BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pembahasan Pada era global zaman sekarang, secara langsung ataupun tidak langsung merupakan tantangan sekaligus peluang bagi konselor. Seorang konselor harus mampu memberikan respon secara proaktif dalam menghadapi tantangan dan peluang melalui layanan yang profesional, sehingga mampu membantu individu dalam beradaptasi dengan tuntutan global. Bimbingan dan konseling merupakan suatu jabatan professional karena pelaksanaannya menuntut keahlian tertentu melalui pendidikan formal yang khusus, serta rasa tanggung jawab dari para pelaksananya. Profesi sebagai konselor merupakan jabatan yang harus dipegang oleh orang-orang yang mempunyai dasar pengetahuan dan keterampilan. Keahlian dalam bidang Bimbingan dan Konseling menuntut dipenuhinya standar persiapan profesi melalui pendidikan khusus di perguruan tinggi dan pengalaman kerja dalam bidang Bimbingan dan Konseling. Konselor adalah individu dan makhluk sosial yang mempunyai tanggung jawab atas kebaikan lingkungan masyarakat. Konselor sebagai makhluk individu, perlu diberi kesempatan untuk mengembangkan potensi dalam diri. Konselor sebagai makhluk sosial, perlu mengembangkan kemampuan dalam bersosialisasi agar mampu hidup harmonis dengan sesama makhluk sosial lainnya dalam berbagai kehidupan. Sehingga konselor harus dibekali dengan pemahaman dan penguasaann teori, agar memudahkan proses konseling dengan menerapkan teori yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi kliennya, hal itu merupakan tuntutan profesi sebagai seorang konselor.
Teori Bimbingan dan Konseling Kelompok (Teori Realitas Kelompok)
1
B. Tujuan Pembahasan Adapun tujuan pembahasan makalah Teori Realitas adalah untuk : 1. mengetahui pentingnya manfaat teori bagi konselor. 2. mengetahui fungsi teori bimbingan dan konseling. 3. menyadari fenomena yang terjadi di lapangan dan kaitannya dengan teori bimbingan dan konseling. C. Sistematika Pembahasan Adapun pembahasan makalah Teori Realitas menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut : BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembahasan B. Tujuan Pembahasan C. Sistematika Pembahasan D. Metode Pembahasan BAB II. POKOK BAHASAN (TEORI REALITAS) A. Konsep Dasar Teori Realitas Kelompok a. Sejarah Teori Realitas Kelompok b. Pandangan Tentang Manusia c. Konsep Utama Teori Realitas Kelompok d. Tujuan Konseling Teori Realitas Kelompok e. Konseli dalam Pandangan Teori Realitas Kelompok f. Peran Konselor dalam Teori Realitas Kelompok B. Teknik yang Digunakan dalam Teori Realitas Kelompok BAB III. ANALISIS DAN KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA
D. Metode Pembahasan Adapun metode pembahasan yang dilakukan dalam penyelesaian makalah ini adalah dengan menggunakan metode literatur kepustakaan.
Teori Bimbingan dan Konseling Kelompok (Teori Realitas Kelompok)
2
BAB II POKOK BAHASAN (TEORI REALITAS KELOMPOK)
A. Konsep Dasar Teori Realitas Kelompok a. Sejarah Teori Realitas Kelompok Tokoh dari teori realitas adalah William Galsser. William Glasser lahir pada tahun 1925. yang awalanya dilatih untuk menjadi psikoanalis, tetapi menimbulkan kekecewaan dengan pendekatan ini, awalnya terapi realitas tidak memiliki teori yang sistematis, hanya ide empiris tentang individu yang bertanggung jawab terhadap apa yang mereka lakukan. Glasser enggan mengutarakan ketidakpuasaanya terhadap terapi psikoanalitik, sampai Glasser berjumpa dengan G.L Harrington yang dianggapnya memberikan andil
yang besar
dengan
memberikan
sumbangannya atas ide-ide yang dibuat oleh Glasser. Pada tahun 1956, Glasser menjabat sebagai psikiatris pembimbing pada Sekolah Putri di Ventura, sebuah sekolah untuk perawatan anak nakal milik Negara bagian California. Pengalaman itu menambah keyakinan Glasser mengenai teknik dan konsep psikoanalitik yang kurang bermanfaat, oleh karena itu Glasser mulai mengembangkan pendekatan terapeutik yang sangat berlawanan dengan teori psikoanalitik Freud. Seperti analisis transaksional, terapi realitas pada awalnya lebih banyak digunakan dalam kelompok alih-alih individual. Terapi realitas juga menjadi tumpuan dalam lingkungan kerja/tugas, seperti pergerakan kualitas total, yang menekankan bekerja secara kooperatif dan produktif dalam kelompok-kelompok kecil. b. Pandangan Tentang Manusia Terapi realitas bertumpu pada ide sentral bahwa anggota kelompok bebas memilih perilaku dan harus bertanggung jawab tidak hanya atas apa yang kelompok lakukan tetapi juga atas bagaimana anggota kelompok Teori Bimbingan dan Konseling Kelompok (Teori Realitas Kelompok)
3
berfikir dan merasakan. Terapi realitas merupakan suatu model terapi yang dikembangkan sebagai reaksi melawan terapi konvensional. Terapi realitas adalah terapi jangka pendek yang berfokus pada saat sekarang, menekankan kekuatan pribadi, dan pada dasarnya merupakan jalan dimana para anggota keompok bisa belajar tingkah laku dan lebih realistik. Terapi realitas memfokuskan pada perbuatan serta fikiran yang dilakukan sekarang dan bukan pada pemahaman, perasaan, pengalaman masa lalu, ataupun motivasinya yang tidak disadari. Suatu kelompok dapat mernperbaiki
