BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Perdagangan Barang telah lama dikenal oleh masyarakat dunia. Roda perekonomian suatu bangsa atau kemajuan suatu bangsa dilihat dari pesatnya transaksi jual beli yang dilakukan oleh bangsa itu sendiri baik di dalam negaranya maupun antar Negara sehingga menjadikan Negara itu sendiri menjadi suatu Negara yang maju baik dalam dunia pendidikan, industri, teknologi maupun hukum. Transaksi jual beli awalnya dilakukan dengan pertukaran barang (barter) dengan nilai masing-masing barang sama atau hampir sama harganya dan seiring perkembangan zaman dengan adanya mata uang masing-masing Negara transaksi seperti itu tidak lagi digunakan. Salah satu transaksi jual beli yang dikenal dan berkembang saat ini adalah lelang. “Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang didahului dengan Pengumuman Lelang.”1 Penjualan secara lelang ini sudah lama dikenal oleh masyarakat.
“Herodotus
menulis bahwa lelang mulai ada kira-kira tahun 500 Sebelum Masehi di Babylon, sekarang berbagai komoditi seperti tembakau, ikan, bunga, surat berharga, dan yang
1
Lihat Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor .93/PMK.06/2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, Tambahan Berita Negara Tahun 2010, Nomor 217.
1
Universitas Sumatera Utara
2
paling penting, lelang digunakan untuk mentransfer asset dari kepemilikan publik ke tangan pemilikan swasta/perorangan, sebagai fenomena yang mendunia lebih dari dua dekade ini.”2 “Menurut Pasal 1 Vendu Reglement menyebutkan “Penjualan Umum adalah pelelangan atau penjualan barang-barang yang dilakukan kepada umum dengan penawaran harga yang meningkat atau menurun atau dengan pemasukan harga dalam sampul tertutup atau kepada orang-orang yang diundang atau sebelumnya diberitahu mengenai pelelangan atau penjualan itu, atau diizinkan untuk ikut serta dan diberi kesempatan untuk menawar harga, menyetujui harga yang ditawarkan atau memasukkan harga dalam sampul tertutup.”3 Pasal 1a.menyatakan, tanpa mengurangi ketentuan alinea berikut dalam pasal ini, penjualan di muka umum tidak boleh dilakukan selain dihadapan juru lelang. Masyarakat awalnya lebih mengenal lelang dilakukan oleh instansi pemerintah dalam hal pengadaan barang dan jasa maupun dalam pekerjaan konstruksi. Namun pandangan tersebut berubah karena pelaksanaan lelang tersebut tidak hanya dilakukan untuk barang dan jasa tetapi juga untuk barang-barang yang disita oleh Negara. Lelang dipandang mempunyai kelebihan-kelebihan dibandingkan dengan penjualan pada umumnya yaitu cepat, efisien, transparan, kompetitif, dan dapat mewujudkan harga yang optimal. Salah satu instansi Pemerintah yang melakukan penjualan lelang adalah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam hal lelang terhadap barang yang dinyatakan tidak dikuasai, barang yang dikuasai Negara dan barang yang menjadi milik Negara.
2
Purnama Tioria Sianturi, Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Barang Jaminan Tidak Bergerak Melalui Lelang, (Bandung, Mandar Maju, 2011), Hal. 1. 3 Rochmat Soemitro, Peraturan dan Instruksi Lelang (Bandung, Eresco, 1987), Hal. 31
Universitas Sumatera Utara
3
Hal ini dikarenakan barang-barang tersebut berada dalam kawasan pabean yang menjadi kawasan yang berada dalam pengelolaan Bea dan Cukai. “Bea dan Cukai adalah suatu Lembaga Pemerintah di bawah Departemen Keuangan yang mengurusi pungutan bea dan cukai yang dikenakan terhadap barangbarang yang keluar ataupun masuk daerah pabean agar pelaksanaan, pengawasan, pelarangan, dan pembatasan menjadi efektif dan terkoordinasi.”4 “Fungsi pelayanan Bea dan Cukai antara lain :”5 1. Melakukan pungutan Bea dan Cukai serta pungutan lainnya; 2. Melakukan pencegahan dan pemberantasan penyeludupan; 3. Melakukan penerapan peraturan perundangan lain yang pelaksanaannya dibebankan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; 4. Melakukan tata usaha kantor pelayanan Bea dan Cukai Lembaga Pemerintah tersebut dibentuk karena perkembangan dunia industri dan perdagangan dunia yang begitu pesat maka perlu adanya suatu lembaga pelayanan dan pengawasan terhadap perdagangan barang lintas Negara (ekspor impor) beserta dengan peraturannya untuk melindungi perdagangan Dalam Negeri agar pasar Dalam Negeri stabil. Lalu lintas barang tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan dan telah mengalami perubahan dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan. “Perubahan Undang-Undang ini telah memuat semua ketentuan tentang nilai pabean sesuai dengan ketentuan World Trade
4
Elfrida Gultom, Refungsionalisasi Pengaturan Pelabuhan untuk meningkatkan Ekonomi Nasional, (Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2007), Hal.128-129. 5 Hasim Purba, Hukum Pengangkutan Laut :Perspektif Teori Dan Praktek, Medan, (Pustaka Bangsa Press, 2005), Hal.191
Universitas Sumatera Utara
4
Organization Valuation Agreement”6 yaitu nilai pabean yang ditentukan oleh organisasi perdagangan dunia. Terhadap penyelesaian barang tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.04/2011 Tentang Penyelesaian Terhadap Barang yang Dinyatakan Tidak Dikuasai, Barang yang Dikuasai Negara, Dan Barang yang Menjadi Milik Negara. “Tujuan Pemerintah dalam melakukan pengawasan adalah untuk menambah pendapatan atau devisa Negara; sebagai alat untuk melindungi produk-produk Dalam Negeri (proteksi); dan sebagai alat pengawasan agar tidak semua barang dapat keluar masuk dengan bebas di pasaran Indonesia atau daerah pabean (penyeludupan).”7 “Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara di atasnya serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Ekslusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang ini (Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006).”8 “Undang-Undang Kepabeanan sebagaimana disebutkan dalam penjelasannya memiliki ciri sebagai bagian dari hukum fiskal.”9 Hal ini dikarenakan salah satu tugas dari Bea dan Cukai adalah melaksanakan pungutan bea masuk dan bea keluar terhadap barang impor maupun ekspor. Selain melaksanakan pungutan tersebut diatas, Bea dan Cukai juga melaksanakan pungutan Pajak dalam rangka impor seperti yang disebutkan dalam pasal 22 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang 6
