BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Zat gizi dalam makanan yang telah dikenal adalah karbohidrat, lemak, vitamin, mineral, dan protein. Protein dibutuhkan tubuh untuk pertumbuhan ataupun penggantian sel tubuh yang sudah rusak. Protein berdasarkan sumbernya dibagi menjadi dua yaitu protein nabati, dan protein hewani. Sumber protein nabati antara lain jagung, tahu, tempe, kacang-kacangan seperti kacang hijau, kacang tanah, kacang merah. Sumber protein hewani antara lain daging, telur, susu, dan ikan. Kebutuhan protein untuk orang dewasa menurut FAO/WHO sekitar 0,9 g/kg berat badan (Hardani, Rika, 2002). Daging sapi, kambing dan domba merupakan bahan makanan hewani yang banyak dikonsumsi masyarakat. Bagian tubuh hewan tersebut yang sering dikonsumsi adalah daging. Selain daging tubuh lain yang sering dikonsumsi adalah jeroan seperti usus, hati, jantung, paru dan babat. Salah satu bagian organ dalam yang biasanya digunakan sebagai bahan campuran dalam makanan adalah babat. Misalnya untuk nasi goreng babat, bakso babat, gulai babat, soto babat, dan campuran nasi kebuli. Babat sesungguhnya adalah bagian dalam kulit lambung hewan, yang sering juga disebut “handuk” karena bentuknya yang sangat mirip handuk ( Femina, 15/2009).
Dalam 100 g babat mengandung : energi 113 kkal, protein 17,6 g, lemak 4 g, vitamin B1 0,1 mg, asam folat 5,7 mkg, kalsium 12 mg, besi 1 mg, seng 2 mg, fosfor 144 mg, kalium 90 mg, kolesterol 145 mg (Made, Astawan, 2009). Babat banyak disukai oleh orang karena rasanya yang enak meskipun sebenarnya tidak layak dikonsumsi karena mengandung banyak purin dan sifatnya yang mudah membusuk. Faktor kegemaran masyarakat itulah yang membuat beberapa oknum penjual menggunakan bahan tambahan makanan. Namun bahan tambahan makanan ada yang di ijinkan dan ada yang dilarang. Penjual menggunakan bahan tambahan makanan yang dilarang agar babat menjadi awet, bersih dan kenyal. Bahan tambahan makanan sintetis yang sebenarnya sangat dilarang seperti formalin, boraks dan pemutih. Formalin dipilih sebagai bahan pengawet kerena murah dan mudah didapatkan (ReportaseInvestigasi, 6 november 2011). Formalin merupakan bahan tambahan makanan yang dilarang dalam penggunaanya oleh Permenkes RI No.722 / Menkes / Per / IX / 88, karena bersifat karsinogen, menyebabkan depresi susunan saraf, kegagalan peredaran darah, kejang, hematuria, tidak bisa kencing, muntah darah bahkan dapat menyebabkan kematian. Selain dikenal sebagai pengawet, formalin dikenal juga sebagai bahan pembunuh hama (desinfektan) dan banyak digunakan dalam industri. Untuk menurunkan kadar formalin dapat dilakukan dengan cara dikukus, direbus, dan digoreng, serta direndam dalam air hangat, air garam, air bersih, air leri dan air cuka 5 persen. Dari uji penelitian yang dilakukan oleh Sukesi (2007), dengan menggunakan air bersih mampu menurunkan kadar formalin sampai 61,25
persen pada ikan asin yang direndam selama 60 menit, air leri mampu menurunkan kadar formalin sampai 66,03 persen, air cuka 5 persen selama 15 menit mampu menurunkan kadar formalin sampai 98,53 persen, sedangkan pada air garam mampu menurunkan kadar formalin sampai 89,53 persen. Dalam penelitian ini belum diketahui konsentrasi air garam maksimum dan lama waktu perendaman optimum terhadap organoleptik pada babat yang masih baik sehingga perlu dilakukan penelitian penurunan kadar formalin pada babat yang direndam dalam air garam dengan variasi konsentrasi selama waktu tertentu. Untuk menentukan babat mengandung formalin atau tidak, telah diambil beberapa sampel babat dari beberapa pasar tradisonal dan dibandingkan dengan babat yang diambil langsung dari pemotongan hewan yang belum terkontaminasi formalin. Babat bisa diambil dari kambing, domba, kerbau, sapi, namun dalam penelitian ini yang digunakan adalah babat sapi. Selanjutnya akan diadakan penelitian apakah sampel babat mengandung formalin atau tidak. Jika positif mengandung formalin maka akan diturunkan kadarnya dengan cara perendaman air garam. Sampel babat dari pasar tradisional dijadikan sebagai pembanding dari babat yang diambil langsung dari rumah pemotongan hewan. Penurunan kadar formalin tidak hanya dilakukan pada babat yang diambil dari pasar tradisional, tetapi juga dilakukan terhadap babat yang murni (belum diberi formalin). Perendaman dengan air garam menggunakan variasi konsentrasi dan waktu yang optimum.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat ditarik suatu rumusan masalah yaitu “Berapa persen penurunan kadar formalin pada babat yang direndam dalam air garam dengan berbagai variasi konsentrasi dan variasi waktu optimum?
C. Tujuan Penelitian I. Tahap pertama. 1. Menentukan panjang gelombang optimum spektrofotometer, menentukan waktu kestabilan reaksi optimum spektrofotometer. 2. Menentukan waktu optimum perendaman babat dalam air garam dari variasi waktu antara 10 menit, 15 menit, 30 menit dan 60 menit terhadap sampel/contoh yang masih baik dari babat II. Tahap kedua. 1. Mengidentifikasi ada tidaknya zat formalin pada sampel babat sebelum dilakukan perendaman larutan formalin 10% selama 24 jam. 2. Penetapan kadar formalin pada babat yang diambil di pasaran. III. Tahap ketiga. 1. Mengidentifikasi ada tidaknya zat formalin pada sampel babat setelah direndam larutan formalin 10% selama 24 jam . 2. Menetapkan kadar formalin awal pada babat yang direndam dalam formalin 10% selama waktu optimum.
3. Merendam babat yang berformalin dengan air garam (NaCl) menggunakan variasi konsentrasi antara 2,5 persen, 5 persen, 7,5 persen, 10 persen dengan waktu perendaman optimum dengan pengulangan 3x. 4. Menetapkan kadar formalin setelah perendaman pada babat selama waktu hasil optimasi perendaman terhadap organoleptik babat dengan konsentrasi air garam yang optimum. 8. Menetapkan prosentase penurunan kadar garam (Nacl) yang dapat menurunkan kadar formalin paling maksimum.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi mahasiswa Dapat menambah pengetahuan dan ketrampilan dalam bidang kesehatan makanan. 2. Bagi masyarakat Dapat memberikan informasi tentang cara menurunkan kadar formalin dalam babat dengan perendaman air garam yang optimum dan lama waktu perendaman optimum.