1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Zakat merupakan ibadah dan kewajiban sosial bagi para aghniya’ (hartawan) setelah kekayaannya memenuhi batas minimal (nisab) dan rentang waktu tertentu (haul). Tujuannya untuk mewujudkan pemerataan keadilan dalam ekonomi. Sebagai salah satu aset – lembaga – ekonomi Islam, zakat merupakan sumber dana potensial strategis bagi upaya membangun kesejahteraan ummat.1 Karena itu al-Qur'an memberikan rambu agara zakat yang dihimpun disalurkan kepada mustahiq (orang yang berhak menerima zakat). Menurut Umar bin al-Khatab sebagaimana dikutip Ahmad Rofiq, zakat disyari’atkan untuk merubah mereka yang semula mustahiq (penerima) zakat menjadi muzakki (pemberi/pembayar zakat).2 Ini dapat diwujudkan jika zakat tidak hanya sekedar dimaknai secara tekstual, dan di distribusikan sebagai pemberian dalam bentuk konsumtif, untuk memenuhi jangka pendek. Akan tetapi perlu dilakukan inovasi dan pembaharuan pemahaman dalam bentuk penalaran utamanya tentang harta benda atau profesi yang dihasilkan dikenakan beban zakat, dan pendistribusiannya sebagian diberikan dalam bentuk dana untuk kegiatan produktif. Dengan demikian mustahiq dapat
1 2
Ahmad Rofiq, Fiqh Kontekstual, Semarang : Pustaka Pelajar, 2004, Cet. I, hlm. 259 Ibid.
1
2
memutar dana tersebut, sehingga dapat menjamin kebutuhan sehari-hari dan mengembangkannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dalam jangka panjang. Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang juga menjadi salah satu unsur pokok bagi tegaknya syari’at agama Islam. Oleh karena itu, ijma’ ulama menyatakan bahwa hukum menunaikan zakat adalah wajib atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu, sebagaimana firman Allah SWT :
ﺼﻠَﺎ َة َو ُﻳ ْﺆﺗُﻮا ﺣ َﻨﻔَﺎء َو ُﻳﻘِﻴﻤُﻮا اﻟ ﱠ ُ ﻦ َ ﻦ َﻟ ُﻪ اﻟﺪﱢﻳ َ ﺨِﻠﺼِﻴ ْ َوﻣَﺎ ُأ ِﻣﺮُوا ِإﻟﱠﺎ ِﻟ َﻴ ْﻌ ُﺒﺪُوا اﻟﱠﻠ َﻪ ُﻣ {٥ : ﻦ ا ْﻟ َﻘ ﱢﻴ َﻤ ِﺔ } اﻟﺒﻴّﻨﺔ ُ ﻚ دِﻳ َ اﻟ ﱠﺰآَﺎ َة َو َذِﻟ Artinya : “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat dan yang demikian itulah agama yang lurus”.3 Kewajiban zakat memiliki beberapa keutamaan yang menempatkan zakat pada kedudukan yang istimewa dalam Islam, diantaranya adalah disandingkannya penyebutan zakat dengan shalat dalam al-Qur'an, di 27 tempat. Ini menunjukkan betapa pentingnya kedudukan zakat dalam Islam. Seperti kata Abu Bakar Ash Shiddiq ketika akan memerangi orang-orang yang menolak zakat “Demi Allah sungguh aku akan memerangi orang-orang yang memisahkan kewajiban shalat dan zakat, karena kitab Allah telah menyatakan demikian”.4 Selain itu zakat merupakan rukun Islam ketiga, serta bila dibandingkan dengan infak lainnya zakat adalah kewajiban harta utama yang
3 4
Depag, al-Qur'an dan Terjemahnya, Semarang : CV. Alwaah, 1995, hlm. 1084
Tim Institut Manajemen Zakat, Panduan Zakat Praktis, Jakarta : Institut Manajemen Zakat, 2002, hlm. 29
3
