1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Teknologi mesin pendingin saat ini sangat mempengaruhi kehidupan dunia modern, tidak hanya terbatas untuk peningkatan kualitas dan kenyamanan hidup, namun juga sudah menyentuh hal-hal esensial penunjang kehidupan manusia (Arora, 2001). Teknologi ini dibutuhkan untuk penyiapan bahan makanan, penyimpanan dan distribusi makanan, proses kimia yang memerlukan pendinginan, pengkondisian udara untuk kenyamanan ruangan baik pada industri, perkantoran, transportasi maupun rumah tangga. Saat ini teknologi mesin pendingin, khususnya AC Mobil yang paling banyak digunakan adalah dari jenis siklus kompresi uap (Haryanto, 2004). Mesin jenis ini kebanyakan menggunakan jenis refrigeran CFC dan HFC. Refigeran CFC adalah penyebab terjadinya penipisan lapisan ozon (WMO, 2007; IPCC, 2005) dan refrigeran HFC termasuk gas rumah kaca (Kruse, 2000; O’shea and Goodge, 2007). Teknologi mesin pendingin memiliki kontribusi langsung pada kerusakan lingkungan diantaranya penipisan lapisan ozon dan pemanasan global melalui kebocoran dan buangan refrigeran sintetis (CFC dan HFC) ke lingkungan (McMullan, 2002; Nasruddin, 2003). Terlepasnya refrigeran ke lingkungan 60 % dari service sector (UNEP, 1999)
1
2
Sifat merusak ozon yang dimiliki oleh CFC, pertama dikemukan oleh Rowland dan Molina (1974) yang kemudian didukung oleh pengukuran lapangan oleh Farman et al., (1985). Diperkirakan terjadi perusakan lapisan ozon sekitar 3% per-dekade (Indartono, 2006). Lapisan ozon yang terdapat di daerah stratosphere berfungsi untuk menghalangi masuknya sinar ultraviolet-B ke permukaan bumi (Calm, 2002). Sinar ultraviolet-B ini ditengarai akan menyebabkan masalah kesehatan bagi manusia dan gangguan pada tumbuhan di permukaan bumi. Sebagai tanggapan terhadap kerusakan lapisan ozon di stratosfer, pada tahun 1981 UNEP memulai proses negosiasi pengembangan langkah-langkah Internasional untuk melindungi lapisan ozon melalui Konvensi Wina yang disahkan pada bulan Maret 1985. Pada bulan September 1987 ditindaklanjuti dengan pengesahan Protokol Montreal yang memuat aturan pengawasan produksi, konsumsi dan perdagangan bahan-bahan perusak ozon (Velders et al., 2007). Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Konvensi Wina, Protokol Montreal dan Amandemen London melalui Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 1992. Selanjutnya pelaksanaan program perlindungan lapisan ozon di Indonesia difasilitasi oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup sebagai lembaga pengendali dalam upaya pelestarian lingkungan (UNDP-KLH, 2008). Mengingat pentingnya lingkungan bagi keberlangsungan kehidupan di muka bumi ini, World Bank melalui KLH memberi bantuan mesin 3R kepada perusahaan/bengkel service mesin pendingin (AC mobil) untuk melakukan service mesin pendingin yang ramah lingkungan (KLH, 2008).
3
Berdasarkan kondisi di atas, sangat penting dilakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan pengelolaan refrigeran CFC (R-12) dan HFC (R134a) pada perusahaan/bengkel mesin pendingin (AC mobil) yang telah mendapat bantuan mesin 3R, sebagai langkah terakhir dari program perlindungan lapisan ozon. Disamping itu bagaimana unjuk kerja (COP) mesin pendingin (AC Mobil) yang menggunakan refrigeran hasil recovery dan recycle mesin 3R. Sehingga dapat diketahui layak-tidaknya refrigeran hasil recovery dan recycle dipergunakan lagi.
1.2 Rumusan masalah Masalah lingkungan tidak berdiri sendiri, tetapi selalu saling terkait erat. Keterkaitan antara masalah satu dengan yang lain disebabkan karena sebuah faktor merupakan sebab berbagai masalah, sebuah faktor mempunyai pengaruh yang berbeda dan interaksi antar berbagai masalah dan dampak yang ditimbulkan bersifat kumulatif. Adapun permasalahan yang penulis bahas disini adalah : 1. Bagaimana pelaksanaan pengelolaan refrigeran CFC (R-12) dan HFC (R134a) pada perusahaan/bengkel service mesin pendingin (AC mobil) yang mendapat bantuan hibah mesin 3R di Denpasar? 2. Bagaimana unjuk kerja (COP) mesin pendingin yang menggunakan refrigeran CFC (R-12) hasil recovery dan recycle mesin 3R dibandingkan dengan refrigeran CFC (R-12) murni?
4
1.3 Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian uji unjuk kerja (COP) mesin pendingin dan evaluasi pengelolaan CFC dan HFC pada perusahaan/bengkel AC mobil adalah : 1.
Untuk mengetahui pelaksanaan pengelolaan refrigeran CFC (R-12) dan HFC (R-134a) pada perusahaan/bengkel service mesin pendingin (AC mobil) yang mendapat bantuan hibah mesin 3R di Denpasar.
2.
Untuk mengetahui unjuk kerja (COP) mesin pendingin yang menggunakan refrigeran CFC (R-12) hasil recovery dan recycle mesin 3R dibandingkan dengan refrigeran CFC (R-12) murni.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian uji unjuk kerja (COP)
mesin pendingin dan evaluasi pengelolaan CFC (R-12) dan HFC (R-134a) pada perusahaan/bengkel mesin pendingin (AC mobil) di Denpasar yang mendapat hibah mesin 3R adalah : 1.
Dapat memberikan informasi ke praktisi/teknisi bengkel tentang unjuk kerja (COP) mesin pendingin (AC mobil) dari penggunaan refrigeran CFC (R-12) hasil recovery dan recycle mesin 3R dibandingkn dengan refrigeran CFC (R-12) murni.
2.
Dapat memberi nilai tambah/ekonomis bagi perusahaan/bengkel karena tidak perlu membeli refrigeran baru (tidak keluar uang) untuk mengisi sistem pendingin, cukup menggunakan refrigeran hasil recovery dan
5
recycle mesin 3R, sekaligus mencegah CFC dan HFC terbuang ke atmosfir, sehingga dapat dicegah terjadinya penipisan lapisan ozon oleh CFC dan pemanasan global oleh HFC pada saat servicing. 3.
Membantu pemerintah (KLH) dan dunia dalam program perlindungan lapisan ozon dan mencegah efek pemanasan global akibat buangan refrigeran CFC dan HFC pada saat service mesin pendingin (AC mobil).
4.
Dapat meningkatkan kesadaran dan partisipasi aktif masyarakat dalam program perlindungan lapisan ozon dan mencegah efek pemanasan global.
6
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Ozon, CFC, HFC dan Mesin 3R Kebutuhan refrigeran CFC (R-12) di dalam negeri setelah impor dihentikan pada akhir 2007 masih tetap ada mengingat masih banyaknya peralatan terpasang atau aktif beroperasi menggunakan CFC (R-12). Sehingga perlu dilakukan upaya untuk pengambilan kembali CFC (R-12) dari sistem mesin pendingin atau unit terpasang sekaligus meminimalkan pelepasan CFC (R-12) ke atmosfir. Menurut KLH (2007) mesin 3R adalah mesin yang berfungsi untuk recovery, recycle dan recharging refrigeran ke mesin pendingin. Prinsip kerja mesin 3R (recovery, recycle and recharging) dibagi menurut sistem recycle-nya, yaitu laluan tunggal dan multi laluan. Laluan tunggal proses pemurnian refrigeran dilakukan hanya satu kali sirkulasi saja. Sedangkan multi laluan sirkulasi berulang-ulang. Banyaknya receiver dryer dan pipa-pipa kapiler yang digunakan pada sistem mesin 3R laluan tunggal lebih sedikit dibandingkan mesin 3R multi laluan (Tandian dan Ari, 2005). Dalam proyek bantuan world bank melalui KLH digunakan mesin 3R laluan tunggal (UNDP-KLH, 2007). Keuntungan dengan service mesin 3R ini yaitu : 1) mencegah kerusakan lapisan ozon oleh CFC dan HCFC serta mencegah pemanasan global oleh HFC, 2) secara ekonomis lebih menguntungkan karena tidak perlu membeli refrigeran baru untuk mengisi mesin pendingin, cukup dengan menggunakan refrigeran hasil 6
7
recycle oleh mesin 3R, dan 3) saat melakukan service akan lebih efektif dan efisien.
