BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembelajaran di sekolah merupakan inti dari pelaksanaan pendidikan formal. Pembelajaran adalah salah satu upaya guru dalam menyampaikan materi pelajaran kepada siswa, agar siswa dapat menguasai berbagai keterampilan seperti yang telah dirancang dalam kurikulum. Dalam proses pembelajaran guru merupakan salah satu komponen penting. Oleh Karena itu, seorang guru harus memiliki pengetahuan dibidang pengajaran, termasuk ketrampilan proses pembelajaran, karena model pembalajaran merupakan pola yang dapat digunakan untuk menentukan proses belajar, mengajar, merancang materi pembelajaran, dan memandu pembelajaran di kelas. Ketepatan cara mengajar guru dalam proses pembelajaran akan berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan pada jenjang sekolah dasar (SD). Sutarno (2008: 8.18) menjelaskan Konstruktivisme dalam proses pembelajaran IPA seyogianya disediakan serangkaian pengalaman berupa pengetahuan nyata yang rasional atau dapat dimengerti siswa dan memungkinkan terjadinya interaksi. Dengan kata lain saat proses belajar berlangsung siswa harus terlibat secara langsung dalam kegiatan nyata. Sementara dalam pembelajaran IPA hal tersebut masih kurang dilaksanakan oleh guru, siswa kurang terlatih bekerjasama dengan
2
teman dalam kelompok untuk menyelesaikan masalah IPA sehingga berdampak pada rendahnya hasil belajar IPA siswa. Berdasarkan hasil observasi dan data hasil belajar siswa yang diperoleh dari guru di Sekolah Dasar Negeri 03 Napabalano. Khususnya pada mata pelajaran IPA dengan materi pokok perubahan pada benda di kelas VI hasil belajar ulangan harian materi ini tahun ajaran 2015/2016 rata-rata memperoleh nilai sebesar 65. Sementara dalam kriteria ketuntasan minimal (KKM) dari sekolah penguasaan konsep yang diharapkan minimal memperoleh nilai 75, dengan demikian ketuntasan hasil belajar siswa SD Negeri 03 Napabalano belum tercapai, rendahnya hasil belajar siswa tersebut di duga tehnik penyajian pembelajaran, dalam hal ini model pembelajaran yang digunakan guru dalam menyajikan pembelajaran belum tepat. Implikasi dari pandangan konstruktivisme ialah pengetahuan itu tidak dapat dipindah secara utuh dari pikiran guru ke siswa, namun secara aktif dibangun oleh siswa sendiri melalui pengalaman nyata. Senada dengan pernyataan ini peneliti pendidikan sains mengungkapkan bahwa belajar sains merupakan proses konstruktif yang menghendaki partisipasi aktif dari siswa (Piaget dalam Sutarno 2008 : 8.8), sehingga di sini peran guru berubah, dari sumber dan pemberi informasi menjadi pendiagnosis dan fasilitator belajar siswa. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dalam bentuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan judul: “Penerapan Model Pembelajaran Konstruktivisme tipe Children Learning
3
In Science (CLIS) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Materi Pokok Perubahan pada Benda di Kelas VI SD Negeri 03 Napabalano. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Apakah dengan Menerapkan Model Pembelajaran Konstruktivisme
tipe
Children
Learning
In
Science
(CLIS)
dapat
meningkatkan hasil belajar siswa pada materi pokok Perubahan pada Benda di Kelas VI SD Negeri 03 Napabalano? C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada materi pokok Perubahan pada Benda dengan menerapkan Model Pembelajaran Konstruktivisme tipe Children Learning In Science (CLIS) di Kelas VI SD Negeri 03 Napabalano. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang berarti seperti berikut : 1. Bagi Siswa: Menerapkan Model Pembelajaran Konstruktivisme tipe Children Learning In Science (CLIS) dapat menggali gagasan awal yang dimiliki siswa dan membangkitkan diskusi antara siswa dengan siswa maupun antara siswa dengan guru serta membangkitkan motivasi dan rasa ingin tahu siswa terhadap suatu permasalahan.
4
2. Bagi Guru : Informasi hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi serta masukan berharga bagi para guru dalam melakukan upaya meningkatkan kualitas hasil pembelajaran IPA dengan Mnerapkan Model Pembelajaran Konstruktivisme tipe Children Learning In Science (CLIS). 3. Bagi Kepala Sekolah : Hasil penelitian ini diharapkan memberikan masukan kepada kepala sekolah agar guru dalam kegiatan pembelajaran IPA banyak menggunakan Model Pembelajaran Konstruktivisme tipe Children Learning In Science (CLIS). 4. Bagi Peneliti : Melalui Penelitian Tindakan Kelas ini dapat diketahui secara langsung permasalahan pembelajaran yang ada di kelas, dan dengan menggunakan model pembelajaran Konstruktivisme tipe Children Learning In Science (CLIS) khususnya dalam hal meningkatkan aktifitas dan hasil belajar siswa, guru harus mampu mengefisienkan waktu dengan baik.
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Konsep Belajar dan Pembelajaran Belajar sangatlah penting bagi setiap manusia karena belajar merupakan perubahan yang secara relatif berlangsung lama pada perilaku yang diperoleh dari pengalaman-pengalaman. Di dalam belajar juga terjadi proses perubahan dari belum tahu menjadi tahu, terjadi dalam jangka waktu tertentu. Pendapat tersebut sejalan menurut Gagne (dalam Sapriati 2001:1.37) belajar merupakan suatu proses yang memungkinkan seseorang untuk mengubah tingkah lakunya cukup cepat, dan perubahan tersebut bersifat relatif tetap, sehingga perubahan yang serupa tidak perlu terjadi berulang kali setiap menghadapi situasi yang baru. Seorang dapat mengetahui belajar telah berlangsung pada diri seseorang apabila dia mengamati adanya perubahan tingkah laku pada orang tersebut, dan perubahan tersebut bertahan lama. Menurut Sabri, 2005: 20 (dalam Musfiqon 2012: 3) mengartikan belajar sebagai suatu proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan. Artinya tujuan kegiatan belajar ialah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan, sikap, bahkan meliputi segenap aspek pribadi.
6
Selanjutnya Sadiman, 2005: 2 (dalam Musfiqon 2012: 3) menjelaskan bahwa belajar adalah suatu proses kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak dia masih bayi hingga keliang lahat nanti. Salah satu pertanda bahwa seseorang telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut baik perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif ) dan keterampilan ( psikomotor ) maupun yang menyangkut nilai dan sikap. Dari berbagai pendapat yang telah dikemukakan oleh para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu perubahan yang relatif permanen dalam suatu kecenderungan perilaku sebagai hasil dari pengalaman atau latihan. Menurut Gagne, 2011 ( dalam Sutikno, 2014 : 12 ) pembelajaran dapat didefinisikan sebagai serangkaian sumber belajar dan prosedur yang digunakan untuk memfasilitasi berlangsungnya proses belajar. Menurut Winkel, 1991 (dalam Sutikno, 2014:12) mengartikan pembelajaran sebagai seperangkat tindakan yang dirancang untuk mendukung proses belajar peserta didik dengan memperhitungkan kejadiankejadian eksternal yang berperanan terhadap rangkaian kejadian-kejadian internal yang berlangsung di dalam diri peserta didik. Selanjutnya menurut Sadiman, 1990 ( dalam Sutikno, 2014: 11 ) mengartikan bahwa pembelajaran adalah usaha-usaha yang terencana dalam
7
memanipulasi sumber-sumber belajar agar terjadi proses belajar dalam diri siswa. Dari beberapa pengertian tersebut, dapat dsimpulkan bahwa pembelajaran adalah segala upaya yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses belajar pada diri peserta didik. Secara implisit di dalam pembelajaran, ada kegiatan memilih, menetapkan dan mengembangkan metode atau model untuk mencapai hasil pembelajaran diinginkan. Pembelajaran lebih menekankan pada cara-cara untuk mencapai tujuan dan berkaitan dengan bagaimana cara mengorganisasikan isi pembelajaran, menyampaikan isi pembelajaran, dan mengelola pembelajaran 2. Hasil Belajar Tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik jika hasil belajar sesuai dengan standar yang diharapkan dalam proses pembelajaran tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar harus dirumuskan dengan baik untuk dapat dievaluasi pada akhir pembelajaran. Hasil belajar seseorang tidak langsung kelihatan tanpa orang itu melakukan sesuatu untuk memperlihatkan kemampuan yang diperolehnya melalui belajar. Menurut Susanto ( 2013 : 5) hasil belajar yaitu perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil dari kegiatan belajar. Selanjutnya Nawawi, 2007:39 (dalam Susanto, 2013: 5) menyatakan bahwa hasil belajar merupakan suatu tingkat keberhasilan siswa dalam
8
mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu Berdasarkan uraian di atas maka dapat di simpulkan hasil belajar adalah kemampuan keterampilan sikap dan keterampilan yang diperoleh siswa setelah ia menerima perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga dapat mengkonstruksikan pengetahuan itu dalam kehidupan sehari hari. 3. Model Pembelajaran Konstruktivisme Tipe Children Learning In Science (CLIS) Menurut Sutarno (2008: 8.7) mengenai Model Pembelajaran Konstruktivisme tipe Children Learning In Science (CLIS) bahwa keberhasilan belajar bergantung bukan hanya pada lingkungan atau kondisi belajar, tetapi juga pada pengetahuan awal siswa. Selanjutnya Sutarno (2008: 8.29) menjelaskan model Children Learning In Science (CLIS) dikembangkan oleh kelompok Children’s Learning In Science di Inggris yang dipimpin oleh Driver 1988, Tytler, 1996. Rangkaian fase pembelajaran pada model Konstruktivisme tipe Children Learning In Science (CLIS) oleh Driver diberi nama General Structure Of A Contructivist Teaching Sequence, sedangkan Tytler menyebutkan Contructivism And Conceptual Change Views Of Learning In Science. Menurut Tytler (dalam Sutarno 2008: 8.8) dan Rustaman (2012:2.7) beberapa kebaikan pembelajaran berdasarkan Konstruktivisme adalah sebagai berikut :
9
a. Pembelajaran berdasarkan Konstruktivisme memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan menggunakan bahasa siswa sendiri, berbagi gagasan dengan temannya, dan mendorong siswa memberikan penjelasan tentang gagasannya. b. Pembelajaran berdasarkan Konstruktivisme memberikan pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa atau rancangan kegiatan disesuaikan dengan gagasan awal siswa agar siswa memperluas pengetahuan mereka tentang fenomena dan memiliki kesempatan untuk merangkai fenomena, sehingga siswa terdorong untuk membedakan dan memadukan gagasan tentang fenomena yang menantang siswa. c. Pembelajaran Konstruktivisme memberikan siswa kesempatan untuk bepikir tentang pengalamannya agar siswa berpikir kreatif , imajinatif, mendorong refleksi tentang teori dan model, mengenalkan gagasangagasan sains pada saat yang tepat. d. Pembelajaran Konstruktivisme memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru agar siswa terdorong untuk memperoleh kepercayaan diri dengan menggunakan berbagai konteks baik yang telah dikenal maupun yang baru dan akhirnya memotivasi siswa untuk menggunakan berbagai strategi belajar. e. Pembelajaran Konstruktivisme mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka setelah menyadari kemajuan mereka serta
10
memberi kesempatan siswa untuk mengidentifikasi perubahan gagasan mereka. f. Pembelajaran Konstruktivisme memberikan lingkungan belajar yang kondusif yang mendukung siswa mengungkapkan gagasan, saling menyimak, dan menghindari kesan selalu ada satu “jawaban yang benar”. Jadi dalam perspektif konstruktivisme belajar itu merupakan peoses perubahan konsepsi. Oleh karena belajar dipandang sebagai perubahan konsepsi, maka dapat dikatakan belajar merupakan suatu kegiatan yang rasional. Belajar hanya akan terjadi apabila seseorang mengubah atau berkeinginan mengubah pikirannya (West dan Pines dalam Sutarno 2008 : 8.9) Selanjutnya Sutarno (2008: 8.30) dan Rustaman (2012:2.29) juga menjelaskan urutan atau pelaksanaan model pembelajaran Konstruktivisme tipe Children Learning In Science (CLIS) yang terdiri atas lima tahap utama yaitu : a. Orientasi / Memperlihatkan gambar Orientasi merupakan upaya untuk memusatkan perhatian siswa, misalnya dengan menyebutkan pertanyaan awal kepada siswa atau mempertontonkan suatu fenomena yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari, yang berkaitan dengan topik yang dipelajari. Upaya mengaitkan topik yang akan dipelajari dengan fenomena di lingkungan.
