BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Wakaf sebagai wadah atau perwakafan sebagai suatu proses secara normatif di dalam Islam dipahami sebagai satu lembaga/institusi keagamaan yang sangat penting, di samping sebagai lembaga keislaman lainnya seperti perbankan, zakat, infak dan shadakah. Lembaga wakaf yang dikenal di lingkungan umat Islam berasal dari bahasa Arab, waqf dari kata kerja waqafa yang berarti menghentikan, berdiam di tempat atau menahan sesuatu, Sinonim waqf adalah habs, artinya menghentikan atau menahan. Bentuk jamak waqf adalah awqaf dan bentuk jamak habs adalah ahbas.1 Di dalam perundang-undangan disebutkan wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadat atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam.2 Salah satu dari bentuk ibadah untuk mendekatkan diri pada Allah SWT yang berkaitan dengan harta benda adalah wakaf. Amalan wakaf sangat besar artinya bagi kehidupan sosial ekonomi, kebudayaan dan keagamaan. Oleh karena itu, Islam meletakkan amalan wakaf sebagai salah satu macam ibadah yang amat
1
Moh. Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, Jakarta : UI Press, 1988, hlm.
80. 2
Departemen Agama R.I., Instruksi Presiden R.I. No. 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1998/1999, hlm. 99.
1
2
digembirakan.3 Hal ini sebagaimana yang difirmankan Allah SWT dalam surat Ali Imran ayat 92, adalah sebagai berikut :
ﻴ ٌﻡ ﻋِﻠ ﷲ ِﺒ ِﻪ َ ﻥﺍ ﺸﺊٍ ﹶﻓِﺎ ﻥ ﹶ ﺍ ِﻤﺎ ﹸﺘ ﹾﻨ ِﻔ ﹸﻘﻭﻭﻤ
ﻗﻠﻰ
ﻥ ﻭﺤﺒ ِ ﺎ ﹸﺘﺍ ِﻤﻤﺤﺘﱠﻰ ﹸﺘ ﹾﻨ ِﻔ ﹸﻘﻭ ﺭ ﻥ ﹶﺘﻨﹶﺎﻟﹸﻭﺍﺍﹾﻟ ِﺒ ﹶﻟ
Artinya: “Kamu sekali-kali tidak akan sampai kepada kebaikan (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apapun yang kamu nafkahkan, maka Allah mengetahuinya”. (Q.S. Ali Imran : 92)4 Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda :
,ﷲ ِ ﻮ ﹶﻝ ﺍ ﻳَﺎ َﺭﺳ: ﻴﻬَﺎ ﹶﻓﻘﹶﺎ ﹶﻝ ِﻓﻩﺴَﺘ ﹾﺄ ِﻣﺮ ﻲ ﺹ َﻳ ﻨِﺒ ﹶﻓﹶﺄﺗَﻰ ﺍﻟ,ﻴَﺒ َﺮﺨ َ ﺎ ِﺑﺭﺿ ﻋﻤَﺮ ﹶﺃ ﺏ َ ﹶﺍﺻَﺎ: َﻤ َﺮ ﻗﹶﺎ ﹶﻝﺑ ِﻦ ﻋَﻋﻦ ﺍ ﺻﹶﻠﻬَﺎ ﺖ ﹶﺃ َ ﺴ ﺖ َﺣَﺒ َ ﻗﹶﺎ ﹶﻝ ) ِﺇ ﹾﻥ ِﺷﹾﺌ.