kualitas
hidup
melalui
proses
evaluasi
terhadap
kelompoknya, kemudian kepada anggota kelompok diajarkan kebutuhan pokok dan diminta untuk mengidentifikasikan keinginan anggota kelompok. Kelompok ditantang untuk mengevaluasi apakah yang anggota kelompok lakukan bisa memenuhi kebutuhannya atau tidak. Apabila tidak bisa, kelompok didorong untuk membuat rencana untuk bisa berubah, untuk melakukan komitmen terhadap rencana kelompok dan terus setia pada komitmennya. Terapis
berfungsi
sebagai
guru
dan
model
serta
mengkonfrontasikan anggota kelompok dengan cara-cara yang mampu membantu anggota kelompok menghadapi kenyataan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar tanpa merugikan anggota kelompok lain. Terapi realitas adalah suatu bentuk modifikasi tingkah laku. Salah satu
sebab
mengapa
keberhasilannya
dalam
teori
realitas
menerjemahkan
meraih
popularitas
sejumlah
konsep
adalah, tentang
modifikasi tingkah laku ke dalam model praktek yang relatif sederhana. c. Konsep Utama Teori Realitas Kelompok Glasser mengatakan bahwa tanggung jawab adalah inti dari teori realitas. Arah baru bagi teori realitas adalah berlandaskan asumsi bahwa individu menciptakan dunia batin. Sebagai usahanya memperbaharui teori realita, Glasser mengeksplorasi tema tingkah laku adalah usaha untuk mengendalikan persepsi dalam kelompok pada dunia luar, mencocokkan dunia batin dengan dunia pribadi individu. Modifikasi teori realitas ini, Teori Bimbingan dan Konseling Kelompok (Teori Realitas Kelompok)
4
Glasser mengajarkan pada tahun 1981 dan terkenal sebagai control theory. Glasser percaya bahwa orang yang mempelajari itu akan mampu mengambalikan hidup mereka lebih efektif. Oleh karena itu anggota kelompok akan dapat mencegah masalah-masalah potensial yang mungkin menyebabkan kelompok menggunakan teori realitas. Adapun ciri-ciri dari teori realitas kelompok : 1. terapi realitas menolak konsep tentang penyakit mental. Glasser berasumsi bentuk-bentuk gangguan tingkah laku yang spesifik adalah akibat dari ketidak bertanggungjawaban. 2. terapi realitas berfokus pada tingkah laku sekarang alih-alih pada perasaan-perasaan dan sikap-sikap. 3. terapi realitas berfokus pada saat sekarang, bukan kepada masa lampau, karena pada masa lampau seseorang telah tetap dan tidak bisa diubah, maka yang bisa diubah hanyalah saat sekarang dan masa yang akan datang. 4. terapi realitas menekankan pertimbangan-pertimbangan nilai. Terapi realitas menempatkan pokok kepentingannya pada peran kelompok dalam menilai kualitas-kualitas tingkah laku anggota kelompok dalam menentukan apa yang membantu kegagalan yang dialami kelompok. 5. terapi realitas tidak menekankan transferensi. Glasser memandang konsep tradisional tentang transferensi sebagai hal yang penting. Transferensi sebagai suatu cara bagi pemimpin kelompok untuk tetap bersembunyi sebagai pribadi. 6. terapi realitas menekankan aspek-aspek kesadaran, bukan aspek-aspek ketidaksadaran. 7. terapi realitas menghapus hukuman. Glasser mengingatkan bahwa pemberian hukuman guna mengubah tingkah laku tidak efektif dan hukuman
untuk
kegagalan
melaksanakan
rencana-rencana
mengakibatkan perkuatan identitas kegagalan pada anggota kelompok dan perusakan hubungan terapeutik
Teori Bimbingan dan Konseling Kelompok (Teori Realitas Kelompok)
5
8. terapi realitas menekankan tanggung jawab, seperti pernyataan Glasser tanggung jawab adalah kemampuan untuk memenuhi kebutuhankebutuhan sendiri dan melakukannya dengan cara tidak mengurangi kemampuan orang lain dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan individu. Ada delapan hal yang menjadi ciri khas dari teori Realitas antara lain sebagai berikut: 1. terapi realitas menolak konsep tentang penyakit mental (medis). Teori realitas berasumsi, bentuk-bentuk gangguan tingkah laku adalah akibat dari ketidakbertanggungjawaban. Pendekatan teori realitas tidak berkaitan dengan diagnosis psikologis. Teori realitas menyamakan gangguan mental dengan tingkah laku yang tidak bertanggung jawab dan sebaliknya, menyamakan mental yang sehat dengan perilaku yang bertanggung jawab. 2. terapi realitas memfokuskan pada tingkah laku sekarang terlebih pada perasaan-perasaan dan sikap-sikap. Meskipun teori realitas tidak menganggap perasaan dan sikap-sikap tidak bertanggungjawab itu tidak penting tetapi teori realitas menekankan pada kesadaran atas tingkah laku sekarang. Terapis realitas tidak bergantung pada pemahaman
untuk
mengubah
sikap-sikap
tetapi
menekankan
perubahan sikap mengikuti perubahan tingkah laku. 3. terapi realitas berfokus pada saat sekarang, bukan pada masa lampau. Teori realitas berasumsi bahwa masa lampau seseorang adalah tetap dan tidak bisa dirubah maksud yang bisa diubah hanyalah saat sekarang dan masa yang akan datang.
