BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang Wayang
adalah suatu
kesenian warisan leluhur bangsa
Indonesia yang telah mampu bertahan berabad-abad lamanya dengan mengalami perubahan dan perkembangan sedemikian rupa
sehingga
perjalanannya
berbentuk dari
zaman
seperti ke
sekarang
zaman
wayang
ini.
Dalam
mengalami
perubahan akibat adanya perubahan dalam pemerintahan, politik, sosial-budaya, dan kepercayaan, sesuai dengan perubahan yang terjadi dalam pikiran manusia. Daya tahan wayang yang luar biasa ini membuktikan bahwa wayang mempunyai fungsi dan peranan dalam kehidupan masyarakat.
Fungsi dan peranan
wayang tidaklah tetap, tergantung pada kebutuhan, tuntutan, dan penggarapan masyarakat pendukungnya.1 Wayang sebagai salah satu produk kebudayaan mengalami perubahan terus menerus sebagaimana sifat kebudayaan itu sendiri. Perubahan tersebut meliputi aspek yang terlihat (bentuk, fungsi) maupun yang tak telihat (filosofi). Perubahan tersebut bukan tanpa tantangan karena
kadangkala terbentur dengan
S. Haryanto, Seni Kriya Wayang Kulit, Seni Rupa Tatahan dan Sunggingan (Jakarta: P.T. Pustaka Utama Grafiti, 1991), 1. 1
1
2
estetika tradisional dan kritik-kritik dari pengamat seni wayang, seperti mengingkari pakem, konsep inovasi yang tidak jelas dan lain sebagainya.2 Perubahan dan perkembangan suatu bentuk kesenian dalam suatu masyarakat merupakan sesuatu yang wajar.
Salah
satu
sifat
manusia,
bahwa
disamping
ia
membutuhkan keamanan dari hal-hal yang ajeg, yang tetap, yang pasti, dan dengan demikian memberikan rasa tenteram, manusia pun
memiliki
dorongan
untuk
bereksplorasi,
mencari
kemungkinan-kemungkinan lain daripada yang sehari-hari sudah ada di hadapannya.3 Pada tahun 2006, di Magelang muncul jenis wayang baru yang disebut Wayang Onthel. Wayang Onthel ini merupakan kreasi dari komunitas penggemar sepeda tua Velocipede Old Classic (selanjutnya disingka VOC) yang terdapat di kota Magelang yang berinisiatif membuat wayang yang terbuat dari onderdil sepeda tua. Pertunjukan wayang ini dalam beberapa hal masih seperti layaknya wayang kulit Purwa: ada kain putih (Kelir) untuk memainkan wayang, ada gunungan sebagai petanda awal dan akhir dari pergelaran dan juga ada boneka wayang itu sendiri yang dimainkan oleh dalang. Cerita yang dimainkan bukanlah cerita M. Jazuli, Paradigma Seni Pertunjukan: Sebuah Wacana Seni Tari, Wayang, dan Seniman (Yogyakarta: Yayasan Lentera Budaya, 2001), 151. 3 Edi Sedyawati, Keindonesiaan dalam Budaya (Jakarta: Penerbit Wedatama Widya Sastra, 2007), 35 2
3
dari epos besar Ramayana atau Mahabharata tetapi cerita dan peristiwa dalam kehidupan sehari-hari, isu-isu yang sedang diperbincangkan di masyarakat. Dari aspek visual, tokoh-tokoh dalam Wayang Onthel diwujudkan dalam bentuk wayang dari onderdil sepeda yang berupa kap lampu, gir, pedal, jari-jari roda dan lain-lain. Dalam pementasannya, Wayang Onthel juga menggunakan gamelan pengiring tetapi tidak seperti
pengiring wayang kulit
pada