11
b. Pemunculan gagasan Pemunculan gagasan merupakan upaya untuk memuculkan konsepsi awal siswa. Misalnya dengan cara meminta siswa menuliskan apa saja yang telah diketahui tentang topik pembicaraan, atau dengan menjawab beberapa pertanyaan uraian terbuka. Bagi guru tahapan ini merupakan upaya eksplorasi pengetahuan awal siswa. Oleh karena itu dapat juga dilakukan melalui wawancara formal. c. Penyusunan ulang gagasan Pengungkapan dan pertukaran gagasan mendahului pembukaan kesituasi konflik. Tahap ini merupakan upaya memperjelas atau mengungkapkan gagasan awal siswa tentang suatu topik secara umum. Misalnya dengan cara mendiskusikan jawaban siswa pada langkah kedua (pemunculan gagasan) dalam kelompok kecil, kemudian salah satu anggota kelompok melaporkan hasil diskusi tersebut kepada seluruh kelas. Guru tidak membenarkan atau menyalahkan Pada tahap pembukaan ke situasi konflik siswa diberi kesempatan untuk mencari pengertian ilmiah yang sedang dipelajari dalam buku teks. Selanjutnya siswa mencari beberapa perbedaan antara konsepsi awal mereka dengan konsep ilmiah yang ada dalam buku teks atau hasil pengamatan terhadap kegiatan yang dilakukan. Pada tahap konstruksi gagasan baru dan evaluasi dilakukan untuk mencocokkan gagasan yang sesuai dengan fenomena yang dipelajari guna mengkonstruksi dengan kelompoknya.
12
d. Penerapan gagasan Pada tahap ini siswa diminta mempresentasikan jawaban dan menjawab beberapa pertanyaan yang disusun untuk menerapkan konsep ilmiah yang telah dikembangkan siswa melalui percobaan atau observasi ke dalam situasi baru. Gagasan yang sudah direkonstruksi ini dalam aplikasinya dapat digunakan untuk menganalisis isu-isu dan memecahkan masalah yang ada di lingkungan e. Pemantapan gagasan Konsepsi yang telah diperoleh siswa perlu diberi umpan balik oleh guru untuk memperkuat konsep ilmiah tersebut. Dengan demikian diharapkan siswa yang konsepsi awalnya tidak konsisten dengan konsep ilmiah dengan sadar akan mengubah konsepsi awalnya menjadi konsep ilmiah. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran Konstruktivisme tipe Children Learning In Science (CLIS) dapat meningkatkan hasil belajar siswa terhadap materi pelajaran IPA. Hal ini disebabkan karena dalam model pembelajaran Konstruktivisme tipe Children Learning In Science (CLIS), siswa dapat mengkonstruksi sendiri konsep-konsep IPA mulai dari orientasi sampai pada pemantapan gagasan yang dilakukan oleh siswa melalui masalah yang ada sehingga tidak mudah untuk dilupakan oleh siswa.
13
4. Konsep dan Karakteristik IPA IPA merupakan cabang pengetahuan yang berawal dari fenomena alam. Menurut Sutarno (2008: 8.23) mengatakan bahwa IPA merupakan hasil kegiatan manusia berupa pengetahuan, gagasan, dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitarnya yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah seperti penyelidikan, penyusunan dan pengujian gagasan. Selanjutnya Susanto (2013: 167) menegaskan bahwa IPA adalah usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat pada sasaran, serta menggunakan prosedur, dan dijelaskan dengan penalaran sehingga mendapatkan suatu kesimpulan. Berdasarkan uraian di atas maka IPA adalah hasil tanggapan pikiran manusia atas gejala yang terjadi di alam. Seorang ahli IPA (ilmuwan) dapat memberikan sumbangan besar kepada IPA tanpa harus melakukan sendiri suatu percobaan, tanpa membuat suatu alat atau tanpa melakukan observasi. Karena IPA adalah sekumpulan pengetahuan tentang objek dan fenomena alam yang diperoleh dari hasil pemikiran dan penyelidikan ilmuwan yang dilakukan dengan keterampilan bereksperimen dengan menggunakan metode ilmiah.
14
5. Materi Pembelajaran IPA PERUBAHAN PADA BENDA (Haryanto 2006) a. Faktor Penyebab Perubahan pada Benda Ada tiga faktor penyebab perubahan benda yang sering kita lihat, yaitu pelapukan, perkaratan, dan pembusukan. Kita akan mempelajari faktorfaktor penyebab perubahan benda berikut ini. 1) Pelapukan Batu termasuk benda yang mengalami pelapukan. Batu dikatakan mengalami pelapukan jika hancur menjadi bagian –bagian yang lebih kecil. Batu yang semula tampak utuh, setelah mengalami pelapukan akan pecah menjadi batu-batuan yang lebih kecil. Bentuknya pun kadang berubah menjdi bergerigi, runcing, atau bagaikan lembaran-lembaran tipis. Mengapa batuan bisa lapuk? Ada tiga jenis pelapukan, yaitu pelapukan biologi, pelaupan fisika, dan pelapukan kimia. a) Pelapukan biologi Pelapukan biologi adalah pelapukan yang terjadi karna kegiatan makhluk hidup. Pelapukan biologi pada batuan bisa terjadi jikabatuan ditumbuhi oleh tumbuhan atau lumut. Peristiwa ini dapat diamati di daerah-daerah yang lembab. Tumbuhan dan lumut bisa hidup di bebatuan kkarena di situ ada sedikit tanah dan air. Setelah berlangsung beberapa lama, tumbuhan bertambah besar. Akar-akarnya mencengkeram makin kuat
15
sehingga mampu memecahkan batuan. Kejadian mirip seperti ini terjadi pada trotoar yang ditanami pohon. Sewaktu pohon masih kecil, belum timbul masalah. Akan tetapi, setelah pohon bertambah besar, akarnya bertambah kuat dan menjalar kemanamana. Akibatnya, lama kelamaan trotoar bisa retak dan hancur. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Pelapukan biologi disebabkan oLeh makhluk hidup, seperti pohon, lumut, jamur, dan rayap b) Pelapukan fisika Pelapukan fisika adalah pelapukan yang terjadi karena faktorfaktor alam, misalnya angin, air, dan cahaya matahari. Angin yang bertiup sepanjang siang dan malam dapat memindahkan batuan sedikit demi sedikit. Sementara itu, angin yang bertiup kencang di daerah pegunungan dapat menggelindingkan batuan dari puncak gunung kedasar jurang. Selama berpindah tempat itulah, batuan bergesekan dengan tanah atau batuan lan sehingga mengalami pelapukan. Batuan pecah menjadi bagian yang lebih kecil, misalnya pasir dan kerikil. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Pelapuka fisika disebabkan oleh angin, air, atau cahaya matahari. c) Pelapukan kimia Pelapukan kimia adalah pelapukan yang terjadi benda-benda bereaksi dengan zat-zat kimia. Contoh pelapukan kimia adalah
16
hujan asam yang mengakibatkan perubahan pada benda-benda yang diterpanya. Hujan asam terjadi karena zat-zat pencemar dari bumi bereaksi dengan air diatmosfer, lalu turun sebagai hujan. Hujan asam dapat melapukan benda-benda yang terdapat diruang terbuka. Hujan asam juga dapat membunuh tumbuhan yang terkena cairannya. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Pelapukan kimia disebabkan oleh zat-zat kimia. 2) Perkaratan Logam, terutama besi dan baja, akan berkarat jika bersentuhan langsung dengan air dan udara. Berarti, air dan udara dapat mengubah keadaan logam. Sepotong kawat yang terkena hujan atau embun, lama-kelamaan akan berkarat. Demikian pula, atap rumah yang terbuat dari lembaran seng, lama-kelamaan akan berkarat dan bahkan bisa timbul kebocoran diman-mana. Kaleng yang sudah dibiarkan tergeletak di halaman sekolah atau di kebun juga berkarat. Kawat, seng, dan kaleng merupakan benda-benda yang terbuat dari logam dan mudah berkarat. Gejala perkaratan bisa sangat merugikan. Perkaratan tidak hanya terjadi pada barang murah seperti paku dan pisau. Barang yang mahalpun tidak luput dari maslah perkaratan. Perkaratan bisa terjadi pada sepeda motor, mobil, dan kapal laut. Sepeda ,motor dan mobil
17
senantiasa terkena air, baik ketika dicuci maupun ketika terjadi hujan. Apalagi ketika musim hujan, air bercampur dengan lumpur sehingga bisa membuat bagian-bagian mobil cepat berkarat. Pada kapal laut lebih parah lagi. Bagian bawah kapal laut selalu terendam air laut, sedangkan bagian atasnya sering terkena percikan air laut. Air tersebut tidak pernah kering, meskipun terkena sinar matahari. Kontak antara air laut dan udara dengan badan kapal yang menyebabkan badan kapal menjdi cepat berkarat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Perkaratan terjadi pada logam, akibat reaksi logam dengan air dan udara. 3) Pembusukan Pembusukan merupakan gejala yang mudah kita temui sehari-hari. Pembusukan terjadi pada bahan makanan, antara lain nasi, ikan, buah-buahan dan sayuran. Bahan-bahan ini mudah membusuk jika dibiarkan ditempat terbuka. Bahan makanan mengalami pembusukan akibat aktivitas jamur dan bakteri. Jamur dan bakteri dapat kita lihat pada roti dan kue basah yang dletakkan di udara terbuka selama beberapa hari. Jamur dan bakteri mudah berkembang pada tempat yang lembap, misalnya pada nasi yang sedikit berair dan pakaian yang agak basah. Jamur dan bakteri juga berkembang pada makanan yang sudah kedaluwarsa. Jamur dan bakteri yang tumbuh pada makanan sangat berbahaya karena dapat membusukan makanan dan menghasilkan
