerap (Gandjar, 2007: 54)
repository.unisba.ac.id
21
1.7.
Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Kuning Metanil Penentuan kualitatif KCKT digunakan untuk analisa kualitatif didasarkan
pada waktu retensi untuk identifikasi. Identifikasi dapat diandalkan apabila waktu retensi sampel dibandingkan dengan larutan standar. Penentuan kuantitatif KCKT adalah parameter percobaan sama antara standar dan sampel, penentuan berdasarkan waktu retensi sampel dan standar yang sama dan penentuan kadar dilakukan berdasarkan hubungan (korelasi) dengan menggunakan larutan standar seri pada waktu retensi tertentu. Hasil analisa KCKT diperoleh dalam bentuk signal kromatogram. Dalam kromatogram akan terdapat peak yang menggambarkan benyaknya jenis komponen dalam sampel (Tim Kimia Analitik Instrumen, 2010: 11). 1.7.1. Kromatografi Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan molekul berdasarkan perbedaan pola pergerakan antara fase gerak dan fase diam untuk memisahkan komponen (berupa molekul) yang berada pada larutan. Molekul yang terlarut dalam fase gerak, akam melewati kolom yang merupakan fase diam. Molekul yang memiliki ikatan yang kuat dengan kolom akan cenderung bergerak lebih lambat dibandingkan dengan molekul yang berikatan lemah. Dengan ini, berbagai macam tipe molekul dapat dipisahkan berdasarkan pergerakan pada kolom. Setelah komponen terelusi dari kolom, komponen tersebut dapat di analisa dengan menggunakan detektor atau dapat dikumpulkan untuk analisa lebih lanjut. Beberapa alat-alat analitik dapat digabungkan dengan metode pemisahan untuk
repository.unisba.ac.id
22
analisis secara on-line (on-line analysis) seperti : penggabungan kromatografi gas (gas chromatography) dan kromatografi cair (liquid chromatography) dengan mass
spectrometry
(GC-MS
dan
LC-MS),
Fourier-transform
infrared
spectroscopy (GC-FTIR), dan diode-array UV-VIS (KCKT-UV-VIS). 1.7.2. Kromatografi cair kinerja tinggi Kromatografi cairan kinerja tinggi (KCKT) atau dalam bahasa inggrisnya dikenal dengan sebutan HPLC (High Performance Liquid Chromatography) merupakan salah satu teknik pemisahan campuran secara modern. Teknik KCKT ini merupakan salah satu teknik pemisahan campuran secara modern. Teknik KCKT ini merupakan salah satu teknik kromatografi cair-cair, yang dapat digunakan baik untuk keperluan pemisahan maupun analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif dengan teknik KCKT didasarkan pada pengukuran luas/area puncak analit dalam kromatogram, dibandingkan dengan luas/area standar. Pada prakteknya, pembandingan kurang menghasilkan data yang akurat bila hanya melibatkan satu standar. Oleh karena itu, maka pembanding dilakukan dengan menggunakan teknik kurva kalibrasi (Tim Kimia Analitik Instrumen, 2010: 11). Kelebihan KCKT diantaranya adalah: a. Mampu memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran b. Resolusinya baik c. Mudah melaksanakannya d. Kecepatan analisis dan kepekaannya tinggi e. Dapat dihindari terjadinya dekomposisi bahan yang di analisis
repository.unisba.ac.id
23
f. Dapa Dapatt digunakan bermacam-macam bermacam macam detek detektor tor g. Kolom dapat digunakan kembali h. Mudah melakukan recovery kerusakan sampel ke ahlian operator dan i. Tekniknya tidak begitu tergantung pada keahlian reprodusiblitasnya reprodusiblitasnya lebih bbaik aik dan j. Instrumennya memungkinkan untuk bekerja secara automatis dan kuantitatif k. Waktu analisis umumnya singkat l. Kromatografi cair preparatif memungkinkan dalam sekala besar m. Id Ideal eal untuk molekul besar dan ion (Putra, Effendy De Lux, 2004: 8). 8). Instrumen kromatografi cair kinerja ttinggi inggi