umumnya, sebagian alat musik pengiring terbuat dari onderdil sepeda dan kunci-kunci perbengkelan. Hingga saat ini Wayang Onthel telah dipentaskan di beberapa kota, seperti Jakarta, Semarang, Yogyakarta, Salatiga, Surakarta, dan Magelang. National University of Singapore juga telah mendokumentasikan salah satu pementasan Wayang Onthel dan mengalih-bahasakan dari Jawa ke Inggris dan Spanyol.4 Kemunculan jenis wayang baru ini dapat dilihat sebagai suatu gejala yang menarik dalam dunia kesenian wayang. Ditinjau dari aspek bahan dan kebentukan Wayang Onthel ini merupakan wayang yang unik karena pada umumnya bahan wayang adalah kulit binatang sedangkan Wayang Onthel merupakan susunan dari benda-benda siap pakai atau dalam dunia seni rupa tergolong
Sumber:http://www.antarajateng.com/detail/index.php?id=7000 #.UUcc0Teo31U. Diakses 18/3/2013. 4
4
ke dalam karya yang berbasis pada benda ready-made.5 Istilah lain yang selaras dengan itu adalah found object.6 Hal itulah yang cukup menarik, dengan memanfaatkan bahan yang sudah ada, seniman Wayang Onthel mencipta wayang dengan suatu tuntutan akan kebutuhan karakter wayang dalam cerita yang dimainkan. Perlu disadari bahwa sebuah karya seni tentu membawa pikiran-pikiran atau peristiwa yang melatari kemunculannya. Dalam buku Filsafat Seni karangan Jakob Sumardjo dinyatakan bahwa setiap karya seni sedikit banyak mencerminkan setting masyarakat tempat seni itu diciptakan. Sebuah karya seni ada karena seorang seniman menciptakannya, seniman itu sendiri selalu
berasal
masyarakat
dari
masyarakat
merupakan
kenyataan
tertentu yang
dan
langsung
kehidupan dihadapi
sebagai rangsangan kreativitas kesenimanannya.7 Wayang Onthel sebagai sebuah karya seni yang diciptakan bukan hanya sebagai sebuah kebutuhan murni akan bentuk itu Ready-made adalah benda atau objek siap pakai. Ready-made dalam pengertian karya seni adalah serangkaian benda-benda atau objek yang dapat langsung dipakai untuk membuat karya seni. Mikke Susanto. Diksi Rupa: Kumpulan Istilah dan Gerakan Seni Rupa (Yogyakarta: DictiArt Lab & Djagad Art House, 2011), 327. 6 Found object dalam seni rupa adalah sebuah objek yang tidak memiliki nilai estetika lagi, seperti halnya potongan kayu atau belahan dari sebuah mesin atau benda. Namun dalam pengertian ini, “objek temuan” dimaksudkan sebagai kerja kreatif seni atau anti-seni dengan mendisplay benda temuannya dari lingkungan di sekitarnya. Mikke Susanto, 2011, 141. 7 Jakob Sumardjo. Filsafat Seni (Bandung: Penerbit Institut Teknologi Bandung, 2000), 233. 5
5
sendiri tentu mengandung banyak hal yang dapat dipahami dan ditafsirkan. Keberadaan Wayang Onthel mengandung hal-hal lain dalam kehidupan manusia sesuai kebutuhannya. Ada banyak hal yang mendukung keberadaan
seni. Ada
yang kelahirannya didorong oleh kebutuhan praktis manusia untuk
menunjang
hidupnya
sehari-hari,
ada
yang
karena
dorongan kebutuhan spiritual dan tidak kurang pula yang disebabkan oleh keinginan manusia yang hakiki yaitu untuk berkomunikasi dengan sesamanya. Yang paling awal di antaranya adalah seni yang kelahirannya didorong oleh keinginan manusia untuk memenuhi kebutuhan praktisnya.8 Seni yang berfungsi praktis misalnya dipakai untuk melayani
suatu
kebutuhan
fisik.
Seni
bisa
dipakai
untuk
menggambarkan mimpi, imajinasi, atau intuisi seorang seniman tentang sesuatu. Seni dapat pula sebagai media untuk bermainmain dengan material, media, teknik, atau seni sendiri secara eksploratif untuk mencari berbagai kemungkinan bentuk dan pemaknaan.
