BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia, maka tuntutan masyarakat akan peningkatan derajat kesehatan mereka juga meningkat. Pembangunan nasional di segala bidang yang selama ini telah dilaksanakan oleh pemerintah telah mampu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara umum (Simson 2012). Kesehatan adalah suatu keadaan bebas dari penyakit baik fisik maupun mental dan juga bebas dari kecacatan yang berdampak terhadap perbaikan tingkat harapan hidup yang semakin meningkat. ( Dorlan 2004 ) Kesehatan wanita saat ini juga tidak luput dari perhatian, contohnya sarana yang diberikan oleh pemerintah maupun pihak swasta terhadap rumah sakit, untuk memberikan pelayanan kesehatan khusus untuk wanita, mulai dari penyediaan jasa konsultasi kesehatan, pelayanan kesehatan dan berbagai bentuk pelayanan kesehatan khusus untuk wanita. Survei yang dilakukan ( Machel 2007) pada wanita usia 15-57 tahun menyatakan bahwa setengah dari ibu post-partum mengalami kelemahan otototot dasar panggul. Hal ini diperkuat oleh penelitian sinuaji didukung juga oleh hasil penelitian WHO ( 2006 ) yang menyatakan bahwa 8 – 11% ibu yang melahirkan mulai mengalami kelemahan otot dasar panggul setelah 3 bulan
1
2
persalinan.Penelitian ini juga menyatakan bahwa kejadian kelemahan otot dasar panggul lebih tinggi pada ibu multipara dari pada ibu primipara Para ahli Ginekologi ( 2001) memperkirakan bahwa kebutuhan akan pelayanan bagi wanita yang mengalami kelemahan otot dasar panggul terus meningkat sekitar 45% hingga 30 tahun ke depan. Data statistik di Indonesia menunjukkan bahwa satu dari sepuluh wanita mengalami kelemahan otot dasar panggul ( Santoso, 2009) dan sekitar 50% wanita mengalami kelemahan otot dasar panggul setelah melahirkan dan akan berakibat mempengaruhi kualitas hidup seorang wanita (Junizaf, 2009). Prevalensi terjadinya kerusakan otot levator ani berkisar antara 1530% pada wanita yang mengalami persalinan pervaginam (Santosa, 2008). Kehamilan, melahirkan banyak anak, dan mengejan sewaktu melahirkan bersama-sama dengan laserasi dan episiotomi pada waktu melahirkan menyebabkan hipermobilitas uretra, trauma pada persarafan dan disfungsi dasar panggul. Ini yang melatar belakangi hubungan korelasi antara melahirkan anak dengan resiko terjadinya nyeri, posture, keseimbangan, inkontinensia urine pada wanita (Nugroho 2010). Menurut Margaret Polden
(2004), kehamilan akan diikuti dengan
peningkatan berat bayi di dalam kandungan selama 40 minggu sehingga akan memberi tekanan ekstra pada panggul yang menyebabkan kinerja otot – otot dasar panggul akan berkurang. Selain itu, selama kehamilan akan mengaktifkan hormon relaksin sehingga otot – otot dasar panggul tidak akan bekerja secara maksimal dan cenderung dalam keadaan relaks menunggu proses persalinan.
3
Pada proses persalinan, akibat adanya tekanan dari kepala bayi pada dinding vagina, dan tekanan yang kuat ini sering mengakibatkan timbulnya penguluran otot dasar panggul dan saraf pudendal sehingga timbul kelemahan pada otot dasar panggul dan dapat menyebabkan cidera lebih lanjut melalui berbagai macam mekanisme. Cedera yang paling banyak ditemukan adalah cidera mekanik atau trauma pada otot levator ani, termasuk juga cedera pada syaraf pudendal, fasea, dan ligamen. Cedera pada saraf pudendal dan kerusakan atau kelemahan otot dasar panggul bias diakibatkan oleh kehamilan, persalinan, dan tekanan fisik saat proses kelahiran dengan robeknya perineum, atau memotong perineum dan vagina untuk memperluas jalan lahir. Mekanisme ini mempunyai hubungan dengan resiko nyeri, postur, keseimbangan, inkontinensia urin yang lebih tinggi (Lapitan, 2001). Otot dasar panggul adalah otot yang terletak pada pintu bawah panggul yang terdiri dari tiga lapisan otot. Lapisan yang terdalam disebut otot levator ani yang sangat besar peranannya, berasal dari kedua sisi pelvis dan menyatu di tengah dengan menyisakan tiga saluran pengeluaran yakni rektum, vagina dan uretra. Otot levator ani mempunyai fungsi sebagai penyangga isi pelvis yakni kandung kemih, rahim, vagina, uretra dan rektum, menahan tekanan intra abdominal, mengontrol pelepasan air seni dan faecal, mempermudah proses kelahiran, dan berkontribusi terhadap kualitas hubungan seksual wanita, dan pencapaian orgasme (Hooi & Kaur 2001). Disfungsi otot - otot dasar panggul akibat riwayat kehamilan dan persalinan yang normal melalui vagina yang berulang, merupakan masalah
