BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Dewasa ini kesadaran terhadap lingkungan hidup terus meningkat. Upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sudah menjadi agenda penting bagi seluruh lapisan masyarakat. Dalam upaya pengelolaan lingkungan, Pemerintah Indonesia telah menerbitkan undang-undang tentang pengelolaan lingkungan hidup sejak tahun 1982 yaitu Undang-undang No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup yang kemudian direvisi menjadi undang-undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan terakhir direvisi menjadi Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Salah satu asas penting dalam undang-undang tersebut yang berkaitan dengan kegiatan industri adalah adanya asas kehati-hatian (precaucinary principle) dan pencemar membayar (polluter pay principle). Implementasi dari asas tersebut antara lain diwujudkan dengan kewajiban melaksanakan Analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) bagi setiap usaha/kegiatan yang berdampak penting, upaya pengelolaan lingkungan dan pemantauan lingkungan (UKL – UPL), audit lingkungan dan izin lingkungan. Khusus untuk izin lingkungan telah diterbitkan Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan.
1
2
Undang-undang lain yang mengatur kewajiban badan usaha terhadap lingkungan adalah undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Pasal 74 undang-undang tersebut menyatakan bahwa perseroan terbatas yang menjalankan kegiatan usahanya dibidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Tanggung jawab sosial dan lingkungan tersebut adalah kewajiban perseroan untuk menganggarkan
dan
memperhitungkan
sebagian
biaya
perseroan
yang
pelaksanaannya dilakukan dengan kepatutan dan kewajaran, jika perseroan tidak melaksankan program tersebut akan dikenai sanksi. Khusus untuk kewajiban BUMN dalam pengelolaan lingkungan hidup telah terbit Peraturan Menteri BUMN No. PER-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan yang mewajibkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memiliki Program Bina Lingkungan. Untuk mendorong para pengusaha melakukan peningkatan kinerja pengelolaan lingkungan hidup yang berkaitan dengan kegiatan usahanya, pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup telah menciptakan program nasional yang disebut dengan Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup atau lebih dikenal dengan PROPER. Program ini merupakan program pengawasan dan penilaian kinerja perusahaan dalam mengelola lingkungan hidup. Pengawasan dan penilaian meliputi ketaatan pelaksanaan AMDAL, pengendalian pencemaran air dan udara, pengelolaan limbah B3, penanggulangan kerusakan lingkungan.
3
Keikutsertaan perusahaan dalam PROPER bersifat sukarela, artinya perusahaan bebas untuk mengikuti atau tidak mengikuti kegiatan ini tetapi PROPER
mendorong
perusahaan
untuk
dapat
menciptakan
ekonomi
berkelanjutan. Selain menciptakan ekonomi berkelanjutan, PROPER memberikan dampak positif bagi perusahaan yaitu perusahaan dapat memberikan informasi tambahan yang berguna dalam laporan keuangan perusahaan sehingga dapat menarik investor. Selain itu perusahaan dapat menjadikannya sebagai media promosi untuk meningkatkan pendapatan perusahaan serta meningkatkan citra perusahaan dimata masyarakat luas. Peringkat kinerja PROPER dibedakan menjadi 5 warna yaitu Emas, Hijau, Biru, Merah dan Hitam. Emas diberikan kepada perusahaan yang secara konsisten menunjukkan keunggulan lingkungan dalam proses produksi dan/atau jasa. Hijau diberikan kepada perusahaan yang telah melakukan pengelolaan lingkungan lebih dari yang dipersyaratkan dalam peraturan. Biru diberikan kepada perusahaan yang telah melakukan upaya pengelolaan lingkungan sesuai dengan ketentuan yang dipersyaratkan. Merah diberikan kepada perusahaan yang upaya pengelolaan lingkungan hidup tidak sesuai dengan persyaratan yang telah diatur dan Hitam diberikan kepada perusahaan yang sengaja melakukan kegiatan sehingga mengakibatkan pencemaran dan kerusakan lingkungan. Meskipun keikutsertaan perusahaan PROPER bersifat sukarela, namun data menunjukkan bahwa perusahaan yang ikut dalam PROPER meningkat dari tahun ke tahun. Pada awal diluncurkannya PROPER pada tahun 2002-2003 peserta PROPER berjumlah 85 perusahaan, tetapi pada tahun 2010-2011 telah
4
meningkat menjadi 995 perusahaan. Jumlah peserta PROPER dari tahun 20022003 sampai dengan 2009-2010 dapat dilihat pada gambar 1.1. berikut ini. 1200
1000
995
800 690 627
600 519 466 400 251
200 85 0
Gambar 1.1. Perkembangan Peserta PROPER Tahun 2002-2011 Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup (2012)