Adrian Sutedi, Aspek Hukum Kepabeanan, (Jakarta, Sinar Grafika, 2012), Hal. 3. Elfrida Gultom, Op. Cit, Hal.129. 8 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006, Pasal 1 ayat 2, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, (Jakarta, Sinar Grafika, 2007), Hal. 103 9 Eddhi Sutarto, Rekonstruksi Sistem Hukum Pabean Indonesia, (Jakarta, Erlangga, 2010 Hal.1. 7
Universitas Sumatera Utara
5
Pajak Penghasilan yang telah beberapa kali dirubah dan terakhir dirubah dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas UndangUndang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan. “Hukum Pajak, yang disebut juga Hukum Fiskal adalah keseluruhan peraturan yang meliputi wewenang Pemerintah mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat melalui Kas Negara sehingga ia merupakan bagian dari hukum publik yang mengatur hubungan hukum antara Negara dan orang atau badan-badan (hukum) yang berkewajiban membayar pajak (selanjutnya sering disebut wajib pajak).”10 Dalam ketentuan Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Amandemen Undang-Undang Tentang Kepabeanan, Kewajiban pabean adalah semua kegiatan di bidang kepabeanan yang wajib dilakukan untuk memenuhi ketentuan dalam undang-undang ini. Kewajiban pabean meliputi pemberitahuan ekspor atau impor barang dan pemenuhan kewajiban pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor atau bea keluar serta pengurusan pengeluaran barang di pelabuhan bongkar. Barang yang dimasukkan ke dalam daerah pabean diperlakukan sebagai barang impor dan terutang bea masuk. Dalam melakukan kegiatan impor setelah barang tiba di kawasan pabean, Importir diwajibkan untuk menyelesaikan kewajiban pabeannya dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak penimbunan barang. Pasal
10
Santoso Brotodihardjo, Pengantar Hukum Pajak, (Bandung, PT. Refika Aditama, 2003),
Hal. 1
Universitas Sumatera Utara
6
43 ayat 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Amandemen UndangUndang Tentang Kepabeanan menyebutkan, dalam hal barang ditimbun di Tempat Penimbunan Sementara, jangka waktu penimbunan barang paling lama tiga puluh hari sejak penimbunannya. “Penyimpanan barang di tempat penimbunan sementara tersebut dibatasi dalam jangka waktu selama 30 (tiga puluh) hari, jangka waktu yang disediakan tersebut dianggap cukup untuk memberi kesempatan kepada yang berkepentingan agar segera mengeluarkan barangnya dari tempat penimbunan sementara, juga agar tidak mengganggu kelancaran arus barang di pelabuhan.”11 Setelah lewat 30 (tiga puluh) hari barang-barang tersebut dipindahkan ke Tempat Penimbunan Pabean Sementara sampai dengan 60 (enam puluh) hari sejak penimbunannya. Begitu juga yang terjadi dengan barang yang diimpor oleh PT. Budiono Madura Bangun Persada telah melakukan impor barang berupa uncrushed salt (garam) dengan nomor BC 1.1 : 000959 Pos : 0051 tanggal 4 Agustus 2011 dan telah berada lebih dari 60 (enam puluh) hari sejak penimbunannya di tempat Penimbunan Pabean. Bahwa PT. Budiono Madura Bangun Persada menerima informasi dari Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor B.480MEN-KP/VII/2011 tanggal 4 Agustus 2011 perihal usulan pengaturan importasi garam, yang pada intinya meminta Menteri Perdagangan mengefektifkan kebijakan larangan importasi garam periode Juli sampai Desember 2011, sehingga PT. Budiono Madura Bangun Persada tidak dapat mengajukan dokumen PIB (Pemberitahuan Impor Barang) atas importasinya. Pada 11
Eddhi Sutarto, Op. Cit, Hal.61
Universitas Sumatera Utara
7
tanggal 19 September 2011, Perusahaan tersebut mengajukan permohonan re-ekspor sesuai surat Nomor 05/BMBP-CM/IX/2011 tanggal 19 September 2011 dengan alasan adanya kebijakan larangan importasi garam periode Juli sampai Desember 2011 sedangkan perizinan impornya tidak dapat diperpanjang lagi. Setelah dilakukan wawancara sesuai berita acara wawancara tanggal 23 September 2011 dan pengecekan
posisi
barang
sesuai
surat
tugas
nomor
ST-
3080/WBC.02/KPP.MP.0102/2011 tanggal 21 September 2011 dan permohonan tersebut disetujui sesuai surat Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai
(KPPBC)
Tipe
Madya
Pabean
Belawan
nomor:
S-
2404/WBC.02/KPP.MP.01/2011 tanggal 26 September 2011 hal persetujuan permohonan re-ekspor. Perusahaan tersebut telah mengajukan permohonan dokumen pemberitahuan pabean BC 1.2 dengan nomor pendaftaran 96/LN tanggal 28 September 2011 sebagai dokumen re-ekspor. Pada tanggal 1 Juni 2012 PT. Budiono Madura Bangun Persada mengajukan permohonan pembatalan persetujuan re-ekspor sesuai surat nomor 05/BMBP-CM/VI/2012 hal permohonan pembatalan persetujuan re-ekspor dan telah ditindak lanjuti dengan melakukan wawancara sesuai berita acara wawancara tanggal 27 Juli 2012, yang pada intinya re-ekspor tidak dapat dilaksanakan karena tidak ada yang mau menerima barang tersebut di Negara tujuan re-ekspor dan biaya penumpukan barang di BICT Gabion Belawan (kawasan Pabean) sudah terlalu besar sehingga PT. Budiono Madura Bangun Persada tidak sanggup memenuhi kewajibannya dan juga telah dilakukan tugas pengecekan posisi barang sesuai surat tugas nomor ST-1662/WBC.02/KPP.MP.0102/2012 tanggal 31 Juli 2012