Glasser berpendapat
"merupakan penghamburan waktu membicarakan kesalahan-kesalahan masa lampau" menurut Glesser penghitungan kembali sejarah dan pengeksplorasian kembali masa lampau merupakan usaha yang tidak produktif. 4. terapi realitas menekankan pertimbangan-pertimbangan nilai, terapi realitas menempatkan pokok kepentinganya pada peran konseli dalam Teori Bimbingan dan Konseling Kelompok (Teori Realitas Kelompok)
6
menilai kualitas tingkahlaku konseli sendiri dalam menentukan apa yang menyebabkan kegagalan yang dialami konseli. Jadi jika para konseli menjadi sadar bahwa individu tidak akan memperoleh apa yang individu inginkan dan bahwa apa yang individu lakukan itu dapat merusak diri, maka ada kemungkinan terjadinya perubahan yang positif. 5. terapi realitas tidak menekankan transferensi. Terapi Realitas tidak memandang konsep tradisional tentang transferensi sebagai hal yang penting melainkan sebagai suatu cara bagi terapis untuk tetap bersembunyi sebagai pribadinya. Terapi Realitas menghimbau agar para terapis menjadi diri sendiri tidak memainkan peran sebagai ayah atau ibu konseli. 6. terapi realitas menekankan aspek-aspek kesadaran, tidak seperti teori psikoanalitik. Terapi Realitas menekankan kekeliruan yang dilakukan oleh konseli. Bagaimana tingkah laku konseli sekarang hingga konseli tidak mendapatkan apa yang diinginkanya, dan bagaimana konseli bisa terlibat dalam suatu rencana tingkah laku yang berhasil dan berlandaskan tingkah laku yang bertanggung jawab dan realistis. Terapi Realitas menegaskan bahwa ketidaksadaran berarti mengelak dari pokok masalah yang menyangkut ketidak bertanggungjawaban klien dan memaafkan kesalahan klien atas tindakanya dalam menghindari kenyataan. 7. terapi realitas meniadakan hukuman. Glasser mengingatkan bahwa pemberian hukuman untuk mengubah tingkahlaku adalah tidak efektif dan bahwa hukuman untuk kegagalan melaksanakan rencana mengakibatkan perkuatan identitas kegagalan pada konseli dan perusakan
hubungan
teurapetik.
Terapi
Realitas
menentang
penggunaan pernyataan-pernyataan yang mencela karena dianggap sebagai hukuman. Glasser menganjurkan untuk membiarkan konseli menerima konsekuensi yang wajar dari perilakunya sendiri.
Teori Bimbingan dan Konseling Kelompok (Teori Realitas Kelompok)
7
8. terapi realitas menekankan tanggung jawab. Glasser menyatakan klien perlu belajar mengoreksi diri apabila klien berbuat salah dan membanggakan diri apabila klien berbuat benar. Untuk memperbaiki tingkah laku klien apabila berbuat salah, kita perlu mengevaluasi tingkah laku klien. Bagian yang esensial dari terapi Realitas mencakup moral, standar-standar, pertimbangan-pertimbangan nilai, serta benar dan salahnya tingkah laku berkaitan erat dengan pemenuhan kebutuhan akan rasa berguna. d. Tujuan Konseling Teori Realitas Tujuan keseluruhan dari terapi realitas adalah agar setiap individu bisa mendapatkan cara yang lebih efektif untuk memenuhi kebutuhankebutuhan menjadi bagian dari suatu kelompok, kekuasaan, kebebasan, dan kesenangan. Pada lokakaryanya Glasser menekankan bahwa konseling itu terdiri
dari menolong konseli belajar tentang cara-cara untuk
mendapatkan kontrol terhadap hidupnya, dan untuk bisa hidup lebih efektif. Termasuk didalam konseling, berkonfrontasi dengan konseli untuk meneliti apa yang konseli dan konselor lakukan, pikirkan, dan rasakan untuk mendapatkan gambaran apakah ada cara yang lebih baik bagi konseli dan konselor untuk berfungsi. Fokus terapi realitas adalah pada apa yang disadari oleh konseli dan kemudian menolong konseli menaikkan tingkat kesadarannya itu. Setelah konseli menjadi sadar betapa tidak efektifnya perilaku yang konseli lakukan untuk mengontrol dunia, mereka akan lebih terbuka untuk mempelajari alternatif lain dari cara berperilaku. Tidak seperti banyak pendekatan lain, terapi realitas menaruh perhatian khusus tentang mengajar orang untuk dapat berurusan dengan dunia secara lebih efektif. Inti dari terapi realitas adalah menolong konseli mengevaluasi apakah yang konseli inginkan itu realistik dan apakah perilakunya bisa menolongnya kearah itu. Konselilah yang menentukan apakah konseli lakukan itu bisa membuatnya mendapatkan apa yang konseli kehendaki, dan mereka menentukan perubahan apa, kalaupun ada, yang mereka Teori Bimbingan dan Konseling Kelompok (Teori Realitas Kelompok)
8