4
kesehatan yang dapat menimbulkan berbagai gejala yang berdampak pada kualitas hidup kaum wanita seperti inkontinensia urin, prolap organ pelvis, dan disfungsi seksual (Santosa, 2008). Selama kehamilan terjadi beberapa perubahan sistem muskuloskeletal meliputi peningkatan berat badan, bergesernya pusat akibat pembesaran rahim, mengendurnya otot – otot dinding perut, kulit abdomen akan melebar dan mengendur serta terjadi peregangan pada ligamen – ligamen, diafragma pelvis dan fasia (Joane, 1998). Perubahan postur selama kehamilan, dimana terjadi hiperlordosis pada vertebra lumbosacral akan menyebabkan ketegangan postural selama kehamilan berlangsung sehingga menimbulkan nyeri pada punggung bagian bawah serta terganggunya stabilisasi lumbal akibat penurunan kemampuan otot multividus dan transvers abdominis dalam mengontrol postur dan mempertahankan posisi dan gerak dari erektor spine hingga pelvik (Snooks, 1985). Otot multividus dan transvers abdominis merupakan komponen penting dalam memberikan kekuatan otot lokal dan keseimbangan serta bagian trepenting dari otot Core untuk memelihara postur tubuh (Bandon, et al, 2011). Menurut Huge (2007), selama kehamilan produksi hormon progesteron dan hormon relaksin meningkat sehingga menimbulkan efek negatif terhadap integritas struktur jaringan lunak yang menyebabkan terjadinya kelemahan jaringan kollagen di seluruh tubuh. Otot dasar panggul yang berfungsi sebagai penyokong isi abdomen dan pelvis (vagina, rektum, kandung kemih, dan kandung rahim), fasea, ligamen sekitar pelvis juga ikut melemah. Kelemahan struktur jaringan lunak ini menyebabkan sendi-sendi terutama sendi pelvis mudah
5
meregang bahkan sering terjadi subluksasi sendi sakroiliaka atau juga simpisiolisis pada sendi simphisis pubis yang menimbulkan kesakitan saat melakukan aktivitas. Melemahnya otot dasar panggul juga dipicu oleh karena menahan isi perut dan dengan bertambah besarnya janin selama kehamilan. Otot dasar panggul melorot kebawah sampai 2,5 cm dari posisi saat multipara. Selain otot dasar panggul yang lemah akibat kehamilan, kelemahan juga terjadi pula pada otot-otot yang melingkupi trunk dari lapisan terluar sampai lapisan terdalam. Lapisan otot terdalam dari trunk disebut otot Core. Yang termasuk otot core adalah otot transfersus abdominus, otot multifidus, otot diafragma, otot dasar panggul. Setelah melahirkan otot abdominus menjadi menggelambir dan bisa diangkat apalagi bagi wanita yang telah beberapa kali melahirkan. Kelemahan otot dasar panggul dapat menimbulkan berbagai gejala yang dapat mengganggu kualitas hidup seperti inkontinensia urine, inkontinensia fekal, inkontinensia alvi, prolapsus organ panggul, dan disfungsi seksual. Kelemahan otot dasar panggul dikaitkan dengan adanya kerusakan otot dasar panggul selama pertolangan persalinan normal ( PPN), ( Lubis, 2009). Menurut Soetoyo (2010) , inkontinensia urine adalah keluarnya urine tanpa disadari dan tidak bisa ditahan, akan menimbulkan masalah kesehatan, sosial, hegiene, dan ekonomi, dan menjadi rendah diri. Prevalensi stress inkontinensia urine pada wanita sebesar 20% pada usia 25-50 tahun yang disebabkan kelemahan otot dasar panggul. Survey yang dilakukan di RSUP Cipto mangunkusumo tahun 2003, dari 179 penderita inkontinensia urine didapatkan
6
angka kejadian tipe stress inkontinensia urine pada laki – laki sebesar 20,5% dan pada wanita sebesar 32,5%. Pada nulliparae yang tidak mempunyai masalah tentang otot dasar panggulnya, rata-rata dibutuhkan waktu 1,96 detik untuk menghentikan laju urin, tetapi pada multipara membutuhkan waktu lebih lama sekitar 4,4 detik (Sapsford, 1999). Fisioterapi merupakan salah satu profesi kesehatan juga mempunyai peranan penting dalam peningkatan kualitas hidup. Seperti yang tercantum dalam Permenkes No.80 tahun 2013, fisioterapi merupakan bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan/atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang rentang kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektro terapeutis dan mekanis) pelatihan fungsi, komunikasi. Pelayanan fisioterapi diberikan karena terkait dengan gangguan gerak yang disebabkan oleh cidera,