Universitas Sumatera Utara
8
dengan hasil laporan tanggal 02 Agustus 2012 diketahui posisi barang masih di kawasan Pabean. Dengan adanya pembatalan re-ekspor dari PT. Budiono Madura Bangun Persada dan barang tersebut telah berada lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam kawasan pabean, maka terhadap barang tersebut telah memenuhi syarat untuk dinyatakan sebagai barang yang tidak dikuasai. Oleh karena itu uncrushed salt tersebut sudah menjadi barang yang dinyatakan tidak dikuasai dan ditetapkan untuk dilelang oleh Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Belawan dan didaftarkan kepada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) di kota Medan. Lelang Barang yang Dinyatakan Tidak Dikuasai merupakan lelang eksekusi yaitu lelang untuk melaksanakan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. KPKNL telah melaksanakan 4 (empat) kali pelelangan terhadap Barang yang Dinyatakan Tidak Dikuasai yang berada dalam pengawasan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Belawan yaitu pada bulan Maret, Juli dan Desember tahun 2012 serta bulan Februari 2013. Berdasarkan penjelasan tersebut diatas maka kajian yang akan diteliti adalah Pelaksanaan Lelang Eksekusi oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terhadap Barang yang Dinyatakan Tidak Dikuasai (Studi pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Dan Lelang (KPKNL) di Kota Medan). B. Perumusan Masalah Dari uraian penjelasan latar belakang tersebut diatas, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penulisan tesis ini adalah :
Universitas Sumatera Utara
9
1. Faktor-faktor apa yang menyebabkan barang tidak diurus pemiliknya? 2. Bagaimanakah proses pelaksanaan lelang eksekusi terhadap Barang yang Dinyatakan Tidak Dikuasai tersebut? 3. Bagaimanakah peraturan lelang yang ideal yang perlu ditambahkan dalam permasalahan lelang? C. Tujuan Penelitian Berkaitan dengan permasalahan tersebut diatas, maka tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui dan menganalisa faktor-faktor apa yang menyebabkan barang tidak diurus pemiliknya. 2. Untuk mengetahui dan menganalisa proses pelaksanaan lelang eksekusi terhadap Barang yang Dinyatakan Tidak Dikuasai tersebut. 3. Untuk mengetahui dan menganalisa peraturan lelang yang ideal yang perlu ditambahkan dalam permasalahan lelang. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis. Mengacu pada latar belakang dan permasalahan di atas, maka penelitian ini dapat bermanfaat antara lain : 1.
Secara Teoritis : Dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam ilmu hukum pada umumnya
dan khususnya kajian lebih lanjut terhadap kekuatan hukum dalam pelaksanaan
Universitas Sumatera Utara
10
lelang eksekusi oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terhadap Barang yang Dinyatakan Tidak Dikuasai pada KPKNL di kota Medan. . 2. Secara Praktis : Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai masukan agar pemilik barang dapat mengetahui dan melakukan kegiatan impor sehingga melaksanakan kewajiban pabeannya dengan baik dan adanya kepastian hukum bagi para pihak baik penjual maupun pembeli terhadap pelaksanaan lelang eksekusi oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terhadap Barang yang Dinyatakan Tidak Dikuasai pada KPKNL di kota Medan. E. Keaslian Penelitian. Berdasarkan penelusuran yang peneliti lakukan terhadap judul tesis pada kepustakaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara penelitian tentang Pelaksanaan Lelang Eksekusi oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terhadap Barang yang Dinyatakan Tidak Dikuasai (Kajian pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara atau KPKNL di kota Medan) belum pernah dilakukan dalam topik dan permasalahan yang sama. Namun penulis ada menemukan beberapa tesis karya mahasisiwa yang menyangkut masalah Lelang namun permasalahan dan bidang kajiannya berbeda diantaranya sebagai berikut: 1.
Indrani Lusinta, NIM: 017011029, meneliti tentang “Identifikasi Hambatan Pelaksanaan Lelang Eksekusi Grosse akta Notaris (Kajian Penelitian Pada
Universitas Sumatera Utara
11
Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara (KP2LN) Medan“. Dengan rumusan masalah sebagai berikut : a. Bagaimanakah bentuk suatu grosse akta agar dapat dilaksanakan eksekusinya oleh Pengadilan Negeri? b. Bagaimanakah prosedur eksekusi terhadap grosse akta tersebut? c. Apa saja kendala-kendala/hambatan-hambatan yang dihadapi oleh Pengadilan Negeri Medan dalam pelaksanaan lelang eksekusi terhadap grosse akta tersebut serta bagaimana cara mengatasinya? 2.
Mangasa Manurung, NIM: 017011038 meneliti tentang ”Hambatan-Hambatan Dalam Pelaksanaan Lelang Atas Jaminan Hutang Kebendaan yang Diikat Dengan Hak Tanggungan (Penelitian Pada Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara (KP2LN) Medan”. Dengan rumusan masalah sebagai berikut : a. Hambatan-hambatan
apakah
yang
dihadapi
PUPN/KP2LN
dalam
mengeksekusi lelang Hak Tanggungan berdasarkan Undang-Undang PUPN? b. Solusi apakah yang dapat dilakukan oleh PUPN/KP2LN? c. Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum terhadap pihak pemenang lelang dari agunan yang dikaitkan Hak Tanggungan dalam kaitan dengan penyelesaian kredit macet? 3.
Lamria Sianturi, NIM: 037011044, meneliti tentang “Pelaksanaan Lelang Eksekusi Kejaksaan (Studi Pada KPKNL Medan)”. Dengan rumusan masalah sebagai berikut : a. Bagaimana eksekusi kejaksaan yang dapat mengakibatkan lelang?