dicintai Allah karena merupakan kewajiban yang telah ditentukan oleh Allah. Dan Allah mencintai hamba-Nya yang mendekatkan dirinya dengan melaksanakan sesuatu yang telah diwajibkan. Tidak semua kekayaan harus dikeluarkan zakatnya, sebab kekayaan yang harus dikeluarkan zakatnya harus jelas siapa pemiliknya, bagaimana status pemiliknya, apa jenisnya, berapa kadarnya, bagaimana sifat kekayaan itu, tetap atau dalam keadaan berkembang.5 Secara umum kriteria kekayaan wajib zakat itu ada delapan aspek yaitu:6 milik orang Islam dan merdeka, berkembang, milik penuh, lebih dari kebutuhan biasa, bebas dari hutang, cukup nisab, cukup waktu, dan kadar tertentu. Penetapan obyek yang di zakati menurut Ahmad Azhar Basyir dalam bukunya “Hukum Zakat”7 ada lima macam harta yang di zakati diantaranya, emas dan perak, harta dagangan, tanaman dan buah-buahan, binatang ternak, serta benda-benda tambang dan harta karun (rikaz). Seiring perputaran dan berjalnnya waktu yang cepat dan terus menerus muncullah persoalan-persoalan baru yang belum dikenal oleh orargorang terdahulu. Bahkan belum pernah tergores dalam sanubari mereka. Justru, sekiranya persoalan-persoalan yang muncul itu disampaikan kepada mereka, niscaya dianggapnya sebagai sesuatu yang tidak logis. Karenanya, bagaimana mungkin akan terpikirkan hukum atas persoalan-persoalan baru tersebut, bila sedetikpun belum pernah terbetik dalam hati mereka.
5 6 7
Suyitno, et,al, Anatomi Fiqh Zakat, Yogyakarta : Pu staka Pelajar, 2005, Cet. I, hlm. 25 Ibid. Ahmad Azhar Basyir, Hukum Zakat, Yogyakarta : Majelis Pustaka, 1997, hlm. 23
4
Lebih dari itu, ada sebagian peristiwa atau persoalan lama yang terjadi dalam kondisi dan sifat yang dapat merubah tabiat, bentuk dan pengaruhnya. Sehingga hukum atau fatwa yang ditetapkan oleh ulama-ulama terdahulu tidak relevan lagi. Hal yang demikian itu, memotivasi mereka untuk merevisi fatwa lantaran berubahnya masa, tempat, adat istiadat dan kondisi.8 Dengan demikain, kebutuhan terhadap ijtihad merupakan kebutuhan yang bersifat kontinyu, dimana realita kehidupan ini senantiasa berubah, begitupun kondisi masyarakat yang senantiasa mengalami perubahan dan perkembangan. Dan selama syari’at Islam itu tetap relevan bagi setiap tempat dan zaman, serta syari’at Islam itu menjadi ‘kata pemutus’ atas persoalan umat manusia.9 Sejalan dengan perkembangan zaman, para ulama kontemporer seperti Yusuf Qardhawi menyatakan bahwa ketentuan syari’at tentang harta yang wajib dizakati bersifat kondisional. Karena itu masih terbuka kemungkinan untuk bertambah sesuai dengan perkembangan masyarakat. Seperti halnya dalam masalah zakat hasil tanah pertanian yang disewakan. Dimana seseorang yang mempunyai modal dapat bertani di tanah/lahan orang lain dengan cara menyewa. Namun sebagaimana yang telah diketahui, bahwa semua hasil tanah (bumi) yang diolah, wajib dikeluarkan zakatnya, apabila telah mencapai nisab.
8
Yusuf Qardhawi, Al-Ijtihad Al-Mu’ashir baina Al-Inzhibaath wa Al-Infiraath, terj. Abu Barzani, “Ijtihad Kontemporer ;Kode Etik dan Berbagai Penyimpangan”, Surabaya : Risalah Gusti, 1995, hlm. 6 9
Ibid.
