BAB I. STATUS PASIEN I.
II.
IDENTITAS Nama
: Tn. M
Jenis kelamin
: Laki-laki
Umur
: 54 tahun
Status
: Menikah
Pendidikan/Pekerjaan
: SD/Petani
Agama
: Islam
Alamat
: Dusun 03, Kel. Korumba, Kec. Kolono, Kab. Konsel
Tanggal masuk IGD
: 21 Mei 2013
No. RM
: 40 65 63
ANAMNESIS Dilakukan secara auto dan allo anamnesis dengan anak pasien pada tanggal 29 Mei 2013 pukul 14. 15 siang di kamar 13 Ruang Perawatan Mawar Lantai I.
A. Keluhan Utama Kesadaran menurun
B. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke RS dengan keluhan kesadaran menurun setelah kecelakaan lalu lintas 1 hari SMRS. Menurut saksi, sesaat sebelum kecelakaan pasien saat itu sedang mengendarai motor tanpa menggunakan helem dalam keadaan mabuk alkohol. Pasien jatuh dari motor dan kepala terbentur di jalan lalu pingsan seketika. Pasien dilarikan dan dirawat 1 hari di puskesmas Kolono dan selama itu pasien tidak pernah sadar. Pasien juga tidak mengalami kejang. Pasien juga mengalami mual dan muntah. Tidak ada cairan atau darah yang keluar dari telinga dan hidung.
1
C. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien tidak memiliki riwayat trauma sebelumnya. Riwayat kejang, hipertensi, DM, penyakit jantung, disangkal oleh keluarga pasien.
D. Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat kejang, hipertensi, DM, penyakit jantung, dalam keluarga disangkal.
E. Riwayat Kebiasaan Pasien memiliki kebiasaan merokok sejak masih muda, dan juga mengkonsumi minuman beralkohol.
III.
PEMERIKSAAN FISIK a. Status Generalisata 1. Keadaan umum
: Pasien tampak kesadaran menurun dan tampak adanya
hematom dan luka robek post heckting dibagian frontal, alis mata, sudut mata, dan bibir atas sebelah kiri. 2. Tanda vital Tanggal 21 Mei 2013 (masuk IGD) KU: Delirium Tekanan Darah
: 130/80 mmHg
Frekuensi Nadi
: 88 x/menit
Pernapasan
: 34 x/menit
Suhu Badan
: 37,30 C
b. Status Neurologis 1. Kesadaran GCS
: : E2M4V2
2. Tanda Rangsang Meningeal Kaku Kuduk (-), Kernig sign (-), Laseque (-) 3. Pupil Bulat isokor, Ø 3 mm Refleks cahaya langsung +/+ Refleks cahaya tidak langsung +/+ 4. Saraf-saraf kranialis 2
N.I
: Tidak dapat dinilai
N.II
: pupil dalam batas normal, visus dan lapangan pandang tidak dapat dinilai
N.III, IV, VI
:
Kedudukan bola mata
Kanan
Kiri
Ortoforia
Ortoforia
Pergerakan bola mata : Tidak dapat dinilai Exophtalmus
(-)
(-)
N.V
: Tidak dapat dinilai
N.VII
: Wajah tampak simetris
N.VIII
: Tidak dapat dinilai
N.IX, X
: Tidak dapat dinilai
N.XI
: Tidak dapat dinilai
N.XII
: Tidak dapat dinilai
5. Sistem motorik Tonus : n
n
n
n
Refleks fisiologis
Refleks patologis
BPR
+
+
Tromner
-
-
TPR
+
+
Hoffman
-
-
KPR
+
+
Babinsky
-
-
APR
+
+
6. Sensibilitas
: Tidak dapat dinilai
7. Saraf otonom : BAB dan BAK lancar (terpasang kateter), keringat (+)
c. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Foto Skull AP/Lat -
Aligment tulang calvaria, maxillofacial dan mandibulla baik, tidak tampak tanda-tanda fraktur dan destruksi tulang, mineralisasi baik, sinus paranasalis, air cell mastoid dan sella tursica dalam batas normal Kesan
: Tak tampak tanda – tanda fraktur dan destruksi tulang.
3
Foto Thorax AP Pelebaran pembuluh darah suprahiler dan perkabutan kedua paru -
Cor : membesar dengan CTI 0,65
-
Sinus, diafragma dan tulang-tulang intak Kesan
: Cardiomegali disertai tanda-tanda bendungan paru
d. DIAGNOSIS Trauma Kapitis Berat tanpa lateralisasi suspek kontusio serebri e. DIAGNOSIS BANDING Trauma Kapitis Berat tanpa lateralisasi suspek epidural hematoma Trauma Kapitis Berat tanpa lateralisasi suspek subdural hematoma Trauma Kapitis Berat tanpa lateralisasi suspek subarachnoid hematoma f. PENATALAKSANAAN Elevasi kepala 30˚ A. Jalan napas (Airway) Jalan napas dibebaskan dari lidah yang turun ke belakang dengan posisi kepala ekstensi. B. Pernapasan (Breathing) Pemberian Oksigen 10-15 liter/menit, intermiten: untuk mencegah hipoksia C. Sirkulasi (Circulation) Resusitasi cairan dengan pemberian cairan isotonis (IVFD NaCl 0,9%) D. Medikamentosa -
Pemberian Neuroprotektor : untuk perbaikan fungsi otak/memori (nimodipine, sitikolin)
-
Diuretik: untuk mencegah edema cerebri dan edema paru (manitol 20%, furosemid)
-
Pemberian antiinflamasi : untuk mencegah peradangan (methilprednisolon)
-
Pemberian antifibrinolitik : untuk menekan pendarahan (asam tranexamat)
-
Pemberian antibiotik : untuk mencegah infeksi (ceftriaxone)
-
Menjaga intake nutrisi : Pasang NGT
-
Pemberian Neuroroboransia (Vitamin B Kompleks) g. PROGNOSIS Ad vitam
: Ad bonam
Ad functionam
: Ad bonam
Ad sanationam
: Ad bonam 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA I.