Berdasarkan penilaian yang dilakukan, perusahaan peserta PROPER berhasil mendorong untuk meningkatkan kinerja lingkungan hidupnya. Pada tahun 2011 dari 655 perusahaan yang dinilai selama 2 periode berturut-turut, 25% berhasil meningkatkan kinerja lingkungan hidup (Laporan PROPER, 2012). Periode 2010-2011 terdapat 955 perusahaan terdaftar di PROPER, 5 perusahaan berpredikat Emas, 106 perusahaan berpredikat Hijau, 552 perusahaan berpredikat Biru, 283 perusahaan berpredikat Merah dan 49 perusahaan berpredikat Hitam. Perusahaan dengan predikat Emas terdiri atas 2 perusahaan
5
asing, 2 BUMN dan 1 perusahaan PMDN. Jumlah ini meningkat dibandingkan pada periode 2009-2010. Pada periode tersebut hanya terdapat 2 perusahaan yang berpredikat Emas dan diisi oleh perusahaan milik asing (Laporan PROPER, 2012). Meskipun kepedulian terhadap keberlanjutan lingkungan semakin membaik, tetapi kasus kerusakan
dan pencemaran lingkungan pun tarus
meningkat. Hasil pemantauan kualitas udara KLH yang dilakukan di 22 kota pada tahun 2012 memberikan informasi bahwa beberapa pencemar udara (konsentrasi TSP, SO2, HC) meningkat dibandingkan tahun 2011. Hal ini berarti kualitas udara menurun, yang berdampak buruk bagi kesehatan dan memicu resiko kematian dini, produktivitas kerja menurun dan gangguan produksi pertanian. Selain itu, KLH juga melakukan pemantauan pada kualitas air sungai dan air danau. Pada tahun 2008-2012 menunjukkan kualitas air sungai cenderung turun dan beberapa kualitas air danau dan waduk masuk dalam kategori eutrof. Eutrof adalah status air danau atau waduk yang memiliki unsur hara tinggi, status ini menunjukkan air telah tercemar karena naiknya kandungan Nitrogen dan Fosfor. Selain masalah pencemaran udara dan air, Kementerian Kehutanan mencatat bahwa luas hutan mengalami penurunan dari 104.747.566 hektar pada tahun 2000, menjadi 98.242.002 hektar pada tahun 2011. Dengan kata lain terjadi deforestasi seluas 6,5 juta hektar selama 11 tahun. Berkurangnya kawasan hutan mengakibatkan terjadinya bencana alam seperti longsor dan banjir. Kementerian Pekerjaan Umum mencatat jumlah kejadian banjir di Indonesia sejak tahun 2001
6
hingga tahun 2010 mengalami peningkatan. Berikut adalah tabel kejadian banjir di Indonesia. 1200
1000
962
800 672 607
600
400
399
430
297 200
150
186
191
0
Gambar 1.2. Jumlah Kejadian Banjir di Indonesia Sumber: Kementerian Pekerjaan Umum (2011)
Upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup telah dilakukan tetapi permasalahan lingkungan terus terjadi. Kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatan industri banyak terjadi, sehingga merugikan pemerintah, masyarakat dan lingkungan hidup. Sebagai contoh yang paling nyata adalah kasus Lumpur Lapindo yang belum selesai sampai saat ini, pencemaran perairan di teluk Buyat oleh PT. Newmont Minahasa, kerusakan hutan yang dialukan oleh PT. Freeport Indonesai dan masih banyak lagi kasus kerusakan dan pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh kegiatan industri.
7
Oleh karena itu, penyebab permasalahan lingkungan perlu dikaji lebih lanjut agar dapat dilakukan tindakan pencegahan dan perbaikan yang lebih tepat. Persoalan konservasi lingkungan merupakan tugas setiap individu, pemerintah dan perusahaan. Sebagai bagian dari tatanan sosial, perusahaan seharusnya melaporkan pengelolaan lingkungan perusahannya dalam annual report. Hal ini karena terkait dengan tiga aspek keberlanjutan, yaitu: aspek keberlanjutan ekonomi, ekologi dan sosial. Penelitian terdahulu oleh Pfleiger et al (2005) dalam Suhardjanto dan Miranti (2009) menunjukkan bahwa usaha-usaha pelestarian lingkungan oleh perusahaan akan mendatangkan sejumlah keuntungan, diantaranya adalah ketertarikan pemegang saham dan stakeholder terhadap keuntungan perusahaan akibat pengelolaan lingkungan yang bertanggungjawab dimata masyarakat. Hasil penelitian Pfleiger et al (2005) dalam Suhgardjanto dan Miranti (2009) juga mengindikasikan bahwa pengelolaan lingkungan yang baik dapat menghindari klaim masyarakat dan pemerintah serta meningkatkan kualitas produk yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan keuntungan ekonomi. Penelitian yang dilakukan oleh Ja'far dan Amalia (2006) menunjukkan mulai adanya keseriusan perusahaan publik dalam mengelola lingkungan secara baik. Hal ini diindikasikan dengan banyaknya perusahaan sampel yang melaporkan pengelolaan lingkungan dalam annual report. Beberapa perusahaan juga dilaporkan sudah melakukan manajemen lingkungan secara proaktif ini berbeda dengan laporan (Cahyono, 2002), yang menyatakan rendahnya tindakan manajemen lingkungan perusahaan non-publik.