5
Namun karena tanah tersebut merupakan tanah sewa, maka timbul pertanyaan, siapakah yang mengeluarkan zakatnya ? Apakah Pemilik tanah atau penyewa ? Karena pada dasarnya bila kita lihat antara pemilik dan penyewa
sama-sama
mendapat
penghasilan,
dimana
pemilik
dapat
penghasilan dari sejumlah uang yang diberi oleh penyewa sebagai uang sewa atas tanah dan penyewa mendapat penghasilan dari panen (hasil bumi). Dalam masalah ini terdapat beberapa pendapat, diantara pendapat tersebut penulis mengambil pendapat Yusuf Qardhawi. Yusuf Qardhawi adalah seorang ulama kontemporer dan juga pakar zakat yang memberikan pandangannya tentang banyak munculnya sumber zakat dewasa ini. Menurutnya semua jenis harta yang diusahakan asalkan diperoleh secara halal dan sah maka harus dikeluarkan zakatnya. Salah satunya adalah zakat hasil tanah pertanian yang disewakan. Dalam hal ini Yusuf Qardhawi memberikan pendapatnya siapa yang harus mengeluarkan zakatnya. Menurutnya mengenai zakat hasil tanah pertanian yang disewakan tidak dijelaskan secara rinci di dalam nash maupun hadis. Untuk itu Yusuf Qardhawi menggunakan prinsip keadilan dan perimbangan penghasilan serta istinbath yang digunakan al-Qur’an dan ijtihad intiqa’i. B. Rumusan Masalah Berangkat dari permasalahan diatas, maka akan kami jadikan pokok permasalahan pembahasan adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pendapat Yusuf Qardhawi tentang zakat hasil pertanian yang disewakan ?
6
2. Bagaimana metode istimbath hukum yang digunakan Yusuf Qardhawi ? C. Tujuan Penulisan Adapun yang menjadi tujuan penulisan skripsi ini adalah : 1. Untuk mengetahui kejelasan pendapat Yusuf Qardhawi tentang zakat hasil pertanian yang disewakan. 2. Untuk mengetahui metode istimbath yang digunakan Yusuf Qardhawi. D. Telaah Pustaka Berikut ini adalah beberapa tulisan yang berkaitan dengan masalah tersebut diantaranya : Nailis Sa’adah dengan skripsinya berjudul “Guru Ngaji Sebagai Mustahiq Zakat (Studi Bazis Kabupaten Kudus)” yang membahas tentang alasan Bazis Kabupaten Kudus mentasarufkan zakat kepada guru ngaji dengan ikhlas tanpa mengharap adanya suatu imbalan dan semata-mata karena Allah SWT. dalam memperjuangkan agama Islam.10 Siti Qomariyah dengan judul Skripsi “Analisis Pendapat Ibnu Taimiyah Tentang Pemberian Zakat Kepada Keluarga”, membahas tentang zakat yang diberikan kepada orang tua walaupun ke atas (kakek, nenek) dan kepada anak walaupun ke bawah (cucu) karena mereka fakir.11
10
Nailis Sa’adah, judul Skripsi “Guru Ngaji Sebagai Mustahiq Zakat : (Studi Bazis Kabupaten Kudus)”, Mahasiswa Fak. Syari’ah, Jurusan AS., 2002 11
Siti Qomariyah, judul Skripsi “Analisis Pendapat Ibnu Taimiyah Tentang Pemberian Zakat Kepada Keluarga”, Mahasiswa Fak. Syari’ah, Jurusan AS., 2003
7
Ulfa Ariyani, dengan judul Skripsi “Studi Analisis Pemikiran Yusuf Qardhawi Tentang Nisab Zakat Uang”, membahas tentang uang, baik uang kertas maupun logam wajib ditunaikan zakatnya.12 Nur Hayati, dengan judul Skripsi “Analisis Terhadap Pandangan Yusuf Qardhawi Tentang Haul dalam Zakat Pendapatan”, membahas tentang konsep zakat sebaiknya harus mengalami orientasi seiring dengan perubahan keadaan, dimana arus pusat perekonomian tidak lagi tertumpu pada sektor pertanian tradisisonal, namun mengarah pada sektor industri dan jasa. Oleh karena itu, pendapatan dikeluarkan zakatnya ketika itu juga (tanpa menunggu perputaran masa 1 tahun).13 Sutiyono dengan judul Skripsi “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jasa Piutang dan Pelaksanaan Zakat SHU di Lingkungan KPN Depag Kabupaten Kendal”, menerangkan bahwa walaupun mengandung unsur tambahan (bunga) justru membantu atau mendukung dalam koperasi tersebut dan dakwah Islam khususnya di Kabupaten Kendal.14 Shodiqun dengan judul Skripsi “Tinjauan HI Tehadap Hasil Sewa Rumah di Kelurahan Karang Tempel Kecamatan Semarang Kodia Semarang”, membahas bahwa zakat hasil usaha sewa rumah sama halnya dengan hasil usaha perdagangan di mana terdapat dua pihak yang berkepentingan, yang
