BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1
Kecombrang (Etlingera elatior (Jack) R. M. Smith)
1.1.1 Klasifikasi dan nama daerah Berdasarkan Cronquist (1981) serta Ibrahim dan Setyowati (1999:123), klasifikasi tumbuhan kecombrang adalah sebagai berikut: Kingdom
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Anak Kelas
: Zingiberidae
Bangsa
: Zingiberales
Suku
: Zingiberaceae
Marga
: Etlingera
Jenis
: Etlingera elatior (Jack) R. M. Smith Soland. ex Maton
Sinonim
: Alpinia elatior Jack, Nicolaia speciosa (Blume) Horan, Phoemeria speciosa (Blume) Merril
Nama Daerah : Honje (Sunda), kecombrang (Jawa) 1.1.2 Deskripsi Tumbuhan tegak (Gambar I.1), dapat berbunga beberapa kali dalam setahun. Batangnya berdaun yang memiliki ukuran panjang 2,5-5 m dan berdiameter 2-4 cm. Rimpangnya tebal, berwarna putih kekuningan atau kemerahmerahan pada saat masih muda. Daun berjumlah 15-30, di bagian bawah batang lebih banyak daun yang berukuran kecil dibandingkan dengan yang di atas lebih
3 Unisba.Repository.ac.id
4
banyak daun yang lebih besar. Tangkai bunga memiliki ukuran panjang 0,5-2,5 m dan berdiameter 1,5-2,5 cm (Ibrahim dan Setyowati, 1999: 124). Perbungaan panjangnya 80-220 cm. Buah berbentuk padat seperti buah nanas yang besar, sedangkan warnanya berwarna merah keputihan atau merah. Di samping itu ada pula yang berwarna merah tua dan mengandung air yang berwarna merah juga seperti buah murbei. Buahnya majemuk terdiri atas buah yang kecil-kecil (Heyne, 1987:586). Biji berukuran kecil, banyak, berwarna hitam kecoklatan dengan warna putih atau merah muda (Ibrahim dan Setyowati, 1999:125).
Gambar I.1. Bagian Tanaman Kecombrang (Etlingera elatior (Jack) R. M. Smith) (Ibrahim dan Setyowati, 1999:124)
1.1.3 Kandungan kimia Per 100 g porsi yang dapat dikonsumsi, bunga dari kecombrang mengandung; air 91 g, protein 1,3 g, lemak 1 g, karbohidrat 4,4 g, serat 1,2 g, kalium 541 mg, fosfor 30 mg, kalsium 32 mg, magnesium 27 mg, besi 4 mg, mangan 27 mg, zinc 0,1 mg dan tembaga 0,1 mg (Ibrahim dan Setyowati,
Unisba.Repository.ac.id
5
1999:123). Hasil penelitian Jaffar et al.dalam Ningtyas (2010:10) pada daun, batang, bunga dan rimpang kecombrang menunjukkan adanya kandungan minyak atsiri. Kandungan minyak atsiri tertinggi adalah pada daun sebesar 0,0735%, bunga sebesar 0,0334%, batang sebesar 0,0029% dan rimpang sebesar 0,0021%. Komponen utama minyak atsiri pada daun adalah β-pinene (19,7%), caryophyllene (15,36%) dan β-farnesene (27,9%). Kecombrang juga mengandung senyawa bioaktif seperti polifenol, alkaloid, flavanoid, steroid, saponin dan minyak atsiri (Tampubolon et al., 1983 dalam Adityo, 2013:161) 1.1.4 Penggunaan di masyarakat Perbungaan yang masih kuncup digunakan sebagai bahan masakan dalam kari, dimakan sebagai sayuran segar dan dimasak dengan sayuran lain. Di Malaysia, perbungaan yang masih kuncup digunakan sebagai bumbu laksa dan berbagai macam masakan. Batang bagian tengah digunakan sebagai bumbu masakan atau dimakan bersamaan dengan nasi. Buah setengah matang dapat digunakan untuk memasak, buah yang matang dapat langsung dimakan atau diolah menjadi permen. Kecombrang sekarang dibudidayakan di daerah tropis sebagai tanaman hias, bahkan dapat digunakan sebagai kebutuhan komersial menjadi bunga potong di Hawaii dan Australia. Di Malaysia, dekokta dari buah kecombrang secara tradisional digunakan untuk pengobatan sakit telinga sementara dekokta dari daun kecombrang dapat digunakan untuk membersihkan luka. Daun kecombrang biasanya digunakan oleh wanita untuk berendam dan dicampurkan dengan rempah aromatik lain di dalam air untuk menghilangkan bau badan. Rimpang
Unisba.Repository.ac.id
6
kecombrang dapat digunakan sebagai pewarna kuning (Ibrahim dan Setyowati, 1999:123). 1.1.5 Ekologi dan penanaman Marga Etlingera tumbuh di hutan primer dan sekunder terutama pada dataran rendah. Etlingera akan lebih mudah tumbuh pada tanah yang kaya akan bahan organik lebih mudah untuk ditanami. Perbungaan Etlingera terjadi sepanjang tahun karena Etlingera merupakan tanaman yang dapat berbunga beberapa kali dalam setahun dan memungkinkan penanaman secara terus menerus (Ibrahim dan Setyowati, 1999:125). 1.1.6 Prospek Di Asia Tenggara, kecombrang terutama digunakan sebagai rempahrempah. Hal ini menjadi daya tarik untuk menelitipotensi kecombrang untuk industri pengolahan (pengawetan, pengalengan, produk jus), produksi pada industri bumbu masakan dan produk alam lainnya seperti minyak atsiri. Sehubungan dengan terbatasnya ilmu tentang kandungan obat dari kecombrang, penelitian tentang unsur kimia dan aktivitas biologisnya mungkin dapat bermanfaat (Ibrahim dan Setyowati, 1999:126).