Ditinjau
secara
faktual,
keberagaman
seni
Soedarso Sp., Trilogi Seni: Penciptaan, Eksistensi, dan Kegunaan Seni (Yogyakarta: Badan Penerbit Institut Seni Indonesia Yogyakarta, 2006), 119. 8
6
nampaknya
sejalan
dengan
keberagaman
komunitas
atau
masyarakat itu sendiri.9 VOC sendiri sebagai komunitas saat ini semakin dikenal dengan Wayang Onthel yang diciptakannya. Wayang Onthel menjadi bagian vital dari upaya peneguhan identitas komunitas ini. Hal ini terkait dengan unsur-unsur yang terdapat dalam kreasi pertunjukan wayangnya yang kental dengan unsur “onthel” yang dapat
teridentifikasi
terutama
yang
tampak
pada
wujud
wayangnya. Hal itulah yang mendorong untuk dilakukan penelitian tentang wayang kreasi baru karya komunitas VOC ini. Bagaimana sebuah komunitas penggemar sepeda tua berkreasi dengan perasaan seninya dan menghasilkan karya pertunjukan wayang. Pertunjukan Wayang Onthel sebagaimana pertunjukan wayang mengandung berbagai dimensi seni, antara lain: seni rupa, seni drama, seni gerak, seni karawitan, dan seni suara. Boneka wayang yang digunakan dalam pertunjukan tersebut dapat dipandang sebagai suatu karya mandiri, yaitu sebagai karya seni rupa. Karya itulah yang menjadi fokus perhatian penelitian ini.
M. Dwi Marianto, Menempa Quanta Mengurai Seni (Yogyakarta: Badan Penerbit ISI Yogyakarta: 2011), 8. 9
7
B. Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah seperti tersebut di atas, maka penulis merumuskan masalah yang akan diteliti sebagai berikut. 1. Bagaimana latar belakang penciptaan Wayang Onthel? 2. Bagaimana bentuk dan karakterisasi Wayang Onthel? 3. Bagaimana relasi antara kebentukan Wayang Onthel dengan identitas
komunitas
terbentuknya
relasi
VOC itu
dan
ditinjau
bagaimana
dinamika
dari
sudut
pandang
mengetahui
latar
belakang
lingkungan budaya dan kreativitas?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian
ini
bertujuan
penciptaan Wayang Onthel, faktor pendorong kemunculan Wayang Onthel, bentuk dan karakterisasinya, serta relasi antara Wayang Onthel dengan identitas komunitas VOC. Manfaat penelitian ini bagi penulis adalah untuk dapat mendalami pengetahuan tentang wayang terutama Wayang Onthel yang menarik bagi penulis. Selain itu, dengan penelitian ini penulis dapat menerapkan dan menggunakan teori-teori yang dipelajari untuk membaca gejala visual yang muncul dan berkembang di bidang kesenian wayang. Bagi institusi, penelitian ini dapat menjadi sumbangan wawasan akademik, melengkapi sejumlah riset yang telah ada di bidang kesenian wayang, menambah referensi kajian yang telah
8
ada dalam institusi. Bagi masyarakat, penelitian ini dapat dijadikan informasi tentang Wayang Onthel yang merupakan karya seni yang ada, hidup, sebagai sebuah produk kebudayaan.