Universitas Sumatera Utara
12
b. Bagaimana hambatan yang ditemui dan upaya yang dilakukan dalam mengatasi hambatan lelang eksekusi kejaksaan pada KPKNL Medan? 4. Nurliana, NIM: 037011062, meneliti tentang “Kajian Yuridis Terhadap Pelaksanaan Lelang (Penelitian Pada Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara (KP2LN) Medan)”. Dengan rumusan masalah sebagai berikut : a. Bagaimanakah pelaksanaan eksekusi lelang pada Kantor pelayanan Piutang dan Lelang Negara (KP2LN) Medan? b. Hambatan apa sajakah yang ditemui di dalam pelaksanaan eksekusi lelang pada KP2LN Medan? c. Upaya apa sajakah yang dilakukan dalam mengatasi hambatan terhadap pelaksanaan eksekusi lelang di KP2LN Medan? 5. Meilie, NIM: 087011145, meneliti tentang “Pelaksanaan Lelang Barang Jaminan Kredit Pada Bank Melalui Balai Lelang Swasta (Studi Kasus Pada PT. Bank Swasta”. Dengan rumusan masalah sebagai berikut : a. Bagaimana ketentuan hukum lelang melalui lelang swasta? b. Bagaimana mekanisme pelaksanaan lelang barang jaminan kredit pada bank swasta melalui Balai Lelang swasta? c. Bagaimana kekuatan hukum Risalah Lelang pada pelaksanaan lelang barang jaminan kredit pada bank swasta melalui Balai Lelang swasta? 6. Fenni Ciptani Saragih NIM: 107011051, meneliti tentang “Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Lelang Terhadap Boedel Kepailitan Berupa Jaminan Hak Tanggungan di Indonesia”. Dengan rumusan masalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
13
a. Bagaimanakah hak kreditur pemegang Hak Tanggungan pertama atas barang jaminan dalam Undang-Undang Hak Tanggungan? b. Bagaimanakah pelaksanaan hak kreditur pemegang Hak Tanggungan berdasarkan Pasal 59 Undang-Undang Kepailitan? c. Bagaimana permasalahan-permasalahan hukum yang timbul dalam pelelangan terhadap boedel pailit yang termasuk dalam Undang-Undang Hak Tanggungan? Sehubungan dengan judul penelitian yang dikemukakan di atas bahwa judul dan permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini tidak ada yang sama. Oleh karena itu dapat dinyatakan bahwa penelitian tentang Pelaksanaan Lelang Eksekusi oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terhadap Barang yang Dinyatakan Tidak Dikuasai (Studi pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara (KPKNL) di Kota Medan) dinyatakan asli dan belum pernah diteliti oleh orang lain dan secara akademik dapat saya pertanggungjawabkan keasliannya. F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1.
Kerangka Teori “Teori diartikan sebagai suatu sistem yang berisikan proposisi-proposisi yang
telah diuji kebenarannya.”12 Keberadaan teori dalam dunia ilmu sangat penting karena teori merupakan konsep yang akan menjawab suatu masalah. Teori oleh
12
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta, UI-Press, 1986), Hal.6
Universitas Sumatera Utara
14
kebanyakan ahli dianggap sebagai sarana yang memberi rangkuman bagaimana memahami suatu masalah dalam setiap bidang ilmu pengetahuan.”13 “Teori dalam hal ini diartikan sebagai keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan, maka Teori Hukum dapat ditentukan lebih jauh sebagai suatu keseluruhan pernyataan-pernyataan yang saling berkaitan tentang hukum. Hukum sendiri merupakan sebuah sistem konseptual kaidah-kaidah hukum dan keputusan-keputusan hukum. Jadi definisi Teori hukum adalah keseluruhan pernyataan yang salling berkaitan tentang sistem konseptual kaidah-kaidah hukum dan keputusan-keputusan hukum.”14 Beberapa pakar ilmu pengetahuan memberikan definisi tentang “teori” sebagai berikut: 1. Fred N. Kerlinger (James A. Black dan Dean J. Champion, 1992:47) menguraikan “teori” adalah sekumpulan konstruksi (konsep, defines, dan dalil) yang saling terkait yang menghadirkan suatu pandangan secara sistematis tentang fenomena dengan menetapkan hubungan di antara beberapa variable, dengan maksud menjelaskan dan meramalkan fenomena. 2. Braithwaite mengemukakan bahwa teori adalah sekumpulan hipotesis yang membentuk suatu sistem deduktif, yaitu yang disusun sedemikian rupa, sehingga dari beberapa hipotesis yang menjadi dasar pikiran beberapa hipotesis, semua hipotesis lain secara logis mengikutinya. 3. Jack Gibbs (James A. Black dan Dean J. Champion, 1992:49) teori” adalah sekumpulan pernyataan yang saling berkaitan secara logis dalam bentuk penegasan empiris mengenai sifat-sifat dari kelas-kelas yang tak terbatas dari berbagai kejadian atau benda. 4. S. Nasution (1995:3) mengemukakan “teori” adalah susunan fakta-fakta yang saling berhubungan dalam bentuk sistematis sehingga dapat dipahami. Fungsi dan peranan teori dalam penelitian ilmiah, mengarahkan, merangkum pengetahuan dalam sistem tertentu, serta meramalkan fakta. 5. Kartini Kartono (1990:2) menulis bahwa “teori” adalah suatu prinsip umum yang dirumuskan untuk menerangkan sekelompok gejala-gejala yang saling berkaitan.15
13
Marwan Mas, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004), Hal.113. Anom Surya Putra, Teori Hukum Kritis: Struktur Ilmu dan Riset Teks,( Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003), Hal. 46 15 Ibid, Hal.113-114 14
Universitas Sumatera Utara
15