1.2
Aedes aegypti
1.2.1. Klasifikasi Menurut Richard dan Davis (1977) dalam Santoso dkk. (2008), klasifikasi nyamuk Aedes aegypti adalah sebagai berikut: Filum
: Arthropoda
Unisba.Repository.ac.id
7
Kelas
: Insecta
Bangsa
: Diptera
Suku
: Culicidae
Marga
: Aedes
Jenis
: Aedes aegypti
1.2.2. Morfologi Nyamuk Aedes aegypti betina dewasa memiliki tubuh berwarna hitam kecoklatan. Ukuran tubuh nyamuk Aedes aegypti betina antara 3-4 cm, dengan mengabaikan panjang kakinya. Tubuh dan tungkainya ditutupi sisik dengan garisgaris punggung keperakan. Di bagian punggung (dorsal) tubuhnya tampak dua garis melengkung vertikal di bagian kiri dan kanan yang menjadi ciri dari nyamuk spesies ini. Nyamuk jantan dan betina tidak memiliki pebedaan nyata dalam hal ukuran. Biasanya, nyamuk jantan memiliki tubuh lebih kecil daripada betina, dan terdapat rambut-rambut tebal pada antena nyamuk jantan. Kedua ciri ini dapat diamati dengan mata telanjang (Ginanjar, 2008:19-20).
1.3
Minyak Atsiri Minyak atsiri merupakan minyak yang mudah menguap yang berada pada
tumbuh-tumbuhan. Minyak atsiri dapat digunakan sebagai bahan dasar dalam industri parfum, kosmetik, farmasi, essence atau flavouring agent (Ketaren, 1985 dalam Hayani dan Gani, 2002:235; Harborne, 1987:127).
Unisba.Repository.ac.id
8
Minyak atsiri sering disebut juga essential oils atau volatile oils. Kata essential oil diambil dari kata quintessence, yang berarti bagian penting atau perwujudan murni dari suatu material, dan pada konteks ini ditujukan pada aroma atau essence yang dikeluarkan oleh beberapa tumbuhan (misalnya rempahrempah, daun-daunan dan bunga). Kata volatile oil yang secara harfiah berarti minyak terbang atau minyak yang menguap, dapat dilepaskan dari bahannya dengan bantuan dididihkan dalam air atau dengan mentransmisikan uap melalui minyak yang terdapat di dalam bahan bakunya (Green, 2002 dalam Nugraha, 2008:11). Minyak atsiri berupa cairan jernih, tidak berwarna, tetapi selama penyimpanan
akan
mengental
berwarna
kekuningan
atau
kecoklatan
(Koensoemardiyah, 2009:1). Pada minyak atsiri yang bagian utamanya terpenoid, biasanya terpenoid itu terdapat pada fraksi atsiri yang tersuling-uap. Zat ini yang menyebabkan wangi, harum atau bau yang khas pada banyak tumbuhan. Suku tumbuhan yang kaya akan minyak atsiri ialah suku Compositae (Asteraceae), Matriacaria, Labiatae (Lamiaceae). Golongan senyawa lainnya mungkin terdapat bersama-sama dengan terpena di dalam minyak atsiri (Harborne, 1987:127). Secara kimia, terpena minyak atsiri dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu monoterpena dan seskuiterpena, berupa isoprenoid C10 dan C15 yang jangka titik didihnya berbeda (titik didih monoterpena 140-180°C, titik didih seskuiterpena lebih dari 200°C. Monoterpena dibagi menjadi tiga golongan yang berdasarkan struktur asiklik seperti geraniol, monosiklik seperti limonena atau bisiklik seperti α- dan β-pinena. Dalam setiap golongan, monoterpena dapat
Unisba.Repository.ac.id
9
berupa hidrokarbon jenuh seperti limonena atau dapat mempunyai gugus fungsi dan berupa alkohol seperti menthol, aldehida atau keton seperti menton atau karvon (Harborne, 1987:127-128). Seskuiterpena digolongkan berdasarkan kerangka karbon dasarnya. Golongan umumnya ialah asiklis misalnya farnesol, monosiklik misalnya bisabolena atau bisiklik misalnya karotol.Namun demikian, dalam setiap golongan dikenal banyak senyawa yang berbeda.Dua turunan sesquiterpen yaitu asam absist dan xantin mendapat perhatian khusus karena sifat pengatur tumbuhnya (Harborne, 1987:128).