2.1.1 Teknik Pengelolaan Refrigeran CFC (R-12) dan HFC (R-134a) Menurut UNDP-KLH (2006) refrigeran CFC (R-12) dan HFC (R-134a) harus dikelola untuk mencegah terjadinya pelepasan/emisi ke atmosfir adalah: 1) stok CFC (R-12) dan HFC (R-134a) yang sudah ada di dalam negeri, 2) hasil recovery dari kegiatan service peralatan pendingin yang masih menggunakan CFC (R-12) dan HFC (R-134a), 3) hasil retrofit atau replacement peralatan pengguna CFC (R-12) dan HFC (R-134a), 4) hasil retirement peralatan yang masih menggunakan CFC (R-12) dan HFC (R-134a). Menurut Dincer (2003) tujuan pengelolaan refrigeran CFC (R-12) dan HFC R-134a) adalah: 1) mempercepat proses penghapusan CFC (R-12) sebagai bahan perusak ozon (BPO) dan HFC (R-134a) sebagai penyebab pemanasan global, 2). mencegah emisi CFC (R-12) dan HFC (R-134a), 3) menjaga kelangsungan kegiatan yang masih memerlukan CFC (R-12) atau kegiatan alih teknologi pada industri pengguna CFC (R-12) dan HFC (R-134a).
2.1.2 Service Mesin Pendingin (AC Mobil) Menurut Haryanto (2004) service mesin pendingin adalah tindakan perawatan atau perbaikan yang dilakukan terhadap mesin pendingin sehingga refrigeran harus dikeluarkan dari dalam sistem. Service dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki komponen, melakukan penggantian komponen, pembersihan komponen atau penggantian refrigeran.
8
Dalam melakukan tindakan service terhadap mesin pendingin ada beberapa tahapan yang umum dilakukan yaitu sebagai berikut (Vergara, 2001; Kenneth, 1996) : Tahap pertama, pengeluaran refrigeran dari dalam sistem. Pada tahapan ini, sebelum melakukan tindakan service terhadap mesin pendingin biasanya refrigeran di dalam sistem terlebih dahulu harus dikeluarkan. Selama ini para teknisi mengeluarkan refrigeran dari dalam sistem dan melepaskan refrigeran tersebut ke atmosfir. Bila refrigeran yang dilepaskan tersebut mengandung unsur chlor seperti refrigeran CFC (R-12) akan menyebabkan terjadinya penipisan lapisan ozon dan HFC (R-134a) akan menyebabkan pemanasan global. Tahap kedua melakukan service (perawatan, perbaikan atau penggantian komponen). Pada tahap ini, bila refrigeran di dalam sistem telah dikeluarkan maka tindakan service dapat dilakukan seperti melakukan perawatan, perbaikan atau penggantian terhadap komponen yang mengalami kerusakan (Haefner and Leathers, 2006). Tahap ketiga melakukan Vaccum system. Jika service telah selesai dilaksanakan, maka sistem perlu di vaccum atau pengosongan dengan menggunakan alat vaccum dengan tujuan agar sistem tidak mengandung uap air, udara (gas) dan sebagainya. Jika unsur-unsur tersebut berada dalam sistem pada saat sistem bekerja maka akan mempengaruhi kinerja sistem dan pada akhirnya merusak sistem mesin pendingin (Althouse et al., 2004). Tahap keempat melakukan pengisian refrigeran. Jika sistem sudah benarbenar vaccum dan tidak ditemui kebocoran dalam sistem maka dilakukan
9
pengisian refrigeran dengan kapasitas refrigeran sesuai dengan petunjuk pabrik pembuatnya. Service mesin pendingin cara lama (konvensional) dilakukan dengan cara mengeluarkan refrigeran dari dalam sistem dengan melepas refrigeran tersebut ke atmosfir adalah service yang tidak ramah lingkungan. Sedangkan service mesin pendingin dengan mesin 3R dilakukan dengn cara pengeluaran refrigeran dari dalam sistem tanpa melepas refrigeran tersebut ke atmosfir adalah service yang ramah lingkungan. Kemudian refrigeran tersebut di recycle dan dapat dipergunakan kembali untuk refrigeran sistem tersebut (Powel, 2003).
2.1.3 Cara Kerja Mesin 3R Laluan Tunggal Menurut Key and Powell (1998) dan Andika (2006) menjelaskan cara kerja mesin 3R laluan tunggal sebagai berikut : Recovery. Proses pengambilan refrigeran dari dalam suatu sistem pendingin dan memindahkannya ke dalam suatu tabung/tangki penampung. Prosedur pada tahap recovery yaitu: 1) untuk refrigeran yang sejenis refrigeran hasil recovery harus dikumpulkan dalam tangki penampung 2) refrigeran hasil recovery harus diberi label yang menyatakan jenis refrigeran, 3) tangki penampung refrigeran hasil recovery yang direkomendasikan adalah yang dirancang untuk pemakaian berulang (refillable), bukan tangki sekali pakai (disposable) yang biasa digunakan untuk kemasan refrigeran baru, dan 4) pada kondisi dimana kompresor hermatik atau semi hermatik terbakar atau mengalami kerusakan akibat temperatur berlebih, maka refrigeran hasil recovery harus
10
disimpan dalam tangki penampung khusus untuk reklamasi atau dimusnahkan (DuPont, 2010; Turpin, 2009). Recycle (daur ulang). Proses peningkatan kemurnian refrigeran dari proses sirkulasi didalam mesin 3R melalui proses fisika dengan jalan pemisahan minyak pelumas dan penyaringan refrigeran untuk digunakan kembali. Refrigeran yang berasal dari sistem refrigerasi dengan kompresor hermatik dan semi hermatik yang terbakar tidak boleh di recycle karena banyak mengandung kotoran dan tingkat keasaman yang tinggi. Prosedur pelaksanaan recycle yaitu : 1) sebelum dilakukan recycle, wajib dilakukan pengkajian/verifikasi terhadap sistem refrigerasi dan keadaan sekitarnya, 2) dilarang melepas refrigeran jenis CFC dan HFC ke atmosfir dalam pelaksanaan recycle, 3) setelah proses recycle, wajib dilakukan pencatatan dalam buku log dengan mencantumkan informasi : jenis dan jumlah refrigeran yang di recycle, penanganan keadaan khusus, tanggal pelaksanaan recycle, dan nama teknisi yang melakukan recycle; dan 4) CFC dan HFC hasil daur ulang harus disimpan dan diberi label yang menunjukkan jenis refrigeran yang disimpan. Refrigeran hasil recycle ditampung dalam tangki penampung. Beberapa hal yang perlu dperhatikan dalam penggunaan tangki penampung yaitu: 1) refrigeran hasil recycle harus ditampung dalam tangki yang dirancang untuk pemakaian berulang (refillable), bukan dalam tangki sekali pakai (disposable) yang biasa digunakan untuk kemasan refrigeran baru dan 2) untuk menginformasikan jenis refrigeran, tangki penampung harus diberi label identitas yang menginformasikan jenis refrigeran secara jelas (Piper, 2008).