kehendaki untuk dilakukan. Setelah konseli lakukan penilaian terhadap masalah yang dihadapi konseli, maka konseli dibantu oleh konselor dalam hal mendesain suatu rencana perubahan sebagai cara menerjemahkan perkataan menjadi perbuatan. Glasser (1989) menekankan satu-satunya perilaku seseorang yang bisa indivisu kontrol adalah perilaku individu itu sendiri, yang berarti bahwa cara terbaik untuk mengontrol peristiwa sekitar individu adalah melalui apa yang individu lakukan. Memudahkan
konseli
dalam
mengekplorasi
keinginan,
kebutuhan dan persepsi. Keterampilan terapi realitas mencakup konseling dalam cara yang tidak bernada kritik dan bersikap mau menerima sehingga konseli akan mengungkapkan apa yang ada di dunia yang khusus. Focus pada perilaku sekarang. Terapi realitas menekankan pada perilaku sekarang dan memperdulikan peristiwa di masa lalu hanya sejauh peristiwa yang ada pengaruhnya terhadap perilaku konseli sekarang. Membuat konseli mau mengevaluasi perilakunya. Inti dari terapi realitas adalah meminta konseli membuat evaluasi seperti berikut “apakah perilaku anda sekarang ini ada peluang yang wajar untuk bisa mendapatkan apa yang anda inginkan sekarang, dan akan membawa anda ke arah tujuan yang anda inginkan?” (glesser, 1986a, 1986c). Tujuan umumnya adalah untuk membantu individu memperoleh tingkah laku yang betanggungjawab. Terapi realitas berasumsi bahwa konseli dapat menciptakan kebahagian konseli itu sendiri dan kunci untuk menemukan kebahagiaan adalah penerimaan tanggung jawab. Adapun fungsi dari terapi realitas ini adalah memasang batas-batas, mencakup batas-batas dalam situasi terapeutik dan batas-batas yang ditempatkan oleh kehidupan pada seseorang. Glasser dan Zunin menunjukan penyelenggaraan kontrak sebagai suatu tipe pemasangan batas. e. Konseli dalam Pandangan Teori Realitas Kelompok Konseli dalam teori realitas bukanlah orang-orang yang telah belajar menjalani kehidupan secara bertanggung jawab, melainkan orang-orang Teori Bimbingan dan Konseling Kelompok (Teori Realitas Kelompok)
9
yang termasuk tidak bertanggung jawab, meskipun tingkah lakunya tidak layak, tidak realistis, dan tidak bertanggung jawab, tingkah laku para konseli masih merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar konslei akan cinta dan rasa berguna. Tingkah laku konseli merupakan upaya untuk memperoleh identitas. f. Peran Konselor dalam Teori Realitas Kelompok Wubbolding (1988) menyarankan empat prosedur khusus yang diterapkan untuk kelompok terapi realitas, yaitu : a) Mahir menggunakan pertanyaan yang sudah disiapkan. Hal ini penting bahwa pimpinan kelompok mengajukan pertanyaan terbuka dan pertanyaan yang menarik dalam rangka membantu anggota lebih eksploratif. b) Prosedur-prosedur bantuan diri hendaknya terfokus pada hal-hal yang positif. Perilaku-perilaku yang diinginkan anggota kelompok sebagai target. Ada usaha nyata pada sebagian anggota dan kelompok untuk mengimplementasikan tindakan yang akan membawa kepada identitas keberhasilan, seperti mempelajari keterampilan-keterampilan sosial baru. c) Menggunakan humor. Wubbolding menekankan prosedur pada ketepatan waktu, fokus dan pentingnya kepercayaan didalam proses. Humor tidak pernah menganjurkan orang untuk murung. Humor digunakan untuk membantu individu memperoleh kesadaran akan situasi yang tidak mudah diperoleh dengan cara lain. d) Memanfaatkan paradoks. Wubbolding menekankan bahwa dengan beberapa anggota kelompok, perubahan yang terbaik lebih dianjurkan secara tidak langsung alih-alih seperti yang dianjurkan Glasser. Agar berhasil, pemimpin kelompok dapat menggunakan paradoks (meminta para anggota berbuat yang berlawanan dengan keinginan mereka), selanjutnya pesan yang mereka berikan, diterima secara serius dan diingkarai untuk kebaikan anggota kelompok. Dibawah ini ada empat kriteria pemimpin terapi realitas yang efektif, yaitu : Teori Bimbingan dan Konseling Kelompok (Teori Realitas Kelompok)
10
1) Mereka harus menjadi pribadi yang bertanggung jawab yang mampu untuk memenuhi kebutuhan mereka. 2) Mereka harus kuat mental dan mampu menentang kesenangan anggota kelompok untuk simpati dan berdalih atas perilaku yang tidak produktif. 3) Berkualitas untuk menerima anggota kelompok siapapun mereka. 4) Pemimpin kelompok terapi realitas harus terlibat secara emosional dan mendukung setiap anggota kelompok. Pemimpin secara mental harus matang dan menyenangkan sebelum mereka dapat bekerja dan membantu anggota kelompok menuju kepada perubahan yang dibutuhkannya. Keterlibatan konselor atau terpis memberikan
dukungan-dukungan
yang
tidak terbatas hanya dalam "manis."
