1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dalam kecakapan hidup manusia, pendidikan dapat mempengaruhi perkembangan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam seluruh aspek kepribadian dan kehidupannya. Menurut Sudirman dalam Hasbalah (2001:1) “Pendidikan diartikan sebagai usaha yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental”. Kemudian oleh Buchori (Trianto, 2001:1) “Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang tidak hanya mempersiapkan para siswanya untuk sesuatu profesi atau jabatan, tetapi untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya dalam kehidupan seharihari”. Matematika merupakan ilmu yang diperlukan oleh semua ilmu pengetahuan tanpa bantuan matematika semua ilmu tidak mendapat kemajuan yang berarti. Melihat pentingnya peranan matematika dalam kehidupan seharihari maka matematika perlu dipahami siswa melalui jenjang pendidikan prasekolah sampai perguruan tinggi. Sinaga (1999: 1) mengatakan bahwa : Matematika merupakan pengetahuan yang esensial sebagai dasar untuk bekerja seumur hidup dalam abad globalisasi. Karena itu penguasaan tingkat tertentu terhadap matematika diperlukan bagi semua peserta didik agar kelak dalam hidupnya memungkinkan untuk mendapatkan pekerjaan layak karena abad globalisasi, tiada pekerjaan tanpa matematika. 1
2
Kutipan di atas memberi penekanan bahwa pembelajaran matematika menjadi fokus perhatian para pendidik dalam memampukan siswa mengaplikasikan berbagai konsep dan prinsip matematika dalm kehidupan sehari-hari. Tujuan pembelajaran matematika pendidikan dasar dan pendidikan menengah pada kurikulum 2004 atau KTSP 2006 adalah: 1. Melatih cara berpikir dan bernalar dalm menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksprimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. 2. Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan menggembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba. 3. Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah. 4. Mengembangkan kemampuan dalam menyampaikan informasi atau mengkomuniksikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, catatan, grafik, peta, diagram untuk menjelaskan gagasan. Hal yang sama juga dikemukakan soejadi (2004: 45) “Bahwa pendidikan matematika seharusnya memperhatikan dua tujuan:
1). Tujuan yang bersifat
formal, yaitu penataan nalar serta pembentukan pribadi anak didik dan 2). Tujuan yang bersifat material, yaitu penerapan matematika serta keterampilan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran matematika akan menuju arah yang benar dan berhasil apabila mengetahui karakteristik yang dimiliki matematika. Matematika memiliki karakteristik tersendiri baik ditinjau dari aspek kompetensi yang ingin dicapai, maupun dari aspek materi yang dipelajari untuk menunjang
3
tercapainya kompetensi. Ditinjau dari aspek kompetensi yang dicapai, matematika menekankan penguasaan konsep serta keterampilan memecahkan masalah. Tetapi pada kenyataannya masih banyak guru yang masih menganut paradigma lama yang dikenal dengan istilah transfer of knowledge dalam pembelajaran matematika masa kini. Paradigma ini beranggapan bahwa siswasiswa merupakan objek atau sasaran belajar, sehingga guru lebih banyak memaksa siswa dengan rumus-rumus atau prosedur-prosedur matematika dan tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan penalaran mereka dalam menyelesaikan masalah dan meningkatkan kreativitas siswa. Hal ini tidak sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika yang dinyatakan oleh (Hodoyo, 2001: 164) bahwa “ Tujuan pembelajaran matematika saat ini adalah agar siswa mampu memecahkan masalah (problem