Bagi seorang peneliti, maka suatu teori atau kerangka teoritis mempunyai berbagai kegunaan. Kegunaan-kegunaan tersebut paling sedikit mencakup hal-hal, sebagai berikut :16 a. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya. b. Teori sangat berguna dalam mengembangkan sistem klsifikasi fakta membina struktur konsep-konsep serta memperkembangkan definisi-definisi. c. Teori biasanya merupakan ikhtisar dari hal-hal yang telah diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang hendak diteliti. d. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktorfaktor tersebut akan muncul lagi pada masa-masa mendatang. e. Teori memberi petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada pengetahuan peneliti. “Dengan demikian kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis dalam penelitian.”17 Kerangka teori untuk menganalisa permasalahan dalam tesis ini menggunakan teori analytical positivism dari John Austin yaitu hukum adalah sebagai perintah dari penguasa (law is command of the sovereign). “Hukum haruslah dianggap sebagai perintah dari yang memegang kekuasaan tertinggi sehingga perintah tersebut harus dipatuhi masyarakat. Perintah tersebut diwujudkan dalam suatu peraturan.“18 Selain teori tersebut diatas, dalam menganalisis tesis ini juga digunakan teori Sistem Hukum yang dikemukakan oleh Lawrence M. Friedman. “C.F.G. Sunaryati 16 Soerjono Soekanto, Ringkasan Metodologi penelitian Hukum Empiris, (Jakarta, Ind-Hil-Co, 1990), Hal. 67 17 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Jakarta,PT. Sofmedia, 2012), Hal. 129. 18 H. Syafruddin Kalo, Teori Dan Penemuan Hukum, Diktat Untuk Mata Kuliah Teori Hukum Dan Penemuan Hukum Pada Program Pascasarjana Ilmu Hukum USU,( Medan, 2004), Hal.5
Universitas Sumatera Utara
16
Hartono seperti yang dikutip oleh S. Mantayborbir dan Imam Jauhari menyatakan “sistem” adalah sesuatu yang terdiri dari sejumlah unsur atau komponen yang selalu pengaruh mempengaruhi dan terkait satu sama lain oleh satu atau beberapa asas.”19 “Asis Safiodien menyatakan sistem hukum (rechtsystem) adalah tata susunan hukum.”20 Lawrence M. Friedman mengatakan bahwa Teori sistem Hukum adalah sebagai suatu sistem hukum dari sistem kemasyarakatan, maka hukum mencakup tiga komponen yaitu : 21 1. Legal Structural (Struktur Hukum), merupakan kerangka, bagian yang tetap bertahan, bagian yang memberikan semacam bentuk dan batasan terhadap keseluruhan instansi-instansi penegak hukum. Di Indonesia yang merupakan struktur dari sistem hukum atau institusi atau penegak hukum seperti Advokat, Polisi, Jaksa dan Hakim. 2. Legal Substance (Substansi Hukum), merupakan aturan-aturan, norma-norma dan pola prilaku nyata manusia yang berada dalam sistem itu termasuk produk yang dihasilkan oleh orang yang berada di dalam sistem hukum itu, mencakup keputusan yang mereka keluarkan atau aturan baru yang mereka susun. 3. Legal Cultural (Budaya Hukum) merupakan suasana pikiran sistem dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum itu digunakan, dihindari atau disalahgunakan oleh masyarakat. Peraturan lelang masih diatur dalam Vendu Reglement S. 1908 Nomor 189 dan Vendu Instructie S. 1908 Nomor 190 yang merupakan produk hukum Kolonial Belanda sementara itu kehidupan masyarakat semakin berkembang. “Vendu Reglement yang terdiri dari 49 pasal, ternyata 27 pasal yang masih berlaku efektif, 13 pasal tidak efektif dan 9 pasal dicabut.”22
Komponen Substansi hukum yang
19
S. Mantayborbir, Iman Jauhari, Hukum Piutang Negara Di Indonesia, (Jakarta, Pustaka Bangsa Press, 2003), Hal. 23 20 Ibid, hal. 23 21 Teori Sistem Hukum-Scribd, http://www.scribd.com/doc/59668048/Teori-sistem-hukum, diakses tanggal 1 Juni 2013, jam 12.50 WIB 22 Purnama Tioria Sianturi, Op. Cit, Hal 2
Universitas Sumatera Utara
17
merupakan aturan-aturan hukum dalam Vendu Reglement maupun Vendu Instructie tidak sesuai lagi dengan perkembangan penjualan lelang saat ini termasuk dalam proses penyelesaian lelang terhadap barang yang tidak dikuasai yang berada dalam pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Oleh karena itu perlu adanya peraturan lelang yang mempunyai kekuatan mengikat terhadap masyarakat agar terciptanya ketertiban dan kepastian hukum. Saat ini Pemerintah c.q. Menteri Keuangan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/ 2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang sebagai dasar pelaksanaan lelang. “Pancasila dan UUD 1945 menjadi sumber hukum sekaligus merupakan payung hukum bagi produk Undang-Undang di bawahnya termasuk di dalamnya adalah Undang-Undang kepabeanan.”23 Undang-Undang merupakan kesepakatan antara Pemerintah dan rakyat sehingga mempunyai kekuatan mengikat untuk penyelenggaraan kehidupan bernegara.24 Sumber hukum dari hukum pabean itu adalah Pasal 23A UUD 1945 yang berbunyi Pajak dan pungutan yang bersifat memaksa untuk keperluan Negara diatur dengan Undang-Undang. Berdasarkan Pasal 23A UUD 1945 dan ketentuan World Trade Organizaton Valuation Agreement, Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Amandemen Undang-Undang Kepabeanan.
23 24
Eddhi Sutarto, Op. Cit, Hal. 33 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta, Prenada Media Grup, 2009), Hal.