1.4
Metode Pengambilan Minyak Atsiri Metode pengambilan minyak atsiri dalam industri farmasi dikenal 3
macam metode penyulingan yaitu penyulingan dengan air (water distillation), penyulingan dengan air dan uap (water and steam distillation) dan penyulingan dengan uap (steam distillation) (Guenther, 2006:132). Pada penyulingan dengan air, bahan yang akan disuling kontak langsung dengan air mendidih. Bahan tersebut mengapung di atas air atau terendam secara sempurna tergantung dari bobot jenis dan jumlah bahan yang disuling. Air dipanaskan dengan metode pemanasan yang biasanya dilakukan, yaitu dengan panas langsung, mantel uap, pipa uap melingkar tertutup, atau dengan memakai pipa uap berlingkar terbuka dan berlubang. Ciri khas dari metode ini adalah kontak langsung antara bahan dengan air mendidih (Guenther, 2006:133-134).
Unisba.Repository.ac.id
10
Pada penyulingan dengan air dan uapmemakai alat semacam dandang. Simplisia diletakkan di atas bagian yang berlubang-lubang, sedangkan air di lapisan bawah. Uap dialirkan melalui pendingin dan sulingan ditampung, minyak yang diperoleh belum murni. Cara ini baik untuk simplisia basah atau kering yang rusak pada pendidihan. Untuk simplisia kering harus dimaserasi terlebih dahulu, sedangkan untuk simplisia segar yang baru dipetik tidak perlu dimaserasi. Cara penyulingan ini sudah banyak dilakukan secara kecil-kecilan sebagai industri rumah, karena peralatan mudah didapat dan hasil diperoleh cukup baik. Hidrolisa hampir tidak terjadi, sehingga kualitas minyak yang diperoleh cukup baik. Kerugian dengan cara ini, hanya minyak dengan titik didik lebih rendah dari air yang dapat tersuling sehingga hasil penyulingan tidak sempurna (DepKes RI, 1985:114). Penyulingan dengan uap memiliki prinsip sama dengan penyulingan air dan uap. Uap yang digunakan adalah uap jenuh atau uap kelewat panas pada tekanan 1 atmosfir. Uap dialirkan melalui pipa uap berlingkar yang berpori yang terletak dibawah bahan, dan uap bergerak ke atas melalui bahan yang terletak di atas saringan (Guenther, 2006:134).
1.5
Parameter Sifat Fisiko-Kimia Minyak Atsiri
1.5.1 Bobot jenis Bobot jenis (BJ) merupakan salah satu kriteria penting dalam menentukan mutu dan kemurnian minyak atsiri. Nilai BJ minyak atsiri berkisar antara 0,6961,188 pada suhu 15°C, dan pada umumnya nilai tersebut lebih kecil dari 1,000.