solving) yang dihadapi dengan berdasarkan pada penalaran dan kajian ilmiah”. Selanjutnya dikatakan pula bahwa pembelajaran dewasa ini hanya digunakan untuk mengaplikasikan konsep dan kurang matematis. Ini terbukti bahwasannya guru lebih sering memaksa siswa menghapal rumus-rumus sehingga dalam menyelesaikan soal siswa tidak terbiasa untuk mengeluarkan ideide sehingga membuat siswa menjadi pasif. Oleh karena itu perlu adanya pergeseran paradigma pembelajaran dari siswa pasif ke siswa aktif dan siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuannya. Dalam hal ini guru bertindak sebagai pendamping atau pembimbing bagi siswa. Jadi, faktor yang dianggap dominan dalam menentukan keberhasilan belajar adalah cara guru menyajikan materi pada waktu proses pembelajaran dan fakta materi yang abstrak dalam melaksanakan
4
pembelajaran guru harus mampu mengaitkan dengan realita, artinya matematika harus dekat dengan kehidupan siswa dan relevan dengan kehidupan nyata seharihari. Keadaan seperti itu akan mengakibatkan siswa mengingat materi matematika lebih lama. Penomena tersebut diungkapkan juga oleh Ruseffendi (1991: 2) bahwa bagian terbesar dari matematika yang dipelajari siswa disekolah tidak diperoleh melalui eksplorasi matematika, tetapi melalui pemberitahuan keadaan dilapangan juga menunjukkan yang demikian, bahwa pembelajaran dengan menggunakan paradigma lama itu membuat siswa pasif, sehingga menyebabkan merosotnya pemahaman matematika siswa padahal pelajaran matematika memiliki sifat yang abstrak. Matematika sebagai ilmu dasar mempunyai peranan penting dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, ini terungkap dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tanggal 23 Mei 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah menyatakan bahwa mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Selain itu, pada salah satu Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dari lulusan sekolah menengah pertama pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dikemukakan bahwa setiap lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP) diharapkan memiliki kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif dan inovatif.
5
Kemampuan pemahaman konsep dan kreativitas matematika merupakan salah satu tujuan pembelajaran matematika yang perlu mendapat perhatian dari setiap guru dan peneliti untuk meningkatkannya. Karena kemampuan pemahaman konsep dan kreativitas diperlukan dalam proses berpikir untuk menyelesaikan masalah termasuk soal matematika. Hal ini dapat dilihat dari tujuan mata pelajaran matematika sendiri yaitu melatih cara berpikir dan menalar dalam menarik kesimpulan, mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi dan penemuan yang mengembangkan pemikiran divergen orisinil. Namun sampai saat ini hasil belajar matematika siswa Indonesia belum menunjukkan hasil yang memuaskan, tentunya ini juga menunjukkan kemampuan kreativitas matematika siswa Indonesia juga rendah. Karena kemampuan kreativitas berkaitan dengan kelancaran mengungkapkan ide-ide dalam menyelesaikan berbagai persoalan matematika Utami Munandar (1992) dalam (Reni Akbar dkk, 2001: 4). Rendahnya hasil belajar ini terlihat jelas dari hasil TIMMS 2007 (http://infopendidikankita.blogspot.com) yang menempatkan siswa Indonesia berada diperingkat 34 dari 50 negara peserta dalam penguasaan matematika.
Demikian
juga
dari
hasil
perolehan
PISA
2009
(http://www.pisa.oecd.org) yang menempatkan Indonesia dalam hal kemampuan matematika pada urutan ke-61 dari 65 negara peserta jauh dibawah Singapura yang berada diurutan ke-2 dan masih dibawah Thailand yang berada diurutan ke50.