Latar Belakang Trauma kapitis merupakan suatu momok moderen di kelompok industrial, adalah penyebab utama kematian, terutama pada orang dewasa usia muda, dan penyebab besar kecacatan. Defisit kognitif, behavioural dan kepribadian biasanya lebih menimbulkan kecacatan disbanding defisit fisik.1 Di Amerika, cedera kepala merupakan penyebab kematian terbesar. Terdapat 100.000 sampai dengan 150.000 anak berusia kurang dari 15 tahun dirawat di rumah sakit stiap tahunnya karena cedera kepala.2 Kebanyakan pasien yang mengalami trauma kapitis ringan atau sedang pulih setelah beberapa minggu sampai dengan bulan tanpa terapi spesifik. Akan tetapi, sekelompok pasien akan terus mengalami gejala kecacatan setelah periode ini, yang mengganggu pekerjaan atau aktifitas social. Masih terdapat kontroversi terhadap tingkat morbiditas yang menetap ketika dibandingkan dengan outcome pada pasien dengan trauma kapitis berat.1 Di Indonesia, data epidemiologi secara rasional belum ada. Di ruang rawat neurologi RSCM Jakarta, dari tahun ke tahun terdapat peningkatan. Pada tahun 1994 jumah penderita di rawat 1002 orang.1 Trauma kapitis sering memiliki kaitan dengan terganggunya pervasive dari behavior, kognitif, dan fungsi komunikasi serta interkasi yang mengakibatkan timbulnya keterbatasan dari aktifitas sehari-hari dan dalam kehidupan social. Saat ini telah jelas diketahui bahwa gejala sisa dari trauma kapitis yang paling menimbulkan masalah bagi keluarga adalah yang berhubngan dengan gejala psikiatri yaitu kehilangan memori, konfusion, gangguan kognitif, iritabilitas, mood labil, gangguan behavior, serta perubahan kepribadian.1 Prediksi insiden per tahunnya di dunia akan menurun secara signifikan, dengan adanya adanya UU pemakaian helm dan sabuk pengaman bagi pengaman motor/mobil. Diperkirakan sebanyak kurang lebih 10 juta orang menderita trauma kapitis berat dengan angka kematian sekitar separuhnya.1
5
II.
Definisi Trauma kapitis adalah trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik temporer maupun permanen.1 Cedera otak primer merupakan kerusakan yang terjadi pada otak segera setelah trauma. Cedera otak sekunder merupakan kerusakan yang berkembang kemudian sebagai komplikasi.3
III.
Epidemiologi Insiden trauma kapitis di negara-negara berkembang adalah 200/100.000 populasi per tahun. Dalam satu studi yang berdasarkan populasi menunjukkan bahwa insiden dari trauma kapitis sekitar 180-250/100.000 populasi per tahun di Amerika Serikat. Insiden lebih tinggi di Eropa dari 91/100.000 populasi per tahun di Spanyol hingga 546/100.000 di Swedia, di Southern Australia 322/100.000 dan Afrika Selatan 316/100.000.1
IV.
Klasifikasi Klasifikasi trauma kapitis berdasarkan: 1. Patologi 1.1 Komosio serebri 1.2 Kontusio serebri 1.3 Laserasio serebri 2. Lokasi lesi 2.1 Lesi diffus 2.2 Lesi kerusakan vaskule otak 2.3 Lesi fokal 2.3.1
Kontusio dan laserasi serebri
2.3.2
Hematoma intrakranial
2.3.2.1 Hematoma ekstradural (epidural) 2.3.2.2 Hematoma subdural 2.3.2.3 Hematoma intraparenkim 2.3.2.3.1
Hematoma subarakhnoid
2.3.2.3.2
Hematoma intraserebral
2.3.2.3.3
Hematoma intraserebellar 6
3. Derajat kesadaran berdasarkan GCS 3.1 CKR (Cedera Kepala Ringan) 3.1.1
GCS > 13
3.1.2
Tidak terdapat kelainan pada CT scan otak
3.1.3
Tidak memerlukan tindakan operasi
3.1.4
Lama dirawat di RS < 48 jam
3.2 CKS (Cedera Kepala Sedang) 3.2.1
GCS 9-13
3.2.2
Ditemukan kelainan pada CT scan otak
3.2.3
Memerlukan tindakan operasi untuk lesi intrakranial
3.2.4
Dirawat di RS setidaknya 48 jam
3.3 CKB (Cedera Kepala Berat) 3.3.1 V.
Bila dalam waktu 48 jam setelah trauma, GCS < 9.1
Diagnosis 1. Minimal (Simple Head Injury) GCS 15, tidak ada penurunan kesadaran, tidak ada amnesia pasca trauma (APT), tidak ada defisit neurologis 2. Trauma kapitis ringan (Mild Head Injury) GCS 13-15, CT scan normal, pingsan < 30 menit, tidak ada lesi operatif, rawat RS < 48 jam, amnesia pada trauma (APT) < 1 jam 3. Trauma kapitis sedang (Moderate Head Injury) GCS 9-12 dan dirawat > 48 jam, atau GCS > 12 akan tetapi ada lesi operatif intrakranial atau abnormal CT scan, pingsan >30 menit – 24 jam, APT 1-24 jam 4. Trauma kapitis berat (Severe Head Injury) GCS < 9 yang menetap dalam 48 jam sesudah trauma, pingsan > 24 jam, APT > 7 hari.1
Penegakkan Diagnosis Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan 1. Anamnesis a. Trauma kapitis dengan/tanpa gangguan kesadaran atau dengan interval lucid 7
b. Perdarahan/otorrhea/rhinorrhea c. Amnesia traumatika (retrograd/anterograd) 2. Hasil pemeriksaan klinis neurologis 3. Foto kepala polos, posisi Ap, lateral, tangensial 4. Foto lain dilakukan atas indikasi termasuk foto servikal 5. CT scan otak: untuk melihat kelainan yang mungkin terjadi Pemeriksaan Klinis Umum dan Neurologis 1. Penilaian kesadaran berdasarkan GCS 2. Penilaian fungsi vital 3. Otorrhea/rhinorrhea 4. Ekimosis periorbital bilateral/eyes/hematoma kaca mata 5. Ekimosis mastoid bilateral/Battle’s sign 6. Gangguan fokal neurologik 7. Fungsi motorik: lateralisasi, kekuatan otot 8. Refleks tendon, refleks patologis 9. Pemeriksaan fungsi batang otak 10. Pemeriksaan pupil 11. Refleks kornea 12. Doll’s eye phenomen 13. Monitor pola pernafasan 14. Gangguan fungsi otonom 15. Funduskopi HEMATOMA EPIDURAL Sebagian besar kasus diakibatkan oleh robeknya arteri meningea media. Perdarahan terletak di antara tulang tengkorak dan duramater. Gejala klinisnya adalah lucid interval, yaitu selang waktu antara pasien masih sadar setelah kejadian trauma kranioserebral dengan penurunan kesadaran yang terjadi kemudian. Biasanya waktu perubahan kesadaran ini kurang dari 24 jam; penilaian penurunan kesadaran dengan GCS. Gejala lain nyeri kepala bisa disertai muntah proyektil, pupil anisokor dengan midriasis di sisi lesi akibat herniasi unkal, hemiparesis, dan refl eks patologis Babinski positif kontralateral lesi yang terjadi terlambat. Pada gambaran CT scan kepala, didapatkan lesi hiperdens (gambaran darah intrakranial) umumnya di daerah temporal berbentuk cembung.4 8