1988:: 592) 592 Gambar I.4 I Instrumen kkromatografi romatografi cair kinerja tinggi (Willard, 1988
a. Fasa Gerak juga eluen eluen Fasa gerak dalam KCKT adalah berupa zat cair dan disebut juga atau pelarut. Berbeda dengan kromatografi gas, KCKT mempunyai lebih untuk banyak pilihan fasa gerak dibandingkan dengan fasa gerak untuk kromatografi gas. Dalam kromatografi gas, fasa gerak g rak hanya sebagai pembawa mbawa solut melewati kolom menuju detektor. detek tor. Sebaliknya dalam
repository.unisba.ac.id
24
KCKT, fasa gerak selain berfungsi membawa komponen-komponen campuran menuju detektor. Fasa gerak dapat berinteraksi dengan solutsolut. Oleh karena itu, fasa gerak dalam KCKT merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan proses pemisahan. Persyaratan fasa gerak dimana zat cair yang akan digunakan sebagai fasa gerak KCKT harus memenuhi beberapa persyaratan berikut: 1) Zat cair harus bertindak sebagai pelarut yang baik untuk sampel yang akan di analisis. 2) Zat cair harus murni sekali untuk menghindarkan masuknya kotoran yang dapat mengganggu interpretasi kromatogram 3) Zat cair harus jernih sekali untuk menghindarkan penyumbatan pada kolom 4) Zat cair harus mudah diperoleh, murah, tidak mudah terbakar, dan tidak beracun 5) Zat cair tidak kental 6) Sesuai dengan detektor Fasa gerak untuk kromatografi partisi, adsobsi, dan penukar ion bersifat interaktif dalam arti fasa gerak berinteraksi dengan komponen-komponen sampel. Akibatnya, waktu retensi sangat dipengaruhi oleh jenis pelarut. Sebaliknya fasa gerak untuk kromatografi eksklusi bersifat non interaktif. Oleh karena itu, waktu retensi dengan kromatografi ini tidak bergantung pada komposisi fasa gerak.
repository.unisba.ac.id
25
b. Pompa Pompa dalam KCKT dapat di analogikan dengan jantung pada manusia yang berfungsi untuk mengalirkan fasa gerak cair melalui kolom yang berisi serbuk halus. Pompa yang dapat digunakan dalam KCKT harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1) Menghasilkan tekanan sampai 600psi 2) Kecepatan alir berkisar antara 0,1-1,0 mL/menit 3) Bahan tahan korosi c. Tempat penyuntikan sampel (injector) Terkadang faktor ketidaktepatan pengukuran KCKT terletak pada keterulangan pemasukan sampel ke dalam packing kolom. Masalahnya, kebanyakan memasukan sampel ke dalam kolom dapat menyebabkan band broadening. Oleh karena itu, sampel yang dimasukan harus sekecil mungkin kurang lebih beberapa puluh mikroliter. Selain itu, perlu diusahakan tekanan tidak menurun ketika memasukan sampel ke dalam aliran fasa gerak. d. Kran sampel Jenis pemasukan sampel ini disebut loop dan paling banyak digunakan. Untuk memasukan sampel ke dalam aliran fasa gerak perlu dua langkah : 1) Sejumlah volume sampel disuntikan ke dalam loop dalam posisi “load”, sampel masih berada dalam loop. 2) Kran di putar untuk mengubah posisi ‘load’ menjadi posisi ‘injeksi’ dan fasa gerak membawa sampel kedalam kolom. Loop dapat diganti-
repository.unisba.ac.id
26