Kadang,
Glasser
menegaskan, konselor harus mendorong orang dengan cara yang tidak "manis." Misalnya, dalam menyikapi pilihannya yang salah, konselor mesti berani mengkomunikasikan kepada konseli bahwa konseli itu telah mengambil langkah yang salah. Namun sikap itu tidak berkonotasi penolakan terhadap diri konseli. Atau, sewaktu konseli terus enggan melihat kehilangannya, konselor mesti menyadarkan konseli dengan penuh kasih sayang. Tujuannya jelas, yakni agar konselor tetap dapat membimbing konseli melewati ketiga fase pemulihan itu mengakui realitas, memikul tanggung jawab, dan melakukan tindakan yang benar. Tugar dasar dari seorang terapis dalam teori realitas adalah melibatkan diri dengan anggota kelompok dan kemudian membuatnya menghadapi kenyataan. Dan tugas terapis adalah bertindak sebagai pembimbing yang membantu setiap anggota kelompok agar bisa menilai tingkah lakunya sendiri secara realitas.
B. Teknik yang Digunakan dalam Teori Realitas Kelompok Teknik merupakan suatu cara yang dapat dilakukan oleh konselor untuk membantu konseli dalam pemberian layanan bimbingan dan konseling. Adapun teknik yang di gunakan dalam teori realitas adalah Corey (2003, hal. 277): Teori Bimbingan dan Konseling Kelompok (Teori Realitas Kelompok)
11
1. Terlibat dalam permainan peran dengan klien 2. Menggunakan humor 3. Mengonfrontasikan klien dan menolak berdalih apapun 4. Membantu klien dalam merumuskan rencana-rencana yang spesifik bagi tindakan 5. Bertindak sebagai model atau guru 6. Memasang batas-batas dan menyusun situasi terapi 7. Menggunakan terapi kejutan verbal atau sarkasme yang layak untuk mengonfrontasikan klien dengan tingkah lakunya yang tidak realistis; dan 8. Melibatkan diri dengan klien dalam upayanya mencari kehidupan yang lebih efektif. Tahap-tahap teknik lain yang digunakan dalam teori ini menurut William Glasser adalah : 1. Berteman/membangun
suatu
hubungan
yang
bermakna
(Mengembangkan suatu hubungan) Dalam langkah pertama, usaha terapis realitas adalah membangun hubungan baik (rapport) dengan setiap anggota kelompok.
Orang
biasanya terlibat dalam kelompok karena butuh berhubungnan dengan orang lain,.
Oleh karena itu, pimpinan kelompok dapat memenuhi
kebutuhan tersebut pada langkah awal ini.
Proses awal ini dipakai
pimpinan kelompok (konselor) melalui penyaringan.
Pemimpin juga
menentukan denan membantu anggota kelompok menggambarkan cara mempertemukan kebutuhan-kebutuhan dasarnya. Gambaran ini datang dari dunia internal anggota kelompok dan digambarkan oleh pemimpin melalui keterampilan bertanya dan interaksi. 2. menegaskan perilaku sekarang/bertanya, apa yang dilakukan sekarang (Memfokuskan kepada tingkah laku konseli yang sekarang) Seperti yang diketahui bahwa teori realitas memfokuskan pada perbuatan serta fikiran yang dilakukan sekarang dan bukan pada pemahaman, perasaan, pengalaman masa lalu, ataupun motivasinya yang tidak disadari. Teori realitas berfokus pada saat sekarang, bukan kepada Teori Bimbingan dan Konseling Kelompok (Teori Realitas Kelompok)
12
masa lampau, karena pada masa lampau seseorang telah tetap dan tidak bisa diubah, maka yang bisa diubah hanyalah saat sekarang dan masa yang akan datang.
Langkah ini terfokus pada proses pilihan.
Anggota
kelompok diminta untuk konsentrasi pada pengontrolan perilaku mereka sekarang.
Sebagai contoh, anggota memiliki pilihan dalam cara-cara
dalam mereka berfikir dan berinteraksi dengan anggota kelompok lain serta dengan pemimpin kelompok. 3. Menegaskan apakah tindakan-tindakan konseli mencapai yang mereka inginkan (Meminta konseli untuk mengevaluasi tingkah laku ini) Setiap anggota kelompok dapat mernperbaiki kualitas hidup melalui proses evaluasi terhadap kelompok, kemudian kepada anggota kelompok
diajarkan
kebutuhan
pokok
dan
diminta
untuk
mengidentifikasikan keinginan setiap anggota kelompok. Setiap anggota kelompok ditantang untuk mengevaluasi apakah yang anggota kelompok lakukan bisa memenuhi kebutuhannya atau tidak. Apabila tidak bisa, anggota kelompok didorong untuk membuat rencana untuk bisa berubah, untuk melakukan komitmen terhadap rencana dan terus setia pada komitmennya. 4. Membuat suatu rencana untuk berbuat lebih baik (Mengembangkan rencana untuk perubahan) Langkah ini merupakan tahapn krits dalam tahapan kelompok. Langkah
ini
meliputi
perencanaan,
menasehati,
membantu,
dan
mendorong, (Glasser, 1984). Tahap ini berdasarkan pada penyelesaian tahap ketiga, perencanaan tindakan adalah individual,tetapi anggota dan pimpinan kelompok dapat sangat efektif memberikan inputu dan sugestisugesti yang akan membuat perencanaan potensial. Wubbolding (1988) menyarankan rencana yang efektif memenuhi komponen-komponen sebagai berikt : a) Berhubungan erat dengan kebutuhan anggota b) Sederhana dan mudah dipahami c) Realistik dan mudah dicapai Teori Bimbingan dan Konseling Kelompok (Teori Realitas Kelompok)
13
d) Melibatkan tindakan-tindakan positif e) Independen terhadap kontribusi orang lain f) Dapat dipraktekkan secara teratur g) Dapat dilakukan dnegan segera h) Berorientasi proses i) Dan terbuka untuk input yang membangun dari anggota kelompok melalui tulisan dan diformulasikan dengan baik 5. Membuat kesepakatan untuk rencana positif selanjutnya(Mendapatkan suatu keterikatan) Melalui tahap-tahap yang sebelumnya, maka pada poin ini anggota kelompok mendapatkan suatu keterikatan dengan rencana yang sudah dirancangnya dengan bantuan konselor.