Unisba.Repository.ac.id
11
Nilai BJ minyak atsiri pada suhu 15°/15°C didefinisikan sebagai perbandingan antara berat minyak pada suhu 15°C dengan berat air pada volume air yang sama dengan volume minyak pada suhu 15°C. Untuk penetapan nilai bobot jenis, ketelitian angka ditentukan sampai 3 desimal. Piknometer adalah alat penetapan bobot jenis yang praktis dan tepat digunakan (Guenther, 2006:286). 1.5.2 Indeks bias Refraktometer adalah alat yang tepat dan cepat untuk menetapkan nilai indeks bias. Untuk menentukan indeks bias minyak atsiri harus dijaga, minyak harus dijauhkan dari panas dan cuaca lembab sebab udara dapat berkondensasi pada permukaan prisma yang dingin. Akibatnya akan timbul kabut pemisah antara prisma gelap dan terang sehingga garis pembagi tidak terlihat jelas. Jika minyak atsiri mengandung air, maka garis pembatas akan kelihatan lebih tajam, tetapi nilai indeks biasnya akan menjadi rendah (Guenther, 2006:296). 1.5.3 Kelarutan dalam alkohol Minyak atsiri banyak yang dapat larut dalam alkohol dan jarang yang dapat larut dalam air. Maka kelarutannya dapat mudah diketahui dengan menggunkan alkohol pada berbagai tingkat konsentrasi. Menentukan kelarutan minyak, tergantung juga kepada kecepatan daya larut dan kualitas minyak. Biasanya minyak yang kaya akan komponen teroksigenasi lebih mudah larut dalam alkohol daripada yang kaya akan terpen. Kelarutan minyak juga dapat berubah karena pengaruh umur. Hal ini disebabkan karena proses polimerisasi menurunkan daya kelarutan, sehingga untuk melarutkannya diperlukan konsentrasi alkohol yang lebih tinggi.
Unisba.Repository.ac.id
12
Konsentrasi alkohol yang sering digunakan untuk menentukan kelarutan minyak atsiri adalah 50%-60%-70%-80%-95% kadang kadang 65% dan 75%. Nilai persentase ini didasarkan atas volume pada 14,56°/15,56°C (Guenther, 2006:301). 1.5.4 Penetapan bilangan asam Sebagian besar minyak atsiri mengandung sejumlah kecil asam bebas. Jumlah asam bebas biasanya dinyatakan sebagai bilangan asam, dan jarang dihitung dalam persen asam. Bilangan asam dari suatu minyak atsiri bertambah, bila umur simpan minyak bertambah, terutama bila cara penyimpanan minyak kurang baik; proses seperti oksodasi aldehida dan hidrolisa ester akan menambah bilangan asam. Minyak yang telah dikeringkan dan dilindungi dari udara dan sinar mempunyai jumlah asam bebas yang relatif lebih kecil (Guenther, 2006:317). 1.5.5 Penetapan bilangan ester Penentuan jumlah ester sangat penting dalam menentukan nilai minyak atsiri. Pada umumnya ester terbentuk dari asam berbasa satu, maka reaksi penyabunannya adalah sebagai berikut: RCOOR’+NaOH
RCOONa + ‘OH
(1)
Dalam hal ini: R dan R’ = alifatik, aromatik, radikal alisiklis (R = dapat juga berupa atom H). Bilangan ester biasanya digunakan untuk minyak yang mengandung ester dalam jumlah kecil; contohnya minyak lada hitam dan minyak klembak. Bilangan ester yang tinggi, umumnya menunjukkan adanya pemalsuan (Guenther, 2006:320-329).
Unisba.Repository.ac.id
13
1.6
Metode pengujian penolak (repellent) nyamuk Repellent adalah suatu senyawa yang beraksi secara lokal atau pada jarak
tertentu, yang mempunyai kemampuan mencegah antropoda (termasuk nyamuk) untuk terbang, mendarat atau menggigit pada permukaan kulit manusia (Nerio dkk, 2010 dalam Djatmiko dkk, 2011:24). Repellent biasanya dibuat dalam bentuk sediaan lotion yang mengandung N,N-dietil-metoluamida (DEET) (Flint and Robert Van den Bosch, 1995 dalam Mustanir dan Rosnani, 2008:175). Mekanisme dari repellent tersebut adalah dengan mengalihkan aroma CO2 dan keringat manusia sehingga nyamuk kehilangan orientasi untuk menggigit (Kementrian Riset dan Teknologi, 2012). Metode pengujian repellent dilakukan dengan cara melihat banyaknya nyamuk yang hinggap pada lengan yang diberikan sampel dan kontrol (lotion repellent atau pelarut), untuk melihat keaktifan senyawa repellent tersebut. Untuk mengetahui keaktifan senyawa repellent yang digunakan, maka dapat diperoleh dari persen keaktifan (Rajkumar dan Jebanesa, 2005 dalam Mustanir dan Rosnani, 2008:176).