142
Universitas Sumatera Utara
18
Amandemen Undang-Undang tersebut merupakan reformasi hukum di bidang kepabeanan. “Reformasi hukum tidak hanya berarti pembaruan undang-undang atau substansi hukum (legal Substancy reform), tetapi juga pembaruan struktur hukum (legal structure reform), dan pembaruan budaya hukum (legal culture reform) yang termasuk di dalamnya juga pembaruan etika hukum dan ilmu/pendidikan hukum (legal ethic and legal sience/education reform).”25 Terhadap penyelesaian barang yang tidak dikuasai diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.04/2011. Fungsi pelayanan Bea dan Cukai yaitu melakukan pencegahan dan pemberantasan penyeludupan serta melakukan penerapan peraturan perundangan lain yang pelaksanaannya dibebankan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Di dalam struktur hukum dari sistem hukum di Indonesia Bea dan Cukai merupakan intitusi Pemerintah yang bertugas mengawasi lalu lintas perdagangan barang ekspor impor dan bekerjasama dengan Kepolisian dalam mengungkap kejahatan di bidang kepabeanan. Kejahatan tersebut seperti : 1.
2.
penyeludupan ilegal yang dilakukan di luar pelabuhan tanpa memenuhi formalitas pelabuhan, misalnya menurunkan barang di tengah laut dengan tujuan menghindari pungutan pabean. Penyeludupan ilegal yang dilakukan melalui pelabuhan dengan atau tanpa bantuan instansi-instansi pelabuhan dengan permainan kualitas atau kuantitas dengan tujuan mengurangi bea masuk dengan cara; merendahkan harga barang; mengurangi jumlah barang; mengisi macam-macam barang dalam satu atau dua peti; menggunakan dokumen palsu atau dengan merek yang sama untuk barang yang mahal dan murah.26
25
Barda Nawawi Arif, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, (bandung, Citra Aditya Bhakti, 2001), Hal. 4 26 Amir MS, Seluk Beluk dan Teknik Perdagangan Luar Negeri, Seri Bisnis Internasional No. 4, (Jakarta, PPM, 2000), Hal.7 -13
Universitas Sumatera Utara
19
Untuk menghindari terjadinya penyeludupan maka Bea dan Cukai menetapkan wewenang untuk:27 1. Memeriksa segala macam kendaraan serta barang yang dimuatnya sekiranya mencurigakan; 2. Memerintahkan kapal-kapal yang dicurigai untuk berhenti berlabuh, mengadakan pemeriksaan guna mencegah penyeludupan kecuali kapal-kapal perang dan kapal Pemerintah; 3. Membongkar kendaraan yang mencurigakan atas biaya bersalah; 4. Memeriksa barang-barang larangan dan pembatasan 5. Pegawai-pegawai yang ditunjuk oleh Kepala Inspektorat Direktorat Bea dan Cukai berwenang memeriksa bangunan yang dicurigai untuk menyimpan barang-barang yang bertentangan melanggar peraturan-peraturan lapangan. Di samping itu juga membuat suatu keputusan lelang terhadap penyelesaian barang yang tidak diurus oleh pemiliknya sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku. Fungsi pelayanan Bea dan Cukai tersebut dilakukan adalah untuk menambah penerimaan Negara. Dalam suatu Negara, pemerintah harus melaksanakan fungsi pemerintahan untuk kepentingan pembangunan Negaranya. Untuk dapat menjalankan fungsi tersebut pemerintah membutuhkan dana. Sebagian dari sumber dana atau penghasilan Negara Indonesia adalah pajak dan pungutan bea masuk. “Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi-kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.”28
27 28
Amir MS, Kontrak Dagang Ekspor, Seri ke-2, (Jakarta, PPM, 2002), Hal 13-16 Santoso Brotodihardjo, Op. Cit, Hal. 2
Universitas Sumatera Utara
20
Hukum Pajak memuat instrument hukum berupa sanksi administrasi yang dapat digunakan oleh pejabat pajak terhadap wajib pajak yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam Undang-undang Pajak.29 Bea masuk adalah pungutan negara berdasarkan undang-undang ini (undangUndang nomor 10 tahun 1995 yang telah diamandemen dengan Undang-Undang 17 tahun 2006) yang dikenakan terhadap barang yang diimpor. Untuk itu diperlukan suatu peraturan yang dapat mengatur masyarakat untuk membayar pungutan-pungutan tersebut. Untuk mendapatkan penghasilan Negara tersebut dibutuhkan kesadaran dan kepatuhan masyarakat untuk membayar pajak dan pungutan bea masuk tersebut. Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan membuat suatu peraturan yang dapat memaksa warga negaranya untuk membayar pungutan bea masuk dan pajak dalam rangka impor tersebut. Dalam membayar pajak yang berkaitan dengan barang masuk menggunakan Self Assessment System. “Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.”30 “Ciri-cirinya adalah :”31 1. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri. 2. Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. 3. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi. 29
Muhammad Djafar Saidi, Pembaruan Hukum Pajak, (Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2007) Hal. 265 30 Mardiasmo, Perpajakan, edisi Revisi 2009: (Yogyakarta, Penerbit Andi, 2009), Hal.7. 31 Ibid, Hal. 7
Universitas Sumatera Utara
21
Banyak Importir melakukan penyeludupan dengan tidak memberitahukan barangnya kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, begitu juga yang tidak jujur untuk memberitahukan keadaan barangnya agar mendapat keringanan bea masuk dan pajak dalam rangka impor yang menggunakan Self Assessment System. Hal inilah yang dikatakan oleh Lawrence M. Friedman sebagai budaya hukum dimana peraturan tersebut dihindari ataupun disalahgunakan masyarakat. Dalam hal ini sangat penting peranan Bea dan Cukai sebagai pengawas untuk lebih mendapatkan pemasukan Negara. Kepastian hukum sangat diperlukan agar masyarakat mematuhi peraturan. Kepastian hukum merupakan syarat untuk melahirkan ketertiban.Untuk mencapai ketertiban hukum diperlukan adanya keteraturan dalam masyarakat. Apabila masyarakat patuh untuk melunasi hutang pajaknya, maka semakin besar dana yang masuk ke Kas Negara dan yang akan dikembalikan kepada masyarakat melalui peningkatan pembangunan nasional. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang memiliki fungsi pelayanan melaksanakan pungutan bea dan cukai serta pungutan-pungutan lainnya, dalam melaksanakan fungsi tersebut dapat memaksa importir untuk membayar pungutanpungutan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan Pemerintah. Pungutan tersebut merupakan salah satu kewajiban importir dalam proses pengeluaran barang dari kawasan pabean. Apabila importir tersebut tidak melaksanakan kewajiban pabeannya membayar segala pungutan yang berkaitan dengan pengeluaran barang di kawasan pabean dalam jangka waktu yang telah ditetapkan oleh Pemerintah atau tidak melaksanakan prosedur pengurusan pengeluaran barang maka barang-barang
Universitas Sumatera Utara
22
tersebut berada dalam pengawasan Kantor Pelayanan Bea dan Cukai setempat dan dikategorikan menjadi barang yang dinyatakan sebagai Barang yang Tidak Dikuasai. Barang-barang tersebut nantinya setelah lewat jangka waktu 60 (enam puluh) hari tidak dilakukan pengurusan pengeluaran barangnya akan dilelang oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL). 2.