11
Recharging. Proses pengisian kembali mesin pendingin (AC mobil) dengan refrigeran yang diambil atau ditangkap pada waktu proses recovery. Sebelum sistem diisi dengan refrigeran baru, harus dilakukan: 1) Pemakuman, untuk membersihkan sistem dari sisa refrigeran lama dan gas lain yang tidak diinginkan; 2) Pemeriksaan kebocoran sesuai dengan standar yang berlaku. Jika ternyata ada kebocoran, sistem harus diperbaiki dahulu sebelum dilakukan pengisian refrigeran (UNDP-KLH, 2007). Menurut UNDP-KLH (2006), peralatan yang digunakan dalam service mesin pendingin dengan mesin 3R adalah sebagai berikut : satu buah tang penusuk dan selang penghubung, satu tabung untuk penampung refrigeran, satu tabung refrigeran, satu unit mesin 3R, satu buah tang penjepit, satu buah pentil Freon, satu buah pendeteksi kebocoran, satu buah gauge manifold dan lain-lain. Vergara (2001) menyatakan bahwa prosedur service mesin pendingin (AC mobil) dengan mesin 3R adalah sebagai berikut : 1) sambungkan tang penusuk dan mesin 3R dengan menggunakan selang penghubung, 2) sambungkan juga mesin 3R dengan tabung penampung refrigeran, 3) sambungkan pompa vakum ke manifold, 4) sambungkan tabung refrigeran ke manifold, 5) tutup saluran ke pompa vakum dan tabung refrigeran, 6) buka saluran ke tang penusuk, 7) lakukan penusukan dengan tang penusuk pada pipa isap proses, 8) jalankan mesin 3R, 9) setelah refrigeran dalam mesin habis (tidak ada tekanan dalam mesin), tutup saluran ke mesin 3R kemudian matikan mesin 3R, 10) buka tang penusuk sehingga mesin terisi udara (sebaiknya mesin diisi dengan gas nitrogen). Mesin siap untuk di service, 11) setelah mesin selesai di service sambungkan pentil
12
dengan gauge manifold dan buka saluran ke pompa vakum, 12) nyalakan pompa vakum dan lakukan pengosongan sampai tekanan vakum yang dikehendaki, 13) setelah tekanan vakum yang baik telah tercapai matikan pompa vakum, tutup saluran ke pompa vakum dan amati kebocoran dengan mencermati adanya kenaikan tekanan dalam mesin, 14) bila tekanan vakum tidak berubah, buka katup pada tabung refrigeran, dan buka perlahan saluran ke tabung refrigeran agar refrigeran mengalir masuk ke mesin, 15) jika jumlah refrigeran yang masuk telah cukup (berdasarkan tekanan, timbangan atau gelas ukur) tutup saluran ke tabung dan tutup keran pada tabung refrigeran, 16) lakukan tes kebocoran dengan alat deteksi elektronik atau air sabun, 17) lakukan penjepitan pada pipa pengisian, potong dan lakukan brazing pada ujung, dan 18) jalankan mesin dan amati temperatur ruang dingin dan service selesai. Adapun keuntungan service mesin pendingin dengan mesin 3R ini adalah sebagai berikut : 1) mencegah kerusakan lapisan ozon oleh CFC dan HCFC serta mencegah pemanasan global oleh HFC, 2) secara ekonomis lebih menguntungkan karena tidak perlu membeli refrigeran baru untuk mengisi mesin pendingin, cukup dengan menggunakan refrigeran hasil recycle oleh mesin 3R, dan 3) saat melakukan service akan lebih efektif dan efisien (Scaringe, 1997). Dengan adanya usaha-usaha perlindungan lapisan ozon dan pengurangan impor CFC maka para teknisi sebaiknya : 1) memahami bahaya yang timbul akibat rusaknya lapisan ozon, 2) berusaha mencegah terlepasnya CFC ke udara pada setiap tindakan service, 3) mengetahui jenis-jenis refrigeran baru pengganti
13
CFC dan penggunaannya, dan 4) mengetahui cara-cara penanganan refrigeran CFC dan refrigeran baru pada saat service dan retrofit (Parsnow, 1994). Berdasarkan uraian diatas, yang dimaksud dengan pengelolaan refrigeran CFC (R-12) dan HFC (R-134a) dengan mesin 3R, kaitannya dengan sektor servicing pada bengkel mesin pendingin (AC mobil) adalah cara penanganan refrigeran CFC (R-12) dan HFC (R-134a) pada saat service mesin pendingin (AC mobil) menggunakan mesin 3R, mulai dari proses recovery yaitu proses pengambilan refrigeran dari dalam suatu sistem pendingin dan memindahkannya ke dalam suatu tabung/tangki penampung, proses recycle yaitu proses peningkatan kemurnian refrigeran dari proses sirkulasi didalam mesin 3R melalui proses fisika dengan jalan pemisahan minyak pelumas dan penyaringan refrigeran untuk digunakan kembali, dan proses recharging adalah proses pengisian kembali refrigeran yang diambil atau ditangkap pada waktu proses recovery pada sistem mesin
pendingin
tersebut
(Powel,
2003;
http://temperaturecontrol.
squarespace.com).
2.1.4
Pengelolaan Sumber Kerusakan Ozon Pengendalian sumber kerusakan lapisan ozon, pertama adalah dengan
kegiatan alih teknologi pada industri pengguna CFC dan cara ini adalah yang diharapkan paling banyak dilakukan oleh kalangan industri mesin pendingin. Sementara recovery adalah pengambilan CFC dari sistem dengan menggunakan peralatan khusus recovery sedangkan recycle adalah mendaur ulang CFC bekas dengan peralatan recycle hingga mencapai kondisi yang mendekati CFC baru
14
untuk dapat digunakan lagi merupakan cara kedua untuk mengantisipasi kerusakan lapisan ozon akibat terlepasnya CFC ke atmosfir (Bender et al., 2003).
Gambar 2.1 Pengelolaan sumber kerusakan ozon (UNDP-KLH, 2007)
Cara ke tiga pengambilan kembali kandungan CFC (R-12) dari refrigeran bekas dengan memisahkan kontaminan yang ada dalam refrigeran adalah dengan cara collection dan reclamation. Sedangkan langkah terakhir adalah Destruction yaitu penghancuran atau pemusnahan refrigeran CFC yang sudah tidak bisa diambil kembali kandungan CFC-nya. Dengan demikian secara langsung dapat menghindari terlepasnya CFC ke atmosfir dan dapat mencegah terjadinya penipisan lapisan ozon oleh CFC (Powel, 2003).
2.1.5 Pelaksanaan Retrofit dan Recycle Refrigeran Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 02 Tahun 2007, Tentang Pedoman Teknis dan Persyaratan Pelaksanaan Retrofit dan Recycle pada Sistem Refrigerasi (KNLH, 2007).
15
2.1.5.1 Pelaksanaan retrofit Sebelum dilakukan retrofit, wajib dilakukan pengkajian/verifikasi terhadap sistem : refrigerasi dan keadaan sekitarnya sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) : 1) pelaksanaan retrofit wajib memenuhi ketentuan seperti, proses pengosongan sistem dengan mesin retrofit, tidak melepas refigeran jenis CFC dan HCFC ke atmosfir, tidak mengganti refrigeran non CFC dengan CFC, 2) setelah pelaksanaan retrofit wajib memberikan label, pencatatan proses retrofit dalam buku log perusahaan/bengkel servis, 3) limbah yang dihasilkan dari proses retrofit wajib dikelola sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan (Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 02 Tahun 2007, pasal 2).
2.1.5.2 Pelaksanaan recycle Menurut KNLH (2007) sebelum dilakukan recycle, wajib dilakukan pengkajian/verifikasi terhadap sistem pendingin dan keadaan sekitarnya sesuai dengan SNI: 1) dilarang melepas refrigeran jenis CFC dan HCFC ke atmosfir dalam pelaksanaan recycle, 2) setelah proses recycle, wajib dilakukan pencatatan dalam buku log dengan mencantumkan informasi. CFC dan HCFC hasil recycle harus disimpan dan diberi label yang menunjukkan jenis refrigeran yang di simpan, 3) panduan teknis pelaksanaan retrofit sistem refrigerasi dan recycle refrigeran tercantum dalam Lampiran Pemerintah (Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 02 Tahun 2007, pasal 4).
16
2.1.6
Definisi dan Hubungan Recovery dan Recharging. Recovery dapat diartikan sebagai tindakan pemindahan refrigeran dalam
tingkat keadaan apapun (uap, cair, campuran, atau bercampur dengan substansi lainnya) dari suatu sistem serta menyimpan refrigeran tersebut didalam sebuah penampung di luar sistem (Althouse et al., 2004; Shizuo and Kazuyuki, 2003). Recycling didefinisikan sebagai tindakan pengurangan kontaminan yang terdapat pada refrigeran yang telah digunakan dengan cara memisahkan oli, dan menghilangkan gas terkondensasi dengan menggunakan peralatan seperti filter dryer untuk mengurangi kelembaban, keasaman serta partikulat (Althouse et al., 2004; Powel, 2003). Recharging adalah tindakan pengisian kembali sistem refrigerasi dengan refrigeran yang telah di recovery dan recycling. Disamping ketiga istilah di atas ada pula istilah lain yaitu (Feng and Run-qing, 2007) : Reclamation atau reklamasi adalah upaya untuk menperoleh ulang refrigeran yang melekulnya telah rusak dan tidak dapat dimurnikan dengan cara recycling. Berbeda dengan proses recycling yang hanya melibatkan proses-proses fisik seperti penyaringan kotoran dan pemisahan pelumas, proses reclaiming melibatkan proses kimia untuk memperbaiki susunan melekul (EPA, 1999). Disposal atau pembuangan adalah tindakan penghancuran refrigeran dan untuk membuangnya dalam bentuk yang aman. Refrigeran CFC yang amat stabil sangat sulit untuk dihancurkan. Proses penghancuran memerlukan energi yang besar karena harus membakar CFC di atas temperatur 1000 0C. Karena hal ini biasanya CFC dihancurkan dalam incinerator bersama-sama dengan sampah kota.