1.7
Gas Chromatography-Mass Spectrometri(GC-MS) Metode analisis gas chromatography-mass spectrometri (GC-MS)
merupakan kombinasi dari kromatografi gas (KG/GC) untuk pemisahan dan spektrometri massa (SM/MS) untuk mendeteksi analit. Metode ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi komponen dari sebuah campuran senyawa
Unisba.Repository.ac.id
14
dengan cepat sehingga menjadi alat analisis pasti dalam penelitian dan analisis laboratorium komersial (McMaster, 2007:3). Minyak atsiri memiliki komponen yang rumit karena mengandung campuran senyawa dan komponen yang mudah menguap sehingga akan sulit apabila dianalisis. Namun sejak ditemukannya metode analisis GC-MS menganalisis minyak atsiri lebih mudah dilakukan (Agusta, 2000 dalam Naibaho, 2008:10). Kelebihan dari GC-MS sebagai bentuk sistem instrumen tunggal adalah mampu memisahkan campuran menjadi masing-masing komponennya, kemudian mengidentifikasi, dan memberikan informasi kuantitatif serta kualitatif tentang jumlah dan struktur kimia masing-masing senyawa. Namun, ada juga kelemahan dari metode analisis GC-MS ini, yaitu harus adanya komponen yang mudah menguap karena pada metode GC-MS terdapat beberapa batasan berat molekul (McMaster, 2007:5). 1.7.1 Gas Chromatography (GC) Prinsip kerja dari GC adalah suatu fase gerak berbentuk gas mengalir di bawah tekanan melewati pipa yang dipanaskan dan disalut dengan fase diam cair atau dikemas dengan fase diam cair yang disalut pada suatu penyangga padat (Watson, 2009: 277). Pada GC terdapat dua jenis kolom yaitu kolom terkemas dan kolom kapiler. Kolom terkemas biasanya dibuat dari kaca yang dilapisi silana untuk menghilangkan gugus polar Si-OH silanol dari permukaannya, yang dapat menghasilkan ekor puncak pada puncak analit-analit polar. Kolom dikemas dengan partikel-partikel penyangga padat yang dilapisi dengan fase diam cair. Penyangga yang paling banyak digunakan adalah tanah diatom (terutama kalsium
Unisba.Repository.ac.id
15
silikat). Sedangkan fase gerak yang paling banyak digunakan dalam GC kolom terkemas adalah nitrogen, dengan laju aliran sekitar 20 ml/menit (Watson, 2009:283). Kolom kapiler dibuat dari silika terfusi, biasanya disalut pada bagian luarnya dengan poliamida untuk menghasilkan fleksibilitas kolom. Gas pembawa yang paling banyak digunakan dalam GC kapiler adalah helium dan laju aliran yang digunakan lebih rendah dibandingkan dengan ruang-dalam beberapa detektor, membuat gas harus sering ditambahkan pada aliran gas melewati kolom agar dapat menyapu sampel melewati volume-dalam detektor pada laju yang tepat (Watson, 2009:283-284). Fase diam yang dipakai pada kolom kapiler dapat bersifat non polar, polar, atau semi polar. Fase diam non polar yang paling banyak digunakan adalah metil polisiloksan (HP-1; DB-1; SE-30; CPSIL-5) dan fenil 5%metilpolisiloksan 95% (HP-5; DB-5; SE-52; CPSIL-8). Fase diam semi polar adalah seperti fenil 50%-metilpolisiloksan 50% (HP-17; DB-17; CPSIL-19), sementara itu fase diam yang polar adalah seperti polietilen glikol (HP-20M; DBWAX; CP-WAX; Carbowax-20M) (Adamovics, 1997:80). 1.7.2 Mass Spectrometri (MS) Dalam sebuah spektrometer, suatu sampel dalam keadaan gas dengan elektron berenergi yang cukup untuk mengalahkan potensial ionisasi pertama senyawa tersebut (potensial ionisasi kebanyakan senyawa organik antara 185-300 kkal/mol). Tumbukan antara sebuah molekul organik dan salah satu elektron berenergi tinggi menyebabkan lepasnya sebuah elektron dari molekul itu dan terbentuknya suatu ion organik. Ion organik yang dihasilkan oleh penembakan
Unisba.Repository.ac.id
16
elektron berenergi tinggi tersebut tidak stabil dan pecah menjadi fragmen kecil, baik terbentuk radikal bebas maupun ion-ion lain. Dalam sebuah spektrometer massa yang khas, fragmen yang bermuatan positif ini akan dideteksi. Spektrum massa adalah alur kelimpahan (abudance) jumlah relatif fragmen bermuatan positif berlainan versus massa permuatan (m/z atau m/e) dari fragmen-fragmen tersebut. Muatan ion dari kebanyakan partikel yang terdeteksi dalam spektrometer massa adalah +1; maka nilai m/z sama dengan massa molekulnya (M). Struktur dan massa fragmen memberikan petunjuk mengenai struktur molekul induknya dan seringkali untuk menentukan bobot molekul suatu senyawa dari spektrum massanya (Supratman, 2010:260).
Unisba.Repository.ac.id