6
Berdasarkan pengamatan penulis sebagai peneliti di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 5 Terbuka Medan. Kegiatan proses belajar mengajar sekolah terbuka berbeda dengan sekolah reguler. Proses belajar mengajar di SMP terbuka menggunakan dua cara, yaitu belajar mandiri di Tempat Kegiatan Belajar (TKB) dengan Guru Pamong dengan menggunakan bahan ajar modul dan belajar tatap muka dengan Guru Bina disekolah induk. Para siswa SMP Terbuka wajib datang ke TKB selama 4 atau 5 hari/minggu dan setiap hari belajar selama 3 atau 4 jam. Di TKB siswa-siswa dibantu oleh Guru Pamong. Siswa belajar secara mandiri atau kelompok dengan menggunakan modul. Bila mengalami kesulitan dalam memahami sendiri isi modul siswa dapat mendiskusikan dengan teman atau menanyakan kepada Guru Pamong. Bila diskusi dengan temanya atau Guru Pamong belum tuntas, maka masalah itu dicatat oleh Guru Pamong pada lembar kesulitan belajar siswa dan disampaikan kepada Guru Bina untuk dibahas pada waktu kegiatan tatap muka. Belajar secara tatap muka pada umunya dilaksanakan bersama-sama dengan Guru Bina di SMP Induk selama 2 atau 1 hari dalam seminggu 6 jam pelajaran setiap hari. Kegiatan melalui belajar tatap muka antara lain mendiskusikan masalah-masalah yang belum tuntas dapat dipecahkan selama di TKB. Selain itu, Guru Bina juga membahas bagian-bagian yang dianggap sulit oleh siswa jika dipelajari secara mandiri, melakukan penilaian kemajuan belajar siswa. Dalam kegiatan tatap muka para siswa dapat dihimpun dalam beberapa kelas paralel seperti layaknya sekolah biasa. Selama kegiatan tatap muka para siswa berkesempatan belajar dengan memanfaatkan fasilitas yang tersedia di
7
SMP Induk, seperti Ruang Laboratorium IPA, Ruang Perpustakaan, Ruang Komputer. Kurikulum yang digunakan pada SMP Terbuka sama dengan kurikulum yang digunakan pada SMP Reguler. Oleh karena itu, lulusan SMP terbuka juga sama dengan lulusan SMP Reguler. Meskipun kurikulumnya sama, tetapi prongram-prongram pembelajaran pada SMP terbuka dirancang sedemikan rupa sehingga sesedikit mungkin melibatkan bantuan dari para guru, karena yang lebih dipentingkan pada SMP Terbuka adalah sikap kemandirian siswa. Namun pengelolaan pembelajaran SMP Terbuka perlu penanganan khusus oleh Guru Bina dan Guru Pamong, sesuai karasterisik yang dimiliki oleh SMP Terbuka dan wawancara dengan guru matematika pada SMP Terbuka bahwa kemampuan pemahaman konsep dan kreativitas siswa sangat rendah. Penulis juga telah melakukan uji coba terhadap siswa kelas IX TA 2010/2011 untuk melihat kemampuan pemahaman konsep dan kreativitas matematik siswa. Penulis membuat 1 soal statistik untuk dijawab oleh siswa. Adapun soalnya sebagai berikut : 1.
Berikut ini adalah data tentang jenis olahraga favorit dari 100 murid kelas IX. Jumlah murid yang menyukai olahraga sepak bola ada 30 murid. Jumlah murid yang menyukai olahraga bulutangkis ada 25 murid. Jumlah murid yang menyukai olahraga kasti ada 10 murid. Jumlah murid yang menyukai olahraga basket ada 20 murid. Jumlah murid yang menyukai olahraga voli ada 15 murid. Dari data di atas buatlah tabel frekuensi dan diagram batangnya.
8
Di bawah ini adalah lembar dari jawaban siswa yang akan dilihat pemahaman konsep siswa dalam menjawab soal tersebut. Lembar hasil kegiatan siswa
Keterangan Dilihat dari jawaban siswa - Dapat menuliskan jawaban tapi salah. - Tidak mengaplikasikan konsep dalam pemecahan maslah - Tidak ada kelancaran kejelasan dan elaborasinya