17
Namun demikian, proses penghancuran ini bisa menghasilkan gas-gas beracun. Cara lain dari penghancuran CFC adalah mengubahnya menjadi HCFC, atau HFC dengan limbah berupa asam klorida yang dapat digunakan untuk keperluan lain (Powel, 2003). Hubungan antara berbagai proses di atas digambarkan pada gambar 2.2 (European Standard).
Gambar 2.2 Hubungan antara berbagai proses penanganan refrigeran (Pasek et al., 2004) Prosedur pengelolaan refrigeran mulai dari proses recovery hingga apakah refrigeran dapat digunakan kembali dapat diikuti dari penjelasan yang ditunjukkan pada diagram alir Gambar 2.3 (European Standard). Dari diagram tersebut dapat dilihat bahwa uji keasaman dilakukan hanya jika terjadi kebakaran bagian motor dari kompresor (burnout).
18
Gambar 2.3 Prosedur penanganan refrigeran (Pasek et al., 2004)
19
2.1.6.1 Hal-hal penting dalam proses recovery Hal pertama yang harus diingat dalam melakukan service pada mesin refrigerasi adalah jangan membuang refrigeran ke atmosfir kecuali refrigeran hidrokarbon. Menurut Althouse et al. (2004), proses recovery pada dasarnya bertujuan untuk menggunakan kembali refrigeran yang terdapat dalam sistem. Jika refrigeran akan dikembalikan ke dalam sistem refrigerasi, maka kondisi refrigeran harus semurni mungkin. Masalah akan timbul apabila kompresor mesin refrigerasi yang digunakan dari jenis hermatik dan terjadi kebakaran pada bagian motornya (burnout) atau pada kompresor AC mobil terjadi kemacetan kompresor akibat panas yang berlebihan. Kontaminasi terhadap refrigeran dalam situasi demikian dapat bervariasi, dari yang sedang hingga parah. Akan tetapi, pada burnout kontaminasi terbesar terdapat dalam pelumas yang menjadi sangat asam dan beracun. Oleh sebab itu apabila pelumas telah berubah warna menjadi kuning, coklat atau hitam, maka sebaiknya dilakukan uji keasaman. Penanganan terbaik adalah menjaga agar pelumas yang telah asam tersebut tidak digunakan kembali pada kompresor atau dipisahkan terlebih dahulu sebelum dilakukan proses recycling multi lalauan. Apabila terjadi burnout gunakan sistem recovery dengan pemisah pelumas sebagai proses awal. Pelumas bekas harus dikosongkan dari mesin recovery. Refrigeran harus di tes tingkat keasamannya. Jika pelumas dapat dipisahkan dari refrigeran, sebagian besar kontaminan juga terpisahkan dari refrigeran. Umumnya, refrigeran ini dapat dikembalikan ke dalam sistem
20
refrigerasi. Jangan gunakan refrigeran jika ada keraguan pada kualitas refrigeran tersebut.
2.1.6.2 Proses recharging Menurut Pasek et al. (2004), proses recharging atau proses pengisian dilakukan dengan cara memasukkan refrigeran hasil recycling atau refrigeran baru melalui saluran dan katup pengisian. Pada saat awal pengisian biasanya dilakukan melalui saluran isap sampai tekanan dalam sistem sama, kurang lebih sama dengan tekanan dalam tabung refrigeran. Setelah itu kompresor AC di jalankan, dan terjadilah perbedaan tekanan antara sisi isap dan sisi keluaran kompresor. Proses pengisian kemudian dilakukan melalui sisi pengeluaran kompresor. Jumlah refrigeran yang diisikan harus tepat, tidak berlebihan dan tidak kurang. Terdapat beberapa cara untuk mengukur jumlah refrigeran yang di isikan ke dalam sistem AC mobil, yaitu (DuPont, 2010) : -
Dengan melihat kaca penduga pada sistem AC.
-
Sampai mencapai tekanan isap tertentu.
-
Dengan mengukur berat refrigeran yang masuk.
-
Sampai terjadi bunga es/kondensasi pada pipa isap. Pengisian refrigeran biasanya dihentikan apabila kaca penduga yang
biasanya diletakkan diatas filter dryer terlihat bening dan tidak tampak lagi busa. Namun cara ini harus dibarengi dengan melihat tekanan isap dan tekanan keluaran pada gauge manifold, karena refrigeran yang berlebihanpun akan membuat kaca penduga bening. Pada sistem AC mobil yang telah berumur, kaca penduga biasanya sudah kotor sehingga refrigeran tidak terlihat.
21
Untuk sistem AC yang menggunakan refrigeran R-12 dan R-134a tekanan isap berkisar anatara 25 sampai 50 psig dengan kecepatan putar di sekitar 1500 rpm. Oleh sebab itu, kisaran tekanan ini dapat dijadikan batasan pengisian (Dincer, 2003). Jumlah refrigeran yang diisikan dapat diketahui dengan pasti bila pengisian dilakukan dengan mengukur jumlah refrigeran yang diisikan. Untuk melakukan hal ini diperlukan timbangan yang mempunyai ketelitian 2 sampai 5 gram dan mempunyai kapasitas timbangan hingga 15 – 20 kg. Botol refrigeran pengisi di tempatkan di atas timbangan, kemudian diamati pengurangan massa yang terjadi. Pengurangan massa botol refrigeran adalah sama dengan jumlah refrigeran yang telah masuk ke dalam sistem. Dalam praktek biasanya ditemui cara pengisian yang tidak baik, yaitu pengisian refrigeran hingga pipa isap antara evaporator dan kompresor berembun atau bahkan terjadi bunga es. Hal ini tidak menunjukkan jumlah refrigeran yang masuk sudah cukup atau tidak ( Althouse, 2004).
2.1.7
Penanganan refrigeran yang terkumpul Menurut Pasek et al. (2004), refrigeran yang diambil dengan mesin 3R
sebaiknya diisikan kembali sebagian atau seluruhnya ke dalam sistem AC mobil. Hal ini selain dapat memberikan keuntungan ekonomis juga dapat menurunkan konsumsi dan produksi refrigeran baru yang dapat merusak lingkungan. Tetapi apabila jumlah refrigeran yang terkumpul pada satu bengkel melebihi kebutuhan dan terdapat refrigeran yang harus di reclaiming, maka perlu ada sistem pengumpulan dan distribusi yang terorganisir, skalanya lebih luas dan bersifat
22
nasional. Gambar 2.4 memperlihatkan konsep pengumpulan dan distribusi terpadu. Bengkel-bengkel kecil dapat mengirim refrigeran bekas dan menerima refrigeran baru dari bengkel yang besar atau distributor, sedangkan distributor melakukan hal yang sama dengan pengumpul-distributor tingkat wilayah dan demikian seterusnya sehingga terdapat pengumpul-distributor tingkat nasional yang selain mempunyai kemampuan recycling, juga dapat melakukan reclaiming dan disposal.
Gambar 2.4 Hirarki sentra pengumpulan, pengolahan dan distribusi (Pasek et al., 2004)
Untuk dapat melakukan konsep pengumpulan dan distribusi yang dibahas di atas maka diperlukan peralatan dan sistem informasi yang memadai. Pada tingkat bengkel diperlukan mesin 3R kecil dan pompa vakum. Pengumpul tingkat wilayah memerlukan mesin 3R yang mobile dan mesin recycle kapasitas besar.
23
Sedangkan pengumpul-distributor tingkat nasional memerlukan pabrik reclaiming dan disposal (Gambar 2.5).
Gambar 2.5 Kebutuhan peralatan dan teknologi (KLH, 2007) Botol atau silinder pengumpul yang standar juga perlu diadakan. Yang dimaksud dengan botol atau silinder standar di sini adalah standar dalam ukuran warna, dan kekuatan. Tabel 2.1 menunjukkan warna standar botol/tangki refrigerant.