Konsepsi ”Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Peranan konsep dalam
penelitian adalah menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi dan realitas. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari halhal yang khusus yang disebut dengan definisi operasional”.32 Dalam penulisan tesis ini diperlukan konsepsi yang merupakan definisi operasional dari istilah-istilah yang dipergunakan untuk menghindari perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah tersebut. 1. Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang didahului dengan Pengumuman Lelang.33 2. Lelang Eksekusi adalah lelang untuk melaksanakan putusan/penetapan pengadilan, dokumen-dokumen lain yang dipersamakan dengan itu, dan/atau melaksanakan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.34 32
Tan Kamelo, Hukum Jaminan Fidusia, Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, (Bandung: Alumni, 2004), Hal. 30. 33 Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/201 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, Op. Cit 34 Mohammad Abduh, Bahan Kuliah Peraturan Lelang pada Program Studi Magister Kenotariatan USU, Medan, 2011
Universitas Sumatera Utara
23
3. “Barang yang Tidak Dikuasai adalah:”35 a. Barang yang tidak dikeluarkan dari Tempat Penimbunan Sementara yang berada di dalam area pelabuhan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak penimbunannya. b. Barang yang tidak dikeluarkan dari tempat Penimbunan Sementara yang berada di luar area pelabuhan dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak penimbunannya. c. Barang yang tidak dikeluarkan dari Tempat Penimbunan Berikat yang telah dicabut izinnya dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak pencabutan izin; atau d. Barang yang dikirim melalui Pos : 1. yang ditolak oleh si alamat atau orang yang dituju dan tidak dapat dikirim kembali kepada pengirim di luar Daerah Pabean. 2. dengan tujuan luar Daerah Pabean yang diterima kembali karena ditolak atau tidak dapat disampaikan kepada alamat yang dituju dan tidak diselesaikan oleh pengirim dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya Pemberitahuan dari Kantor Pos. 4. Daerah Pabean adalah Wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku undang-undang ini (Undang-undang nomor 10 tahun 1995 Tentang Kepabeanan yang telah diamandemen dengan undang-undang nomor 17 tahun 2006).36 5. Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, Bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang
35 Lihat Pasal 1 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.04/2011 Tentang Penyelesaian terhadap barang yang dinyatakan tidak dikuasai, barang yang dikuasai Negara, dan barang yang menjadi milik Negara, Tambahan Negara Republik Indonesia Tahun 2011, Nomor 175. 36 Lihat Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Amandemen Undang-Undang Kepabeanan , Op. cit, Hal. 2
Universitas Sumatera Utara
24
yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.37 6. Kantor Pos adalah kantor yang mengurus pengiriman surat, paket dan sebagainya dengan pos. 7. Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean.38 8. Bea Masuk adalah pungutan Negara berdasarkan Undang-Undang ini (Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Amandemen UndangUndang Nomor 10 Tahun 1995) yang dikenakan terhadap barang yang diimpor.39 9. Pajak Impor (Pajak Masukan) adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar Pengusaha kena Pajak karena perolehan barang kena pajak dan/atau perolehan jasa kena pajak dan/atau pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean dan/atau pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean dan atau impor barang kena pajak.40 10. Pajak Penghasilan Pasal 22 impor adalah pajak penghasilan yang dipungut oleh badan-badan tertentu, baik badan Pemerintah maupun swasta, berkenaan dengan kegiatan di bidang impor.41
37
Ibid, Hal. 3 Ibid, Hal. 3 39 Ibid, Hal. 3 40 Lihat Pasal 1 ayat (24) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, Mohammad Zain, Suryo Hermana, Himpunan Undang-Undang Perpajakan, (Jakarta, Indeks, 2010), Hal.213 41 Lihat Pasal 22 ayat (1b) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan, Mohammad Zain, Suryo Hermana, Himpunan Undang-Undang Perpajakan, Hal. 185 38
Universitas Sumatera Utara
25
11. Tempat Penimbunan Sementara adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu di Kawasan Pabean untuk menimbun barang sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya.42 12. Tempat Penimbunan Berikat adalah bangunan, tempat atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun, mengolah, memamerkan,
dan/atau
menyediakan
barang
untuk
dijual
dengan
mendapatkan penangguhan Bea Masuk.43 13. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah unsur pelaksana tugas pokok dan fungsi Departemen Keuangan di bidang Kepabeanan dan Cukai.44 14. Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada kepala Kantor Wilayah.45 G. Metode Penelitian Metodologi berasal dari kata “metodos” dan “logos” yang berarti jalan ke.46 Inti daripada metodologi dalam setiap penelitian hukum adalah menguraikan tentang cara bagaimana suatu penelitian hukum itu harus dilakukan.47 Suatu metode merupakan cara kerja atau tata kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan.48
42
Lihat Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Amandemen Undang-Undang Kepabeanan , Op. Cit, Hal. 2 43 Op. Cit Ibid, Pasal 1 ayat (17) 44 Ibid, Pasal 1 ayat (10) 45 Pasal 1 ayat (11) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/201 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, Op. Cit 46
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta, Sinar Grafika, 1996), Hal. 17
47
Ibid
Universitas Sumatera Utara
26
Metode penelitian mencakup hal-hal sebagai berikut : 1.