D. Tinjauan Pustaka Sebuah usaha penelitian diharapkan memiliki otentisitas sebagai wujud kekhasan, pembedaan, sekaligus pelengkap bagi studi-studi yang telah dilakukan sebelumnya. Studi tentang wayang selama ini telah banyak dilakukan. Oleh karena itu penulis mencoba menelusuri hasil-hasil penelitian tentang wayang yang telah dilakukan. Hana Kurnia Dewi (2013) menulis skripsi dengan judul “Dinamika Kehidupan Komunitas Alternatif Old Bikers VOC Magelang”. Dalam penelitian ini dibahas sejarah komuniotas VOC, aktivitasnya,
budaya
komunitasnya,
juga
cara-cara
yang
dilakuakn VOC dalam mempertahankan eksistensinya. Sularno (2008) menulis tesis dengan judul “Bentuk Rupa dan Makna Simbolik Wayang Kulit Purwa Kreasi Baru Ki Manteb Sudarsono (Dalam Kajian Hermeneutik Fenomenologis)”. Tesis tersebut memfokuskan diri pada identifikasi bentuk rupa wayang kulit Purwa kreasi baru karya Ki Manteb Sudarsono dengan membandingkannya dengan wayang kulit Purwa klasik, kemudian
9
berusaha menemukan makna simbolik baru dengan metode Hermeneutika. Subandi, Imam Madi, Agus Achmadi, Sukirno, Nur Arifin (1995) dalam penelitian kelompoknya yang berjudul “Boneka Wayang Kulit Purwa Karya Seniman Surakarta: Suatu Amatan pada Karya Ki Manteb Sudarsono, Ki Bambang Suwarno, dan Hajar Satoto” memaparkan wayang kulit kreasi tiga seniman wayang yang dikenal gemar melakukan gubahan pada aspek visual wayang. Dalam penelitian tersebut dikaji tokoh-tokoh wayang kulit Purwa yang menjadi pilihan seniman untuk digubah, bentuk-bentuk gubahannya, serta alasan seniman dalam upaya penggubahan bentuk boneka wayang kulit Purwa. Hasil penelitian tersebut sangat rinci dalam memaparkan detail wayang Purwa yang telah digubah, baik dari aspek bentuk, tatahan, maupun sunggingan. Mengenai wayang, Claire Holt dalam bukunya Art in Indonesia: Continuities and Change (1967) yang diterjemahkan R.M. Soedarsono menjadi Melacak Jejak Perkembangan Seni di Indonesia (2000) juga membahas tentang wayang kulit Purwa dan beberapa wayang lain seperti wayang gedhog, wayang golek, wayang wong, dan beberapa wayang lainnya. Penelitian Claire Holt terbatas pada Wayang-wayang yang paling dikenal di Jawa. Selain persoalan waktu penelitian yang dilakukan puluhan tahun silam
10
yang tentu saja di dalamnya tidak mencakup wayang-wayang yang muncul akhir-akhir ini. Namun demikian penelitian Claire Holt tentang wayang juga digunakan dalam penelitian ini sebagai acuan mengingat wayang yang muncul di era ini bukanlah sesuatu
yang
lepas
dari
tradisi
wayang
yang
telah
ada
sebelumnya. Dari pengamatan terhadap penelitian di atas, belum ditemui penelitian yang menjadikan Wayang Onthel sebagai topik utama kajian.
E. Landasan Teori Kata “Wayang” dalam artinya yang paling luas berarti pertunjukan dramatik, sebuah drama, sebuah tontonan, apakah aktornya boneka atau manusia. Bila digunakan sendiri, dengan demikian kata ‘wayang’ berarti sebuah boneka bayangan atau drama bayangan; dalam penandaan sebuah pertunjukan yang lain, istilah kualifikasi yang kedua selalu mengikuti, seperti contohnya, wayang wong, sebuah pertunjukan (dramatari), yang dipertunjukkan oleh manusia, yaitu dengan aktor-aktor hidup.10 Subjek kajian dalam penelitian ini juga memiliki kekhasan yang terbaca dari namanya, „Wayang Onthel‟, yang merupakan penamaan pencetusnya terhadap jenis wayang ini karena bahan Claire Holt, Melacak Jejak Perkembangan Seni di Indonesia. Diterjemahkan oleh R.M. Soedarsono (Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia, 2000), 156. 10
11
wayangnya
adalah
digolongkan
sebagai
onderdil karya
sepeda seni
Onthel
bergaya
(kayuh).