HEMATOMA SUBDURAL Terjadi akibat robeknya vena-vena jembatan, sinus venosus dura mater atau robeknya araknoidea. Perdarahan terletak di antara duramater dan araknoidea. SDH ada yang akut dan kronik Gejala klinis berupa nyeri kepala yang makin berat dan muntah proyektil. Jika SDH makin besar, bisa menekan jaringan otak mengganggu ARAS, dan terjadi penurunan kesadaran. Gambaran CT scan kepala berupa lesi hiperdens berbentuk bulan sabit. Bila darah lisis menjadi cairan, disebut higroma (hidroma) subdural.4
EDEMA SEREBRI TRAUMATIK Cedera otak akan mengganggu pusat persarafan dan peredaran darah di batang otak dengan akibat tonus dinding pembuluh darah menurun, sehingga cairan lebih mudah menembus dindingnya. Penyebab lain adalah benturan yang dapat menimbulkan kelainan langsung pada dinding pembuluh darah sehingga menjadi lebih permeabel. Hasil akhirnya akan terjadi edema.4 FRAKTUR BASIS KRANII Biasanya merupakan hasil dari fraktur linear fosa di daerah basal tengkorak; bisa di anterior, medial, atau posterior. Sulit dilihat dari foto polos tulang tengkorak atau aksial CT scan. Garis fraktur bisa terlihat pada CT scan berresolusi tinggi dan potongan yang tipis. Umumnya yang terlihat di CT scan adalah gambaran pneumoensefal. Fraktur anterior fosa melibatkan tulang frontal, etmoid dan sinus frontal. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yaitu adanya cairan likour yang keluar dari hidung (rinorea) atau telinga (otorea) disertai hematoma kacamata (raccoon eye, brill hematoma, hematoma bilateral periorbital) atau Battle sign yaitu hematoma retroaurikular. Kadang disertai anosmia atau gangguan nervi kraniales VII dan VIII. Risiko infeksi intrakranial tinggi apabila duramater robek.4
CEDERA OTAK DIFUS Terjadi kerusakan baik pada pembuluh darah maupun pada parenkim otak, disertai edema. Keadaan pasien umumnya buruk.4
9
PERDARAHAN SUBARAKHNOID TRAUMATIKA Perdarahan subaraknoid traumatik terjadi pada lebih kurang 40% kasus cedera kranioserebral, sebagian besar terjadi di daerah permukaan oksipital dan parietal sehingga sering tidak dijumpai tanda-tanda rangsang meningeal. Adanya darah di dalam cairan otak akan mengakibatkan penguncupan arteri-arteri di dalam rongga subaraknoidea. Bila vasokonstriksi yang terjadi hebat disertai vasospasme, akan timbul gangguan aliran darah di dalam jaringan otak. Keadaan ini tampak pada pasien yang tidak membaik setelah beberapa hari perawatan. Penguncupan pembuluh darah mulai terjadi pada hari ke-3 dan dapat berlangsung sampai 10 hari atau lebih. Gejala klinis yang didapatkan berupa nyeri kepala hebat. Pada CT scan otak, tampak perdarahan di ruang subaraknoid. Berbeda dengan SAH non-traumatik yang umumnya disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak (AVM atau aneurisma), perdarahan pada SAH traumatik biasanya tidak terlalu berat.4
VI.
Klasifikasi Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek. Secara praktis dikenal 3 deskripsi klasifikasi yaitu berdasarkan mekanisme, berat dan morfologi.3 Berdasarkan mekanismenya cedera kepala dibagi atas; 1. Cedera kepala tumpul; biasanya berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas, jatuh atau pukulan benda tumpul. Pada cedera tumpul terjadi akselerasi dan deselerasi yang cepat menyebabkan otak bergerak di dalam rongga cranial dan melakukan kontak pada tulang tengkorak yang mengakibatkan mekanisme coup dan countrecoup. Tabrakan pada dua sisi juga dapat terjadi. 2. Cedera tembus; disebabkan oleh luka tembak ataupun tusukan. Berdasarkan morfologinya cedera kepala dikelompokkan menjadi: 1. Cedera tulang; Fraktur tengkorak dapat terjadi pada atap dan dasar tengkorak. Fraktur dapat berupa garis/ linear, mutlipel dan menyebar dari satu titik (stelata) dan membentuk fragmen-fragmen tulang (kominutif). Fraktur tengkorak dapat berupa fraktur tertutup yang secara normal tidak memerlukan perlakuan spesifik dan fraktur tertutup yang memerlukan perlakuan untuk memperbaiki tulang tengkorak. 3 10
2. Cedera intrakranial; dapat berbentuk lesi fokal (perdarahan epidural, perdarahan subdural, kontusio, dan peradarahan intraserebral), lesi difus dan terjadi secara bersamaan.3 Berdasarkan beratnya cedera digunakan GCS (Glasgow coma scale) untuk menilai secara kuantitatif kelainan neurologis. Nilai GCS juga dipakai untuk menilai tingkat kesadaran penderita akibat berbagai penyebab lainnya.3 1. Cedera kepala Ringan (CKR) -
GCS <13
-
Tidak terdapat kelainan pada CT scan otak
-
Tidak memerlukan tindakan operasi
-
Lama dirawat di RS < 48 jam
2. Cedera Kepala Sedang (CKS) -
GCS 9-13
-
Ditemukan kelainan pada CT-scan otak
-
Memeerlukan tindakan untuk lesi intracranial
-
Dirawat di RS setidaknya 48 jam
3. Cedera Kepala Berat (CKB) Bila dalam waktu 48 jam setelah trauma nilai GCS <9.2
Glasgow Coma Scale Respon membuka mata (Eye) Buka mata spontan
4
Buka mata bila dipanggil/rangsangan suara
3
Buka mata bila dirangsang nyeri
2
Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun
1
11
Respon verbal (V) Komunikasi verbal baik, jawaban tepat
5
Bingung, disorientasi waktu, tempat, dan orang
4
Kata-kata tidak teratur
3
Suara tidak jelas
2
Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun
1
Respon motorik (M) Mengikuti perintah
6
Dengan rangsangan nyeri, dapat mengetahui tempat rangsangan
5
Dengan rangsangan nyeri, menarik anggota badan
4
Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi fleksi abnormal
3
Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi ekstensi abnormal
2
Dengan rangsangan nyeri, tidak ada reaksi
1
Diagnosis
1. Commotio Cerebri Commotio cerebri (geger otak) adalah keadaan pingsan yang berlangsung tidak lebih dari 10 menit akibat trauma kepala, yang tidak disertai kerusakan jaringan otak. Pasien mungkin mengeluh nyeri kepala, vertigo, mungkin muntah dan tampak pucat.2 Vertigo dan muntah mungkin disebabkan gegar pada labirin atau terangsangnya pusat-pusat dalam batang otak. Pada commotio cerebri mungkin pula terdapat amnesia retrograde, yaitu hilangnya ingatan sepanjang masa yang terbatas sebelum terjadinya kecelakaan. Amnesia ini timbul akibat terhapusnya rekaman kejadian di lobus temporalis. Pemeriksaan tambahan yang selalu dibuat adalah foto tengkorak, EEG, pemeriksaan memori. Terapi simptomatis, perawatan selama 3-5 hari untuk observasi kemungkinan terjadinya komplikasi dan mobilisasi bertahap.