Tabel 2.1 Kode pewarnaan tangki untuk refrigeran yang umum (ASHRAE, 1994) Refrigeran Kode warna CFC-11 CFC-12 HCFC-22 CFC-113 CFC-114 HFC-134a CFC-500 CFC-502 R717 (ammonia)
Oranye Putih Hijau Ungu Biru tua Biru muda Kuning Ping Perak
24
2.2 Unjuk Kerja (COP) Mesin Pendingin
2.2.1
Mesin Pendingin Menurut Dincer dan Ibrahim (2003), jenis mesin pendingin berdasarkan
siklus termodinamikanya dapat dikelompokkan menjadi: 1) mesin pendingin siklus kompresi uap (Vapour Compression Refrigeration Cycle), 2) mesin pendingin siklus absorpsi (Absorption Refrigeration Cycle), 3) mesin pendingin siklus jet uap (Steam-jet Refrigeration Cycle), 4) mesin pendingin siklus udara (Air Refrigeration Cycle), dan 5) mesin pendingin siklus vorteks (Vorteks Refrigeration Cycle). Mesin pendingin yang paling banyak digunakan adalah mesin pendingin dengan siklus kompresi uap. UNDP-KLH
(2007),
mengelompokkan
mesin
pendingin berdasarkan aplikasinya menjadi : 1) pendingin domestik (rumah tangga) : Lemari es, dispenser air; 2) pendingin komersial : pendingin minuman botol, box es krim, lemari pendingin supermarket ukuran kecil; 3) pendingin Industri : pabrik es, cold storage, mesin pendingin untuk industri proses; 4) pendingin transport : refrigerated truck, train and containers; 5) pendingin domestik dan komersial : AC window, split, dan package; 6) Chiller : Water cooled and air cooled chillers; dan 7) Mobile Air Condition (MAC) : AC mobil.
25
2.2.2
Prinsip Kerja Mesin Pendingin Siklus Kompresi Uap Subcooling
Condensing
Superheat
Pressure (bar)
Qc
2
3 Condenser Liquid Expansion Device
Evaporator Evaporator
4
Compressor
1 Qe Gas
Saturated Condition Enthalpy (kJ/kg) Useful capacity
Motor input power
Heat rejected in condenser
Gambar 2.6 Skema komponen utama mesin pendingin siklus kompresi uap dengan P-h diagram (Sumber: http://www.energyefficiencyasia.org)
Pada proses 1-2, kompresor menaikkan tekanan uap refrigeran. Kenaikan tekanan ini diikuti dengan kenaikan temperatur uap refrigeran. Pada tingkat keadaan (TK) 2, uap refrigeran berada pada kondisi uap super-panas. Pada proses 2-3, uap refrigeran sebelum memasuki kondensor untuk mendapatkan pendinginan. Pendinginan pada kondenor terjadi akibat pertukaran panas antara uap refrigeran dengan udara lingkungan. Refrigeran keluar dari kondensor pada TK 3 dalam kondisi cair jenuh, atau bisa juga pada kondisi cair sub-dingin. Refrigeran kemudian memasuki katup ekspansi. Katup ekspansi ini pada prinsipnya berupa penyempitan daerah aliran
26
yang berakibat pada penurunan tekanan fluida secara drastis. Idealnya, refrigeran melalui katup ekspansi (proses 3-4) secara iso-enthalpi (isenthalpi). Pada TK 4, refrigeran berada dalam kondisi campuran cair dan uap. Karena refrigeran berada pada tekanan jenuhnya (tekanan penguapan), maka dia akan mengalami penguapan; hukum alam menyatakan bahwa penguapan membutuhkan energi, terjadilah penyerapan energi termal dari luar evaporator yang menyebabkan efek refrigerasi oleh mesin pendingin.
2.2.3 Dasar-Dasar Perhitungan Unjuk Kerja Mesin Pendingin Dasar-dasar perhitungan unjuk kerja mesin pendingin siklus kompresi uap standar berlandaskan pada diagram hubungan temperatur (T) dengan entropi (s) dan tekanan (P) dengan enthalpi (h) untuk siklus kompresi uap standar.
2.2.3.1 Efek Refrigerasi (ER) Pudjawarsa dan Nursuhud (2006) menyatakan efek refrigerasi (ER) adalah kalor yang diterima oleh sistem dari lingkungan melalui evaporator per satuan laju massa refrigeran. Efek refrigerasi merupakan parameter penting, karena merupakan efek yang berguna dan diinginkan dari suatu sistem mesin pendingin. Dari gambar 2.6 di atas, dapat dilihat bahwa efek refrigerasi ini berlangsung pada proses dari 4 ke 1. Makin besar efek refrigerasi suatu sistim refrigerasi, maka kinerja sistem makin baik. Besarnya efek refrigerasi tersebut adalah : ER = h 1 - h 4
(kJ/kg)
27
dimana : h1 = enthalpi refrigeran yang keluar evaporator (kJ/kg) h4 = enthalpi refrigeran yang masuk evaporator (kJ/kg) 2.2.3.2 Kerja kompresi (Wk) Besarnya kerja kompresi (Wk) sama dengan selisih enthalpi uap refrigeran yang keluar kompresor dengan enthalpi uap refrigeran yang masuk ke kompresor pada proses 1–2 gambar 2.1 diatas (Arora, 2001). Wk = h 2 - h 1 (kJ/kg) dimana : h 1 = enthalpi uap refrigeran pada sisi isap dan keluar kompresor (kJ/kg) h 2 = enthalpi uap refrigeran pada sisi isap dan keluar kompresor (kJ/kg) Hubungan tersebut diturunkan dari persamaan energi dalam keadaan tunak (steady flow energy equation) yaitu : q + h1 = h2 + Wk pada proses kompresi adiabatik reversibel dengan perubahan energi kinetik dan energi potensial diabaikan. Perbedaan entalpinya merupakan besaran negatif yang menunjukkan bahwa kerja diberikan kepada sistem.
2.2.3.3 Unjuk Kerja (COP)
Menurut Indartono (2006), unjuk kerja atau yang lebih dikenal dengan
koefisien performansi (COP = Coefficient Of Performance) merupakan perbandingan antara kapasitas refrigerasi (KR) dengan daya (Pk) yang dibutuhkan untuk menggerakkan kompresor. Untuk satu-satuan massa refrigeran maka unjuk kerja dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara efek refrigerasi (ER) sistim
28
dengan kerja (Wk) yang dibutuhkan untuk mengkompresi refrigeran di kompresor. Makin besar nilai unjuk kerja (COP) makin baik kinerja sistim refrigerasi itu. Unjuk kerja (COP) merupakan besaran tanpa dimensi. COP = ER / Wk Unjuk kerja (COP) adalah besarnya energi yang berguna, yaitu efek refrigerasi dibagi dengan kerja yang diperlukan sistem (kerja kompresi).
UnjukKerja =
COP =
Efek refrigerasi Kerja kompresor h1 − h4 h2 − h1
Unjuk kerja merupakan parameter yang sangat penting di dalam sistem pendingin, karena semakin besar harga unjuk kerja (COP) maka semakin baik kerja dari sistem pendingin tersebut. Unjuk kerja ini identik dengan efisiensi pada motor bakar. Kalau efisiensi biasanya nilainya lebih kecil dari 1 sedangkan unjuk kerja biasanya lebih besar dari 1.
2.2.4
Refrigeran
Association Heating Refrigeration and Air Conditioning Engineer (ASHRAE, 2005) mendefinisikan refrigeran adalah zat yang mengalir dalam mesin pendingin (mesin refrigerasi atau mesin pengkondisian udara/AC). Refrigeran merupakan komponen terpenting siklus refrigerasi karena dialah yang menimbulkan efek pendinginan dan pemanasan pada mesin pendinginan. Zat ini berfungsi untuk menyerap panas dari benda/media yang didinginkan dan membawanya, kemudian membuang panas tersebut ke udara luar atau ke atmosfir.