Ready-made
Selain atau
berangkat dari konsep Found Object karya ini juga masuk dalam jenis Junk Art karena dibuat dari barang bekas.11 Dalam pembahasan mengenai kebentukan, wayang ini dibaca dalam kerangka
karya
berbasis
Ready-made
sedang
dalam
aspek
kreativitas karya ini ditempatkan sebagai jenis karya Junk Art.12 Kesenian sebagai wilayah kajian tidaklah bersifat tertutup. Artinya, wilayah ini terbuka untuk dimasuki oleh berbagai disiplin ilmu sebagai ancangan analisisnya. Di sisi yang lain, perluasan, pendalaman, dan pengkhususan, dalam berbagai bidang ilmu juga telah membuka peluang untuk mengkaji kesenian sebagai salah satu sasaran kajiannya.13 Penelitian ini, dengan demikian, juga merupakan suatu upaya memahami suatu kebudayaan meski dalam lingkup yang terbatas. Menurut Koentjaraningrat wujud kebudayaan itu ada tiga yaitu: 1) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ideide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya, 2) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta
Mikke Susanto, 2011, 207. Junk Art berarti seni sampah, namun dalam pengertian seni visual yang umum berarti seni yang bahan-bahannya didapat dari benda atau barang bekas yang kemudian dirakit. Mikke Susanto, 2011, 207. 13 Tjetjep Rohendi Rohidi, Kesenian dalam Pendekatan Kebudayaan (Bandung: Penerbit STSI Bandung, 2000), 1. 11 12
12
tindakan berpola mantap dari manusia dalam masyarakat, 3) Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.14 Dengan demikian objek kajian dalam penelitian ini ditempatkan dalam
kerangka
tersebut,
untuk
kemudiaan
ditelaah
apa
gagasannya, bagaimana proses atau aktivitas di dalamnya dan bagaimana wujud konkretnya. Wayang Onthel sebagai sebuah karya seni tidak lepas dari konteks sosial yang melatari kemunculannya. Komunitas VOC sebagai latar sosial kemunculan Wayang Onthel merupakan produsen yang memiliki corak tersendiri yang memengaruhi apa yang dihasilkan, mengapa dan bagaimana karya itu dihasilkan. Dalam pandangan semacam ini diperlukan pendekatan sosiologi seni yang menggamit teori Janet Wolff dalam bukunya The Social Production of Art. Seni sebagai produk sosial merupakan suatu bentuk dari ideologi. Wolff secara sederhana menyatakan bahwa ideologi adalah gagasan dan kepercayaan seseorang yang secara sistematis dihubungkan dengan kondisi-kondisi material dan aktual
kehidupan
kebentukan
wayang,
masyarakat.15 digunakan
Untuk
analisis
mengkaji struktur
seni
aspek dari
Edmund Burke Feldman yang mencakup persoalan elemen visual
Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004), 5. 15 Janet Wolff, The Social Production of Art. (New York: St. Martin‟s Press, Inc, 1981, 50. 14
13
(garis, bidang, gelap-terang, warna),16 pengorganisasian elemen visual (kesatuan, keseimbangan, irama dan proporsi).17 Dalam penelitian ini sedikit banyak juga menyinggung persoalan fungsi seni. Untuk itu penulis juga merujuk pada pendapat Edmund Burke Feldman yang membagi fungsi seni menjadi tiga: (1) Fungsi personal; (2) Fungsi sosial; (3) Fungsi fisik.18 Fungsi personal adalah seni sebagai suatu alat atau bahasa untuk mengekspresikan perasaan dan ide-ide, berkaitan dengan situasi yang mendasar, hubungan spiritual dan ekspresi estetis. Fungsi sosial seni adalah bahwa karya seni itu memiliki fungsi sosial
apabila
karya
seni
itu
mencari
atau
cenderung
memengaruhi perilaku kolektif orang banyak, karya seni itu diciptakan untuk dilihat atau dipakai, digunakan khususnya dalam situasi-situasi umum, karya seni itu mengekspresikan atau menjelaskan aspek-aspek tentang eksistensi sosial atau kolektif sebagai
lawan
dari
bermacam-macam
pengalaman
personal