12
2. Contusio Cerebri Pada contusio cerebri (memar otak) terjadi perdarahan-perdarahan di dalam jaringan otak tanpa adanya robekan jaringanyang kasat mata, meskipun neuronneuron mengalami kerusakan atau terputus.
Yang penting untuk terjadinya lesi
contusion ialah adanya akselerasi kepala yang seketika itu juga menimbulkan pergeseran otak serta pengembangan gaya kompresi yang destruktif. Akselerasi yang kuat berarti pula hiperekstensi kepala. Oleh karena itu, otak membentang batang otak terlalu kuat, sehingga menimbulkan blockade reversible terhadap lintasan asendens retikularis difus. Akibat blockade itu, otak tidak mendapat input aferen dan karena itu, kesadaran hilang selama blockade reversible berlangsung. Timbulnya
lesi
contusio
di
daerah
“coup”
,
“contrecoup”,
dan
“intermediate”menimbulkan gejala deficit neurologik yang bisa berupa refleks babinsky yang positif dan kelumpuhan UMN. Setelah kesadaran puli kembali, si penderita biasanya menunjukkan “organic brain syndrome”. Akibat gaya yang dikembangkan oleh mekanisme-mekanisme yang beroperasi pada trauma kapitis tersebut di atas, autoregulasi pembuluh darah cerebral terganggu, sehingga terjadi vasoparalitis. Tekanan darah menjadi rendah dan nadi menjadi lambat, atau menjadi cepat dan lemah. Juga karena pusat vegetatif terlibat, maka rasa mual, muntah dan gangguan pernafasan bisa timbul.2 Pemeriksaan penunjang seperti CT-Scan berguna untuk melihat letak lesi dan adanya kemungkinan komplikasi jangka pendek. Terapi dengan antiserebral edem, anti perdarahan, simptomatik, neurotropik dan perawatan 7-10 hari.1 3. Laceratio Cerebri Dikatakan laceratio cerebri jika kerusakan tersebut disertai dengan robekan piamater.
Laceratio biasanya berkaitan dengan adanya perdarahan subaraknoid
traumatika, subdural akut dan intercerebral. Laceratio dapat dibedakan atas laceratio langsung dan tidak langsung.2 Laceratio langsung disebabkan oleh luka tembus kepala yang disebabkan oleh benda asing atau penetrasi fragmen fraktur terutama pada fraktur depressed terbuka. Sedangkan laceratio tidak langsung disebabkan oleh deformitas jaringan yang hebat akibat kekuatan mekanis.1 13
Pemeriksaan Penunjang -
Foto polos kepala :foto polos kepala atau otak memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang rendah dalam mendeteksi perdarahan intracranial. Pada era CT scan foto polos kepala mulai ditinggalkan.
-
CT Scan , harus segera dilakukan segera mungkin,ideanya dalam waktu 30 menit setelah cedera. Semua pasien dengan GCS <15 sebaiknya menjalani pemeriksaan CT Scan sedangkan pada pasien dengan GCS 15, CT scan dilakukan hanya dengan indikasi tertentu seperti : nyeri kepala hebat, adanya tanda-tanda fraktur basis kranii, adanya riwayat cedera yang berat, muntah lebih dari 1 kali, penderita lansia (usia >65 tahun) dengan penurunan kesadaran atau amnesia, kejang, riwayat gangguan vaskuler atau mengunakan obat-obat antikoagulan, gangguan orientasi, berbicara, membaca dan menulis, rasa baal pada tubuh, gangguan keseimbangan atau berjalan, Interpretasi CT scan kepala harus diakukan secara sistemik agar tidak ada yang terlewatkan. Kulit kepala pada tempat benturan biasanya mengalami pembengkakan atau dijumpai hematom subgaleal. Retak atau garis fraktur dapat tampak jelas pada pemeriksaan teknik bone window. Penemuan penting pada CT scan kepala adalah adanya perdarahan intracranial dan pergeseran garis tengah (efek masa). Septum pelucidum yang seharusnya berada di antara kedua ventrikel lateralis harusnya berada di tengah-tengah. Garis tengah dapat ditarik antara Krista galli di anterior dan inion di bagian posterior. Pada CTscan tidak selalu dapat dibedakan perdarahan epidural atau subDural tetapi dapat dilihat khas pada perdarahan epidural gumpalan darah tampak bikonveks atau menyerupai lensa cembung.
14
-
MRI kepala, adalah tehnik pencitraan yang lebih sensitif dibandingkan dengan CT scan, kelainan yang tidak tampak pada CT scan dapat dilihat oleh MRI. Namun dibutuhkan waktu pemeriksaan lebih lama dibandingkan dengan CT scan sehingga tidak sesuai dalam situasi gawat darurat.