29
Andika (2006) mengelompokkan jenis-jenis refrigeran menjadi refrigeran sintetik dan refrigeran alami. Refrigeran sintetik tidak terdapat di alam dan dibuat oleh manusia dari unsur-unsur kimia. Yang termasuk kedalam kelompok refrigeran sintetik, yaitu: 1) Refrigeran CFC (Chloro-Fluoro-Carbon). Refrigeran ini terdiri dari unsur Chlor (Cl), Fluor (F) dan Carbon (C). Contoh dari refrigeran ini adalah R-11 (CFC-11), R-12 (CFC-12). Karena tidak mengandung hidrogen CFC adalah senyawa yang sangat stabil dan tidak mudah bereaksi dengan zat lain meskipun terlepas ke atmosfir. Karena mengandung chlor, CFC merusak ozon di atmosfer (stratosfer) jauh di atas muka bumi. Zat ini memiliki nilai potensi merusak ozon yang tinggi (ODP = 1). Lapisan ozon bermanfaat untuk melindungi mahluk hidup dari pancaran sinar ultraviolet intensitas tinggi. Oleh sebab itu kelestariannya perlu dijaga; 2) Refrigeran HCFC (Hydro-Chloro-Fluoro-Carbon). Refrigeran ini terdiri dari unsur Hydrogen (H), Chlor (Cl), Fluor (F) dan Carbon (C). Karena mengandung hidrogen, refrigeran ini menjadi kurang stabil jika berada di atmosfer, sehingga sebagian besar akan terurai pada lapisan atmosfer bawah dan hanya sedikit yang mencapai lapisan ozon. Oleh sebab itu HCFC memiliki ODP yang rendah. Contoh refrigeran ini adalah R-22 (HCFC-22); dan 3) Refrigeran HFC (Hydro-Fluoro-Carbon). Refrigeran ini tidak memiliki unsur chlor. Oleh sebab itu refrigeran ini tidak merusak lapisan ozon dan nilai ODP nya sama dengan nol. Contoh dari refrigeran ini adalah R-134a (HFC -134a), R-152a (HFC152a), R-123 (HFC123).
30
Refrigeran alami adalah refrigeran yang dapat ditemui di alam, namun demikian masih diperlukan pabrik untuk penambangan dan pemurniannya. Contoh refrigeran alami adalah Hidrocarbon (HC), Carbondioksida (CO2) dan
Amonnia (NH3). Jenis refrigeran ini tidak mengandung chlor oleh sebab itu refrigeran ini tidak merusak lapisan ozon (ODP = 0). Calm (2008) membagi perkembangan refrigeran dalam 4 periode seperti disajikan pada Gambar 2.7.
Gambar 2.7 Perkembangan refrigeran (Calm, 2008)
Gambar 2.7 menunjukkan perioda perkembangan refrigeran, secara rinci : 1) Periode pertama, 1830-an hingga 1930-an, dengan kriteria refrigeran "apa pun yang bekerja di dalam mesin refrigerasi”, (ether, CO2, NH3, SO2, hidrokarbon, H2O, CCl4, CHCs), 2) Periode ke-dua, 1931-an hingga 1990-an menggunakan kriteria refrigeran: aman dan tahan lama (durable), ( CFCs, HCFCs, HFCs, NH3, H2O), 3) Periode ke-tiga, 1990-an hingga 2010-an dengan kriteria refrigeran tidak
31
merusak lapisan ozon (HCFCs, NH3, HFCs, H2O, CO2), dan 4) Perioda ke-empat, 2010 keatas menggunakan refrigeran yang ramah lingkungan. Perkembangan mutakhir di bidang refrigeran utamanya didorong oleh dua masalah lingkungan, yakni lubang ozon dan pemanasan global (Calm and Didion, 1998; Calm et al., 1999). Sifat merusak ozon yang dimiliki oleh refrigeran utama yang digunakan pada periode ke-dua, yakni CFCs, dikemukakan oleh Molina dan Rowland (1974) yang kemudian didukung oleh data pengukuran lapangan oleh Farman et al. (1985). Setelah keberadaan lubang ozon di lapisan atmosfer diverifikasi secara saintifik, perjanjian Internasional untuk mengatur dan melarang penggunaan zat-zat perusak ozon disepakati pada 1987 yang terkenal dengan sebutan Protokol Montreal. CFCs dan HCFCs merupakan dua refrigeran utama yang dijadwalkan untuk dihapuskan masing-masing pada tahun 1996 dan 2030 untuk negara-negara maju (United Nation Environment Programme, 2000). Sedangkan untuk negara-negara berkembang, kedua refrigeran utama tersebut masing-masing dijadwalkan untuk dihapus (phased-out) pada tahun 2010 (CFCs) dan 2040 (HCFCs) (Powell, 2002). Pada tahun 1997, Protokol Kyoto mengatur pembatasan dan pengurangan gas-gas penyebab rumah kaca, termasuk HFCs (United Nation Framework Convention on Climate Change, 2005). Powell (2002) menerangkan beberapa syarat yang harus dimiliki oleh refrigeran pengganti (Calm,1994; Calm, 1996), yakni: 1) memiliki sifat-sifat termodinamika yang berdekatan dengan refrigeran yang hendak digantikannya, utamanya pada tekanan maksimum operasi refrigeran baru yang diharapkan tidak terlalu jauh berbeda dibandingkan dengan tekanan refrigeran lama yang ber-
32
klorin, 2) tidak mudah terbakar, 3) tidak beracun, 4) bisa bercampur (miscible) dengan pelumas yang umum digunakan dalam mesin refrigerasi, dan 5) setiap refrigeran CFC hendaknya digantikan oleh satu jenis refrigeran ramah lingkungan.
2.2.5
Pengaruh Refrigeran Terhadap Permasalahan Lingkungan Global Permasalahan lingkungan global adalah persoalan kerusakan lingkungan
hidup yang dampaknya dirasakan di seluruh wilayah di bumi (global). Penyebab kerusakan lingkungan tersebut bisa saja berasal dari satu lokasi tetapi dampaknya dirasakan di tempat lain atau di seluruh tempat di muka bumi. Saat ini terdapat dua masalah lingkungan global yang dianggap paling mengancam kehidupan di muka bumi yaitu penipisan lapisan ozon dan efek pemanasan global. Rusaknya lapisan ozon disebabkan karena banyaknya zat-zat sintetik buatan manusia yang digunakan dalam berbagai aplikasi industri. Zat-zat yang umumnya berbentuk gas tersebut terlepas ke atmosfir dan merusak lapisan ozon yang ada di stratosfer. Zat yang dilepas di Indonesia dapat mengakibatkan rusaknya lapisan ozon di tempat lain. Dengan demikian masalah ini dianggap sebagai masalah global dan penanganannya juga harus dilakukan secara global dan bersama-sama oleh seluruh rakyat di berbagai negara. Pengaruh terhadap permasalah lingkungan ini ditunjukkan dengan istilah ODP (Ozone Depletion potential) dan GWP (Global Warming Potential). Contoh beberapa refrigeran dengan tingkat ODP dan GWP tertentu.
33
Tabel 2.2 Nilai ODP dan GWP refrigeran (Calm, 2004)
Sehingga sesuai dengan protokol montreal dan konvensi tentang pemanasan global maka di masa yang akan datang refrigeran yang akan digunakan adalah tingkat ODP = 0 dan GWP = 0.
2.2.5.1 Kerusakan Lapisan Ozon a. Lapisan atmosfer bumi Lapisan atmosfer yang menyelimuti bumi dapat dibagi menjadi lima lapisan atmosfer. Lapisan tersebut dari yang terendah (dekat permukaan bumi) sampai tertinggi berturut-turut adalah troposfer, stratosfer, mesosfer, termosfer dan eksosfer. Kelima lapisan atmosfer tersebut memiliki karakter yang berlainan dan bervariasi sesuai ketinggiannya dari permukaan bumi.
34
Gambar 2.8 Lapisan atmosfer bumi (UNDP-KLH, 2007) b. Manfaat lapisan ozon Lapisan ozon yang melindungi makhluk di bumi dari sengatan sinar Ultra Violet B dan C yang berbahaya. Konsentrasi ozon tertinggi terdapat di lapisan stratosfer yang berjarak 25 - 30 km. Lapisan ozon berada dalam situasi kritis manakala konsentrasinya turun di bawah 220 DU (Dobson Unit). Hipotesis mengenai rusaknya lapisan ozon akibat gas chlorofluoromethane (atau dikenal juga dengan nama chlorofluorocarbon = CFC) pertama kali disampaikan oleh Rowland dan Molina pada tahun 1974 di Jurnal Nature. Verifikasi kerusakan lapisan ozon ini mencapai puncaknya manakala Farman et al. (1985) mempublikasikan hasil pengukuran yang menunjukkan rendahnya konsentrasi ozon di atas antartika di jurnal yang sama. Istilah ozone hole berkembang sejak saat itu.
35
Gambar 2.9 Manfaat lapisan ozon (Bratasida, 2003; KLH, 2003) Ozon adalah zat yang terdiri dari tiga atom oksigen, sedangkan molekul gas oksigen hanya terdiri dari dua atom oksigen serta bersifat sebagai senyawa pengoksidasi kuat.