maupun individu. Fungsi fisik seni adalah suatu ciptaan objekobjek yang dapat berfungsi sebagai wadah atau alat. Persoalan identitas komunitas VOC yang dikaitkan dengan Wayang Onthel berdasar pada pandangan bahwa identitas kultural
Edmund Burke Feldman, Art as Image and Idea (New Jersey: Prentice-Hall Inc, 1967), 223-255. 17 Edmund Burke Feldman (1967), 257-277. 18 Edmund Burke Feldman (1967), 2-3. 16
14
akan muncul dalam bentuk-bentuk spesifik yang menandakan keberadaannya. Ia dianggap hadir ketika muncul gejala-gejalanya atau penampakannya dan berbeda dengan „yang lain‟, mempunyai ciri yang khas dan khusus.19 Stuart Hall memberi pandangan mengenai
indentitas
dengan
mengacu
pada
pandangan
esensialime dan anti esensialisme. Pandangan yang pertama, identitas kultural dimaknai sebagai sesuatu yang satu, budaya yang
digunakan
bersama,
semacam
“jati
diri‟
kolektif,
bersembunyi di dalam banyak hal yang lain, lebih superfisial atau artifisialitas yang dipaksakan pada “diri”. Di mana kelompok orang dengan sebuah sejarah bersama dan keturunan yang didasarkan dalam kesamaan. Dengan pengertian seperti ini identitas kultural merefleksikan pengalaman sejarah yang sama dan berbagai kodekode kultural yang membawa kita sebagai satu masyarakat. Pandangan yang kedua, sebuah persoalan menjadi sepadan dengan being. Jauh dari menjadi “selesai‟ (fixed) mereka adalah subjek
dari
keberlanjutan
“bermain‟
(play)
dari
sejarah,
kebudayaan dan kekuasaan.20
Warsono, Jogja Agropop: Visualitas Seni Rupa dan Identitas Kultural. Tesis. (Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada, 2012), 9. 20 Stuart Hall. “Who Needs an Identity?” dalam Questions of Cultural Identity. Stuart Hall dan Paul du Gay (eds). (London: Sage Publication, 1996), 223. 19
15
Dalam melihat apa yang disebut sebagai identitas ini, yang dibaca
dalam
penelitian
ini
berangkat
dari
produk-produk
dihasilkan. Identitas dilacak dari visualitas. Suatu upaya mencari hubungan antara bentuk dalam karya seni dengan kode-kode kultural komunitas VOC. Analisis tanda digunakan terutama untuk
menjelaskan
jenis
tanda
berdasar
hubungan
antara
penanda dan petandanya.
F. Metode Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang ditetapkan dalam penelitian, maka jenis penelitian yang cocok adalah penelitian kualitatif deskriptif. Dengan jenis penelitian ini dapat ditangkap berbagai
informasi
kualitatif
dengan
deskripsi
yang
penuh
nuansa.21 Pada penelitian yang menjadikan komunitas tertentu (dalam
hal
ini
adalah
komunitas
penggemar
sepeda
tua)
digunakan metode etnografi. Etnografi
adalah
penelitian
untuk
mendeskripsikan
kebudayaan sebagaimana adanya. Etnografi berupaya mempelajari peristiwa kultural, yang menyajikan pandangan hidup subjek yang menjadi objek studi. Studi ini akan terkait bagaimana subjek
H.B. Sutopo, Metodologi Penelitian Universitas Sebelas Maret Press, 2002), 35. 21
Kualitatif
(Surakarta:
16
berpikir, hidup, dan berperilaku.22 Inti dari etnografi adalah upaya untuk memperhatikan makna-makna dan tindakan dari kejadian yang menimpa orang atau kelompok masyarakat yang ingin dipahami.23
1. Batasan Subject Matter Penelitian Subject Matter dalam penelitian ini adalah wayang karya komunitas VOC. Wayang yang menjadi fokus kajian dalam penelitian
ini
bukanlah
pertunjukan
wayangnya,
melainkan
boneka wayangnya yang dilihat sebagi sebuah karya seni rupa. Selain itu, yang ditelili adalah para anggota komunitas VOC yang menggagas kemunculan Wayang Onthel.
2. Batasan Waktu dan Wilayah Penelitian Waktu penelitian ini adalah selama enam bulan terhitung sejak bulan Juli hingga Desember 2013. Waktu tersebut dirasa mencukupi untuk mengambil data. Dalam enam bulan tersebut peneliti menggali data yang diperlukan serta menganalisisnya berdasarkan teori-teori yang digunakan.