Gambar 1.1 Lembar jawaban Pemahaman konsep Matematis siswa Dari soal statistik di atas disimpulkan lemahnya kemampuan pemahaman konsep siswa pada pembelajaran matematika dalam mengaplikasikan konsep dalam pemecahan masalah terbukti 3 orang siswa atau 7,69% dari 39 siswa mampu membuat tabel dan diagram batangnya dengan menggunakan bahasa sendiri secara tepat dan benar dan memunculkan ide-ide. (Sumarno, 1994: 11) Kemampuan pemecahan masalah pada dasarnya merupakan satu diantara hasil belajar yang akan dicapai dalam pembelajaran matematika ditingkat sekolah manapun. Oleh karena itu pembelajaran matematika hendaknya selalu ditujukan agar terwujudnya kemampuan pemecahan masalah, sehingga selain dapat menguasai matematika dengan baik siswa juga berprestasi secara optimal. Dengan demikian pembelajaran matematika tidak hanya dilakukan dengan menstrafer pengatahuan kepada siswa, tetapi juga membantu siswa untuk membentuk pengetahuan mereka sendiri serta memperdayakan siswa untuk mampu
9
memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya. Dalam memecahkan masalah siswa dituntut juga kreativitas, terlihat untuk menjawab soal di bawah ini. 1. Pada data ulangan matematika dari 20 orang siswa yaitu : Nilai-nilai matematika siswa kelas VIII di suatu SMP Terbuka adalah sebagai berikut: 50 55 55 47 52 60 60 60 72 80 75 77 89 90 85 35 42 50 52 52 Dari data nilai di atas buatlah tabel frekuensi tersebut ? a. Sebutkan informasi penting yang kamu ketahui dari data di atas tersebut ? b. berapa banyak carakah untuk membuat tabel pada data di atas? c. Buatlah tabel frekuensinya ? d. Sebutkan semua cara untuk membuat tabel dari data di atas, berikan minimal 2 cara:
Gambar 1.2 : Lembar jawaban kreativitas matematis siswa Dilihat dari jawaban siswa masih belum mampu untuk memunculkan kreativitas flexibility siswa tidak mampu untuk menghasilkan bermacam pendekatan untuk menyelesaikan soal 1b, elaboration siswa dapat membuat tabel tetapi siswa belum dapat mengisi tabel tersebut dan originality siswa belum mampu menyelesaikan sama sekali soal tersebut dan tidak mampu mengeluarkan ide - ideya. Pada hal untuk menjawab soal tersebut di butuhkan kreativitas siswa karena dalam menjawab soal tersebut harus kelihatan komponen kreativitas sesuai dengan pendapat Conny R. Setiawan (1984) dalam (Reni Akbar dkk, 2001: 4) yakni meliputi: Kelancaran (fluency) yakni kemampuan untuk menghasilkan
10
ide. Keluwesan atau fleksibilitas (flexibility) yakni kemampuan menghasilkan bermacam-macam pendekatan atau jalan pemecahan terhadap suatu masalah. Kerincian atau elaborasi (elaboration) yakni kemampuan untuk menguraikan sesuatu secara terperinci. Orisinalitas (originality) yakni kemampuan untuk menghasilkan ide yang tak biasa di antara kebanyakan atau jarang. Kemampuan pemahaman konsep dan kreativitas matematis adalah salah satu tujuan penting dalam pembelajaran, memberikan pengertian bahwa materimateri yang diajarkan kepada siswa bukan hanya sebagai hafalan, namun lebih dari itu dengan pemahaman konsep dan kreativitas siswa dapat lebih mengerti materi pelajaran itu sendiri. Pemahaman konsep matematik juga merupakan salah satu tujuan dari setiap materi yang disampaikan oleh guru, sebab guru merupakan pembimbing siswa untuk mencapai konsep yang diharapkan, memahami keterkaitan antar konsep dan memberi arti. Karena tujuan pembelajaran matematika di Sekolah Dasar dan Menengah (Siskandar, 2004) harus mencakup pada: (1) Melatih cara berfikir dan bernalar siswa dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan atau eksplorasi, percobaan atau eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi (2) Mengembangkan aktivitas dan kreativitas siswa yang melibatkan imajinasi, intuisi dan penemuan dengan cara mengembangkan pemikiran secara divergen, orsinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi, menduga dan mencoba (3) Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah. Sumarmo (2001: 3) bahwa “Guru matematika hendaknya dapat mendorong berkembangnya pemahaman dan penghayatan siswa terhadap prinsip, nilai dan proses matematika sehingga tumbuh daya nalar, berpikir logis, sistematik, kritis, kreatif, rasa keindahan, keterbukaan, dan rasa ingin tahu.