Gambar 2.10 Distribusi ozon di atmosfer (UNDP-KLH, 2007)
36
Lapisan ozon sebenarnya hanyalah merupakan suatu ungkapan, karena sesungguhnya ozon di atmosfer tidak membentuk suatu lapisan tersendiri, tetapi terdapat dan tersebar di dalam lapisan troposfer dan stratosfer antara ketinggian 0 - 50 km di atas permukaan bumi dengan konsentrasi yang bervariasi. Jika seluruh ozon yang terdapat pada tiang atmosfer di atas suatu lokasi pada permukaan bumi dikumpulkan di permukaan bumi pada temperatur 00C dan tekanan 1 atm maka akan diperoleh suatu lapisan ozon dengan ketebalan tertentu. Ketebalan lapisan ozon yang didapat ini menyatakan jumlah ozon dalam atmosfer di atas tempat tersebut. Setiap ketebalan 0,01 mm lapisan ozon tersebut dinyatakan sebagai satu dobson unit. Ketebalan lapisan ozon rata-rata 260 DU. Jika ketebalan lapisan ozon kurang dari 220 DU maka dikatakan telah terjadi lubang ozon (penipisan lapisan ozon) di tempat tersebut.
c. Reaksi pembentukan dan penguraian ozon Molekul gas oksigen (O2) yang ada di bagian atas lapisan stratosfer terkena radiasi ultra ungu dalam intensitas tinggi yang berasal dari radiasi surya sehingga terurai menjadi dua atom oksigen bebas (radikal oksigen). Radikal oksigen ini dapat mengalami beberapa kemungkinan reaksi yaitu : • Bereaksi dengan molekul oksigen sehingga kembali membentuk molekul ozon • Menarik satu atom oksigen dari molekul ozon sehingga terbentuk dua molekul oksigen, atau • Bereaksi dengan radikal oksigen dan membentuk molekul oksigen
37
Rekasi pembentukan dan penguraian ozon secara alami di lapisan stratosfer ini menyerap banyak energi sinar ultra ungu, sehingga mengurangi intensitasnya yang sampai ke permukaan bumi. Dengan kata lain lapisan ozon yang terdapat di atmosfer melindungi bumi dari sinar ultra ungu intensitas tinggi.
Radiasi Sinar Ultra Ungu
O
O
O
Sinar ultra ungu intensitas tinggi dari matahari memutuskan ikatan dua atom oksigen yang membentuk molekul oksigen menjadi dua atom oksigen
O
Molekul Oksigen (O2)
2 Atom Oksigen (O)
O O
O
+
Atom-atom oksigen bebas bereaksi dengan molekul oksigen membentuk molekul ozon
O O
O Molekul Ozon (O3)
O O O
O O O
Molekul Oksigen (O2)
Molekul-molekul ozon menyerap energi radiasi sinar ultra ungu yang menyebabkan ozon terurai menjadi molekul oksigen dan atom oksigen
Atom Oksigen (O)
Gambar 2.11 Reaksi pembentukan dan penguraian ozon (UNDP-KLH, 2007)
Jumlah ozon di atmosfer berkurang akibat adanya zat-zat sintetis buatan manusia yang merusak. Zat-zat tersebut disebut bahan perusak ozon (BPO). Diantara BPO tersebut adalah refrigeran CFC. Proses perusakan lapisan ozon oleh CFC diilustrasikan pada Gambar 2.12.
38 fluor
F
karbon Cl
Radiasi Sinar Ultra Ungu
C
Cl
Sinar ultra ungu intensitas tinggi dari matahari mengenai molekul CFC, memutuskan ikatan dan membebaskan atom khlor
Cl
khlor
Molekul CFC O O Cl
+
O
O
O
Cl O
ozon
Atom khlor
Khlorin monoksida Molekul Oksigen (O2)
O
O O
+
O Cl
Atom Oksigen
Atom-atom khlor yang merupakan radikal bebas bereaksi dengan molekul ozon dan memecahnya menjadi khlorin monoksida dan molekul oksigen. Ozon menjadi hancur
Khlorin monoksida
Molekul Oksigen (O2)
Molekul-molekul khlorin monoksida masih reaktif dan bereaksi dengan atom oksigen, yang seharusnya dapat Cl membentuk ozon, menjadi molekul oksigen dan atom khlor kembali. Atom Atom khlor khlor yang terbebas akan kembali merusak ozon. Reaksi-reaksi di atas terjadi berulang-ulang dengan akibat rusaknya lapisan ozon.
Gambar 2.12 Reaksi perusakan dan pencegahan pembentukan ozon (UNDP-KLH, 2007) CFC yang sangat stabil dan tidak mudah bereaksi dengan zat apapun, menyebabkan zat ini mampu naik sampai ke lapisan stratosfer. Pada lapisan ini terdapat radiasi sinar ultra ungu dengan intensitas tinggi yang berasal dari matahari. Radiasi yang kuat ini mampu memutuskan ikatan atom-atom chlor pada CFC. Atom chlor yang terputus akan menjadi radikal bebas yang sangat reaktif dan akan bereaksi dengan ozon yang banyak terdapat di stratosfer. Rekasi ini menyebabkan ozon rusak dan terurai menjadi molekul chlorin monoksida (ClO).
39
Gambar 2.13 Proses kerusakan ozon oleh klorin (KLH, 2007) dan molekul oksigen (O2) Molekul chlorin monoksida (ClO) masih bersifat radikal dan bereaksi dengan atom oksigen (O) yang seharusnya dapat membentuk ozon dengan molekul oksigen (O2). Reaksi ini mengakibatkan tercegahnya pembentukan ozon (O3). Hasil reaksi adalah molekul oksigen (O2) dan atom chlor (Cl). Atom chlor ini menjadi radikal lagi dan kembali akan merusak ozon yang lain. Reaksi ini terjadi berulang-ulang sehingga satu atom chlor dapat merusak puluhan ribu molekul ozon. Disamping itu puluhan ribu ozon juga gagal terbentuk sebagai akibat digandengnya atom oksigen (O) oleh chlorin monoksida (ClO) Karena banyaknya molekul CFC yang terlepas ke atmosfer maka jumlah ozon semakin lama semakin berkurang dan timbul lubang ozon khususnya di daerah kutub dan utamanya di kutub selatan.
40
d. Lubang ozon Menyadari bahaya kerusakan lapisan ozon, berbagai negara kemudian bersepakat dalam Konvensi Wina (1985) yang selanjutnya menghasilkan Protokol Montreal (1987) untuk mengurangi emisi gas-gas yang berpotensi merusak lapisan ozon. Dua gas utama yang merusak lapisan ozon adalah gas chlorine yang utamanya berasal dari senyawa CFC dan gas bromine yang utamanya berasal dari senyawa methyl bromide dan halon. Pemerintah Indonesia telah turut meratifikasi Konvensi Wina dan Protokol Montreal berikut amandemen-amandemennya melalui beberapa Keputusan Presiden.
Gambar 2.14 Lubang ozon (KLH, 2008) Sementara itu, sejak diketemukannya fenomena penipisan lapisan ozon, luas daerah yang memiliki konsentrasi ozon kurang dari 220 DU terus membesar. Untuk Tahun 2004, NASA melaporkan bahwa lubang ozon di atas kutub selatan telah mencapai 28 juta km2, yang berarti lebih dari dua kali lipat luas antartika itu
41
sendiri (atau lebih besar dari daratan Amerika Utara). Jika hal ini tidak segera ditanggulangi, tidak tertutup kemungkinan bahwa lubang ozon ini bisa menjadi malapetaka global bagi kehidupan di muka bumi.