ﻨﻪﻱ ِﻣ ﻨ ِﺪﺲ ِﻋ ﻧ ﹶﻔ َﻮ ﹶﺃﺐ ﻣَﺎ ﹰﻻ ﹶﻗﻂﱡ ﻫ ﺻ ِ ﻢ ﹸﺃ ﻴَﺒ َﺮ ﹶﻟﺨ َ ﺎ ِﺑﺭﺿ ﹶﺃﺒﺖﺻ َ ﻲ ﹶﺃِﺇﻧ ﻕ ِﺑﻬَﺎ َ ﺪ ﺼ َ ﹶﻓَﺘ, ﻮ َﻫﺐ َﻭ ﹶﻻﻳ,ﻮ َﺭﺙﹸ َﻭ ﹶﻻﻳ,ﺻﹸﻠﻬَﺎ ﻉ ﹶﺃ ﻳﺒَﺎ ﻪ ﹶﻻ ﹶﺃﻧ: َﻤﺮﻕ ِﺑﻬَﺎ ﻋ َ ﺪ ﺼ َ ﹶﻓَﺘ: ﺖ ِﺑﻬَﺎ ( ﻗﹶﺎ ﹶﻝ َ ﺼ َﺪﻗﱠ َ َﻭَﺗ ﺡ َﻋﻠﹶﻰ َ ﺟﻨَﺎ ﹶﻻ, ﻒ ِ ﻴﻀ ﻭَﺍﻟ,ﻴ ِﻞﺴِﺒ ﺑ ِﻦ ﺍﻟﻭﺍ, ﷲ ِ ﻴ ِﻞ ﺍ َﻭﻓِﻲ َﺳِﺒ,ﺏ ِ ﺮﻗﹶﺎ َﻭﻓِﻲ ﺍﻟ, ﺮﺑَﻰ َﻭﻓِﻲ ﺍﹾﻟ ﹸﻘ, ﻓِﻲ ﺍﹾﻟ ﹸﻔ ﹶﻘﺮَﺍ ِﺀ ﺴِﻠ ٍﻢ ﻴ ِﻪ ﻭَﺍﻟﻠﱠ ﹾﻔﻆﹸ ِﻟﻤﻖ َﻋﹶﻠ ﺘ ﹶﻔﻣ )ً ﻮ ٍﻝ ﻣَﺎﻻ َﺘ َﻤﻴ َﺮ ﻣﻳﻘﹰﺎ ﹶﻏﺻ ِﺪ َ ﹾﻄ ِﻌ َﻢ َﻭﻳ. ﻑ ِ ﻭ ﺮ ﻌ ﻬﺎ ﺑِﺎﹾﻟ َﻤﻦ َﻭِﻟَﻴﻬَﺎ ﹶﺍ ﹾﻥ َﻳ ﹾﺄﻛﹸ ﹶﻞ ِﻣﻨ َﻣ ( Artinya: “Dari Ibnu ‘Umar, ia berkata : ‘Umar dapat satu tanah di Khaibar, lalu ia datang kepada Nabi SAW buat bermusyawarah ditentangnya, yaitu ia berkata : Ya Rasulullah sesungguhnya saya dapat tanah di Khaibar yang saya belum pernah dapat harta yang lebih berharga pada pandangan saya dari padanya. Sabdanya :”Kalau engkau mau, wakafkanlah pokoknya dan bershadakahlah dengan (hasil)-nya”. Ia (‘Umar) berkata : Maka ‘Umar wakafkankan dia dengan syarat tidak boleh dijual pokoknya dan tidak boleh diwarisi dan tidak boleh dihibahkan 3
Ahmad Azhar Basyir, Hukum Islam Tentang Wakaf, Ijarah dan Syirkah, Bandung : PT. Al-Ma’arif, 1987, hlm. 7. 4
91.
Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahannya, Surabaya: Mahkota, 1986, hlm.
3
(diberikan atau dihadiahkan), yaitu wakafkan pada fakir dan pada keluarga yang hampir dan pada memerdekakan hamba dan pada sabilillah dan ibnus-sabil (orang musafir yang terlantar atau keputusan bekal) dan kamu, tidak terlarang pengurusnya makan daripadanya dengan patut dan memberi makan shahabatnya yang tidak mengumpul harta” (HR. Bukhari dan Muslim)5. Sebagai lembaga, wakaf dapat digunakan sebagai salah satu pilar dan sarana untuk mengembangkan bidang sosial dan ekonomi dalam rangka menunjang dan meningkatkan derajat kehidupan umat Islam. Sebagai proses, perwakafan dapat dijadikan satu gerakan untuk membangkitkan semangat umat Islam dan menjadikan lembaga wakaf sebagai basis tumbuhnya gerakan sosial dan ekonomi umat Islam. Sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik, hal-hal yang menyangkut wakaf termasuk perwakafan tanah didasarkan pada pemikiran ahli fiqih yang sangat bearagam. Akibatnya timbul beragam persepsi terhadap lembaga dan juga obyek wakaf, sehingga keadaan demikian kurang menguntungkan. Pengelolaan dam pendayagunaan tanah wakaf tidak diatur secara tuntas dalam perundang-undangan dan tidak ada pencatatan secara administrasi terhadap tanah wakaf dan harta benda di atasnya. Akibat penataan manajemen organisasi wakaf yang tidak tertata baik, dapat memudahkan
terjadinya
penyimpangan
hakikat
tujuan
wakaf.