11
Selanjutnya diharapkan agar guru matematika dapat mengembangkan daya matematika siswa”. Pembelajaran matematika yang diharapkan saat ini adalah pembelajaran yang berorientasi kepada siswa. Seperti yang diuraikan di atas bahwa pada SMP Terbuka
siswa
dituntut
untuk
aktif
dan
mandiri
membangun
sendiri
pengetahuannya, guru hanya sebagai fasilisator dan pendamping. Namun pada kenyataannya masih ada guru yang menggunakan paradigma lama yaitu pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered), bukan pada siswa (student centered). Masih ada guru yang beranggapan bahwa belajar matematika adalah penuangan ilmu atau transfer of knowledge secara utuh dari pikiran guru ke pikiran siswa. Guru sebagai pemberi informasi dan siswa mendengarkan, guru memberikan contoh soal dan mengerjakannya kemudian memberikan soal yang akan dikerjakan siswa yang mirip dengan soal yang diberikan guru. Hal ini membuat siswa tidak mempunyai kesempatan untuk mengemukakan ide dan gagasan, siswa hanya sampai pada berfikir tingkat rendah sementara tujuan yang ingin dicapai adalah berfikir rasional, kritis, logis, kreatif dan bernalar yang merupakan bagian dari berfikir tingkat tinggi. Berbagai usaha telah dilakukan untuk memperbaiki pembelajaran matematika di kelas. Akan tetapi tetap saja masih ada kesulitan belajar yang dihadapi siswa. Kesulitan ini dapat timbul akibat materi yang sulit, metode mengajar guru yang kurang tepat, teori belajar yang digunakan kurang sesuai atau tidak adanya media yang digunakan guru dalam pembelajaran di kelas. Sebagaimana yang dikemukakan Abdurrahman (2003: 38) bahwa :
12
“Yang menjadi faktor penyebab rendahnya atau kurangnya pemahaman peserta didik terhadap konsep matematika, salah satu diantaranya adalah metode pembelajaran yang digunakan oleh pengajar. Misalnya, dalam pembelajaran yang berorientasi pada pendekatan tradisional yang menempatkan peserta didik dalam proses belajar mengajar sebagai pendengar”. Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, maka pembelajaran matematika di kelas yang diharapkan adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa, proses pembelajaran di kelas yang melibatkan interaksi antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, atau pun siswa dengan media pembelajaran. Pemilihan model pembelajaran dan media yang tepat akan sangat membantu proses pembelajaran matematika di kelas. Model pembelajaran yang menggunakan modul model siklus belajar dengan pemahaman konsep untuk meningkatkan kreativitas belajar siswa dalam pembelajaran matematika. Pembelajaran bersiklus (learning cycle) diharapkan siswa tidak hanya mendengar keterangan guru tetapi dapat berperan aktif untuk menggali dan memperkaya pemahaman konsep dan kreativitas mereka terhadap konsep-konsep yang dipelajari. Dengan pembelajaran modul model siklus diharapkan dapat meningkatkan pemahaman konsep dan kreativitas belajar matematika. Berdasarkan kenyataan-kenyataan tentang kondisi kegiatan belajar siswa sehari-hari yang penulis temukan di dalam kelas, bahwa pertama, guru harus mampu membentuk pola belajar dan kreativitas siswa. Kedua, dalam membentuk pola belajar harus terlihat kreativitas belajar siswa tersebut, guru harus membuat dan menggembangkan modul sebagai bahan ajar. Kegiatan pembelajaran terancang dengan modul diharapkan nantinya akan melibatkan siswa secara aktif
13
yang diharapkan akan memotivasi siswa dalam memunculkan pertanyaanpertanyaan aplikasi konsep. Ketiga, dengan mengembangkan modul ajar diharapkan nantinya siswa dapat melakukan pembelajaran secara mandiri dan kelompok. Dengan demikian, kreativitas belajar matematika siswa dalam kategori baik. Pengajaran dengan mengembangkan modul model siklus ini dirancang dengan cakupan lima fase yaitu: (1) pendahuluan, (2) penggalian, (3) penjelasan, (4) penerapan konsep dan (5) evaluasi. Hal ini disebabkan melalui modul model siklus belajar, siswa yang telah memiliki kesiapan dapat mengembangkan pemahamannya sendiri terhadap suatu konsep dengan kegiatan mencoba dan berpikir (hands on activities and minds on activities), sehingga siswa memiliki kelancaran, keluwesan, keaslian dan keterperincian dalam mengemukakan gagasan serta dapat meningkatkan kreativitas belajar siswa. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilaksanakan penelitian tindakan kelas dengan judul “Pembelajaran dengan modul
model siklus
belajar
(Learning cycle ) sebagai upaya meningkatkan pemahaman konsep dan kreativitas belajar matematika siswa SMP Terbuka”.