12
Ulfa Ariyani, judul Skripsi “Studi Analisis Pemikiran Yusuf Qardhawi Tentang Nisab Zakat Uang”, Mahasiswa Fak. Syari’ah, Jurusan MU., 2004 13 Nur Hayati, judul Skripsi “Analisis Terhadap Pandangan Yusuf Qardhawi Tentang Haul dalam Zakat Pendapatan”, Mahasiswa Fak. Syari’ah, Jurusan MU., 2003 14
Sutiyono, judul Skripsi “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jasa Piutang dan Pelaksanaan Zakat SHU di Lingkungan KPN Depag Kabupaten Kendal”, Mahasiswa Fak. Syari’ah, Jurusan MU., 2002
8
mana kedua belah pihak sama-sama bertujuan untuk mendapatkan keuntungan.15 Sururi dengan judul Skripsi “Rekonstruksi Nisbah Zakat Mal Atas Pemikiran Yusuf Qardhawi”, membahas bahwa zakat mal merupakan hasil ijtihad yang sesuai dengan perkembangan zaman, dimana zakat mal dapat dilaksanakan apabila telah memenuhi syarat dan rukun, dan tentunya harta tersebut lebih dari cukup untuk kebutuhan pokok.16 Ketujuh skripsi tersebut berbeda dengan skripsi penulis yang berjudul “Analisis Pemikiran Yusuf Qardhawi Tentang Zakat Hasil Pertanian yang Disewakan”, dengan demikian skripsi penulis masih berpeluang untuk di kaji dan diteliti lebih lanjut. E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian
ini
merupakan
penelitian
kepustakaan
(library
research), yaitu penelitian yang dilaksanakan dengan menggunakan literatur (kepustakaan) baik berupa buku, catatan maupun laporan penelitian terdahulu.17 Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, yaitu tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental 15
Shodiqun, judul Skripsi “Tinjauan HI Tehadap Hasil Sewa Rumah di Kelurahan Karang Tempel Kecamatan Semarang Kodia Semarang”, Mahasiswa Fak. Syari’ah, Jurusan MU., 2003 16
Sururi, judul Skripsi “Rekonstruksi Nisbah Zakat Mal Atas Pemikiran Yusuf Qardhawi”, Mahasiswa Fak. Syari’ah, Jurusan AS, 2004 17
M. Iqbal Itasan, Pokok-Pokok Penelitian dan Aplikasinya, Jakarta : Ghalia Indonesia, 2002, hlm. 11
9
bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya.18 2. Sumber Data Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan dua sumber data yaitu: a. Data Primer, merupakan data yang diperoleh secara langsung dari subyek penelitian dengan menggunakan alat pengukuran atau alat pengambilan data langsung pada subyek sebagai sumber informasi yang dicari.19 Data primer ini adalah buku-buku karya Yusuf Qardhawi, Fiqhuz Zakah. b. Data Sekunder, merupakan data yang diperoleh dari sumber lain, tidak langsung diperoleh dari sumber lain, tidak langsung diperoleh dari subyek penelitiannya.20 Data sekunder ini didapat dari buku-buku karya orang lain yang masih ada hubungannya dengan data primer, seperti buku al-Fatawa karya Mahmud Syaltout dan Masail Fiqhiyah II karya M. Ali Hasan. 3. Metode Pengumpulan Data Adapun metode pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi yaitu metode pencarian data mengenai hal-hal variable yang
18
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2001, hlm. 3. 19
Saifuddin Azwar, Metodologi Penelitian, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1998, Cet. I,
hlm. 91 20
Ibid.