Ekses
penyelewengan mengakibatkan lembaga wakaf tidak mendapat simpati dari masyarakat.
5
A. Hassan, Tarjamah Bulughul Maram (Ibnu Hajr Al ‘Asqalani), Atas Kerjasama antara CV. Pustaka Tamaam dengan Pesantren Persatuan Islam Bangil, t.th., hlm. 483-484.
4
Perwakafan tanah dan tanah wakaf di Indonesia adalah termasuk dalam bidang Hukum Agraria yaitu sebagai perangkat peraturan yang mengatur tentang bagaimana penggunaan dan pemanfaatan bumi, air dan ruang angkasa Indonesia, untuk kesejahteraan bersama seluruh rakyat Indonesia, bagaimana hubungan antara orang dengan bumi, air dan ruang angkasa serta hubungan bumi, air dan ruang angkasa tersebut.6 Berdasarkan kenyataan demikian, pemerintah memandang perlu diberikan landasan hukum yang kuat dalam bentuk peraturan perundang-undangan dalam pengelolaan
dan
memberlakukan
pemanfaatan
tanah
wakaf.
Selanjutnya
pemerintah
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang
Perwakafan Tanah Milik yang di dalamnya terdapat beberapa aspek lokal yang bernuansa Indonesia turut mewarnai substansinya, sekaligus merupakan unifikasi hukum di bidang perwakafan tanah milik. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik beserta pelaksanaannya yang hingga saat sekarang masih berlaku, hanya mengatur khusus tentang perwakafan tanah milik saja yang permasalahan pokoknya mengatur tentang inventarisasi perlindungan hukum tanah wakaf, proses terjadinya perwakafan tanah milik baik teknis maupun administratif, serta proses pemberian hak atas tanah wakaf melalui sertifikat sesuai dengan undangundang Nomor 5 Tahun 1960. Padahal jika dikaji lebih jauh ruang lingkup dan obyek wakaf tidak saja menyangkut tanah saja, tetapi lebih luas lagi terutama
6
A. Faisal Haq, et al., Hukum Wakaf dan Perwakafan di Indonesia, Surabaya: PT. GBI (Anggota IKADI), 1993, hlm. 30.
5
bagaimana obyek wakaf didayagunakan oleh suatu nadzir yang independen dan profesional dengan mengedepankan prinsip dan ajaran Islam. Di samping itu juga dapat diharapkan agar tanah wakaf difungsikan dan dimanfaatkan lebih profesional, serta agar pengurus harta atau tanah wakaf dapat dilakukan secara lebih baik dan tertib, serta terarah. Mengingat bahwa wakaf adalah untuk kepentingan masyarakat, maka di dalam pengelolaannya harus diserahkan lembaga atau badan yang bertugas mengelola wakaf yang disebut dengan nadzir. Nadzir merupakan unsur penting dalam sistem perwakafan, karena nadzir adalah ujung tumbak perwakafan, tanpa nadzir, maka wakaf tidak akan terlaksana. Nadzir adalah kelompok orang atau badan hukum yang diserahi tugas pemeliharaan dan pengurusan benda wakaf.7 Di dalam hukum Islam masalah nadzir tidak dibahas secara jelas, akan tetapi ada hal-hal penting yang mengisyaratkan tentang arti pentingnya kedudukan nadzir. Meskipun dalam sistem perwakafan menurut fiqih tidak disebutkan bahwa nadzir sebagai salah satu rukun wakaf, namun demikian nadzir sangat diperlukan agar tujuan wakaf dapat tercapai manfaatnya, maka secara otomatis nadzir dibutuhkan seseorang atau badan hukum yang mengelola dan mengurus wakaf. Sebagaimana yang terdapat di Yayasan Pendidikan Islam Al Khoiriyyah Semarang, badan wakaf ini memiliki tanah wakaf yang berasal dari wakaf asli maupun pembelian, yang terletak di Jl. Bulustalan III A/ 253 dan di Jl. Indraprasta No. 138 Semarang. Yayasan Pendidikan Islam Al Khoiriyyah Semarang memiliki
7
Departemen Agama R.I., Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, loc. cit.