-
PET atau SPECT. Positron Emission Tomography (PET) dan Single Photon Emission Computer TomographyI (SPECT) mungkin dapat memperlihatkan abnormalitas pada fase akut dan kronis meskipun CT scan atau MRI dan pemeriksaan neurologis tidak memperlihatkan kerusakan. Namun, spesifisitas penemuan abnormalitas tersebut masih dipertanyakan. Saat ini, penggunaan PET atau SPECT pada fase awal kasus CKR masih belum direkomendasikan.2
Penatalaksanaan (Cedera Kepala Berat) Penderita cedera kepala berat tidak mampu melakukan perintah-perintah sederhana walaupun status kardiopulmonernya telah distabilisasi. GCS pada cedera kepala berat adalah 38.Penderita cedera kepala berat mempunyai risiko besar menderita morbiditas dan mortalitas yang berat. Primary Survey 1. Airway & breathing Memaksimalkan oksigenasi dan ventilasi. Daerah tulang servikal harus diimobilisasi dalam posisi netral menggunakan stiffneck collar, head block dan diikat pada alas yang kaku pada kecurigaan fraktur servikal. Pernapasan dinilai dengan menghitung laju pernapasan, memperhatikan kesimetrisan gerakan dinding dada, penggunaan otot-otot pernapasan tambahan, dan auskultasi bunyi pernapasan di kedua aksila. Pada cedera kepala berat sering terjadi gangguan terhentinya pernapasan sementara. Penatalaksanaan pada kasus ini adalah dengan intubasi endotrakeal. Tindakan
15
hiperventilasi harus dilakukan hati-hati pada penderita cedera kepala berat. Tindakan ini dapat digunakan sementara untuk mengkoreksi asidosis dan menurunkan secara cepat tekanan intrakranial. pCO2 harus dipertahankan antara 35-40 mmHg sehingga terjadi vasokontriksi pembuluh darah ke otak. Penggunaan manitol dapat menurunkan tekanan intrakranial 2. Sirkulasi dilakukan pemberian resusitasi cairan intravena, yaitu cairan isotonic, seperti Ringer Laktat atau Normal Salin (20ml/kgBB) jika pasien syok, tranfusi darah 10-15 ml/kgBB harus dipertimbangkan 3. Defisit Neurologis. Status neurologis dinilai dengan menilai tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil. Tingkat kesadaran dapat diklasifikasikan menggunakan GCS. Anak dengan kelainan neurologis berat seperti anak dengan nilai GCS ≤ 8 harus diintubasi. 4. Kontrol Pemaparan/ Lingkungan. Semua pakaian harus dilepaskan sehingga semua luka dapat terlihat. Anak-anak sering datang dengan keadaan hipotermia ringan karena permukaan tubuh mereka lebih luas. Pasien dapat dihangatkan dengan alat pemancar panas, selimut hangat, maupun pemberian cairan intravena (yang telah dihangatkan sampai 390C).2 Secondary survey Observasi ketat penting pada jam-jam pertama sejak kejadian cedera. Bila telah dipastikan penderita
CKR tidak memiliki masalah dengan jalan napas, pernapasan dan
sirkulasi darah, maka tindakan selanjutnya adalah penanganan luka yang dialami akibat cedera disertai observasi tanda vital dan deficit neurologis. Selain itu pemakaian penyangga leher diindikasikan jika : -
Cedera kepala berat, terdapat fraktur klavikula dan jejas di leher
-
Nyeri pada leher atau kekakuan pada leher
-
Rasa baal pada lengan
16
-
Gangguan keseimbangan atau berjalan
-
Kelemahan umum
Bila setelah 24 jam tidak ditemukan kelainan neurologis berupa : -
Penurunan kesadaran (menurut GCS) dari observasi awal
-
Gangguan daya ingat
-
Nyeri kepala hebat
-
Mual dan muntah
-
Kelainan neurologis fokal (pupil anisokor, reflex patologis)
-
Fraktur melalui foto kepala maupun CT scan
-
Abnormalitas anatomi otak berdasarkan CT scan Maka penderita dapat meninggalkan rumah sakit dan melanjutkan perawatannya di
rumah. Namun apabila tanda-tanda di atas ditemukan pada observasi 24 jam pertama, penderita harus dirawat di rumah sakit dan observasi ketat. Status cedera kepala yang dialami menjadi cedera kepala sedang atau berat dengan penanganan yang berbeda.2 Jarak antara rumah dan rumah sakit juga perlu dipertimbangkan sebelum penderita diizinkan pulang, sehingga bila terjadi perubahan keadaan penderita, dapat langsung dibawa kembali ke rumah sakit.2 Bila pada CT scan kepala ditemukan hematom epidural (EDH) atau hematom subdural (SDH) maka indikasi bedah adalah : -
Pada hematom epidural : EDH simtomatik, EDH asimtomatik akut berukuran paling tebal > 1 cm (EDH yang lebih besar daripada ini akan sulit diresorpsi), EDH pada pasien pediatric
-
Pada hematom subdural (SDH) : SDH simtomatik, SDH dengan ketebalan > 1 cm pada dewasa atau > 5 mm pada pediatrik.2
17
Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi bila cedera kepala merupakan cedera yang berat atau cedera ringan/sedang yang tidak tertangani maka dapat terjadi: -
Gangguan neurologik, cedera saraf otak dapat berupa anosmia, gangguan visus, strabismus, gangguan pendengaran atau keseimbangan, disarti hingga hemiparesis.
-
Sindrom pascatrauma, biasanya pada cedera kepala ringan, atau pingsan yang tidak lebih dari 20 menit. Keluhan dapat berupa nyeri kepala, kepala terasa berat, mudah lupa, daya konsentrasi menurun, dan lain-lain.
-
Ensefalopati pascatrauma, gambaran klinis tampak sebagai demensia, penurnan kesiagaan, dan yang lainnya.
-
Epilepsi pascatrauma, biasanya terjadi karena cedera koortikal
-
Koma,penderita dengan trauma kepala berat dapat berakhir dengan keadaan korteks serebrum tidak berfungsi lagi semua rangsangan dari luar dapat diterima namun tidak disadari. Penderita biasanya dalam keadaan tutup mata dan terdapat siklus banngun tidur. Penderita dapat bersuara, gerakan ototnya lemah atau tidak ada sama sekali.