18
zat beracun. Makanan busuk jika dikonsumsi dapat mengakibatkan keracunan. Keracunan makanan antara lain ditandai dengan kepala pusing, perut terasa mual, dan muntah-muntah, Memanaskan makanan bertujuan untuk membunuh benih jamur yang mungkin terdapat pada makanan. Memanaskan makanan bisa dilakukan dengan menggoreng, merebus, atau membakarnya. Hal ini efektif untuk mencegah pertumbuhan jamur karena jamur tidak dapat bertahan hidup pada suhu yang tinggi. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pembusukan disebabkan oleh aktivitas jamur dan bakteri b. Fakor Penentu dalam Memilih Benda dan Bahan 1) sifat benda dan bahan Ada berbagai bahan yang digunakan untuk membuat benda. Bahanbahan tersebut antara lain logam, karet, plastik, dan kayu. Setiap bahan memiliki sifat tertentu. Sifat logam umumnya berbeda dengan sifat karet, plastik, dan kayu. Demikian pula dengan sifat bahanbahan lain yang umumnya berbeda satu sama lain. Meskipun demikian, ada pula bahan-bahan yang memiliki kesamaan sifat. Untuk menghasilkan benda tertentu, orang memilih sifat bahanyang sesuai. Untuk membuat benda yang kuat, misalnya, maka digunakan bahan yang kuat dan juga keras. Untuk membuat benda yang dapat dilipat atau dibengkokan, maka digunakan bahan yang lentur. Untuk membuat benda yang mudah dibawa-bawa, maka digunakan bahan
19
yang ringan, untuk membuat benda yang tidak tembus air, maka digunakan bahan yang tidak tembus air. Demikian seterusnya. Berikut ini akan dibahas beberapa bahan yang sering digunakan drumah atau dilingkungan kita. Bahan-bahan tersebut antara lain logam, kayu, karet, dan plastik. a) Logam dan kayu b) Karet dan plastik 2) kegunaan benda dan bahan Pemilihan bahan disesuaikan dengan kegunaan benda. Misalnya, pisau digunakan untuk memotong atau mengiris. Oleh karena itu, bahan pembuat pisau harus keras dan kuat. Selain itu, bahan pembuat pisau harus dapat diasah sehingga tajam. Bahan yang sesuai dengan syarat-syarat di atas adalah besi dan baja. Benda-benda lain pun demikian. Perhatikan payung yang dapat digunakan pada berbagai cuaca. Payung dapat digunakan pada siang hari yang terik karena payung terbuat dari bahan yang tidak terlalu menyerap panas. Tentu saja, bayang-bayang gelap dari payung melindungi kita dari panas matahari. Payung juga dapat digunakan pada saat hujan karena kain payung memiliki sifat tidak menyerap air. Bayangkan seandainya payung terbuat dari besi. Pada siang hari yang terik, payung besi akan menghantarkan panas dari sinar matahari ke badan kita. Akibatnya, badan kita malah kepanasan. Pada saat hujan, payung besi dapat berfungsi dengan baik karena
20
tidak menyerap air. Akan tetapi, besi memiliki sifat berat sehingga kita akan kesulitan membawanya. Oleh karena itu, bagian utama payung tidak terbuat dari besi. B. Penelitian Relevan Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ni Made Dwi Irawati tahun 2013 dengan judul Penerapan Model Pembelajaran Konstruktivisme tipe Children Learning In Science (CLIS) untuk meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Materi Pokok Pesawat Sederhana di Kelas Ve SD Negeri 01 Poasia Kota Kendari
menyimpulkan
bahwa
Penerapan
Model
Pembelajaran
Konstruktivisme tipe Children Learning In Science (CLIS) dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi pokok Pesawat Sederhana di Kelas VE SD Negeri 01 Poasia Kota Kendari, dilihat berdasarkan hasil belajar siswa mencapai persentase ketuntasan pada siklus I yaitu 69,44% dan pada siklus II yaitu 89,11%. Selanjutnya penelitian yang dilakukan Kiki Samria tahun 2011 dengan judul Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Pokok Perubahan Benda Dengan Menerapkan Model Pembelajaran Konstruktivisme tipe Children Learning In Science (CLIS) di kelas VA SD Negeri 03 Baruga menyimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Konstruktivisme tipe Children Learning In Science (CLIS) dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada siklus 1 adalah 70,73% meningkat menjadi 92,68% pada siklus 2. Sedangkan aktivitas belajar siswa siklus 1 mencapai 55,71% meningkat menjadi 92,85 % pada siklus 2.
21
Keterlaksanaan skenario pembelajaran mencapai 75% pada siklus 1 meningkat menjadi 97,91% pada siklus 2. C. Kerangka Berpikir Hasil Belajar Siswa Pada Materi Pokok Perubahan pada Benda di Kelas VI SD Negeri 03 Napabalano. Sebelum menerapkan model pembelajaran Konstruktivisme tipe Children Learning in Science (CLIS), dimana siswa tidak diberikan kesempatan untuk memunculkan gagasan yang dimiliki dan siswa tidak diberikan kesempatan untuk mengkonstruksi pemahaman konsep berdasarkan pengalamannya. Hal tersebut berdampak pada hasil belajar siswa pada materi pokok Perubahan pada Benda di Kelas VI SD Negeri 03 Napabalano rendah. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa terhadap pembelajaran IPA guru menerapkan model pembelajaran Konstruktivisme tipe Children Learning In Science (CLIS) dimana siswa diberikan kesempatan untuk memunculkan gagasan yang dimiliki, sehingga siswa akan lebih aktif dan kreatif serta siswa diberikan kesempatan untuk mengkonstruksi pemahaman konsep berdasarkan pengalamannya. Sehingga dengan demikian hasil belajar siswa pada materi pokok Perubahan pada Benda di Kelas VI SD Negeri 03 Napabalano dapat meningkat.
22
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan kerangka pikir berikut: Hasil Belajar Siswa pada Materi Perubahan pada Benda di Kelas VI SD Negeri 03 Napabalano masih rendah
Proses belajar yang belum menerapkan model pembelajaran Konstruktivisme tipe Children Learning In Science (CLIS) Siswa tidak diberikan kesempatan untuk memunculkan gagasan yang dimiliki dan siswa tidak diberikan kesempatan untuk mengkonstruksi pemahaman konsep berdasarkan pengalamannya.
Proses belajar dengan menerapkan pembelajaran Konstruktivisme tipe Children Learning In Science (CLIS) Siswa diberikan kesempatan untuk memunculkan gagasan yang dimiliki, sehingga siswa akan lebih aktif dan kreatif serta diberikan kesempatan untuk mengkonstruksi pemahaman konsep berdasarkan pengalamannya
Hasil Belajar Siswa pada Materi Pokok Perubahan pada Benda di Kelas VI SD Negeri 03 Sendang Napabalano
Hasil Belajar Siswa pada Materi Pokok Perubahan pada Benda di Kelas VI SD Negeri 03 Napabalano meningkat
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir D. Hipotesis Tindakan Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Jika penerapan Model Pembelajaran Konstruktivisme tipe Children Learning In Science (CLIS) dilakukan maka hasil belajar siswa pada materi Perubahan pada Benda di Kelas VI SD Negeri 03 Napabalano akan meningkatkan.
23
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dilakukan dengan menerapkan model pembelajaran Konstruktivisme tipe Children Learning In Science (CLIS) sebagai alternatif tindakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas VI SD Negeri 03 Napabalano pada materi Perubahan pada Benda. B. Setting Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di kelas VI SD Negeri 03 Napabalano pada semester ganjil tahun ajaran 2016/2017. C. Subyek Penelitian Jumlah siswa yang mengikuti sebanyak 16 siswa yang terdiri dari 4 siswa perempuan dan 12 siswa laki-laki. Sekolah ini berada di Kelurahan Napabalano, Kabupaten Muna. D. Faktor yang Diteliti Dalam penelitian ini ada 3 (tiga) faktor yang ingin diteliti yaitu : 1. Faktor siswa Tingkat aktivitas/kegiatan siswa dalam proses pembelajaran IPA yang dilaksanakan
oleh
guru
dengan
menerapkan
Model
Konstruktivisme tipe Children Learning In Science (CLIS).