Anggota kelompok harus
memiliki tanggungjawab yang penuh untuk melaksanakan rencananya untuk perubahan pada diri konseli.
Konselor juga harus dapat
menumbuhkan rasa keterikatan pada rencana yang sudah dibuat oleh konseli agar perubahan yang lebih baik itu dapat terealisasikan. 6. Tiada alasan (Tidak menerima permintaan maaf) Anngota kelompok tidfak akan berhasil dalam rencana tenadakan mereka bilaseriang memaafkan kesalahannya. Dalam suatu kasus; pemimpin dan anggota kelompok dengan mudah mengakui bahwa seseorang itu gagal. Tentang masa lalu tidak dikemukan, dan alasan tidk didiskusikan. Penerimaan alasan yang diberikan seseorang dalam kelompok menunjukan bahwa ide mereka lemah, tidak dapat berubah,dan akibatnya tidak mampu mengontrol kehidupan mereka. (Wubbolding, 1988;1991) malahan individuindividu
dibantu
memformulasikan
rencana-rencana
lain
(biasanya
memodifikasi sesuatu yang asli) dan dianjurkan untuk mencobanya lagi. 7. Tiada hukuman (Menolak penggunaan hukuman) Pada teori realitas konselor tidak menggunakan hukuman untuk konseli yang tidak dapat melakukan rencana yang telah disusunnya itu. Akan tetapi konselor harus mempertanyakan pada diri konseli mengapa komitmen yang telah dibuat dan di sepakati menjadi tidak terealisasi dengan Teori Bimbingan dan Konseling Kelompok (Teori Realitas Kelompok)
14
benar, dan konselor tidak menyalahkan konseli atas apa yang telah dilakukannya dan konselor tidak peduli dengan apa yang sudah dilakukan konseli yang menyebabkan tujuan hidupnya tidak tercapai, namun apabila penelusuran sebab atau tingkah laku pada masa lalu dirasakan bisa membantu proses konseling, maka konseli diperbolehkannya, namun tidak sepenuhnya terpaku dan tergantung pada masa lalu. Terapi realitas menekankan, bahwa seseorang yang tdak mengikuti rencana yang mereka buat, harus hidup dengan konsekuensi alami dari hail yang dilakukannya. Biasanya tujuan mereka tidak dicapai sebagaimana yang diinginkan. Tipe respon ini selalu memotivasi mereka, sepanjang kelompok mendorong untuk mencoba lagi. 8. Tak pernah berhenti (Dan tidak pernah menyerah pada diri konseli) Perubaahan selalu memerlukan waktu, khususnya jika konseli memiliki sejarah kegagalan yang panjang. Pemimpin kelompok gigih dengan anggota kelompok yang lambat untuk berubah. Awal konsistensi ini diinternalisasikan oleh konseli. Mereka menyadari bahwa pemimpin layaknya pteman baik yang tidak pernah berhenti berupaya membautu dengan susah payah. Dengan kenyataan ini, mereka selalu menjadi lebih berkeinginan untuk mencoba perilaku yang baru, dan proses perubahan itu dapat dimulai.
Teknik-teknik terapi realitas telah dipercaya bisa diterapkan pada lingkup masalah tingkah laku dan emosional yang luas. Terapi realitas telah digunakan dengan berhasil pada penanganan ”masalah-masalah individu yang spesifik seperti masalah kecemasan, maladjusment, konflik-konflik perkawinan, perversi, dan psikosis. Teori realitas tidak memasukkan sejumlah teknik yang secara umum digunakan oleh teori lain, para pempraktek teori realitas tidak menghabiskan waktunya untuk bertindak sebagai “detektif” mencari alasan-alasan, teori berusaha membangun kerja sama dengan para konseli untuk membantu mereka dalam mencapai tujuan-tujuannya. Teknik-teknik lain yang tidak Teori Bimbingan dan Konseling Kelompok (Teori Realitas Kelompok)
15
digunakan
adalah
penafsiran,
pemahaman,
wawancar-wawancara
nondirektif, sikap diam yang berkepanjangan, asosiasi bebas, analisis tranferensi, dan analisis mimpi. Individu harus berani menghadapi realitas dan bersedia untuk tidak mengulangi masa lalu. Hal penting yang harus dihadapi seseorang adalah mencoba menggantikan dan melakukan intensi untuk masa depan. Seorang terapis bertugas menolong individu membuat rencana yang spesifik bagi perilaku mereka dan membuat sebuah komitmen untuk menjalankan rencana-rencana yang telah dibuatnya. Dalam hal ini identitas diri merupakan satu hal penting kebutuhan sosial manusia yang harus dikembangkan melalui interaksi dengan sesamanya, maupun dengan dirinya sendiri. Perubahan identitas biasanya diikuti dengan perubahan perilaku di mana individu harus bersedia merubah apa yang dilakukannya dan mengenakan perilaku yang baru. Dalam hal ini terapi realitas dipusatkan pada upaya menolong individu agar dapat memahami dan menerima keterbatasan dan kemampuan dalam dirinya.