-
Mati otak, pada keadaan mati otah selain henti napas, semua refleks batang otak tidak dapat ditimbulkan, seperti refleks, pupil, kornea, refleks muntah dan batuk.2
Prognosis Prognosis ditetapkan berdasarkan keadaan kesadaran pada saat pasien masuk semua penderita mendapat terapi agresif menurut konsultasi dari ahli bedah saraf. Terutama pada anak-anak yang mempunyai daya pemulihan yang baik. Pasien dengan GCS yang rendah pada 6-24 jam setelah trauma, prognosisnya lebih buruk daripada pasien dengan GCS 15. Prediksi luaran pasien cedera kranioserebral bergantung pada banyak faktor, antara lain umur, beratnya cedera berdasarkan klasifi kasi GCS dan CT scan otak, komorbiditas, hipotensi, dan/atau iskemia serta lateralisasi neurologik. Nutrisi yang tidak adekuat dapat memperburuk luaran. Hal yang perlu juga diperhatikan adalah adanya amnesia pascacedera yang menetap lebih dari 1 jam (pemeriksaan GOAT), fraktur tengkorak, gejala neuropsikologik (salah satu caranya dengan pemeriksaan MMSE) atau gejala neurologik saat keluar dari rumah sakit, yang akan memberikan problem gejala sisa lebih sering dibandingkan mereka yang keluar tanpa adanya gejala tersebut di atas.4
18
BAB III RESUME DAN ANALISIS KASUS 1. Resume Pasien laki-laki., usia 54 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Bahteramas dengan keluhan kesadaran menurun yang dialami sejak 1 hari SMRS. Pasien memiliki riwayat terjatuh dari motor dan kepala terbentur 1 hari SMRS. Pasien juga mengalami pingsan dan terus mengalami penurunan kesadaran. Pasien juga mengalami mual dan muntah. Tidak ada cairan atau darah yang keluar dari telinga dan hidung. Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum sadar, dengan GCS E2M4V2. Tekanan Darah 130/80 mmHg, Frekuensi Nadi 88 x/menit, Pernapasan 34 x/menit, Suhu Badan 37,30 C. Pemeriksaan Neurologis tidak terdapat rangsang meningeal, pupil dalam batas normal, tidak terdapat kesan parese nervi cranialis. Pemeriksaan motoris ditemukan tonus dalam batas normal. Refeks fisiologis (BPR, TPR, KPR, APR) positif dan reflex patologis negative (-). Pada pemeriksaan penunjang berupa foto kepala AP/Lat tidak ditemukan adanya tanda – tanda fraktur dan destruksi tulang dan pada foto thorax ditemukan adanya gambaran cardiomegaly dan tanda-tanda bendungan paru. Penatalaksanaan umum berupa peninggian kepala 300 dan pemberian farmakoterapi.
19
2. Analisis Kasus Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik diagnosis pasien adalah trauma kapitis kontusio cerebri, sesuai dengan keluhan utama dimana pasien datang dengan keluhan utama kesadaran menurun dengan setelah mengalami kecelakaan lalu lintas. Pada pemeriksaan neurologis ditemukan adanya defisit neurologis berupa penurunan kesadaran yang menunjukkan adanya lesi pada daerah tentorial tetapi tidak ditemukan adanya lateralisasi. Pada pemeriksaan penunjang foto thorax didapatkan tanda-tanda bendungan paru yang menunjukkan telah terjadi udem pada paru yang kemungkinan juga disertai dengan udem otak. Hal tersebut menunjukkan telah terjadi kerusakan pada sel-sel otak sehingga menyebabkan gangguan autoregulasi dan peningkatan saraf simpatis. Diagnosis banding pasien adalah comosio serebri dan laserasio serebri. Rencana pemeriksaan lanjutan yang akan lebih menunjang diagnosis adalah berupa pemeriksaan CT-Scan untuk melihat apakah terdapat hematoma intrakranial, pemeriksaan darah rutin, dan kimia darah untuk mencari faktor pembeda dan menyingkirkan diagnosis banding. Rencana tatalaksana yang akan diberikan yaitu menjaga dan memelihara kecukupan air dan elektrolit dengan pemberian IVFD NaCl 0,9 %, pemberian Oksigen 10-15 liter/menit, intermiten: untuk mencegah hipoksia, pemberian Neuroprotektor untuk perbaikan fungsi otak/memori (nimodipine, sitikolin), pemberian diuretic untuk mencegah edema cerebri dan edema paru (manitol 20%, furosemid), pemberian antiinflamasi untuk mencegah peradangan (methilprednisolon),
pemberian
antifibrinolitik
untuk
menekan
pendarahan
(asam
tranexamat), pemberian antibiotik untuk mencegah infeksi (ceftriaxone), menjaga intake nutrisi (melalui NGT), pemberian Neuroroboransia (Vitamin B Kompleks).
20
Follow up Tanggal 22/05/2013 R/ KU: Kesadaran menurun - Pemberian Oksigen 10-15 liter/menit, intermiten: untuk GCS: E3M5Vx (V tidak bisa dinilai pasien mencegah hipoksia gelisah) - Pemberian cairan : untuk rehidrasi TD : 144/85 - Pemberian Neuroprotektor : untuk perbaikan fungsi SB: Afebris otak/memori (nimodipine, sitikolin) Tanda Rangsang Meningeal - Pemberian diuretik: untuk mencegah edema cerebri dan - Kaku Kuduk (-), Kernig sign (-), edema paru (manitol 20%, furosemid) Laseque (-) - Pemberian antiinflamasi : untuk mencegah peradangan Pupil - Pemberian antifibrinolitik : untuk menekan pendarahan - Bulat isokor, Ø 3 mm (mis: asam tranexamat) - Refleks cahaya langsung +/+ - Pemberian antibiotik : untuk mencegah infeksi (mis: - Refleks cahaya tidak langsung +/+ ceftriaxone) Saraf-saraf kranialis: dbn - Menjaga intake nutrisi Sistem motorik T: n n n
n