Pembelajaran
24
2. Faktor guru kemampuan guru dalam melaksanakan poses pembelajaran, meliputi kemampuan menerapkan Model Pembelajaran Konstruktivisme tipe Children Learning In Science (CLIS) pada materi Pokok Perubahan pada Benda. 3. Faktor hasil belajar untuk membandingkan hasil belajar yang diperoleh sebelum dan sesudah dilaksanakan tindakan. E. Prosedur Penelitian. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada materi pokok Perubahan pada Benda di Kelas VI SD Negeri 03 Napabalano dengan menerapkan model pembelajaran Konstruktivisme tipe Children Learning In Science (CLIS). Tindakan kelas ini dilakukan sebanyak dua siklus. Pada siklus pertama dua kali pertemuan dan siklus kedua satu kali pertemuan. Setiap siklus terdiri dari 4 tahapan yang harus dijalani, yaitu: (1) perencanaan; (2) tindakan; (3) observasi dan evaluasi; serta (4) refleksi.
25
Skematis prosedur penelitian tindakan kelas digambarkan sebagai berikut:
Alternatif Tindakan
Permasalahan
Pelaksanaan Tindakan I
Siklus I Refleksi I
Belum terselesaikan
Evaluasi I
Alternatif Tindakan
Observasi I Pelaksanaan Tindakan II Siklus II
Terselesaikan
Refleksi II
Evaluasi II
Belum terselesaikan
Observasi II
Selanjutnya
Gambar 3.1. Desain Penelitian Tindakan Kelas, Aqib (2007:13) 1. Siklus I a. Perencanaan Tindakan Perencanaan
tindakan
adalah
persiapan
perencanaan
tindakan
pembelajaran IPA pada materi pokok Perubahan pada Benda dengan menggunakan model pembelajaran Konstruktivisme tipe Children Learning In Science (CLIS) dalam meningkatkan hasil belajar siswa dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Menyiapkan silabus perbaikan pembelajaran dan rencana perbaikan pembelajaran (RPP) tindakan siklus I
26
2) Menyiapkan media pembelajaran yaitu jenis-jenis Perubahan pada Benda yang sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari 3) Menyiapkan LKS, lembar observasi aktivitas mengajar guru dan lembar observasi aktivitas belajar siswa dan tes siklus I untuk mengetahui hasil yang dicapai siswa setelah mengikuti proses pembelajaran di kelas pada siklus I b. Pelaksanaan Tindakan Adapun
yang
dilaksanakan
mengimplementasikan
rencana
pada
tahap
perbaikan
tindakan pembelajaran
adalah yaitu
melaksanakan skenario pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran Konstruktivisme tipe Children Learning In Science (CLIS) dalam proses pembelajaran pada materi pokok Perubahan pada Benda. c. Observasi Adapun yang dilakukan dalam tahap ini yaitu kegiatan observasi terhadap penelitian tindakan kelas dengan menggunakan lembar observasi berupa pengamatan aktivitas mengajar guru dan aktivitas belajar siswa selama proses pembelajaran berlangsung. d. Refleksi Adapun yang dilaksanakan dalam tahap refleksi ini adalah ukuran keberhasilan yang dapat dilihat melalui lembar observasi aktivitas mengajar guru dan lembar aktivitas belajar siswa serta tes siklus hasil belajar siswa. Refleksi dilakukan oleh guru (peneliti) dan observer,
27
kemudian hasil refleksi digunakan untuk menentukan tindakan perencanaan pembelajaran pada siklus II. 2. Siklus II Siklus II dilaksanakan bila minimal indikator kinerja pada siklus I belum tercapai dengan prosedur sesuai dengan pada siklus I. F. Data dan Sumber Data Jenis Data dalam penelitian ini terdiri dari data kuantitatif yang diperoleh dari tes hasil belajar dan data kualitatif yang diperoleh dari lembar observasi. Sumber Data penelitian ini terdiri dari siswa dan guru. G. Teknik Pengumpulan Data 1. Data mengenai aktivitas mengajar guru dan aktivitas belajar siswa dalam pelaksanaan model pembelajaran Konstruktivisme tipe Children Learning In Science (CLIS) diperoleh dengan menggunakan lembar observasi.. 2. Data mengenai hasil belajar IPA diperoleh dengan menggunakan tes hasil belajar. H. Analisis Data Data kualitatif akan dianalisis secara deskriptif kualitatif berdasarkan observasi, sedangkan data kuantitatif dianalisis secara kuantitatif menggunakan rumus: 1. Menentukan ketuntasan belajar a. Ketuntasan Individu
28
Ketuntasan individu siswa ditentukan berdasarkan nilai yang diperoleh pada setiap siklus. Siswa dikatakan belajar tuntas jika nilai yang diperoleh siswa adalah ≥ 65 sesuai KKM yang ditetapkan sekolah. b. Ketuntasan Klasikal Ketuntasan klasikal ditentukan berdasarkan persentase ketuntasan individu siswa pada setiap siklus pembelajaran dengan rumus sebagai berikut:
% tuntas Dengan,
fi x100% n
n
(Suparno, 2008:82)
: Jumlah siswa secara keseluruhan
fi :
Jumlah siswa pada kategori ketuntasan belajar
Ketuntasan klasikal tercapai jika minimal 80% siswa telah mencapai ketuntasan individual. 2. Menentukan Keberhasilan Aktivitas Mengajar Guru Untuk menentukan keberhasilan aktivitas mengajar guru dapat dilihat pada keterlaksanaan skenario pembelajaran. Untuk menentukan Keberhasilan Aktivitas Mengajar Guru (KAMG) dapat dilihat pada keterlaksanaan skenario pembelajaran. Persentase keterlaksanaan skenario pembelajaran dihitung berdasarkan jumlah skor perolehan guru dibagi jumlah skor maksimum dikalikan dengan seratus persen. % KAMG K A M G
= = = =
Jumlah Skor Perolehan Guru x100% Jumlah Skor Maksimum Keberhasilan Aktivitas Mengajar Guru
(Rohani, 2004:120)
29
3. Menentukan Keberhasilan Aktivitas Belajar Siswa Keberhasilan aktivitas belajar siswa (KABS) dihitung berdasarkan skor perolehan siswa dibagi jumlah skor maksimum dikalikan dengan seratus persen. % KABS K A B S
Jumlah Skor Perolehan Siswa x100% Jumlah Skor Maksimum = = = =
(Rohani, 2004:122)
Keberhasilan Aktivitas Belajar Siswa
I. Indikator kinerja Indikator keberhasilan dalam penelitian ini ada dua macam. Indikator tersebut adalah sebagai berikut : 1. Indikator Proses a. Keterlaksanaan aktivitas mengajar guru minimal 85% terlaksana b. Keterlaksanaan aktivitas belajar siswa minimal 85% terlaksana 2. Indikator Hasil Siswa dikatakan telah mencapai ketuntasan belajar pada pokok materi perubahan sifat sementara dan perubahan sifat tetap apabila ≥ 75% siswa telah memperoleh nilai > 75 (KKM Sekolah).
30
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1.
Siklus I a. Kegiatan Perencanaan Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas yang bertempat di SD Negeri 03 Napabalano di kelas VI dengan jumlah siswa yang diteliti sebanyak 16 siswa yang terdiri dari 12 siswa laki-laki dan 4 siswa perempuan. Penelitian ini ada 2 (dua) siklus yaitu siklus I dan siklus II, siklus 1 terdiri dari 2 pertemuan dan siklus 2 terdiri dari 1 pertemuan, pelaksanaan siklus ini diawali dengan tahap persiapan. Hal-hal yang dipersiapkan yaitu : lembar observasi aktivitas belajar siswa, lembar observasi aktivitas mengajar guru, silabus perbaikan pembelajaran, rencana perbaikan pembelajaran, lembar kegiatan siswa, dan media pembelajaran, kemudian soal evaluasi tes siklus I. Selanjutnya instrumen penelitian yang berupa lembar observasi aktivitas belajar siswa dan lembar observasi aktivitas mengajar guru diberikan pada observer untuk mengamati aktivitas mengajar guru dan aktivitas belajar siswa selama pembelajaran, observer sebanyak 1 (satu) orang yaitu guru mata pelajaran IPA di Kelas VI SD Negeri 03 Napabalano
31
b. Kegiatan Pelaksanaan Tindakan 1) Pertemuan 1 Sesuai dengan rencana pembelajaran yang disesuaikan dengan model pembelajaran Konstruktivisme tipe Children Learning In Science (CLIS), maka pelaksanaan tindakan siklus I pada pertemuan 1 dilakukan dengan alokasi waktu 2 x 35 menit. Dalam kegiatan pembelajaran
yang
dilakukan
adalah
melaksanakan
skenario
pembelajaran. Sebelum melaksanakan tahap-tahapan model pembelajaran Konstruktivisme tipe Children Learning In Science (CLIS) guru terlebih dahulu mengecek kehadiran siswa, mengajak siswa untuk berdoa sebelum belajar dan mengatur tempat duduk siswa. Selain itu guru membagi siswa dalam 4 kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4 siswa dan guru menyampaikan kegiatan yang akan dilakukan. Setelah
menyampaikan
kemudian guru melaksanakan
kegiatan
yang akan
dilakukan
tahap pertama dalam pelaksanaan
pembelajaran model Konstruktivisme tipe Children Learning In Science (CLIS) yaitu tahap orientasi, dalam hal ini guru memusatkan perhatian siswa dengan memberikan pertanyaan awal tentang faktor penyebab Perubahan pada Benda ( Pelapukan ), adapun kegiatan tanya jawabnya adalah sebagai berikut: Guru
: “Pernahkah kalian melihat kayu yang dimakan rayap?”
Siswa : “Pernah”
32
Guru
: “Siapakah yang bisa menyebutkan bagaimana bentuk kayu setelah di makan rayap?”