6
nadzir yang mengelola tanah wakaf yang cukup profesional dengan berhasilnya mewujudkan pembangunan pendidikan yang cukup maju. Yayasan Pendidikan Islam Al Khoiriyyah Semarang yang semula merupakan salah satu bentuk dari yayasan yang bersifat keluarga, dengan keterampilan dan kerja keras para pengelola akhirnya bisa menjadikan Yayasan Al Khoiriyyah menjadi yayasan umat, yang berfungsi mencerdaskan para generasi dengan mengutamakan bidang keagamaan. Dalam mewujudkan pengembangan dalam bidang pendidikan yang lebih maju, nadzir di Yayasan Pendidikan Islam Al Khoiriyyah Semarang memiliki cara-cara khusus untuk mengelola tanah wakaf, sehingga tanah wakaf tersebut berfungsi sebagaimana mestinya. Dari beberapa uraian tersebut di atas, penulis tertarik untuk mengkaji dan menganalisa tentang : NADZIR DAN MANAJEMEN PENDAYAGUNAAN TANAH WAKAF ( Studi Kasus Di Yayasan Pendidikan Islam Al Khoiriyyah Semarang )
B. Perumusan Masalah Berdasarkan
latar
belakang
masalah
di
atas,
muncul
beberapa
permasalahan dalam benak penulis untuk membahas masalah tersebut. Adapun rumusan masalah yang akan dikaji adalah : 1. Bagaimana hak dan kewajiban nadzir di Yayasan Pendidikan Islam Al Khoiriyyah Semarang ?
7
2. Bagaimana peran nadzir dan manajemen pendayagunaan tanah wakaf di Yayasan Pendidikan Islam Al Khoiriyyah Semarang ?
C. Tujuan Penulisan Dalam penulisan skripsi ini, penulis mempunyai beberapa tujuan yang pokok dan mendasar, adapun tujuan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui bagaimana hak dan kewajiban nadzir di Yayasan Pendidikan Islam Al Khoiriyyah Semarang. 2. Untuk mengetahui bagaimana peran nadzir dan manajemen pendayagunaan tanah wakaf di Yayasan Pendidikan Islam Al Khoiriyyah Semarang.
D. Telaah Pustaka Penulisan ini adalah penulisan berdasarkan penelitian lapangan yang mengambil lokasi di Yayasan Pendidikan Islam Al Khoiriyyah Semarang, yang berfokus pada peran nadzir dan manajemen pendayagunaan tanah wakaf. Untuk menunjang dalam mengkaji dan menganalisa peran nadzir dalam mengelola tanah wakaf, agar sesuai dengan sasaran dan maksud yang diinginkan, maka penulis mengambil dan menelaah dari beberapa buku-buku, skripsi yang hampir sama pembahasannya dan kitab-kitab serta undang-undang yang ada kaitannya dengan peranan nadzir dalam mengelola tanah wakaf. Diantaranya adalah : Pertama, skripsi yang berjudul Implementasi Pasal 7 dan 8 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 Tentang Hak dan Kewajiban Nadzir ( Studi
8
Kasus di Kecamatan Puring Kabupaten Kebumen), karya Mubarok, membahas tentang hak dan kewajiban nadzir dalam konteks perwakafan di Indonesia saat ini dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 pada hakikatnya merujuk pada sistem perwakafan menurut fiqih, karena dalam fiqih masalah perwakafan dianggap belum memadai, sehingga diperlukan adanya aturan baru yang sesuai dengan konteks Indonesia. Ada tiga motif dasar dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977. Pertama, adalah motif keagamaan, sebagaimana tercermin dalam konsiderannya yang menyatakan bahwa, wakaf sebagai lembaga keagamaan yang sifatnya sebagai sarana keagamaan, kedua, tidak memadainya peraturan sebelumnya, ketiga, adanya landasan hukum yang kokoh dengan diundangkannya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, khususnya pasal 14 ayat (1) huruf b dan pasal 49 ayat (3).8 Kedua, Instruksi Presiden R.I. No. 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, dalam KHI tersebut dijelaskan dalam Bab II tentang Fungsi, Unsur-unsur dan Syarat-syarat Wakaf yang dijelaskan dalam pasal 216 sampai dengan pasal 222, Bab III tentang Tata Cara Perwakafan dan Pendaftaran Benda Wakaf yang dijelaskan dalam pasal 223 sampai dengan pasal 224 serta Bab IV tentang Perubahan, Penyelesaian dan Pengawasan Benda Wakaf yang dijelaskan dalam pasal 225 sampai dengan pasal 227.9
8 Ziyaurrachman Mubarok, “Implementasi Pasal 7 dan 8 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 Tentang Hak dan Kewajiban Nadzir (Studi Kasus di Kec. Puring Kab. Kebumen)”, Skripsi Sarjana Syari’ah, Semarang : Perpustakaan Fak. Syari’ah IAIN Walisongo, 2004, hlm. 65, t.d. 9
Departemen Agama R.I., Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, op. cit, hlm. 100-107.