ganti dan tersedia berbagai ukuran volume dari 5-200µL, dengan sistem pemasukan sampel ini memungkinkan memasukan sampel pada tekanan 7000psi dengan ketelitian tinggi. Juga loop mikro tersedia dengan volume 0,5 hingga 5µL. e. Kolom KCKT Biasanya terbuat dari stainless walaupun ada juga yang terbuat dari gelas berdinding tebal. Kolom utama berisi fase diam, tempat terjadinya pemisahan campuran menjadi komponen-komponennya. f. Detektor Berbagai detektor untuk KCKT telah tersedia, walaupun demikian detektor harus memenuhi persyaratan seperti cukup sensitif, stabilitas dan keterulangan tinggi, respon linear terhadap solut, waktu respon pendek sehingga tidak bergantung kecepatan alir, relibilitas tinggi dan mudah digunakan, tidak merusak sampel. Detektor KCKT dikelompokan ke dalam tiga jenis, yaitu : detektor umum memberi respon terhadap fasa gerak yang di modulasi dengan adanya solut. Detektor spesifik memberi respon terhadap beberapa sifat solut yang tidak dimiliki oleh fasa gerak. Detektor yang bersifat umum terhadap solut setelah fasa gerak dihilangkan dengan penguapan. Detektor berdasarkan absorbsi UV merupakan detektor KCKT yang paling banyak dipakai. Detektor elektrokimia paling banyak dipakai terutama dalam KCKT penukar ion (Hendayana, 2006: 83-93)
repository.unisba.ac.id
27
1.7.3. Mekanisme kerja KCKT Fase gerak
filter Tempat injeksi
Pompa
Penunjuk tekanan & kec. alir Kolom
Perekam data Detektor Pemroses data mV waktu Gambar I.5 Diagram Blok KCKT secara umum (Gandjar, 2007: 380)
Mula-mula solven diambil melalui pompa. Solven ini kemudian masuk ke dalam katup injeksi berputar yang dipasang tepat pada sampel loop. Dengan pertolongan mikro siring, sampel dimasukan ke dalam sampel loop yang kemudian bersama-sama dengan solven masuk ke dalam kolom. Hasil pemisahan diditeksi oleh detektor dimana penampakanya ditunjukan oleh perekam (pencatat = recorder). Tekanan solven di atur dengan pengatur dan pengukur tekanan. Pompa pemasuk solven pada tekanan konstan hingga tekanan kurang lebih 4500psi dengan laju alir rendah yaitu beberapa mililiter per menit. Rekorder menghasilkan kromatogram zat-zat yang dipisahkan dari suatu sampel. Tahap pemekatan dengan ektraksi solven dan penguapan untuk memperkecil volume sering kali diperlukan sebelum pengerjaan sampel dengan
repository.unisba.ac.id
28
KCKT. Hal ini terutama sering dilakukan untuk analisis seny senyawa awa-senyawa senyawa hidrokarbon aromatik polisiklik (PAH) atau residu pestisida ddalam alam makanan. Sebagai alternatif lain, sampel air dapat di absorbs absorbsi oleh suatu adsorben padat (C8 atau C18 yang terikat pada silica gel gel), ), diikuti dengan desorpsi dalam suatu solven yang kemudian langsung dimasukan ke dalam kolom. Suatu solven dengan polaritas rendah, misalnya CH 3 berair yang secara bertingkat mengalami perubahan menjadi CH3OH murni, menjamin pemisahan yang baik pada C18 yang terikat pada silika silika gel gel. 1.7.4. Sifat fase gerak a. Sifat Diamonium Fosfat Rumus molekul : ((NH NH4)2HPO4
fosfat (DepKes RI, 1995: 1145) Gambar I..6 Struktur kimia diam amonium onium fosfa
I.4 Sifat diamonium fosfat Tabel I.4
Pemerian Berat jenis Berat molekul Kelarutan Polimorfisme Titik leleh
Kristal padatan putih higroskopis 1,17 gram/cm³ 77,0825 gram/mol Dalam air 148 g/100 ml (4 C) dan etanol 7,89 g/100ml (15 C) Orthohombic 114 C
repository.unisba.ac.id
29
b. Sifat asetonitril Rumus molekul : CH3CN
Gambar I.7 Struktur kimia asetonitril Tabel I.5 Sifat asetonitril (DepKes RI, 1979: 655)
Pemerian Berat jenis Kelarutan Titik didih Titik leleh
Cairan jernih, tidak berwarna 0,783 g/cm3 (20˚C) Dapat bercampur dalam air Tidak kurang dari 95% tersuling pada suhu 80˚C -45,7˚C
c. Sifat amonia Rumus molekul : NH4OH Tabel I.6 Sifat amonia (DepKes RI, 1979: 86)
Pemerian Berat jenis Kelarutan Titik didih Titik leleh
1.8.