Siswa : ‘Saya bu” (beberapa siswa mengangkat tangan) Selanjutnya guru menyampaikan tujuan pembelajaran kepada siswa yaitu menjelaskan faktor penyebab terjadinya perubahan pada benda dan menyebutkan jenis-jenis pelapukan. Tahap kedua adalah tahap pemunculan gagasan, dalam hal ini guru berupaya untuk memunculkan konsepsi awal siswa dengan memberikan perintah untuk menuliskan pelapukan yang pernah dilihat. Seluruh siswa dengan semangat mengambil alat tulis untuk menuliskan pelapukan yang pernah dilihat, jawaban siswa tidak diperiksa oleh guru karena akan disesuaikan pada diskusi tahap ketiga. Sebelum guru melaksanakan tahap ketiga dalam model pembelajaran Konstruktivisme tipe Children Learning In Science (CLIS), guru terlebih dahulu membagikan media pembelajaran yang akan digunakan yaitu gambar jenis-jenis pelapukan. Tahap ketiga yaitu penyusunan ulang gagasan dimulai dari pengungkapan dan pertukaran gagasan seperti mendiskusikan jawaban siswa pada tahap kedua yaitu pemunculan gagasan. Kemudian guru memberikan masalah dalam bentuk LKS yang juga berhubungan dengan jawaban siswa pada tahap kedua untuk dikerjakan secara kelompok. Adapun masalah yang diberikan guru dalam bentuk LKS yaitu siswa diminta menjelaskan ciri-ciri perubahan yang terjadi pada
33
benda setelah mengalami pelapukan, dan menyebutan jenis pelapukan yang terjadi pada benda tersebut melalui pengamatan. Seluruh
kelompok
berlomba-lomba
untuk
melakukan
pengamatan meskipun ada 1 kelompok dari 4 kelompok yang masih bingung dalam melakukan pengamatan, tetapi guru tetap membimbing siswa dalam melakukan diskusi untuk menentukan jawaban kelompok yang akan dipresentasikan. Sebelum mempresentasikan jawaban, siswa mencari perbedaan antara konsepsi awal mereka dengan konsep ilmiah yang ada dalam buku pelajaran IPA. Tahap keempat adalah tahap penerapan gagasan, dalam hal ini guru meminta siswa untuk mempresentasikan jawaban yang telah ditetapkan oleh masing-masing kelompok. Salah satu kelompok maju ke depan kelas untuk mempresentasikan jawaban kelompok mereka, dan kelompok lain menanggapi dengan memberikan pertanyaan pada kelompok yang sedang mempresentasikan jawaban mereka di depan kelas tentang faktor penyebab Perubahan pada Benda ( pelapukan). Kegiatan diskusi tersebut diawasi dan dibimbing oleh guru. Jika ada penyimpangan jawaban dari siswa maka guru memberikan klarifikasi untuk kebenaran jawaban. Tahap kelima adalah tahap pemantapan gagasan, dalam hal ini guru memberikan pertanyaan lisan kepada siswa tentang faktor penyebab Perubahan pada Benda (pelapukan) untuk mengetahui
34
pemahaman siswa dalam mengkonstruksi pemahaman konsep, adapun kegiatan tanya jawabnya yaitu: Guru
: “Selain pengamatan yang kita lakukan tadi, ibu guru ingin bertanya apakah tembok pagar yang di tumbuhi tanaman merambat bisa lapuk ?”
Siswa : “Saya bu…” (siswa serentak menjawab). Guru
: “Bagus…coba sebutkan termasuk dalam pelapukan apa tembok pagar yang ditumbuhi tanaman merambat itu?”
Siswa : “pelapukan biologi Bu...” (beberapa siswa menjawab dengan suara keras). Guru
: “Betul, ayo berikan tepuk tangan untuk temannya!” (serentak siswa memberikan tepuk tangan). Hal tersebut dilakukan secara berulang sebanyak 3-4 kali
dengan pertanyaan yang berbeda terhadap siswa di dalam kelas. Setelah itu guru meminta siswa untuk memeriksa jawaban yang belum konsisten dengan konsep ilmiah. Selanjutnya siswa dibimbing guru dalam menyimpulkan materi pembelajaran yang telah berlangsung. Aktivitas mengajar guru dan aktivitas belajar siswa pada siklus I pertemuan 1 di atas diamati oleh observer. 2) Pertemuan 2 Pelaksanaan tindakan siklus I pada pertemuan 2 dilakukan dengan alokasi waktu 2 x 35 menit. Sebelum melaksanakan tahaptahapan model pembelajaran Konstruktivisme tipe Children Learning
35
In Science (CLIS) guru terlebih dahulu mengecek kehadiran siswa, mengajak siswa untuk berdoa sebelum belajar dan mengatur tempat duduk siswa dan membagi siswa dalam 4 kelompok, dimana setiap kelompok terdiri dari 4 siswa. Setelah itu guru melaksanakan tahap pertama dalam pelaksanaan pembelajaran model Konstruktivisme tipe Children Learning In Science (CLIS) yaitu tahap orientasi, dalam hal ini guru memusatkan perhatian siswa dengan memberikan pertanyaan awal tentang perkaratan dan pembusukan, adapun kegiatan tanya jawabnya adalah sebagai berikut: Guru
: “Pernahkah kalian melihat paku yang berkarat?”
Siswa : “Pernah bu…” Guru
: “Manakah yang lebih kuat, paku yang berkarat atau yang tidak berkarat?”
Siswa : “ paku yang berkarat” (serentak siswa menjawab namun masih ada siswa yang tidak menjawab) Guru
: “ pernahkah kalian melihat roti yang sudah berjamur?”
Siswa : “pernah bu...” Guru
: “apakah roti yang berjamur masih bisa dimakan?”
Siswa : “tidak bu....” (beberapa siswa menjawab) Selanjutnya guru menyampaikan tujuan pembelajaran kepada siswa yaitu menjelaskan faktor penyebab terjadinya perkaratan dan pembusukan.
36
Tahap kedua adalah tahap pemunculan gagasan, dalam hal ini guru berupaya untuk memunculkan konsepsi awal siswa dengan memberikan perintah untuk menuliskan 2 contoh perkaratan dan pembusukan yang sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, tetapi jawaban siswa tidak diperiksa oleh guru
karena akan
disesuaikan pada diskusi tahap ketiga. Sebelum guru melaksanakan tahap ketiga dalam model pembelajaran Konstruktivisme tipe Children Learning In Science (CLIS), guru terlebih dahulu membagikan media pembelajaran yang akan digunakan seperti gelas plastik, paku, roti tawar, dan air. Tahap ketiga yaitu penyusunan ulang gagasan dimulai dari pengungkapan dan pertukaran gagasan seperti mendiskusikan jawaban siswa pada tahap kedua. Kemudian guru memberikan masalah dalam bentuk LKS yang juga berhubungan dengan jawaban siswa pada tahap kedua untuk dikerjakan secara kelompok. Adapun masalah yang diberikan guru dalam bentuk LKS yaitu siswa diminta menjelaskan perubahan yang terjadi pada paku dan roti selama 1 (satu) minggu melalui percobaan. Seluruh
kelompok
berlomba-lomba
untuk
melakukan
percobaan meskipun ada kelompok yang masih bingung dalam melakukan percobaan, tetapi guru tetap membimbing siswa dalam melakukan diskusi untuk menentukan jawaban kelompok yang akan dipresentasikan. Sebelum mempresentasikan jawaban, siswa mencari
37
perbedaan antara konsepsi awal mereka dengan konsep ilmiah yang ada dalam buku pelajaran IPA. Tahap keempat adalah tahap penerapan gagasan, dalam hal ini guru meminta siswa untuk mempresentasikan jawaban yang telah diputuskan. Salah satu kelompok maju ke depan kelas untuk berdiskusi dengan kelompok yang tidak sedang mempresentasikan jawaban. Kelompok yang tidak sedang mempresentasikan jawaban memberikan pertanyaan pada siswa yang sedang mempresentasikan jawaban di depan kelas tentang perkaratan dan pembusukan. kegiatan diskusi tersebut diawasi dan dibimbing oleh guru. Jika ada penyimpangan jawaban dari siswa maka guru memberikan klarifikasi untuk kebenaran jawaban. Tahap kelima adalah tahap pemantapan gagasan, dalam hal ini guru memberikan pertanyaan lisan kepada siswa tentang perkaratan dan pembusukan untuk mengetahui pemahaman siswa dalam mengkonstruksi pemahaman konsep, adapun kegiatan tanya jawaban yaitu: Guru
: “Siapa yang bisa menyebutkan contoh perkaratan dan pembusukan?”
Siswa : “saya bu…” (siswa serentak menjawab namun masih ada siswa yang tidak menjawab). Guru
: “Bagus.., semuanya sudah pintar, coba yang berani angkat tangannya!”