Teori Bimbingan dan Konseling Kelompok (Teori Realitas Kelompok)
16
BAB III ANALISIS DAN KESIMPULAN
A. Analisis Teori realitas merupakan teori yang mempelajari tingkah laku individu dan tanggung jawab, seperti yang dikatakan oleh Glasser bahwa tanggung jawab adalah inti dari teori realitas. Teori realitas tampaknya sangat cocok bagi interfensi-interfensi singkat dalam situasi-situasi konseling krisis dan bagi penanganan para remaja dan orang-orang dewasa penghuni lembaga-lembaga untuk tingkah laku kriminal. William Galsser menguraikan teorinya dengan tiga R yaitu (a) "reality", (b) "responsibility", dan (c) "right-wrong". Jika konseli menderita depresi, pertama-tama konseli harus dapat menghadapi realitas hidup apa adanya, bukan apa yang seharusnya terjadi atau tidak terjadi. Pemikiran "seharusnya" niscaya menjauhkan konseli dari realitas dan hanyalah memasukkan konseli ke alam khayali dan impian. Sebaliknya, pemikiran "apa adanya", membawa konseli masuk ke dalam realitas dan memaksa konseli memikirkan apa yang harus konseli lakukan sekarang. Inilah R pertama, yakni realitas. Satu contoh kasus misalnya, konseli atau konseli kehilangan anak yang dikasihinya, konseli tersebut harus dapat menghadapi realitas kehilangan itu dengan cara mengakui makna kehadiran anak tersebut dalam kehidupannya dan melihat apa yang telah hilang dalam kehidupannya dengan kepergiannya. Makin berlama-lama konseli melihat dan mengakui kepergiannya maka makin parah depresi yang harus konseli alami. Sebaliknya, makin cepat konseli melihat dan mengakui kepergiannya, maka makin cepat pulalah konseli menyadari apa yang harus konseli perbuat untuk mengisi kepergiannya. Inilah R kedua, yakni "responsibility" atau tanggung jawab. R ketiga adalah right-wrong. Glasser menegaskan bahwa konseli hanya akan dapat melihat diri secara positif jika konseli melakukan tindakan Teori Bimbingan dan Konseling Kelompok (Teori Realitas Kelompok)
17
yang benar. Mustahil konseli akan dapat menyenangi diri sendiri bila konseli terus melakukan hal-hal yang salah. Sebaliknya, jika konseli melakukan hal yang benar, barulah konseli bisa berbangga dan bersenang hati. Di sini diperlukan kemampuan untuk memilih atau mengambil keputusan dengan benar. Pilihan yang salah tidak akan mengangkat konseli dari kubangan depresi. Terapi realitas kelompok ini tidak memiliki suatu teknik yang berarti atau kontekstual, namun beberapa ahali seperi Gerald Corey dan Glasser lebih memperlihatkan teknik yang digunakan dalam terapi kelompok ini lebih kesuatu tahapan yang jikalau salah satu tahapan hilang atau terlewat maka proses itu dapat dikatakan gagal, jadi tahapan itu merupakan suatu kesatuan. Maka diperlukannya keterampilan-keterampilan khusus dari pemimpin kelompok itu sendiri, seperti peningkatan rasa empati, kemahiran dalam berkomunikasi dan mengkomunikasikan dan pribadi yang menyenangkan.
B. Kesimpulan Inti dari terapi realitas adalah menerima pertanggungjawaban pribadi dan bisa mendapatkan kontrol yang lebih efektif. Orang bertanggung jawab atas hidupnya dan bukan menjadi korban dari keadaan diluar kontrolnya. Praktisi terapi realitas berfokus pada apa yang klien bisa dan mau mengerjakan pada saat sekarang untuk bisa merubah perilaku klien. Terapis realitas berfungsi sebagai guru dan model, yang berkonfrontasi dengan klien dengan cara–cara yang bisa menolong klien untuk mengevaluasi apa yang dilakukan dan apakah perilaku konseli bisa memenuhi kebutuhan dasar tanpa harus mencelakakan diri konseli sendiri dan orang lain. Kelebihan dari terapi realitas adalah jangka waktu terapinya yang relatif pendek. Konseli dihadapkan pada keharusan untuk mengevaluasi tingkah laku klien sendiri dan membuat pertimbangan nilai. Sedangkan kekurangan dari terapi realitas ini adalah, tidak memberikan penekanan khusus pada perilaku tak sadar dan pada masa lampau individu sebagai salah satu penyebab dari tingkah laku konseli sekarang. Teori Bimbingan dan Konseling Kelompok (Teori Realitas Kelompok)
18
Pendapat tradisional yang beranggapan bahwa seseorang berperilaku tidak bertanggungjawab disebabkan oleh gangguan mental ditolak oleh Glasser. Justru ia berpendapat bahwa orang mengalami gangguan mental karena ia berperilaku tidak bertanggungjawab. Terapi realitas menekankan pada masalah moral antara benar dan salah yang harus diperhadapkan kepada konseli sebagai kenyataan atau realitas. Terapi realitas menekankan pertimbangan menyangkut nilai-nilai. Ia menekankan bahwa perubahan mustahil terjadi tanpa melihat pada tingkah laku dan membuat beberapa ketentuan mengenai sifat-sifat konstruktif dan destruktifnya. Pengalaman masa lalu diabaikan karena terapi realitas mengarahkan pandangan penilaiannya pada bagaimana perilaku saat ini dapat memenuhi kebutuhan konseli. Dengan kata lain terapi realitas berfokus pada tingkah laku sekarang. Meskipun tidak menganggap perasaan dan sikap tidak penting, tetapi terapi realitas menekankan kesadaran atas tingkah laku sekarang. Terapi realitas adalah