9
Ketiga, dalam buku Himpunan Undang-undang Perdata Islam dan Peraturan Pelaksanaan lainnya di Negara Hukum Indonesia di dalamnya terdapat Peraturan Pemerintah yang khusus mengatur perihal perwakafan tanah di Indonesia, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1977 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1978, menurut Muhammad Amin Suma dalam bukunya tentang, memberikan semua penjelasan tentang wakaf maupun nadzir.10 Keempat, buku yang berjudul Panduan Pemberdayaan Tanah Wakaf Produktif Strategis di Indonesia ditebitkan oleh Departemen Agama R.I., membahas tentang potensi dan peluang banyaknya harta wakaf yang belum dikelola secara optimal, sumber daya manusia (SDM) dalam pengelolaan wakaf produktif serta pengembangan tanah wakaf baik dalam program jangka pendek, menengah maupun panjang.11 Kelima, dalam buku lain yang ditebitkan oleh Departemen Agama R.I. yang berjudul Paradigma Baru Wakaf di Indonesia. Buku ini mengungkapkan mengenai masalah tentang bagaimana pembaharuan tentang wakaf, sistem manajemen pengelolaan dan sistem manajemen kenadziran serta beberapa asasasas paradigma baru wakaf. 12
10 Muhammad Amin Suma, Himpunan Undang-undang Perdata Islam dan Peraturan Pelaksanaan Lainnya di Negara Hukum Indonesia, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2004, hlm. 638-682. 11
Departemen Agama R.I. Panduan Pemberdayaan Tanah Wakaf Produktif Strategis di Indonesia, Jakarta: Proyek Peningkatan Pemberdayaan Wakaf, 2004. 12
Departemen Agama R.I., Paradigma Baru Wakaf di Indonesia, Jakarta: Pengembangan Zakat dan Wakaf, 2004.
10
Keenam, buku yang diterbitkan oleh Departemen Agama R.I. Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Proyek Peningkatan Pemberdayaan Wakaf dengan judul Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf, dalam bukunya tersebut membahas mengenai masalah urgensi wakaf, potensi pengembangan wakaf di Indonesia dan pedoman pengelolaan dan pengembangan wakaf.13 Ketujuh, Departemen Agama R.I. yang berjudul Fiqih Wakaf. Dalam bukunya juga membahas tentang syarat dan rukun wakaf, selain itu juga menbahas masalah tentang mengerakkan ekonomi umat melalui wakaf, baik dalam pemberdayaan wakaf, pengembangan wakaf maupun pembinaan wakaf.14 Kedelapan, Taufik Hamami, dalam bukunya Perwakafan Tanah Dalam Politik Hukum Agraria Nasional, banyak memberikan informasi tentang hukum perwakafan tanah sesuai politik hukum agraria nasional dan pengelola harta wakaf dan perlunya manajemen pengelolaan dan pendayagunaan.15 Kesembilan, Adijani Al-Alabij, yang dalam bukunya Perwakafan Tanah di Indonesia Dalam Teori dan Praktek lebih banyak menggambarkan praktek perwakafan di lingkungan warga Muhammadiyah. Organisasi ini dijadikan fokus
13
Departemen Agama R.I., Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf, Jakarta: Ditjen Bimas Islam dan Penyelengaraan Haji Proyek Peningkatan Pemberdayaan Wakaf, 2004. 14
Departemen Agama R.I., Fiqih Wakaf, Jakarta: Proyek Peningkatan Pemberdayaan Wakaf, 2004. 15
Taufiq Hamami, Perwakafan Tanah Dalam Politik Hukum Agraria Nasional, Jakarta: PT. Tatanusa, 2003.