38
Siswa : “ nasi yang busuk (basi) akibat dibiarkan diudara terbuka dan besi yang berkarat akibat terkena air hujan..” Guru
: “Iya betul , ayo beri tepuk tangan untuk tamannya yang sudah bisa menjawab!” (serentak siswa bertepuk tangan). Setelah itu guru meminta siswa untuk memeriksa jawaban
yang belum konsisten dengan konsep ilmiah. Selanjutnya siswa dibimbing guru dalam menyimpulkan materi pembelajaran yang telah berlangsung. Aktivitas mengajar guru dan aktivitas belajar siswa pada siklus I pertemuan 2 di atas diamati oleh observer. c. Kegiatan Observasi Hal-hal yang diobservasi pada siklus I adalah aktivitas belajar siswa dan aktivitas mengajar guru dalam proses pembelajaran. 1) Hasil Observasi Aktivitas Belajar Siswa Pada Pembelajaran Siklus I Pertemuan 1 dan Pertemuan 2 Data mengenai aktivitas belajar siswa Kelas VI SD Negeri 03 Napabalano dengan menerapkan model pembelajaran Konstruktivisme tipe Children Learning In Science (CLIS) dapat dilihat dalam tabel 4.1 berikut ini. Tabel 4.1. Hasil Observasi Aktivitas Belajar Siswa Siklus I pert. 1 Perolehan setiap kelompok RataNo Data rata 1 2 3 4 1 Skor perolehan 28 34 30 34 31,5 Skor maksimal 2 40 40 40 40 40 3 Rata-tara (x) 2,8 3,4 3 3,4 3,15 4 Persentase ketuntasan (%) 70 85 75 85 78,75 5 Kriteria C B C B B Sumber : diolah dari pengamatan aktivitas belajar siswa siklus I pertemuan 1
39
Pada pembelajaran siklus I pertemuan 2, hasil observasi aktivitas belajar siswa dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut. Tabel 4.2. Hasil Observasi Aktivitas Belajar Siswa Siklus I pert. 2 Perolehan setiap kelompok RataNo Data rata 1 2 3 4 1 Skor perolehan 32 36 33 37 34, 5 2 Skor maksimal 40 40 40 40 40 Rata-tara (x) 3 3,2 3,6 3,3 3,7 3,45 4 Persentase ketuntasan (%) 80 90 82,5 92,5 86,25 5 Kriteria B B B B B Sumber : diolah dari pengamatan aktivitas belajar siswa siklus I pertemuan 2 Berdasarkan data hasil observasi pada tabel 4.1 dan tabel 4.2 di atas, yaitu siklus I pertemuan 1 dan pertemuan 2, menunjukkan jumlah skor perolehan aktivitas belajar siswa secara keseluruhan pada siklus I pertemuan 1 adalah 31,5 dari 40 skor maksimum dengan persentase mencapai 78,75%. Sedangkan pada siklus I pertemuan 2 jumlah skor perolehan aktivitas belajar siswa secara keseluruhan adalah 34,5 dari 40 skor maksimum dengan persentase mencapai 86,25%. Jika dirataratakan jumlah perolehan skor siklus I pertemuan 1 dan pertemuan 2 maka perolehan rata-rata siklus I adalah 33 dan persentase mencapai 82,5%. Dengan demikian meskipun kriteria pada siklus I sudah baik tapi belum mencapai indikator kebehasilan yang telah ditentukan. Hal ini disebabkan karena masih ada kekurangan dari pelaksanaan tindakan tersebut, kekurangan tersebut adalah masih adanya 2 kelompok belum mencapai kriteria baik yaitu pada siklus I pertemuan 1, kelompok tersebut adalah kelompok 1, dan kelompok 3.
40
2) Hasil Observasi Aktivitas Mengajar Guru Pada Pembelajaran Siklus 1 Pertemuan 1 dan pertemuan 2 Data mengenai aktivitas mengajar guru di kelas VI SD Negeri 03 Napabalano selama pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran Konstruktivisme tipe Children Learning In Science (CLIS) selama pembelajaran siklus I pertemuan 1 dan pertemuan 2 dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut. Tabel 4.3 Hasil Observasi Aktivitas Mengajar Guru Siklus I pert. 1 No Data Jumlah Skor perolehan 33 1 Skor maksimal 40 2 Persentase ketuntasan (%) 82,5 3 Kriteria B 4 Sumber : data diolah Pada pembelajaran siklus I pertemuan 2, hasil observasi aktivitas belajar siswa dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut. Tabel 4.4 Hasil Observasi Aktivitas Mengajar Guru Siklus I pert. 2 No Data Jumlah 1 Skor perolehan 34 2 Skor maksimal 40 3 Persentase ketuntasan (%) 85 4 Kriteria B Sumber : Data diolah Berdasarkan data hasil observasi pada tabel 4.3 dan tabel 4.4 di atas, yaitu siklus I pertemuan 1 dan pertemuan 2, menunjukkan jumlah skor perolehan aktivitas mengajar guru secara keseluruhan pada siklus I pertemuan 1 adalah 33 dari 40 skor maksimum dengan persentase mencapai 82,5%. Sedangkan pada siklus I pertemuan 2 jumlah skor perolehan aktivitas mengajar guru secara keseluruhan adalah 34 dari 40 skor maksimum dengan persentase mencapai 85%. Jika dirata-ratakan
41
jumlah perolehan skor siklus I pertemuan 1 dan pertemuan 2 maka perolehan rata-rata siklus I adalah 33,5 dan persentase mencapai 83,75%. Dengan demikian meskipun kriteria pada siklus I sudah baik namun pada aktivitas mengajar guru siklus I pertemuan 1 masih ada 2 nomor memperoleh nilai skor 2 dari 10 nomor aspek yang diamati yaitu nomor 3, dan nomor 5. Sedangkan yang memperoleh skor 3 dari 10 aspek yang diamati yaitu nomor 6, nomor 7, nomor 8, dan yang memperoleh skor 4 dari 10 nomor aspek yang diamati yaitu nomor 1, nomor 2, nomor 4, nomor 9 dan nomor 10. salah satu aspek yang memperoleh skor 2 tersebut adalah pada aspek yang diamati nomor 5 dimana guru hanya memperhatikan diskusi siswa namun
tidak
membimbing diskusi dengan baik (tahap penyusunan gagasan). Pada siklus I pertemuan 2 masih ada 1 nomor yang memperoleh skor 2 dari 10 nomor aspek yang diamati yaitu nomor 5. Sedangkan yang memperoleh skor 3 dari 10 aspek yang diamati yaitu nomor 3, nomor 6, nomor 7, nomor 8, dan yang memperoleh skor 4 dari 10 aspek yang diamati yaitu nomor 1, nomor 2, nomor 4, nomor 9 dan nomor 10. Aspek yang memperoleh skor 2 tersebut adalah pada aspek yang diamati nomor 5 dimana guru hanya memperhatikan diskusi siswa namun tidak membimbing diskusi dengan baik (tahap penyusunan gagasan).
42
d. Kegiatan Evaluasi Setelah tindakan siklus I selama 2 (dua) kali pertemuan selesai dilaksanakan
dengan
menerapkan
model
pembelajaran
Konstruktivisme tipe Children Learning In Science (CLIS). Hasil observasi aktivitas belajar siswa dan aktivitas mengajar guru juga sudah diperoleh maka tindakan selanjutnya adalah dilaksanakan kegiatan evaluasi atau tes siklus I. Tes siklus terdiri dari tes objektif 10 nomor dan esai 5 nomor. Tes siklus ini dilaksanakan untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap materi pokok perubahan pada benda setelah menerapkan model pembelajaran Konstruktivisme tipe Children learning In Science (CLIS). Evaluasi dilaksanakan tanpa membagi kelompok lagi karena yang akan dilihat adalah hasil belajar dari masing-masing siswa. Hasil tes siklus I kemudian dianalisis untuk menentukan ketuntasan belajar siswa, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut . Tabel 4.5. Nilai Ketuntasan Hasil Belajar Siswa Siklus I No Data Jumlah 1 Jumlah seluruh siswa 16 2 Jumlah siswa yang tuntas 10 3 Persentase siswa yang tuntas (%) 62,5 4 Jumlah siswa yang belum tuntas 6 5 Persentase siswa yang belum tuntas (%) 37,5 6 Jumlah nilai seluruh siswa 1262,79 7 Rata-rata nilai ketuntasan 78,92 Berdasarkan tabel 4.5 di atas, menunjukkan bahwa pada pembelajaran siklus I siswa yang memperoleh nilai tuntas sebanyak 10 siswa dan persentase mencapai 62,5% dan yang belum tuntas sebanyak
43
6 siswa dan persentase mencapai 37,5%. Dengan demikian ketuntasan belajar siswa pada siklus I belum mencapai indikator keberhasilan yang telah ditentukan. e. Kegiatan Refleksi Setelah melaksanakan kegiatan evaluasi maka langkah selanjutnya adalah peneliti dan observer melakukan kegiatan refleksi untuk mengetahui kekurangan yang terdapat dalam pelaksanaan tindakan siklus I. Pada ketuntasan belajar siswa hanya mencapai 62,5%, hasil analisis terhadap tes siklus I diperoleh bahwa siswa yang memperoleh nilai ≥ 75 sebanyak 10 siswa. Hasil observasi aktivitas mengajar guru dan aktivitas belajar siswa yang diperoleh pada tindakan siklus I ini dengan menerapkan model pembelajaran Konstruktivisme tipe Children Learning In Science (CLIS) pada materi pokok perubahan pada benda (faktor penyebab perubahan pada benda) belum sesuai dengan indikator keberhasilan yang telah ditentukan. Masih terdapat kekurangan pada tindakan siklus I ini yang perlu diperbaiki, seperti masih adanya 2 kelompok belum mencapai kriteria baik, pada siklus I pertemuan 1, kelompok tersebut adalah kelompok 1, dan kelompok 3. Pada aktivitas mengajar guru siklus I pertemuan 1 masih ada 2 nomor memperoleh nilai skor 2 dari 10 nomor aspek yang diamati yaitu nomor 3, dan nomor 5. Sedangkan yang memperoleh skor 3 dari 10 aspek yang diamati yaitu nomor 6, nomor 7, nomor 8, dan yang
44
memperoleh skor 4 dari 10 nomor aspek yang diamati yaitu nomor 1, nomor 2, nomor 4, nomor 9 dan nomor 10. salah satu aspek yang memperoleh skor 2 tersebut adalah pada aspek yang diamati nomor 5 dimana guru hanya memperhatikan diskusi siswa namun
tidak
membimbing diskusi dengan baik (tahap penyusunan gagasan) Pada siklus I pertemuan 2 masih ada 1 nomor yang memperoleh skor 2 dari 10 nomor aspek yang diamati yaitu nomor 5. Sedangkan yang memperoleh skor 3 dari 10 aspek yang diamati yaitu nomor 3, nomor 6, nomor 7, nomor 8, dan yang memperoleh skor 4 dari 10 aspek yang diamati yaitu nomor 1, nomor 2, nomor 4, nomor 9 dan nomor 10. Aspek yang memperoleh skor 2 tersebut adalah pada aspek yang diamati nomor 5 dimana guru hanya memperhatikan diskusi siswa namun tidak membimbing diskusi dengan baik (tahap penyusunan gagasan). Melihat kekurangan yang terdapat di atas maka peneliti memutuskan untuk melanjutkan penelitian pada siklus II. 2.