8
Penelitian-penelitian lain yang dilakukan di Indonesia menunjukkan adanya minat perusahaan yang cukup tinggi untuk meningkatkan kinerja lingkungan (Sarumpaet, 2005) dan memiliki kepedulian yang cukup baik dalam pengungkapan tanggungjawab sosial (Sembiring, 2005). Anggraini (2006) juga mengidentifikasi adanya hubungan antara kepemilikan manajemen, leverage, dan profitabilitas
terhadap
pengungkapan
sosial.
Sarumpaet
(2005)
dalam
penelitiannya memberikan hasil bahwa profitabilitas (ROA) tidak berpengaruh terhadap kinerja lingkungan.
1.2. Identifikasi Masalah Upaya pemerintah untuk mendorong perusahaan baik swasta maupun BUMN untuk melakukan tanggung jawab sosial termasuk di dalamnya adalah lingkungan hidup yaitu dengan dibuatnya kebijakn-kebijakan baru terkait tanggung jawab sosial perusahaan. kebijakan-kebijakan tersebut pun disambut baik oleh perusahaan. Selain itu penelitin yang berkaitan dengan lingkungan hidup telah dilakukan sebagai upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang diakibatkan oleh kegiatan industri, namun penelitian berkaitan dengan tanggungjawab sosial perusahaan terkait dengan kinerja lingkungan hidup sangat beragam dan masih memberikan hasil yang kontradiktif. Adapun perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pemilihan sampel dan periode penelitian laporan tahunan. Sampel yang digunakan dalam penelitian merupakan perusahaan-perusahaan yang terdaftar
9
dalam PROPER (Program Penilaian Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup). Disamping itu, terdapat empat variabel baru yang diduga berhubungan dengan pengungkapan informasi lingkungan hidup. Variabel baru yang dimaksud adalah likuiditas, porsi saham publik, umur perusahaan dan ukuran perusahaan. Keempat variabel ini dimasukkan dalam penelitian dikarenakan dalam beberapa penelitian sejenis mengenai pengungkapan juga menyertakan variabelvariabel tersebut dan juga terdapat beberapa teori yang menjelaskan adanya hubungan antara keempat variabel tersebut dengan pengungkapan informasi lingkungan hidup. Kategori pengungkapan yang digunakan lebih difokuskan hanya pada tema lingkungan hidup, tanpa mengubah item-item yang diungkapkan.
1.3. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi permasalahan tersebut, maka rumusan masalah dapat dinyatakan sebagai berikut: 1. Apakah terdapat pengaruh leverage, profitabilitas, likuiditas, porsi kepemilikan saham publik, umur perusahaan dan ukuran perusahaan terhadap kinerja lingkungan hidup perusahaan secara bersama-sama (simultan)? 2. Apakah terdapat pengaruh leverage terhadap kinerja lingkungan hidup? 3. Apakah terdapat pengaruh profitabilitas terhadap kinerja lingkungan hidup? 4. Apakah terdapat pengaruh likuiditas terhadap kinerja lingkungan hidup?
10
5. Apakah terdapat pengaruh porsi kepemilikan saham publik terhadap kinerja lingkungan hidup? 6. Apakah terdapat pengaruh umur perusahaan terhadap kinerja lingkung hidup? 7. Apakah terdapat pengaruh ukuran perusahaan terhadap kinerja lingkung hidup?
1.4. Maksud dan Tujuan Tujuan dalam penelitian ini adalah memberikan bukti empiris tentang: 1. pengaruh leverage, profitabilitas, likuiditas, porsi kepemilikan saham publik, umur perusahaan dan ukuran perusahaan terhadap kinerja lingkungan hidup perusahaan secara bersama-sama (simultan) 2. Pengaruh leverage terhadap kinerja lingkungan hidup. 3. Pengaruh likuiditas terhadap kinerja lingkungan hidup. 4. Pengaruh profitabilitas terhadap kinerja lingkungan hidup. 5. Pengaruh porsi kepemilikan publik terhadap kinerja lingkungan hidup. 6. Pengaruh umur perusahaan terhadap kinerja lingkungan hidup. 7. Pengaruh ukuran perusahaan terhadap kinerja lingkungan hidup.
1.5. Manfaat dan Kegunaan Adapun manfaat dan kegunaan dari penelitian ini adalah:
11
1. Bagi Perusahaan Bagi pihak perusahaan terutama perusahaan yang beresiko tinggi terhadap kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan dalam penetapan kebijakan terutama yang berhubungan dengan pemanfaatan lingkungan hidup.
2. Bagi Investor Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan yang berguna kepada investor dalam mengambil keputusan berinvestasi, terutama pada perusahaan yang beresiko tinggi terhadap pemanfaatan lingkungan hidup.
3. Bagi Karyawan Perusahaan Penelitian diharapkan dapat memberikan pemahaman dan masukan yang berguna bagi karyawan perusahaan terutama bagi perusahaan yang berakibat langsung pada kerusakan dan pencemaran lingkungan agar dapat mendukung dan mendorong perusahaan peduli terhadap lingkungan.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan refrensi dan masukan dalam melakakukan penelitian lebih lanjut.