BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Latanoprost merupakan salah satu obat anti glaukoma terkait prostaglandin yang memiliki efek yang kuat dalam menurunkan tekanan intraokular (TIO) dengan meningkatkan aliran keluar melalui jalur uveosklera. Tekanan intraokular, perfusi okular, dan produksi air mata diregulasi oleh sistem saraf autonom. Gangguan pada sistem saraf autonom mengakibatkan gangguan pada TIO dan produksi air mata basal. Aqueous tear-deficient dry eye (ADDE), adalah mekanisme yang mungkin mendasari terjadinya penurunan produksi air mata basal pada pasien glaukoma (Darhad, et al.,2007 ; Sitompul, et al., 2011). Glaukoma merupakan sekumpulan penyakit yang memiliki karakteristik neuropati optik dengan kelainan lapang pandang yang khas dimana peningkatan tekanan intraokular (TIO) merupakan faktor risiko utamanya. Tekanan intraokular tinggi apabila terukur dua standar deviasi (SD) di atas TIO rata-rata pada populasi normal atau di atas 21 mmHg. Tekanan intraokular normal pada populasi adalah 10-22 mmHg (American Academy of Ophthalmology, 2014-2015). The
European
Glaucoma
Society
(EGS)
menyebutkan
bahwa
penatalaksanaan awal dari glaukoma adalah menurunkan tekanan intraokular dengan terapi farmakologikal. Terdapat dua mekanisme primer untuk menurunkan tekanan intraokular. Pertama adalah menurunkan produksi humor akuos dengan beta bloker (timolol, betaxolol, carteolol, metipranolol) dan karbonik anhidrase
1
2
inhibitor (brinzolamid, dorzolamid). Kedua adalah meningkatkan aliran keluar humor akuos melalui jalur trabekular dan uveoskleral menggunakan derivat prostaglandin
(latanoprost,
travoprost),
obat-obatan
simpatomimetik
dan
kolinergik/parasimpatomimetik (pilokarpin) (Sitompul, dkk., 2011). Suatu penelitian jangka panjang menunjukkan pemakaian latanoprost 0,005% satu kali sehari menurunkan tekanan intraokular yang sama efektifnya dengan β-adrenergik antagonis. Latanoprost dapat ditoleransi dengan baik secara lokal serta memiliki efek samping minimal secara sistemik dibandingkan dengan timolol. Penelitian lain terdahulu memberikan hasil pemakaian latanoprost 0,005% satu kali sehari pada malam hari secara statistik menunjukkan hasil yang signifikan lebih efektif dibandingkan dengan pemakaian timolol 0,5% dua kali sehari dalam menurunkan tekanan intraokular diurnal setelah 6 minggu terapi dan kemudian sama efektifnya setelah pemakaian setelah 12 minggu (Aquino, et al., 1999 ; Darhad, et al.,2007). Efek samping yang pernah dikeluhkan pada pemakaian latanoprost adalah hiperemi konjungtiva ringan dan pada pemakaian jangka panjang dapat terjadi hiperpigmentasi iris akibat peningkatan produksi melanin dalam melanosit (Aquino, et al., 1999). Latanoprost mengandung bahan pengawet benzalkonium klorida (BAK). Benzalkonium klorida adalah bahan pengawet yang banyak digunakan pada obat anti
glaukoma topikal. Benzalkonium
klorida berperan penting dalam
menimbulkan efek samping seperti hiperemi konjungtiva, mengurangi pergantian air mata, mengurangi break-up time (BUT) lapisan air mata dan infiltrasi pada
3
kornea akibat sel inflamasi (Russo, et al., 2008). Pemakaian BAK jangka panjang dapat menyebabkan efek toksik secara langsung dan tidak langsung pada permukaan okular, antara lain ketidakstabilan lapisan air mata, metaplasia skuamosa konjungtiva, apoptosis, kerusakan barier epitel kornea, dan hilangnya sel goblet konjungtiva. Hilangnya sel goblet mengakibatkan berkurangnya sekresi musin yang dapat memicu ketidakstabilan lapisan air mata, berkurangnya nutrisi pada sel epitel konjungtiva superfisial, sehingga menghasilkan peningkatan kerusakan mekanis pada konjungtiva dan sel permukaan kornea dan mengurangi kemampuan rata-rata dalam mendistribusikan lapisan air mata pada permukaan okuli. Hal ini dapat mengakibatkan manifestasi berupa penurunan visus, sensasi benda asing atau rasa tidak nyaman dan bahkan memicu gangguan permukaan okular atau ocular surface disease (OSD) (Kahook, et al.,2008 ; Mastropasqua, et al., 2013). Sitologi impresi konjungtiva merupakan teknik non invasif pengambilan sampel