Siklus II a. Kegiatan Perencanaan Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas yang bertempat di SD Negeri 03 Napabalano di Kelas VI dengan jumlah siswa yang diteliti sebanyak 16 siswa yang terdiri dari 12 siswa laki-laki dan 4 siswa perempuan. Hal-hal yang dilakukan dalam tahap ini adalah persiapan untuk penelitian. Instrumen yang dirancang meliputi: lembar observasi aktivitas belajar siswa, lembar observasi aktivitas mengajar
45
guru,
silabus
perbaikan
pembelajaran,
rencana
perbaikan
pembelajaran, lembar kegiatan siswa, media pembelajaran, kemudian soal evaluasi untuk tes siklus II. Selanjutnya instrumen penelitian yang berupa lembar observasi aktivitas belajar siswa dan lembar observasi aktivitas mengajar guru diberikan pada observer untuk mengamati aktivitas mengajar guru dan aktivitas belajar siswa selama pembelajaran pada siklus II. b. Kegiatan Pelaksanaan Tindakan Pertemuan 1 Sesuai dengan rencana pembelajaran yang disesuaikan dengan model pembelajaran Konstruktivisme tipe Children Learning In Science (CLIS), maka pelaksanaan tindakan siklus II pada pertemuan 1 dilakukan dengan alokasi waktu 2 x 35 menit. Dalam kegiatan pembelajaran
yang
dilakukan
adalah
melaksanakan
skenario
pembelajaran. Sebelum melaksanakan tahap-tahapan model pembelajaran Konstruktivisme tipe Children Learning In Science (CLIS) guru terlebih dahulu mengecek kehadiran siswa, mengajak siswa untuk berdoa sebelum belajar dan mengatur tempat duduk siswa. Selain itu guru juga membagi siswa dalam 4 kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4 siswa dan guru menyampaikan kegiatan yang akan dilakukan. Setelah
menyampaikan
kemudian guru melaksanakan
kegiatan
yang akan
dilakukan
tahap pertama dalam pelaksanaan
46
pembelajaran model Konstruktivisme tipe Children Learning In Science (CLIS) yaitu tahap orientasi, dalam hal ini guru memusatkan perhatian siswa dengan memberikan pertanyaan awal tentang perubahan pada benda, adapun kegiatannya adalah sebagai berikut: Guru
: “pernahkah kalian melihat balon ulang tahun?”
Siswa : “pernah bu…” Guru
: “bagaimanakah sifat balon tersebut? Lentur atau keras?”
Siswa : ”lentur bu…” (serentak siswa menjawab) Guru
: ”terbuat dari apakah balon ulang tahun tersebut?”
Siswa : ”dari karet Bu.....” Guru menyampaikan tujuan pembelajaran kepada siswa yaitu menjelaskan sifat benda atau bahan dan manyebutkan kegunaan benda atau bahan. Tahap kedua adalah tahap pemunculan gagasan, dimana guru berupaya
untuk
memunculkan
konsepsi
awal
siswa
dengan
memberikan perintah untuk menuliskan salah satu benda yang terbuat dari karet. Seluruh siswa dengan semangat mengambil alat tulis untuk menuliskan benda yang terbuat dari karet yang pernah dilihat, jawaban siswa tidak diperiksa oleh guru karena akan disesuaikan pada diskusi tahap ketiga. Sebelum guru melaksanakan tahap ketiga dalam model pembelajaran Konstruktivisme tipe Children Learning In Science (CLIS), guru terlebih dahulu membagikan media pembelajaran yang
47
akan digunakan yaitu gambar berbagai contoh benda yang terbuat dari karet, logam, kayu, dan plastik. Tahap ketiga yaitu penyusunan ulang gagasan dimulai dari pengungkapan dan pertukaran gagasan seperti mendiskusikan jawaban siswa pada tahap kedua, kemudian guru memberikan masalah dalam bentuk LKS yang juga berhubungan dengan jawaban siswa pada tahap kedua untuk dikerjakan secara kelompok. Adapun masalah yang diberikan guru dalam bentuk LKS yaitu siswa diminta menjelaskan bahan yang digunakan untuk membuat benda dan menyebutkan sifat benda tersebut melalui pengamatan. Seluruh
kelompok
berlomba-lomba
untuk
melakukan
pengamatan. Guru membimbing siswa dalam melakukan diskusi untuk menentukan jawaban kelompok yang akan dipresentasikan. Sebelum mempresentasikan jawaban siswa mencari perbedaan antara konsepsi awal mereka dengan konsep ilmiah yang ada dalam buku pelajaran IPA. Tahap keempat adalah tahap penerapan gagasan, dalam hal ini guru meminta siswa untuk mempresentasikan jawaban yang telah diputuskan. Salah satu kelompok maju ke depan kelas untuk berdiskusi dengan kelompok yang tidak sedang mempresentasikan jawaban. Kelompok yang tidak sedang mempresentasikan jawaban memberikan pertanyaan pada siswa yang sedang mempresentasikan jawaban di depan kelas. Kegiatan diskusi tersebut diawasi dan dibimbing oleh
48
guru. Jika ada penyimpangan jawaban dari siswa maka guru memberikan klarifikasi untuk kebenaran jawaban. Tahap kelima adalah tahap pemantapan gagasan, dalam hal ini guru memberikan pertanyaan lisan kepada siswa untuk mengetahui pemahaman siswa dalam mengkonstruksi pemahaman konsep, adapun kegiatan tanya jawabnya yaitu : Guru
: “Siapa yang bisa menyebutkan 2 contoh benda yang terbuat dari plastik?”
Siswa
: “Saya bu…” (siswa serentak menjawab).
Guru
: “Bagus..,semuanya sudah pintar, coba yang berani angkat tangannya!”
Siswa : “baskom dan gayung bu....” Guru
: “Iya betul , ayo beri tepuk tangan untuk tamannya yang sudah bisa menjawab!” (serentak siswa bertepuk tangan). Hal tersebut dilakukan secara berulang sebanyak 3-4 kali
dengan pertanyaan yang berbeda terhadap siswa di dalam kelas. Setelah itu guru meminta siswa untuk memeriksa jawaban yang belum konsisten dengan konsep ilmiah. Selanjutnya siswa dibimbing guru dalam menyimpulkan materi pembelajaran yang telah berlangsung. Aktivitas mengajar guru dan aktivitas belajar siswa pada siklus II pertemuan 1 di atas diamati oleh observer.
49
c. Kegiatan Observasi Dalam kegiatan observasi Hal-hal yang diobservasi pada pelaksanaan tindakan siklus II adalah aktivitas belajar siswa dan aktivitas mengajar guru. 1) Hasil Observasi Aktivitas Belajar Siswa Pada Pembelajaran Siklus II Data mengenai aktivitas belajar siswa Kelas VI SD Napabalano
selama pembelajaran dengan
menerapkan model
pembelajaran Konstruktivisme tipe Children Learning In Science (CLIS) pada materi pokok Perubahan pada Benda dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut. Tabel 4.6. Hasil Observasi Aktivitas Belajar Siswa Siklus II per. 1 Perolehan setiap kelompok 1 2 3 4 1 Skor perolehan 34 36 36 38 2 Skor maksimal 40 40 40 40 3 Rata-tara (x) 3,4 3,6 3,6 3,8 4 Persentase ketuntasan (%) 85 90 90 95 5 Kriteria B B B B Sumber : diolah dari pengamatan aktivitas belajar siswa siklus II No
Data
Ratarata 36 40 3,6 90 B
Berdasarkan data hasil observasi pada tabel tabel 4.6 di atas, yaitu siklus 2 pertemuan I, menunjukkan jumlah skor perolehan aktivitas belajar siswa secara keseluruhan pada siklus 2 pertemuan 1 adalah 36 dari 40 skor maksimum dengan persentase mencapai 90%. Dengan demikian indikator keberhasilan pada siklus II dengan 1 (satu) kali pertemuan ini sudah tercapai. Berdasarkan hasil observasi aktivitas belajar siswa yang dilakukan atau dapat dilihat pada tabel 4.6
50
di atas bahwa dari kriteria dan peningkatan persentase pada siklus II ini berarti seluruh kelompok memperoleh nilai lebih baik dari siklus I dan perolehan skor dari 10 aspek yang diamati sudah terlihat pada siklus II pertemuan 1 aspek nomor 1, nomor 2 , nomor 3 dan nomor 10 sudah memperoleh skor rata-rata 4 2) Hasil Observasi Aktivitas Mengajar Guru Pada Pembelajaran Siklus II Data mengenai aktivitas mengajar guru di kelas VI SD Negeri 03 Napabalano selama pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran Konstruktivisme tipe Children Learning In Science (CLIS) pada siklus II dapat dilihat pada tabel 4.7 berikut. Tabel 4.7 Hasil Observasi Aktivitas Mengajar Guru Siklus II No Data Jumlah 1 Skor perolehan 37 2 Skor maksimal 40 3 Persentase ketuntasa (%) 92,5 4 Kriteria B Sumber : Data diolah Berdasarkan data hasil observasi pada tabel tabel 4.7 di atas, yaitu siklus 2 pertemuan I, menunjukkan jumlah skor perolehan aktivitas mengajar guru secara keseluruhan pada siklus 2 pertemuan 1 adalah 37 dari 40 skor maksimum dengan persentase mencapai 90%. Dengan demikian pada siklus II sudah mencapai indikator keberhasilan yang telah ditentukan. Hal tersebut dapat dilihat pada persentase yang tercapai, selain itu skor perolehan guru siklus II pertemuan 1 pada aspek yang diamati
51
nomor 1, nomor 2, nomor 4, nomor 5, nomor 8, nomor 9 dan nomor 10 sudah memperoleh skor 4. d. Kegiatan Evaluasi Setelah melaksanakan tindakan siklus II selesai dilaksanakan dengan menerapkan model pembelajaran Konstruktivisme tipe Children Learning In Science (CLIS) dan hasil observasi aktivitas belajar siswa dan aktivitas mengajar guru juga sudah diperoleh maka tindakan selanjutnya adalah dilaksanakan kegiatan evaluasi atau tes siklus II yang berupa tes objektif 10 nomor dan essay 5 nomor. Tes siklus II ini dilaksanakan untuk mengetahui pemahaman siswa dan peningkatan hasil belajar siswa terhadap materi pokok Perubahan pada Benda setelah menerapkan model pembelajaran Konstruktivisme tipe Children learning In Science (CLIS). Hasil tes siklus II kemudian dianalisis untuk menentukan ketuntasan belajar siswa. Hasil analisis ketuntasan belajar siswa pada siklus II dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut : Tabel 4.8. Nilai Ketuntasan Hasil Belajar Siswa Siklus II No 1 2 3 4 5 6 7
Data Jumlah seluruh siswa Jumlah siswa yang tuntas Persentase siswa yang tuntas (%) Jumlah siswa yang belum tuntas Persentase siswa yang belum tuntas (%) Jumlah nilai seluruh siswa Rata-rata nilai ketuntasan
Jumlah 16 14 87,5 2 12,5 1362,81 85,17
Berdasarkan tabel 4.8 di atas, menunjukkan bahwa pada pembelajaran siklus II siswa yang memperoleh nilai tuntas sebanyak
52
14 siswa dan persentase mencapai 87,5% dan yang belum tuntas sebanyak 2 siswa dan persentase mencapi 12,5%. Dengan demikian pada siklus II sudah terjadi peningkatan. e. Kegiatan Refleksi Pada tindakan siklus II ini dilakukan refleksi oleh guru (peneliti) dan observer bahwa menerapkan model pembelajaran Konstruktivisme tipe Children Learning in Science (CLIS) pada materi pokok Perubahan pada Benda sudah terlaksana dengan baik. Pada ketuntasan belajar siswa yang mencapai 87,5%, hasil analisis terhadap tes siklus II diperoleh bahwa siswa yang memperoleh nilai ≥ 75 sebanyak 14 siswa dari 16 siswa. Pada kegiatan observasi yaitu aktivitas belajar siswa siklus II 90%. Sedangkan pada aktivitas mengajar guru siklus II 92,5%. Dengan demikian indikator keberhasilan telah tercapai dengan baik sehingga penelitian ini selesai pada siklus II. B. Pembahasan Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 (dua) siklus yaitu siklus I dan siklus II dan dilaksanakan di kelas VI SD Negeri 03 Napabalano. Hasil observasi terhadap aktivitas belajar siswa dan hasil belajar siswa meningkat kearah yang lebih baik yaitu sesuai dengan pencapaian pada indikator kinerja. Hal ini berbanding lurus dengan aktivitas mengajar guru yang juga meningkat pada
tiap
siklusnya
dengan
menggunakan
model
Konstruktivisme tipe Children Learning In Science (CLIS).