Suwardi Endraswara, Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan: Ideologi, Epistemologi, dan Aplikasi (Yogyakarta: Pustaka Widyatama, 2006), 207. 23 James P. Spradley, Metode Etnografi (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2007), 5. 22
17
Adapun
batasan
wilayah
penelitian
adalah
di
Kota
Magelang, tepatnya di sekretariat VOC di Pakelan, Mertoyudan, Magelang dan di Sanggar Watujowo, Ngenthak, tempat anggota VOC beraktivitas.
3. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini adalah kata-kata (hasil wawancara) dengan informan, foto dan video yang berkaitan dengan aktivitas anggota VOC, atau aktivitas pentas Wayang Onthel. Selain itu juga dokumen-dokumen tentang wayang secara umum dan Wayang Onthel baik dalam bentuk buku, jurnal, brosur, poster, yang bisa didapatkan dalam bentuk cetak maupun digital.
4. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data ditempuh melalui sumber pustaka, dokumen tertulis dan arsip, dan benda artifact. Studi kepustakaan (library research) ditempuh untuk memperoleh data tertulis mengenai perkembangan wayang (terutama wayang kreasi baru),
18
yang berupa buku, jurnal, brosur, surat kabar, surat berharga, arsip, serta dokumen.24 Metode pengumpulan data yang digunakan selain studi pustaka adalah melalui observasi lapangan (field observation) dan wawancara
(interview).
Observasi
dilakukan
untuk
dapat
mengumpulkan data valid, maka proses observasi lapangan yang dilakukan dilengkapi kamera foto dan juga buku catatan. Dalam penelitian ini, observasi dilakukan dengan terjun langsung ke lapangan
untuk
mengadakan
pengamatan
secara
seksama
terhadap segala hal yang berhubungan dengan permasalahan penelitian. Selain data yang diperoleh melalui observasi lapangan, informasi dari narasumber sangat besar manfaatnya. Untuk kepentingan ini, maka dilakukan wawancara pada informan yang dipandang memiliki kompetensi dan memahami Wayang Onthel. Wawancara yang dilakukan adalah wawancara terbuka, dilengkapi dengan alat perekam (recorder), sehingga diperoleh informasi mendalam berkait dengan pokok permasalahan.
R.M. Soedarsono, Metodologi Penelitian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa, cet. 2 (Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia, 2001) , 128. 24
19
5. Metode Analisis Data Analisis
data
adalah
proses
yang
dilakukan
untuk
mengorganisasikan data. Semua data yang terdiri dari catatan lapangan,
komentar
peneliti,
gambar,
foto,
artikel,
hasil
wawancara, dan lain-lain dianalisis sesuai kebutuhan penelitian. Pekerjaan
analisis
mengurutkan,
data
dalam
mengelompokkan,
hal
ini
adalah
memberikan
mengatur, kode,
dan
mengkategorikannya.25 Dalam penelitian ini analisis data dilakukan dalam suatu proses. Proses di sini berarti analisis data sudah dilakukan dan dikerjakan
secara
intensif,
selama
proses
pencarian
dan
pengumpulan data di lapangan penelitian. Sesuai dengan sifat data, semua informasi dan data yang berhasil didapatkan, dianalisis dengan menggunakan teknik deskriptif analitis.
G. Sistematika Penulisan Berdasarkan rumusan masalah yang ditetapkan, penulisan tesis ini terbagi menjadi lima bab. Bab I, pengantar, menjelaskan tentang: latar belakang; rumusan masalah; tujuan dan manfaat penelitian; tinjauan pustaka; landasan teori; metode penelitan; sistematika penulisan.
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), 103. 25
20
Bab II, menjelaskan tentang profil komunitas VOC, latar belakang penciptaan Wayang Onthel. Bab III, menguraikan mengenai bahan pembuatan, bentuk serta karakterisasi Wayang Onthel. Bab IV, menjelaskan tentang hubungan antara kebentukan dan identitas komunitas VOC yang hadir dalam Wayang Onthel. Bab V, berisi kesimpulan atau jawaban dari pertanyaan penelitian.