penyakit atau kondisi kesehatan yang mengganggu
kemampuan mereka dalam menjalankan aktivitasnya. Layanan fisioterapi tidak hanya terpaku pada masalah fisik saja, dapat juga dengan tujuan peningkatan kemampuan fisik dan mencegah resiko cidera individu ataupun kelompok dengan cara pemberian metode terapi latihan yaitu dengan latihan otot dasar paggul (pelvic muscle exercise ) atau disebut juga latihan Kegel dan senam Pilates dapat meningkatkan kekuatan otot dasar panggul yang terjadi selama masa kehamilan dan setelah proses persalinan. Menurut Pangkahila (2008), kelemahan otot dasar panggul dapat dilatih untuk meningkatkan kekuatannya. Ada berbagai cara latihan untuk meningkatkan
7
kekuatan otot dasar panggul diantaranya dengan menggunakan metode Kegel yakni melakukan latihan dengan kontraksi otot dasar panggul
secara
berkelanjutan, tepat, dan benar latihan ini telah terbukti sangat efektif untuk memperbaiki inkontinensia urin, prolaps organ pelvis, dan disfungsi seksual. Kebanyakan wanita tersebut sangat sulit melakukan kontraksi otot dasar panggul secara selektif dan tanpa menyadari telah melakukan kontraksi bersamaan dengan kontraksi otot-otot adduktor hip, maksimus gluteus, dan abdominal sehingga otot dasar panggul tidak bisa berkontraksi secara optimal seperti yang diharapkan dr.Kegel. Telah dilaporkan oleh dr. Kegel bila wanita tersebut rajin melakukan latihan penguatan otot dasar panggulnya maka akan pulih kembali kekuatannya (Hidayati, 2010). Latihan Pilates adalah latihan fisik yang mempunyai tingkat kelenturan dan pilates juga di percaya memperbaiki postur tubuh dan mengatasi otot-otot dasar panggul. Adapun gerakan dasar dalam senam pilates yang sudah ada sejak tahun 1920 tersebut lebih mengutamakan pada konsentrasi, pernapasan, pemusatan gerakan, kontrol gerakan, presisi dalam melakukan gerakan, isolasi terhadap otot yang dilatih, dan rutinitas. Inti pada pergerakan Pilates lebih banyak melatih otot-otot perut, punggung bagian bawah, panggul dan bokong, dimana otot-otot yang dilatih bukan hanya otot luar, tetapi juga otot dalam (deep muscle). Karena belum jelas sejauh mana keberhasilan pelatihan Kegel dan pilates dalam meningkatkan kekuatan otot dasar panggul dan mempercepat penyembuhan nyeri, keseimbangan, postur, inkontinensia urin pada wanita post partum.
8
Maka penulis tertarik untuk meneliti, sehingga dapat memberikan motivasi kepada para wanita melakukan latihan secara teratur untuk meningkatkan kekuatan otot dasar panggulnya, dengan Harapan dapat mengatasi masalah yang ditimbulkan akibat kelemahan otot dasar panggul sehingga kualitas hidupnya meningkat, bebas dari inkontinensia urin, hubungan suami istri lebih serasi, gairah kerja meningkat dan kehidupan rumah tangganya sejahtera dan membahagiakan. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut: 1. Apakah latihan Kegel dapat meningkatkan kekuatan otot dasar panggul pada wanita post partum? 2. Apakah latihan Pilates dapat meningkatkan kekuatan otot dasar panggul pada wanita post partum? 3. Apakah ada perbedaan latihan Kegel dengan latihan Pilates dalam meningkatkan kekuatan otot dasar panggul pada ibu post partum? 1.3 Tujuan Penelitian 1.
Untuk membuktikan latihan Kegel dapat meningkatkan kekuatan otot dasar panggul pada ibu post partum.
2.
Untuk membuktikan latihan Kegel dapat meningkatkan kekuatan otot dasar panggul pada ibu post partum.
9
3.
Untuk membuktikan perbedaan latihan Kegel dengan latihan Pilates dalam meningkatkan kekuatan otot dasar panggul pada ibu post partum
1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Secara Akademis 1. Diharapkan dapat menambah pengetahuan dan memperluas wawasan mengenai manajemen terapi kelemahan otot dasar panggul. 2. Memberi masukan kepada tenaga profesional dibidang kesehatan yang terkait, apakah pelatihan senam Kegel lebih efektif meningkatkan kekuatan otot dasar panggul pada ibu post partum dibandingkan pelatihan senam Pilates.
1.4.2. Secara Praktis Diharapkan dapat membantu permasalahan-permasalahan yang timbul pada wanita post partum.
1