Refleks fisiologis Refleks patologis - BPR + + - TPR + + - - KPR + + - - APR + + Sensibilitas : Baik Saraf otonom : BAB belum pernah selama perawatan dan BAK lancar (kateter), keringat (+) Tanggal 23/05/2013 R/ KU: Kesadaran menurun - Pemberian Oksigen 10-15 liter/menit, intermiten: untuk GCS: E3M5V2 mencegah hipoksia TD: 136/66 mmHg - Pemberian cairan : untuk rehidrasi Tanda Rangsang Meningeal - Pemberian Neuroprotektor : untuk perbaikan fungsi - Kaku Kuduk (-), Kernig sign (-), otak/memori (nimodipine, sitikolin) Laseque (-) - Pemberian diuretik: untuk mencegah edema cerebri dan Pupil edema paru (manitol 20%, furosemid) - Bulat isokor, Ø 3 mm - Pemberian antiinflamasi : untuk mencegah peradangan - Refleks cahaya langsung +/+ - Pemberian antifibrinolitik : untuk menekan pendarahan - Refleks cahaya tidak langsung +/+ (mis: asam tranexamat) Saraf-saraf kranialis: dbn - Pemberian antibiotik : untuk mencegah infeksi (mis: Sistem motorik ceftriaxone) T: n n - Menjaga intake nutrisi n
n
Refleks fisiologis Refleks patologis - BPR + + - TPR + + - - KPR + + - - APR + + Sensibilitas : Baik Saraf otonom : BAB belum pernah selama perawatan dan BAK lancar (kateter), keringat (+) Tanggal 24/05/2013 R/ KU: Kesadaran menurun - Pemberian Oksigen 10-15 liter/menit, intermiten: untuk GCS: E3M5V3 mencegah hipoksia TD: 143/71 mmHg - Pemberian cairan : untuk rehidrasi
21
N: 112 x/menit SB: 36,40 C Tanda Rangsang Meningeal - Kaku Kuduk (-), Kernig sign (-), Laseque (-) Pupil - Bulat isokor, Ø 3 mm - Refleks cahaya langsung +/+ - Refleks cahaya tidak langsung +/+ Saraf-saraf kranialis: dbn Sistem motorik T: n n n
Pemberian Neuroprotektor : untuk perbaikan fungsi otak/memori (nimodipine, sitikolin) Pemberian diuretik: untuk mencegah edema cerebri dan edema paru (manitol 20%, furosemid) Pemberian antiinflamasi : untuk mencegah peradangan Pemberian antifibrinolitik : untuk menekan pendarahan (mis: asam tranexamat) Pemberian antibiotik : untuk mencegah infeksi (mis: ceftriaxone) Menjaga intake nutrisi
n
Refleks fisiologis Refleks patologis - BPR + + - TPR + + - - KPR + + - - APR + + Sensibilitas : Baik Saraf otonom : BAB belum pernah selama perawatan dan BAK lancar (kateter), keringat (+) Tanggal 25/05/2013 R/ KU: Kesadaran menurun - Pemberian Oksigen 10-15 liter/menit, intermiten: untuk Tanda Rangsang Meningeal mencegah hipoksia - Kaku Kuduk (-), Kernig sign (-), - Pemberian cairan : untuk rehidrasi Laseque (-) - Pemberian Neuroprotektor : untuk perbaikan fungsi Pupil otak/memori (nimodipine, sitikolin) - Bulat isokor, Ø 3 mm - Pemberian diuretik: untuk mencegah edema cerebri dan - Refleks cahaya langsung +/+ edema paru (manitol 20%, furosemid) - Refleks cahaya tidak langsung +/+ - Pemberian antiinflamasi : untuk mencegah peradangan Saraf-saraf kranialis: dbn - Pemberian antifibrinolitik : untuk menekan pendarahan Tanda Rangsang Meningeal (mis: asam tranexamat) - Kaku Kuduk (-), Kernig sign (-), - Pemberian antibiotik : untuk mencegah infeksi (mis: Laseque (-) ceftriaxone) Pupil Menjaga intake nutrisi - Bulat isokor, Ø 3 mm - Refleks cahaya langsung +/+ - Refleks cahaya tidak langsung +/+ Saraf-saraf kranialis: dbn Sistem motorik T: n n n
n
Refleks fisiologis Refleks patologis - BPR + + - TPR + + - - KPR + + - - APR + + Sensibilitas : Baik Saraf otonom : BAB belum pernah selama perawatan dan BAK lancar (kateter), keringat (+) Tanggal 26/05/2013 R/ KU: Baik - Pemberian Oksigen 10-15 liter/menit, intermiten: untuk Sudah mulai membuka mata secara mencegah hipoksia spontan - Pemberian cairan : untuk rehidrasi
22
Tanda Rangsang Meningeal - Kaku Kuduk (-), Kernig sign (-), Laseque (-) Pupil - Bulat isokor, Ø 3 mm - Refleks cahaya langsung +/+ - Refleks cahaya tidak langsung +/+ Saraf-saraf kranialis: dbn Sistem motorik P: n n K: 5555 5555 n
n
T: n
n
n
n
Pemberian Neuroprotektor : untuk perbaikan fungsi otak/memori (nimodipine, sitikolin) Pemberian diuretik: untuk mencegah edema cerebri dan edema paru (manitol 20%, furosemid) Pemberian antiinflamasi : untuk mencegah peradangan Pemberian antifibrinolitik : untuk menekan pendarahan (mis: asam tranexamat) Pemberian antibiotik : untuk mencegah infeksi (mis: ceftriaxone) Menjaga intake nutrisi
5555 5555
Refleks fisiologis Refleks patologis - BPR + + - - TPR + + - - KPR + + - - APR + + Sensibilitas : Baik Saraf otonom : BAB belum pernah selama perawatan dan BAK lancar (kateter), keringat (+) Tanggal 27/05/2013 R/ KU: Lemah - Pemberian Oksigen 10-15 liter/menit, intermiten: untuk TD: 133/88 mmHg mencegah hipoksia N: 63 x/menit - Pemberian cairan : untuk rehidrasi SB: 370 C - Pemberian Neuroprotektor : untuk perbaikan fungsi P: 16 x/menit otak/memori (nimodipine, sitikolin) Tanda Rangsang Meningeal - Pemberian diuretik: untuk mencegah edema cerebri dan - Kaku Kuduk (-), Kernig sign (-), edema paru (manitol 20%, furosemid) Laseque (-) - Pemberian antiinflamasi : untuk mencegah peradangan Pupil - Pemberian antifibrinolitik : untuk menekan pendarahan - Bulat isokor, Ø 3 mm (mis: asam tranexamat) - Refleks cahaya langsung +/+ - Pemberian antibiotik : untuk mencegah infeksi (mis: - Refleks cahaya tidak langsung +/+ ceftriaxone) Saraf-saraf kranialis: dbn Menjaga intake nutrisi Sistem motorik Miring kiri dan miring kanan P: n n K: 5555 5555 n
n
T: n
n
n
n
5555 5555
Refleks fisiologis Refleks patologis - BPR + + - TPR + + - KPR + + - APR + + Sensibilitas : Baik Saraf otonom : BAB belum selama perawatan dan BAK (kateter), keringat (+) Tanggal 28/05/2013 KU: Sadar
-
pernah lancar R/ -
Pemberian cairan : untuk rehidrasi
23
GCS : E3M6V5 TD: 133/76 N: 65 x/menit SB: 36,60 C P: 17 x/menit Tanda Rangsang Meningeal - Kaku Kuduk (-), Kernig sign (-), Laseque (-) Pupil - Bulat isokor, Ø 3 mm - Refleks cahaya langsung +/+ - Refleks cahaya tidak langsung +/+ Saraf-saraf kranialis: dbn Sistem motorik P: n n K: 5555 5555 n
n
T: n
n
n
n