proses pengajaran ( teaching process ) dan bukan proses penyembuhan ( healing process ). Itu sebabnya terapi realitas sering menggunakan pula pendekatan kognitif dengan maksud agar konseli dapat meneyesuaikan diri terhadap realitas yang dihadapinya. Faktor alam bawah sadar sebagaimana ditekankan pada psikoanalisis Freud tidak diperhatikan karena Glasser lebih mementingkan “apa” daripada “mengapa”-nya. Terapi realitas menolong individu untuk memahami, mendefinisikan, dan mengklarifikasi tujuan hidupnya. Terapi realitas menolak alasan tertentu atas perbuatan yang dilakukan. Misalnya, orang yang mencuri tidak boleh beralasan bahwa ia terpaksa atau kepepet, dsb. Dalam terapi realitas kelompok, anggota kelompok bebas memilih perilaku dan harus bertanggung jawab tidak hanya atas apa yang kelompok lakukan tetapi juga atas bagaimana anggota kelompok berfikir dan merasakan. Diperlukannya suatu keterampilan khusus yang dimiliki oleh pemimpin kelompok seperti keterampilan dalam komunikasi karena dalam terapi realitas kelompok ini tidak menggunakan teknik khusus dalam proses konnselingnya. Teori Bimbingan dan Konseling Kelompok (Teori Realitas Kelompok)
19
DAFTAR PUSTAKA
Corey, Gerald. 2005. Theory and Practice of Counseling and Psychothepy (Diterjemahkan oleh: E. Koeswara). Bandung: PT. Refika Aditama Gibson, Robert L. at al. 1986. Introduction to Counseling and Guidance. New York: Macmillan Publishing Company Gunadi, Paul. No. 4 Edisi: Oktober - Desember 2003. PARAKALEO (dan dapat di lihat dalam situs http://72.14.235.104/search?q=cache:xhK3lK54GbkJ:www.dikdasmen.or g/files/kepala%2520sekolah.doc+william+glasser&hl=id&ct=clnk&cd=6 &gl=id) Hansen, James C. at al. 1982. Counseling: Theory and Process. Library of Congress Cataloging in Publication Data Rosjidan. 1988. Pengantar Teori-teori Konseling. Jakarta: DEPDIKBUD
Teori Bimbingan dan Konseling Kelompok (Teori Realitas Kelompok)
20
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................... i DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
BAB I. PENDAHULUAN................................................................................. 1 A. Latar Belakang Pembahasan.......................................................................... 1 B. Tujuan Pembahasan....................................................................................... 2 C. Sistematika Pembahasan................................................................................ 2 D. Metode Pembahasan...................................................................................... 2 BAB II. POKOK PEMBAHASAN (TEORI REALITAS KELOMPOK).... 3 A. Konsep Dasar Teori Realitas Kelompok........................................................ 3 a. Sejarah Teori Realitas Kelompok............................................................ 3 b. Pandangan Tentang Manusia................................................................... 3 c. Konsep Utama Teori Realitas Kelompok................................................ 4 d. Tujuan Konseling Teori Realitas............................................................. 8 e. Konseli dalam Pandangan Teori Realitas Kelompok.............................. 9 f. Peran Konselor dalam Teori Realitas Kelompok..................................... 10 B. Teknik yang Digunakan dalam Teori Realitas Kelompok............................. 11
BAB III. ANALISIS DAN KESIMPULAN..................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA
Teori Bimbingan dan Konseling Kelompok (Teori Realitas Kelompok)
21 i
KATA PENGANTAR
Bismllairahmannirrahim,
Puji syukur Alhamdulillah saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT atas limpahan rahmat, karunia serta izinya, Tidak lupa salawat serta salam semoga tercurahkan kepada teladan kita junjungan Nabi Muhammad SAW, keluarganya, para sahabatnya, serta pengikutnya sampai akhir zaman, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah untuk memenuhi tugas mata Teori Bimbingan dan Konseling Kelompok. Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengkaji suatu teori yang merupakan salah satu upaya pemberian bantuan dalam siatuasi konseling. Dalam makalah ini tidak hanya membahas mengenai suat7u konsep yang melatrbelakangi teori realitas ini, namun lebih mengembangkan pembahasan dalam penggunaan teknik-teknik yang ada dalam teori realitas ini, yang dimana sebenarnya dalam teori realitas ini tidak ada teknik-teknik yang digunakan secara khusus, namun lebih mengutamakan hubungan teraupetik dengan konseli. Penyusun menyadari bahwa isi dari makalah ini masih jauh dai sempurna dan memiliki banyak kekurangan dan mengingat adanya berbagai keterbatsan yang kami miliki. Semoga dapat di jadikan bahan pelajaran untuk membuat makalah yang lebih baik lagi di masa mendatang. Semoga pula makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun khususnya dan bagi pembaca umumnya.
Bandung, Mei 2008
Penyusun Teori Bimbingan dan Konseling Kelompok (Teori Realitas Kelompok)
22 ii