1.2. Identifikasi Masalah Dari latar belakang masalah terdapat beberapa masalah dalam penelitian ini. Adapun masalah - masalah tersebut dapat di identifikasi sebagai berikut : 1. Kurang relevannya model pembelajaran yang diterapkan oleh guru matematika di dalam menyampaikan materi pembelajaran.
14
2. Rendahnya pemahaman konsep siswa dalam belajar matematika. 3. Rendahnya kreativitas siswa dalam pemecahan masalah matematika 4. Kurangnya respon siswa pada saat pembelajaran di kelas 5. Sistem pembelajaran yang kurang memberikan kesempatan bagi siswa untuk berfikir kreatif dalam memecahkan masalah. 6. Aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika masih rendah.
1.3
Batasan Masalah Masalah yang terindentifikasi di atas merupakan masalah yang cukup luas
dan kompleks, agar penalitian ini lebih fokus dan mencapai tujuan, maka penulis membatasi masalah pada: 1. Upaya meningkatkan pemahaman konsep matematika siswa dengan pembelajaran modul model siklus belajar. 2. Upaya meningkatkan kreativitas belajar matematika siswa dalam pemecahan masalah dengan pembelajaran modul model siklus belajar. 3. Kemampuan guru mengelola pembelajaran dengan modul model siklus belajar. 4. Aktivitas aktif siswa selama pembelajaran modul model siklus belajar 5. Respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran modul model siklus belajar.
15
1.4
Rumusan Masalah Sebagaimana yang tersirat dalam judul dan berdasarkan latar belakang
masalah yang telah dikemukakan sebelumnya. Sehingga yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah matematika siswa: 1. Apakah pembelajaran modul model siklus belajar (learning cycle) dapat meningkatkan pemahaman konsep matematika siswa ? 2. Apakah pembelajaran modul model siklus belajar (learning cycle) dapat meningkatkan kreativitas siswa dalam memecahkan masalah matematika ? 3. Bagaimanakah aktivitas siswa dalam pembelajaran modul model siklus belajar (learning cycle) ? 4. Bagaimanakah respon siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menerapkan modul model siklus belajar (learning cycle) ?
1.5. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan yang diajukan dalam penelitian ini, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengetahui apakah
pembelajaran dengan modul model siklus belajar
meningkatkan pemahaman konsep matematika siswa. 2. Mengetahui apakah pembelajaran dengan modul model siklus belajar meningkatkan kreativitas siswa dalam memecahkan masalah matematika . 3. Mengetahui aktivitas siswa selama pembelajaran dengan pendekatan modul model siklus belajar.
16
4. Mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran modul model siklus belajar dalam kaitanya dengan pemahaman konsep dan kreativitas matematis.
1.6 Manfaat penelitian Hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut: 1. Sebagai bahan pertimbangan bagi para guru untuk menerapkan pendekatan pembelajaran
modul
model
siklus
belajar
yang
memperhatikan
meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan kreativitas khususnya dalam bidang matematika. 2. Sebagai alternatif pembelajaran yang diharapkan dapat membuat siswa lebih aktif dalam penemuan sendiri akan konsep-konsep matematika dan mengoptimalkan pemahaman konsep dan kreativitas. 3. Sebagai bahan informasi dalam mendesain bahan ajar matematika yang berorientasi pada aktivitas siswa. 4. Bahan informasi lanjutan bagi peneliti lainnya yang dapat digunakan sebagai bahan untuk pengembangan dalam inovasi proses belajar dan usaha-usaha perbaikan proses pembelajaran.