Pemberian Neuroprotektor : untuk perbaikan fungsi otak/memori (nimodipine, sitikolin) Pemberian diuretik: untuk mencegah edema cerebri dan edema paru (manitol 20%, furosemid) Pemberian antiinflamasi : untuk mencegah peradangan Pemberian antifibrinolitik : untuk menekan pendarahan (mis: asam tranexamat) Pemberian antibiotik : untuk mencegah infeksi (mis: ceftriaxone) Menjaga intake nutrisi
5555 5555
Refleks fisiologis Refleks patologis - BPR + + - - TPR + + - - KPR + + - - APR + + Sensibilitas : Baik Saraf otonom : BAB belum pernah selama perawatan dan BAK lancar (kateter), keringat (+) Tanggal 29/05/2013 R/ KU: Sadar - Pemberian cairan : untuk rehidrasi GCS: E4M6V5 - Pemberian Neuroprotektor : untuk perbaikan fungsi TD: 120/80 otak/memori (nimodipine, sitikolin) N: 88 x/menit - Pemberian diuretik: untuk mencegah edema cerebri dan P: 34 x/menit edema paru (manitol 20%, furosemid) SB: 38,30 C - Pemberian antiinflamasi : untuk mencegah peradangan Tanda Rangsang Meningeal - Pemberian antifibrinolitik : untuk menekan pendarahan - Kaku Kuduk (-), Kernig sign (-), (mis: asam tranexamat) Laseque (-) - Pemberian antibiotik : untuk mencegah infeksi (mis: Pupil ceftriaxone) - Bulat isokor, Ø 3 mm Menjaga intake nutrisi : bubur saring - Refleks cahaya langsung +/+ - Refleks cahaya tidak langsung +/+ Saraf-saraf kranialis: dbn Sistem motorik P: n n K: 5555 5555 n
n
T: n
n
n
n
5555 5555
Refleks fisiologis Refleks patologis - BPR + + - - TPR + + - - KPR + + - - APR + +
24
Sensibilitas : Baik Saraf otonom : BAB belum pernah selama perawatan dan BAK lancar (kateter), keringat (+) Tanggal 30/05/2013 R/ KU: Baik - Pemberian cairan : untuk rehidrasi GCS: E4M6V5 - Pemberian Neuroprotektor : untuk perbaikan fungsi TD: 120/88 otak/memori (nimodipine, sitikolin) N: 84 x/menit - Pemberian diuretik: untuk mencegah edema cerebri dan P: 32 x/menit edema paru (manitol 20%, furosemid) SB: 37,20 C - Pemberian antiinflamasi : untuk mencegah peradangan Tanda Rangsang Meningeal - Pemberian antifibrinolitik : untuk menekan pendarahan - Kaku Kuduk (-), Kernig sign (-), (mis: asam tranexamat) Laseque (-) - Pemberian antibiotik : untuk mencegah infeksi (mis: Pupil ceftriaxone) - Bulat isokor, Ø 3 mm Menjaga intake nutrisiDiet lemak 3 x sehari - Refleks cahaya langsung +/+ - Refleks cahaya tidak langsung +/+ Saraf-saraf kranialis: dbn Sistem motorik P: n n K: 5555 5555 n
n
T: n
n
n
n
5555 5555
Refleks fisiologis Refleks patologis - BPR + + - - TPR + + - - KPR + + - - APR + + Sensibilitas : Baik Saraf otonom : BAB belum pernah selama perawatan dan BAK lancar (kateter), keringat (+) Tanggal 31/05/2013 R/ KU: Baik - Pemberian cairan : untuk rehidrasi GCS: E4M6V5 - Pemberian Neuroprotektor : untuk perbaikan fungsi TD: 110/80 mmHg otak/memori (nimodipine, sitikolin) P: 28 x/menit - Pemberian diuretik: untuk mencegah edema cerebri dan N: 86 x/menit edema paru (manitol 20%, furosemid) SB: 37,40 C - Pemberian antiinflamasi : untuk mencegah peradangan Tanda Rangsang Meningeal - Pemberian antifibrinolitik : untuk menekan pendarahan - Kaku Kuduk (-), Kernig sign (-), (mis: asam tranexamat) Laseque (-) - Pemberian antibiotik : untuk mencegah infeksi (mis: Pupil ceftriaxone) - Bulat isokor, Ø 3 mm Menjaga intake nutrisi : makanan lunak - Refleks cahaya langsung +/+ - Refleks cahaya tidak langsung +/+ Saraf-saraf kranialis: dbn Sistem motorik P: n n K: 5555 5555 n
n
T: n
n
n
n
5555 5555
25
Refleks fisiologis Refleks patologis - BPR + + - - TPR + + - - KPR + + - - APR + + Sensibilitas : Baik Saraf otonom : BAB belum pernah selama perawatan dan BAK lancar (kateter), keringat (+) Tanggal 01/06/2013 R/ KU: Tampak adanya dekubitus di bagian - Pemberian Neuroprotektor : untuk perbaikan fungsi sela paha dan bokong pasien, namun otak/memori (nimodipine, sitikolin) secara umum keadaan pasien sudah - Pemberian analgetik : untuk mengurangi nyeri membaik. - Pemberian antibiotik : untuk mencegah infeksi (mis: GCS: E4M6V5 ceftriaxone, ciprofloxacin) TD: 120/70 mmHg - Pemberian vitamin N: 86 x/menit P: 30 x/menit SB: 37,10 C Tanda Rangsang Meningeal - Kaku Kuduk (-), Kernig sign (-), Laseque (-) Pupil - Bulat isokor, Ø 3 mm - Refleks cahaya langsung +/+ - Refleks cahaya tidak langsung +/+ Saraf-saraf kranialis: dbn Sistem motorik P: n n K: 5555 5555 n
n
T: n
n
n
n
5555 5555
Refleks fisiologis Refleks patologis - BPR + + - TPR + + - KPR + + - APR + + Sensibilitas : Baik Saraf otonom : BAB belum selama perawatan dan BAK (kateter), keringat (+)
-
pernah lancar
26
DAFTAR PUSTAKA Asrini, Silvana. 2008. Perananan Post Traumatik Amnesia (PTA) dan Parameter Laboratorium sebagai Prediktor terhadap Outcome pada pendrita trauma kapitis akut ringan – sedang. Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran USU/RSUP. H. Adam Malik. Dewanto, George, dkk. Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf. EGC. Jakarta. 2009 A Pierce. Dkk. At a Glance Ilmu Bedah. Penerbit Erlangga. Jakarta.2006 Lyna Soertidewi. Penatalaksanaan Kedaruratan Cedera Kranioserebral. Dalam: CDK-193/ vol. 39 no. 5, th. 2012. Bagian Ilmu Penyakit Saraf, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Indonesia
27
BAGIAN NEUROLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALUOLEO
LAPORAN KASUS JUNI 2013
TRAUMA KAPITIS
Pembimbing: dr. Irmayani Aboe Kasim, Sp.S Penyusun: Suhardimansyah K1A1 09 003
Kepaniteraan Klinik Neurologi Rumah Sakit Umum Bahteramas Fakultas Kedokteran Universitas Haluoleo Kendari 2013
28