Cairan jernih, tidak berwarna 0,894 – 0,901 gram/cm³ Dapat larut dengan air -
Parameter Verifikasi
1.8.1. Presisi Presisi atau keseksamaan merupakan ukuran keterulangan metode analisis dan biasanya diekspresikan sebagai simpangan baku relatif dari sejumlah sampel yang berbeda signifikan secara statistik. Kedekatan antar serangkaian hasil
repository.unisba.ac.id
30
analisis yang diperoleh dari beberapa kali pengukuran pada sampel homogen yang sama. Dokumentasi presisi seharusnya mencangkup simpangan baku, simpangan baku relatif (RSD) atau koefisien variasi (CV), dan kisaran kepercayaan (Gandjar,2007: 466). Nilai RSD dirumuskan dengan : (2) Keterangan : = Rata-rata data SD
= Standar deviasi
RSD
= Standar deviasi relatif (%)
Sementara itu, nilai SD dihitung dengan : (3) Keterangan : Xn
= Sampel ke-n
X
= Jumlah sampel
n-1
= Derajat kebebasan (Gandjar,2007: 17).
Data untuk menguji presisi seringkali dikumpulkan sebagai bagian kajiankajian lain yang berkaitan dengan presisi seperti linieritas atau akurasi. Biasanya pengukuran dilakukan 6-15 pada sampel tunggal untuk tiap-tiap konsentrasi. Pada pengujian KCKT, nilai RSD antara 1-2% biasanya dipersyaratkan untuk senyawasenyawa aktif dalam jumlah banyak, sedangkan untuk senyawa-senyawa aktif dengan kadar dalam jumlah sedikit RSD berkisar antara 5-15%.
repository.unisba.ac.id
31
1.8.2. Akurasi Akurasi atau ketepatan merupakan ketelitian metode analisis atau kedekatan anatara nilai terukur (nilai rata-rata hasil analisis) dengan nilai yang diterima baik nilai konvensi, nilai sebenarnya ataupun nilai rujukan. Nilai akurasi juga dapat dijadikan sebagai petunjuk kesalahan sistematik. Untuk pengujian senyawa obat, akurasi diperoleh dengan membandingkan hasil pengukuran dengan bahan rujukan standar (standard reference material, SRM) (Gandjar, 2007: 465). 1.8.3. Batas deteksi (limit of detection, LOD) Batas deteksi merupakan kadar analit yang memberikan respon sebesar respon blanko (yb) ditambah dengan 3 simpangan baku blanko (3Sb). LOD merupakan batas uji yang secara spesifik menyatakan apakah analit diatas atau dibawah nilai tertentu. LOD dapat dihitung berdasarkan pada standar deviasi (SD) respon dan kemiringan (slope, S) kurva baku pada level yang mendekati LOD sesuai dengan rumus, (4) Keterangan : SD
= Standar deviasi
S
= Kemiringan (slope) (Gandjar, 2007: 468).
repository.unisba.ac.id
32
1.8.4. Batas kuantifikasi (limit of quantification, LOQ) Batas kuantifikasi merupakan konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi oprasional metode yang digunakan. Perhitungan LOQ dengan rasio signal to noise 10:1 merupakan aturan umum, meskipun demikian perlu diingat bahwa LOQ merupakan suatu kompromi antara konsentrasi dengan presisi dan akurasi yang dipersyaratkan. Rumus : (5) Keterangan : SD = Standar deviasi S = Kemiringan (slope) (Gandjar, 2007: 468-469). 1.8.5. Linieritas Linieritas merupakan kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasilhasil uji yang secara langsung proposional dengan konsentrasi analit pada kisaran yang diberikan. Linieritas suatu metode merupakan ukuran seberapa baik kurva kalibrasi yang menghubungkan antara respon (y) dengan konsentrasi (x). Linieritas dapat diukur dengan melakukan pengukuran tunggal pada konsentrasi yang berbeda-beda. Data yang diperoleh selanjutnya diproses dengan metode kuadrat terkecil, untuk selanjutnya dapat ditentukan nilai kemiringan, intersep dan koefisien relasinya. Rumus slope (kemiringan) : (6)
repository.unisba.ac.id
33
(7) (8)
Keterangan : y = bx + a y = Menyatakan absorbansi x = Konsentrasi b = Koefisien regresi (juga menyatakan slope = kemiringan) a = Tetapan regresi / intersep (Gandjar, 2007: 32-33). 1.8.6. Kesesuaian sistem Kesesuaian sistem merupakan serangkaian uji untuk menjamin bahwa metode tersebut dapat menghasilkan akurasi dan presisi yang dapat diterima. Parameter-parameter yang digunakan meliputi : nilai standar deviasi relatif (RSD) tinggi puncak dan luas puncak dari serangkaian injeksi pada instrumen (Gandjar, 2007: 472).
repository.unisba.ac.id