pembelajaran
53
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan observer, pada pembelajaran siklus I pertemuan 1 keberhasilan aktivitas mengajar guru mencapai 82,5% dan pertemuan 2 mencapai 85%. Sedangkan keberhasilan aktivitas belajar siswa pada siklus I pertemuan 1 mencapai 78,75% dan pada siklus I pertemuan 2 mencapai 86,25%. Berdasarkan
kriteria
keberhasilan
proses
pembelajaran
pada
penelitian ini, aktivitas mengajar guru pada siklus I berkriteria baik dan aktivitas belajar siswa pada siklus I juga berkriteria baik, meskipun demikian masih terdapat beberapa kekurangan pada tindakan siklus I, dalam hal ini yang perlu diperbaiki adalah masih adanya 2 kelompok belum mencapai kriteria baik pada siklus I pertemuan 1, kelompok tersebut adalah kelompok 1 dan kelompok 3. Melihat kekurangan yang masih ada pada siklus I ini serta hasil belajar IPA siswa pada materi pokok Perubahan pada Benda pada tindakan siklus I belum memenuhi indikator keberhasilan yang telah ditentukan, maka penelitian dilanjutkan pada siklus II. Hal-hal yang perlu diperbaiki pada tindakan siklus II adalah meningkatkan aktivitas belajar siswa khususnya pada skor perolehan yang masih rendah atau yang masih memperoleh skor 2 dan 3 demikian pula pada aktivitas mengajar guru yang harus diperbaiki adalah guru harus lebih memperhatikan diskusi siswa dan membimbing diskusi dengan menerapkan model pembelajaran Konstruktivisme tipe Children Learning In Science (CLIS), sehingga dengan hal tersebut siswa
54
akan memperoleh nilai yang sesuai dengan indikator keberhasilan yang telah ditentukan. Perbaikan yang dilaksanakan guru berpengaruh pada aktivitas belajar siswa dan hasil belajar siswa pada pembelajaran siklus II. Hasil observasi aktivitas mengajar guru pada siklus II pertemuan 1 mencapai 92,5% dan hasil observasi aktivitas belajar siswa pada pembelajaran siklus II pertemuan 1 mencapai 90%. Keberhasilan aktivitas mengajar guru dan keberhasilan aktivitas belajar siswa berpengaruh pada peningkatan hasil belajar siswa. Pada siklus II nilai yang diperoleh siswa menujukkan peningkatan dibandingkan pada siklus I, dimana 14 siswa dari 16 siswa telah memperoleh nilai ≥ 75 dan persentase meningkat dari 62,5% pada siklus I menjadi 87,5% pada siklus II. Nilai yang diperoleh siswa setelah tindakan siklus I dan siklus II dianalisis untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa. Pada siklus I siswa yang memperoleh nilai tuntas sebanyak 10 siswa (62,5%) dan yang memperoleh nilai belum tuntas sebanyak 6 siswa (37,5%) sedangkan pada siklus II siswa yang memperoleh nilai tuntas sebanyak 14 siswa (87,5%) dan yang memperoleh nilai belum tuntas sebanyak 2 siswa (12,5%) Dengan demikian jawaban atas permasalahan penelitian telah terjawab yaitu menerapkan model pembelajaran Konstruktivisme tipe Children Learning In Science (CLIS) dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi pokok Perubahan pada Benda di Kelas VI SD Negeri 03 Napabalano. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sutarno (2008 :8.7) bahwa keberhasilan belajar bergantung bukan hanya pada lingkungan atau kondisi
55
belajar, tetapi juga pada pengetahuan awal siswa. Jadi salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa yaitu dengan menerapkan Model pembelajaran Konstruktivisme tipe Children Learning In Science (CLIS). Menurut Sutarno (2008:8.30) dan Rustaman (2012:2.29) dengan menerapkan model pembelajaran konstruktivisme tipe Children Learning In Science (CLIS) siswa dapat mengkonstruksikan sendiri konsepkonsep IPA mulai dari orientasi sampai pada pemantapan gagasan melalui masalah yang ada sehingga tidak mudah untuk dilupan oleh siswa.
56
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan hasil Penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Menerapkan Model Pembelajaran Konstruktivisme tipe Children Learning In Science (CLIS) dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi pokok Perubahan pada Benda di Kelas VI SD Negeri 03 Napabalano, dilihat berdasarkan hasil belajar siswa mencapai persentase ketuntasan pada siklus I yaitu 62,5% dan pada siklus II yaitu 87,5%. 2. Aktivitas belajar siswa selama kegiatan pembelajaran siklus I dan siklus II pada materi pokok Perubahan pada Benda dengan menerapkan model pembelajaran Konstruktivisme tipe Children Learning In Science (CLIS) mengalami peningkatan yaitu pada siklus I pertemuan 1 mencapai 78,75% dan pada siklus I pertemuan 2 mencapai 86,25%. Sedangkan pada siklus II mencapai 90%. 3. Aktivitas mengajar guru selama kegiatan pembelajaran siklus I dan siklus II pada materi pokok Perubahan pada Benda dengan menerapkan model pembelajaran Konstruktivisme tipe Children Learning In Science (CLIS) juga mengalami peningkatan yaitu siklus I pertemuan 1 mencapai 82,5% dan pada siklus I pertemuan 2 mencapai 85%. Sedangkan pada siklus II mencapai 92,5%.
57
B. Saran Berdasarkan
hasil
penelitian
yang dilakukan
dan
dalam
upaya
meningkatkan hasil belajar siswa pada materi pokok Perubahan pada Benda di Kelas VI SD Negeri 03 Napabalano, penulis menyarankan sebagai berikut : 1. Bagi sekolah, khususnya SD Negeri 03 Napabalano penggunaan model pembelajaran Konstruktivisme tipe Childern Learning In Science (CLIS) sebagai alternatif tindakan yang efisien untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA. 2. Bagi guru mata pelajaran IPA diharapkan dapat menerapkan model pembelajaran Konstruktivisme tipe Children Learning In Science (CLIS) sebagai alternatif tindakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa dengan memperhatikan kesesuaian model pembelajaran terhadap materi pelajaran. 3. Bagi peneliti selanjutnya, karena menerapkan model pembelajaran Konstruktivisme tipe Children Learning In Science (CLIS) membutuhkan waktu yang lebih banyak, oleh karena itu guru sebaiknya memperhatikan waktu yang diperlukan dalam proses pembelajaran sehingga sesuai dengan alokasi waktu yang telah ditentukan.
58
DAFTAR PUSTAKA Amalia, Sapriati. 2011. Pembelajaran IPA di SD. Jakarta: Universitas Terbuka Arikunto, Suharsimi dkk. 2014. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Bumu Aksara Gunawan, Muhammad Ali. 2013. Statistik untuk Penelitian Pendidikan. Yogyakarta : Parama Publishing Haryanto. 2006. Sains SD kelas VI. Jakarta : Erlangga Musfiqon. 2012. Pengembangan Media dan Sumber Pembelajaran. Jakarta: Prestasi Pustaka Nasution, Noehi dan Adi Suryanto. 2008. Evaluasi Pengajaran. Jakarta: Universitas Terbuka. Rohani, Ahmad. 2004. Metode Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta Rustaman, Nuryani. 2012. Materi dan Pembelajaran IPA SD. Tangerang Selatan : Universitas Terbuka Sutarno, Nono. 2008. Materi dan Pembelajaran IPA SD. Jakarta : Universitas Terbuka Susanto, Ahmad. 2013. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta: Kencana Sutikno, Sobry. 2014. Metode dan Model-Model Pembelajaran. Holistica Lombok