11
empirik karena organisasi ini dipandang sangat kaya dengan variasi perilaku perwakafan.16 Kesepuluh, Ahmad Rofiq dalam bukunya Hukum Islam di Indonesia menerangkan tentang pengertian, fungsi, unsur, syarat, kewajiban dan hak-hak atas benda wakaf dan juga menerangkan tentang tata cara perwakafan, perubahan, penyelesaian dan pengawasan harta wakaf serta. Dalam buku ini menerangkan bahwa status hukum barang yang telah dihibahkan kepada orang lain, telah haram menjadi miliknya kembali karena tidak lagi menjadi haknya.17 Keberadaan benda yang dimiliki pengelola dalam keadaan wakaf, menurut fuqaha benda yang diwakafkan dapat dimiliki. Abu Yusuf, Muhammad al-Syaibani, dari mazhab Hanafi menetapkan bahwa benda yang diwakafkan adalah milik Allah SWT. Sementara madzhab Maliki menetapkan bahwa kepemilikan tetap berada pada waqif. Pendapat ini didukung Ibn al-Humam dari mazhab Hanafi. Ini berbeda dengan pendapat mazhab Hambali. Yang terakhir ini mengatakan bahwa harta wakaf menjadi milik penerima wakaf.18 Buku-buku yang penulis uraikan di atas memang secara umum telah membahas tentang perwakafan, tetapi dari penelusuran yang penulis lakukan belum ada kajian
yang
membahas
tentang
:
NADZIR
DAN
MANAJEMEN
PENDAYAGUNAAN TANAH WAKAF ( Studi Kasus Di Yayasan Pendidikan
16
Adijani al-Alabij, Perwakafan Tanah di Indonesia Dalam Teori dan Praktek, Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, Cet. ke-3, 1997, hlm. v. 17
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, Cet. ke4, 2000, hlm. 478. 18
Ibid, hlm. 480-841.
12
Islam Al Khoiriyyah Semarang ), sehingga penulis tertarik untuk mengkaji dalam bentuk sebuah skripsi.
E. Metode Penelitian Untuk menghasilkan penelitian yang maksimal, maka diperlukan metode yang tepat dan sistematis. Adapun metode yang penulis gunakan adalah sebagai berikut : 1. Jenis Penelitian Untuk mendapatkan data-data yang berkaitan dengan pokok pembahasan dan penulisan skripsi ini, penulis akan mengadakan Field Research, yaitu penelitian yang mengandalkan pengamatan dalam pengumpulan data di lapangan.19 2. Sumber Data Adapun sumber data dalam penelitian ini, adalah: a. Data Primer Yaitu data atau sumber informasi yang langsung mempunyai wewenang dan bertanggung jawab tentang pengumpulan dokumen. Data primer ini sangat menentukan dalam pembahasan skripsi ini, karena penulis lebih banyak bertumpu pada data ini, yang meliputi wawancara dengan Dewan Pembina/Penasehat Badan Wakaf Yayasan Pendidikan Islam Al Khoiriyyah, yaitu Wakil Sekretaris Nadzir Bapak Mariyoto, S. Pd. dan Seksi Pendidikan Nadzir Bapak H. Ahmad Zubaidi, S. Pd. 19
Lexy J. Moloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja Rosda Karya, Cet. ke-14, 2001,hlm. 153.
13
b. Data Skunder Yaitu data pendukung yang meliputi dokumen perwakafan, peraturan perundangan, buku-buku atau kitab-kitab yang berkaitan dengan wakaf. 3. Metode Pengumpulan Data a. Wawancara (interview) Yaitu pengumpulan data dengan jalan tanya jawab sepihak yang dikerjakan dengan sistematis dan dilakukan kepada tujuan penelitian.20 Wawancara ini penulis lakukan dengan Wakil Sekretaris Nadzir, yaitu Bapak Mariyoto, S. Pd. dan Seksi Pendidikan Nadzir Bapak H. Ahmad Zubaidi, S. Pd., guna mendapat data tentang nadzir dan manajemen pendayagunaan tanah wakaf di Yayasan Pendidikan Islam Al Khoiriyyah Semarang. b. Observasi Yaitu pengumpulan data dengan cara mengunjungi lokasi dan melakukan pengamatan langsung terhadap obyek. Metode ini digunakan untuk memperoleh data tentang kerja nadzir dalam pengelolaan tanah wakaf di Yayasan Pendidikan Islam Al Khoiriyyah Semarang. c. Dokumentasi Yaitu pengumpulan data terutama berupa arsip-arsip.21 Dokumentasi ini digunakan untuk menggali data tentang berapa banyak tanah wakaf di
20
Marzuki, Metodologi Reset, Yogyakarta: Hanidia Offset, Cet. ke-6, 1995, hlm. 63.