Spesifikasi Penelitian Metode penelitian yang akan digunakan dalam penyusunan tesis ini bersifat
”deskriptif analitis yaitu penelitian yang menggambarkan apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan, dan perilakunya yang nyata yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.” 49 Jenis penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis empiris, yaitu suatu penelitian yang meneliti berlakunya hukum yang meliputi implementasi dan efektifitas aturan hukum yang berlaku50 berkaitan dengan pelaksanaan lelang eksekusi oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terhadap barang yang tidak dikuasai dengan melihat kasus-kasus pelaksanaan lelang eksekusi terhadap barang yang dinyatakan tidak dikuasai pada KPKNL Medan. 2.
Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan
Lelang (KPKNL) Medan dan Kantor Pengawasan Dan Pelayanan Bea Dan Cukai Tipe Madya Pabean Belawan. Alasan dipilihnya lokasi tersebut adalah karena kota Medan merupakan salah satu kota besar di Sumatera yang banyak melakukan kegiatan kepabeanan dan Belawan merupakan salah satu pelabuhan Internasional yang berada di Propinsi Sumatera Utara sehingga akan lebih mudah untuk 48
Soerjono Soekanto, Ringkasan Metodologi Penelitian Hukum Empiris, Op. Cit, Hal. 106. Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Op. Cit, Hal. 250. 50 Runtung, Bahan Kuliah Metode Penelusuran Literatur dan Penulisan Hukum Program Studi Magister Kenotariatan, Program Studi Magister Kenotariatan, Universitas Sumatera Utara, Medan, 2012, Hal. 2 49
Universitas Sumatera Utara
27
mendapatkan data dan kasus mengenai pelaksanaan lelang eksekusi barang yang dinyatakan tidak dikuasai dimana pelaksanaan lelangnya diserahkan kepada KPKNL di kota Medan. 3.
Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan dengan cara sebagai berikut: a.
Penelitian kepustakaan (library research), untuk mendapatkan data sekunder51 yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. 1. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mengikat, terdiri dari a. Undang-Undang Dasar 1945 b. Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan lelang, kepabeanan dan pajak seperti KUHPerdata, Vendu Reglement (Peraturan Lelang S. 1908 Nomor 189 sebagaimana telah diubah beberapa kali dan terakhir diubah dengan S. 1941 Nomor 3), Vendu Instructie (Instruksi lelang S. 1908 Nomor 190 sebagaimana telah diubah beberapa kali dan terakhir diubah dengan S. 1930 Nomor 85), Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 17 tahun 2006 Tentang Amandemen Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, Peraturan Menteri Keuangan 51
Runtung, Ibid, Hal. 9
Universitas Sumatera Utara
28
Nomor 62/PMK.04/2011 Tentang Penyelesaian Barang yang Tidak Dikuasai, Barang yang Dikuasai Negara dan Barang yang Menjadi Milik Negara, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum Perpajakan, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2000 Tentang PPN dan PPNBM, Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1994 Tentang PPh,
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, Peraturan Direktur Jenderal Kekayaan Negara Nomor PER-03/KN/2010 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Lelang, dan peraturan lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini. 2. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer seperti buku-buku referensi, Rancangan UndangUndang dan hasil-hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini. 3. Bahan Hukum Tertier, yaitu penjelasan sebagai informasi lebih lanjut mengenai bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti Kamus Umum Bahasa Indonesia, Kamus Hukum, Majalah Hukum, Makalahmakalah, internet yang berkaitan dengan penelitian tersebut. b.
Penelitian Lapangan (field research) yaitu melakukan wawancara dengan informan yang
telah ditentukan untuk mendapatkan data primer berkaitan
dengan masalah pelaksanaan lelang eksekusi oleh Bea dan Cukai terhadap Barang yang Dinyatakan Tidak Dikuasai pada KPKNL di Kota Medan. Adapun Pejabat yang memberikan informasi mengenai data dalam penulisan tesis ini adalah :
Universitas Sumatera Utara
29
1. Bapak Nasrun Nasution, Kepala Subseksi Hanggar Pabean Cukai XV, Kantor Pengawasan dan Pelayanan Tipe Madya Pabean Belawan 2. Bapak Budi Hardiansyah, selaku Pelaksana Lelang pada Seksi lelang KPKNL, di Kota Medan 4.
Alat Pengumpulan Data Untuk mendapatkan hasil yang objektif dan dapat dibuktikan kebenarannya
serta dapat dipertanggungjawabkan hasilnya, maka data dalam penelitian ini diperoleh melalui alat pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunakan cara: a.
Studi dokumen, digunakan untuk menghimpun data sekunder guna dipelajari hubungannya dengan permasalahan yang diajukan. Data ini diperoleh dengan mempelajari
buku-buku
yang
relevan,
hasil-hasil
penelitian,
dokumen
perundang-undangan yang ada kaitannya dengan pelaksanaan lelang eksekusi oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terhadap Barang yang Tidak Dikuasai pada KPKNL di Kota Medan. b.
Wawancara dipandu dengan pedoman wawancara, yaitu untuk melakukan wawancara yang berisikan daftar pertanyaan yang akan disampaikan kepada para informan/pejabat yang mengetahui permasalahan yang diteliti pada Kantor Pengawasan Dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Belawan dan Kantor KPKNL di Kota Medan.
Universitas Sumatera Utara
30
5.
Analisis Data “Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke
dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.”52 Analisis
data
yang
dilakukan
dalam
penelitian
ini
adalah
proses
mengumpulkan, mengelompokkan, dan mengurutkan atau mensistematisasikan data kualitatif ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan suatu kesimpulan. Semua data yang telah diperoleh dari bahan pustaka serta data yang diperoleh di lapangan dianalisa secara kualitatif untuk memperkuat argumentasi yang dapat dijadikan penarik kesimpulan.
52
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2001), Hal. 103
Universitas Sumatera Utara