10
berupa catatan, transkip, buku, notulen, dan lain-lain.21 Dalam hal ini penulis menggunakan buku-buku karya Yusuf Qardhawi yang di dalamnya membahas tentang zakat hasil tanah pertanian yang disewakan, yaitu dalam buku Hukum Zakat yang diterjemahkan oleh Salman Harun dan Didin Hafidhuddin dari kitab asli Fiqhu Zakah. Dan buku-buku lain sebagaimna yang telah disebutkan dalam sumber data primer maupun sekunder. 4. Metode Analisis Data Sebagai pegangan dalam pengolaha data penelitian, maka penulis hanya menggunakan satu metode analisis yaitu analisis deskriptif. Analisis deskriptif ini bertujuan untuk memberikan deskripsi mengenai subyek penelitian berdasarkan data dari variabel yang diperoleh dari subyek yang diteliti dan tidak dimaksudkan untuk pengujian hipotesis.22 F. Sistematika Penulisan Untuk mempermudah dan lebih jelasnya dalam penulisan karya ilmiah ini, maka penulis sampaikan sistematika penulisan sebagai berikut: BAB I
: Pendahuluan yang berisi : Latar Belakang Masalah , Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Telaah Pustaka, Metode Penelitian, Sistmatika Penulisan.
BAB II
: Ketentuan Umum Tentang Zakat Hasil Pertanian Yang Disewakan diantaranya : A. Sekilas Tentang Kewajiban Zakat
21
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, 2002, hlm. 206. 22 Saifuddin Azwar, op. cit., hlm. 126.
11
yang meliputi : Pengertian Zakat, Dasar Hukum Zakat, Syarat Wajib Zakat, Harta Yang Dizakati, B. Ketentuan Umum Tentang Zakat Hasil Pertanian yang meliputi : Dasar Hukum Wajibnya Zakat Hasil Pertanian, Ketentuan Hasil Pertanian Yang Dizakati, C. Pendapat Ulama Tentang Kewajiban Zakat Hasil Pertanian Yang Disewakan, D. Hikmah Disyari’atkannya Zakat BAB III
: Pendapat Yusuf Qardhawi Tentang Zakat Hasil Pertanian Yang Disewakan yang meliputi : Biografi Yusuf Qardhawi, Karyakarya Yusuf Qardhawi, Istimbath Hukum Yang Digunakan Yusuf Qardhawi, Pendapat Yusuf Qardhawi Tentang Zakat Hasil Tanah Pertanian Yang Disewakan
BAB IV
: Analisis Pemikiran Yusuf Qardhawi Tentang Zakat Hasil Tanah Pertanian Yang Disewakan yang berisi : .Analisis Pemikiran Yusuf Qardhawi Terhadap Zakat Hasil Tanah Pertanian Yang Disewakan,
Analisis
Metode
Yang
Digunakan
Dalam
Memutuskan Pemikirannya Tentang Zakat Hasil Tanah Pertanian Yang Disewakan. BAB V
: Penutup yang berisi : Kesimpulan, Saran-saran, Penutup.