21
Lexy J. Moloeng, op. cit., hlm. 160.
14
Yayasan Pendidikan Islam Al Khoiriyyah Semarang, yang berupa surat dari Akta Notaris dan program kerja nadzir. 4. Metode Analisis Data Data yang terkumpul dianalisa dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif, maksudnya adalah penggambaran tentang tanah wakaf, nadzir dan kemudian menganalisanya dari aspek hukum, baik dari hukum positif maupun hukum Islam apakah kewenangan nadzir dan manajemen pendayagunaan tanah wakaf ini sudah sesuai dengan hukum yang dimaksud ataukah belum.
F. Sistematika Penulisan Pada dasarnya, sistematika penulisan skripsi ini adalah menguraikan tentang hubungan-hubungan logis dari masing-masing isi yang ada dalam bab-bab skripsi. Sistem penulisan ini merupakan suatu cara mengolah dan menyusun hasil penelitian atau studi kajian dari data-data dan bahan-bahan yang disusun menurut ukuran tertentu, sehingga nantinya dapat dijadikan kerangka skripsi yang sistematis dan mudah dipahami sebagai sebuah karya intelektual. Pada bagian ini pula, penulisan antara bab satu dengan bab lainnya diupayakan terdapat relevansi (sangkut paut) kajian untuk menghindari kesalahpahaman pemaknaan. Untuk mendapatkan gambaran-gambaran yang jelas serta mempermudah dalam pembahasan, maka secara global gambaran sistematikanya adalah sebagai berikut : BAB I
: PENDAHULUAN
15
Dalam bab ini penulis akan menyajikan tentang Latar Belakang Permasalahan, Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Telaah Pustaka, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
BAB II
: TINJAUAN UMUM TENTANG WAKAF DAN NADZIR Dalam bab ini penulis akan menguraikan tentang : Wakaf, meliputi: Pengertian, Fungsi, Dasar Hukum, Rukun dan Syarat Tanah Wakaf, Peraturan Tanah Wakaf, Tata Cara Perwakafan Tanah, Pendaftaran Tanah Wakaf, Perubahan, Penyelesaian dan Pengawasan Perwakafan Tanah serta Sanksi Terhadap Pelanggaran Tanah Wakaf; dan Nadzir, meliputi: Pengertian Nadzir, Jenis-jenis dan Syarat-syarat Nadzir, Hak dan Kewajiban Nadzir, serta Syarat Pengangkatan dan Penghentian Nadzir.
BAB III : NADZIR DAN MANAJEMEN PENDAYAGUNAAN TANAH WAKAF
DI
YAYASAN
PENDIDIKAN
ISLAM
AL
KHOIRIYYAH SEMARANG Dalam bab ini penulis menguraikan Sekilas Tentang Yayasan Pendidikan Islam Al Khoiriyyah Semarang; Nadzir di Yayasan Pendidikan Islam Al Khoiriyyah Semarang serta Nadzir dan Manajemen Pendayagunaan Tanah Wakaf di Yayasan Pendidikan Islam Al Khoiriyyah
Semarang, meliputi: Peran Nadzir dalam
16
pengelolaan Tanah Wakaf serta Peran Nadzir dalam Pengawasan Tanah Wakaf.
BAB IV : ANALISIS
TERHADAP
MANAJEMEN YAYASAN
KEWENANGAN
PENDAYAGUNAAN PENDIDIKAN
NADZIR
TANAH
ISLAM
AL
DAN
WAKAF
DI
KHOIRIYYAH
SEMARANG Dalam bab ini berisi tentang Analisis Terhadap Hak dan Kewajiban Nadzir di Yayasan Pendidikan Islam Al Khoiriyyah Semarang dan juga
mengenai
analisis
terhadap
Nadzir
dan
Manajemen
Pendayagunaan Tanah Wakaf di Yayasan Pendidikan Islam Al Khoiriyyah Semarang.
BAB V : PENUTUP Merupakan bab terakhir yang terbagi atas tiga sub bab, yaitu: Kesimpulan, Saran-saran, dan Penutup.
17