konjungtiva dan epitel kornea yang memiliki sensitivitas dan spesivisitas tinggi, dapat mendeteksi perubahan awal yang tidak terdeteksi oleh tes fungsi air mata rutin, banyak peneliti mengatakan bahwa sitologi impresi dapat menjadi pemeriksaan lini pertama untuk diagnosis mata kering (Bhargava, et al., 2014). Penelitian oleh Costa et al. (2003) menunjukkan pasien glaukoma merupakan kelompok terbesar yang membutuhkan air mata buatan dibandingkan dengan kelompok lainnya. Terapi dengan golongan prostaglandin analog adalah yang tersering membutuhkan air mata buatan dibandingkan obat-obatan anti glaukoma lainnya. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa jenis kelamin
4
perempuan serta pemakaian obat anti glaukoma jangka panjang dengan dua atau lebih terapi kombinasi meningkatkan kebutuhan terhadap air mata buatan (Costa, et al.,2013). Air mata buatan merupakan terapi lini pertama pada dry eye syndrome dan disukai karena non invasif serta riwayat efek samping rendah. Mekanisme kerja air mata buatan dapat dengan menambah volume air mata, menstabilkan lapisan air mata, memelihara kelembaban permukaan refraksi, mengurangi osmolaritas air mata, dan melindungi permukaan okular dengan mengurangi gesekan antara kelopak mata dan kornea (Tong, et al., 2012). Preparat air mata buatan membentuk lapisan yang menutup permukaan kornea untuk melembabkan dan melindungi dari kekeringan. Bahan aktif yang terkandung dalam air mata buatan antara lain polyvinyl alcohol, selulosa, metilselulosa dan derivatnya (hydroxypropyl cellulose, hyroxyethylcellulose, hydroxypropyl methyl-cellulose/HPMC, dan carboxymethylcellulose). Bahan lain yang juga sering digunakan seperti gliserin, polysorbate 80, polyethylene glycol (PEG)-400, dextran 70, povidone, dan propylene glycol (American Academy of Ophthalmology, 2014-2015). Penelitian oleh Demiryay, et al., menunjukkan terjadi peningkatan sel goblet konjungtiva pada pasien yang diterapi dengan air mata buatan topikal (pada penelitian
tersebut
menggunakan
kombinasi
HPMC
dan
Dextran
70).
Hydroxypropyl methyl-cellulose dikatakan mampu melapisi dan melindungi permukaan epitel serta mengembalikan fungsi proteksi dari musin. Efek samping
5
dapat berupa gangguan kenyamanan ringan, rasa terbakar, dan sensasi benda asing (Pflugfelder, et al., 2007 ; Demiryay, et al., 2013). Penelitian kepadatan sel goblet konjungtiva pasca pemberian terapi tetes mata anti glaukoma topikal sudah cukup banyak dilakukan, namun sejauh pengamatan penulis, penelitian yang membandingkan perubahan kepadatan sel goblet konjungtiva pasca pemberian terapi kombinasi tetes mata latanoprost dan air mata buatan dengan tetes mata latanoprost tanpa air mata buatan belum pernah dilaporkan, dimana sebagian besar pasien glaukoma mengeluhkan rasa tidak nyaman selama pemakaian obat tetes mata anti glaukoma jangka panjang. Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka penelitian mengenai pengaruh air mata buatan terhadap kepadatan sel goblet konjungtiva pada pasien glaukoma dengan terapi latanoprost dipandang penting untuk kepentingan klinis dan pendidikan.
1.2 Rumusan Masalah Penelitian Apakah terdapat pengaruh air mata buatan terhadap kepadatan sel goblet konjungtiva pada pasien glaukoma dengan terapi latanoprost?
1.3 Tujuan Mengetahui pengaruh air mata buatan terhadap kepadatan sel goblet konjungtiva pada pasien glaukoma dengan terapi latanoprost.
6
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1
Manfaat Teoritis Manfaat teoritis penelitian ini sebagai berikut a.
Dapat diketahui teknik sitologi impresi untuk pemeriksaan kepadatan sel goblet konjungtiva.
b.
Dapat diketahui pengaruh air mata buatan terhadap kepadatan sel goblet konjungtiva.
c. 1.4.2
Sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya.
Manfaat Praktis Manfaat praktis penelitian ini sebagai berikut a.
Memberikan informasi mengenai pengaruh air mata buatan terhadap kepadatan sel goblet konjungtiva pada pasien glaukoma dengan terapi latanoprost.
b.
Sebagai bahan pertimbangan pemberian air mata buatan pada pasien glaukoma dengan terapi latanoprost.