Gambar 2.15 Ketebalan Lapisan Ozon
CFC pada umumnya digunakan di sektor pendingin (refrigerasi), busa pelarut/pembersih (solvent), dan zat pendorong (propellant) seperti pada parfum. Saat ini, pengguna CFC terbesar adalah pada sektor refrigerasi. CFC, seperti R-12 atau Freon 12, masih banyak digunakan pada pendingin udara (AC) kendaraan dan chiller (mesin pendingin udara pada gedung). CFC jenis R-11 juga masih banyak digunakan pada chiller. Masyarakat bisa berperan besar dalam program perlindungan lapisan ozon ini dengan menggunakan produk-produk yang tidak menggunakan CFC. Di Indonesia, pemerintah akan menghentikan import CFC pada akhir tahun 2007. Karena tidak ada satu pun industri yang menghasilkan CFC di tanah air, maka penghentian import CFC akan menyebabkan kelangkaan
42
CFC di dalam negeri. Hal ini perlu segera diantisipasi oleh para pengguna CFC; antara lain dengan menggunakan bahan-bahan non-CFC dan berbagai teknologi yang tidak menggunakan CFC.
e. Bahaya akibat adanya lubang ozon Jika lapisan ozon rusak atau terjadi lubang ozon maka radiasi sinar ultra ungu (UV-B) dengan intensitas tinggi akan mencapai permukaan bumi. Radiasi intensitas tinggi (UV-B) inilah yang berbahaya dan mematikan, terutama terhadap kehidupan organisme bersel satu seperti bakteria dan protozoa. Jika dosisnya berlebihan maka mikroorganisme seperti plankton akan terhambat seluruh kegiatannya, hal ini sangat berbahaya terhadap kesetimbangan ekosistem mengingat plankton adalah sumber makanan kehidupan laut.
Katarak mata
Penurunan Produktivitas tanaman
Kanker kulit
Ekosistem laut
Gambar 2.16 Dampak kerusakan lapisan ozon (KLH, 2007)
43
Dapat dibayangkan apa yang akan terjadi pada organisme lain yang berada dalam rantai makanannya. Bagi manusia UV-B dapat menimbulkan eritema, yaitu memerahnya kulit (UV 296,7 nm). Lebih hebat lagi jika dosisnya berlebihan. Dampak yang telah diketahui sekarang UV-B dapat menimbulkan antara lain katarak mata, kanker kulit, menurunnya daya tahan tubuh dan matinya fitoplankton yang membahayakan kehidupan biota laut dan pada akhirnya merugikan kehidupan manusia juga. Untunglah UV-B ini sebagian besar dapat dihambat oleh lapisan ozon di stratosfir sebelum sampai di permukaan bumi. Akibatnya UV-A yang banyak sampai di permukaan bumi. UV-A yang terlalu banyak dapat menimbulkan pigmentasi kulit seperti yang terjadi akibat berjemur terlalu lama di bawah sinar matahari. UV-A malahan dibutuhkan untuk mengolah pro-vitamin D yang ada di dalam kulit kita.
2.2.5.2 Pemanasan global Sinar matahari yang berhasil menerobos atmosfir (setelah sebagiannya langsung dipantulkan oleh atmosfir ke angkasa) sebagian akan dipantulkan oleh permukaan bumi ke atmosfir dan sebagiannya lagi akan diserap oleh permukaan bumi. Terserapnya sinar matahari tersebut akan memanaskan permukaan bumi dan menyebabkan permukaan tersebut mampu memancarkan energi ke atmosfir (berupa sinar infra merah yang memiliki panjang gelombang relatif besar). Keberadaan Gas Rumah Kaca (GRK) menyebabkan tidak semua sinar infra merah yang dipancarkan bumi bisa lolos ke angkasa, sebagian besar sinar tersebut
44
diserap oleh GRK dan selanjutnya dipancarkan kembali ke permukaan bumi. Proses tersebut berulang dan menyebabkan kenaikan temperatur bumi. Gas Rumah Kaca (GRK) pada dasarnya berfungsi menjaga temperatur bumi pada tingkat yang sesuai untuk kebutuhan makhluk hidup. Ketiadaan, atau kurangnya, GRK akan menyebabkan temperatur di permukaan sebuah planet akan sangat rendah (seperti permukaan Mars yang memiliki temperatur rata-rata -50 0C); namun terlalu banyak GRK juga akan menyebabkan kenaikan temperatur (seperti permukaan Venus yang temperatur rata-ratanya 420 0C). Syukur kepada Tuhan bahwa kecukupan GRK di bumi menyebabkan temperatur rata-rata bumi berada pada kisaran yang sesuai untuk kehidupan, yakni sekitar 15 0C (Hamilton dalam Indartono, 2007). Selimut yang terlalu tebal dan rapat menyebabkan ketidaknyamanan. Lonjakan
jumlah
GRK
di
atmosfer
bumi
tidak
saja
menimbulkan
ketidaknyamanan, namun berpotensi menyebabkan bencana global. Dalam Konvensi PBB tentang Perubahan Iklim, beberapa jenis gas telah diidentifikasi sebagai GRK, yakni karbondioksida (CO2), dinitroksida (N2O), metana (CH4),
sulfurheksafluorida (SF6), perfluorocarbon (PFCs), dan hidrofluorocarbon (HFCs). Setiap gas rumah kaca mempunyai potensi pemanasan global (Global
Warming Potential - GWP) yang diukur secara relatif berdasarkan emisi CO2 dengan nilai 1. Makin besar nilai GWP makin bersifat merusak. Berdasarkan perhitungan untuk beberapa tahun belakangan ini dapat disimpulkan bahwa
45
kontribusi CO2 terhadap pemanasan global mencapai lebih dari 60% (Mimuroto and Koizumi, 2003).
CH4 19%
Gambar 2.17 Kontribusi gas rumah kaca terhadap pemanasan global
Berdasarkan uraian diatas dalam penelitian ini yang dimaksud dengan unjuk kerja (COP) mesin pendingin adalah besarnya energi yang berguna, yang ditunjukkan oleh perbandingan antara efek refrigerasi (ER) sistem dengan kerja (Wk) yang dibutuhkan untuk mengkompresi refrigeran di kompresor. Efek refrigerasi (ER) merupakan selisih dari enthalpi sisi buang (h1) dengan enthalpi sisi isap (h4) pada evaporator. Sedangkan kerja kompresi (Wk) adalah selisih dari enthalpi sisi buang (h2) dengan enthalpi sisi isap (h1) pada kompresor. Secara matematis dirumuskan sebagai berikut : Efek refrigerasi Kerja kompresor ER = Wk h − h4 = 1 h2 − h1
UnjukKerja = COP
Data yang diperoleh pada hasil pengujian adalah data primer berupa data tekanan (P, psig), temperatur (T, 0C), frekwensi (f, Hz), tegangan (V, volt),
46
kelembaban evaporator (Rh, %), Arus (I, Ampere), didapat dengan jalan pengukuran langsung pada setiap kali jenis pengujian, yaitu pengujian pada massa optimum. Berdasarkan data hasil pengukuran tekanan (P) dan tempertur (T) pada masing-masing titik pengujian pada mesin pendingin dan dengan bantuan P-h diagram refrigeran CFC (R-12) kita dapat menentukan besaran enthalpi (h) pada masing-masing titik. Data akan diolah dan dianalisis dengan menggunakan sifatsifat termodinamika refrigeran CFC (R-12) untuk dapat menentukan besarnya unjuk kerja (COP) mesin pendingin (AC mobil). Berdasarkan hasil pengujian konsumsi arus listrik kompresor untuk masing-masing refrigeran CFC hasil recovery dan recycle dengan CFC murni, akan dapat diketahui konsumsi daya listrik kompresor untuk refrigeran hasil
recovery dan recycle dan refrigeran murni. Selanjutnya efisiensi energi dari mesin pendingin (AC mobil) dapat ditentukan.
47
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan taraf hidup masyarakat penggunaan mesin pendingin (AC mobil) juga mengalami peningkatan. Semakin meningkatnya penggunaan mesin pendingin, penggunaan refrigeran CFC (R-12) dan HFC (R-134a) juga meningkat. Akibat service yang buruk (tidak ramah lingkungan) banyak teknisi pada saat service melepas CFC (R12) dan HFC (R-134a) ke atmosfir yang dapat mengakibatkan kerusakan lapisan ozon dan pemanasan global. Mengantisipasi permasalahan tersebut diatas beberapa negara didunia termasuk Indonesia sepakat untuk mengurangi penggunaan dan berupaya menghentikan penggunaan gas-gas tersebut diatas. Pemerintah Indonesia, pelaksanaannya dibawah Departemen Kementerian Lingkungan Hidup secara konsen menanggulangi permasalahan tersebut dengan berbagai program. Khususnya dalam bidang mesin pendingin, World Bank melalui KLH memberikan bantuan mesin 3R (Recovery Recycle dan Recharging) refrigeran bagi perusahaan/bengkel service mesin pendingin (AC mobil) untuk menghindari terlepasnya refrigeran CFC (R-12) dan HFC (R-134a) ke atmosfir pada waktu melakukan service. Mesin 3R dapat mencegah pelepasan refrigeran CFC (R-12) dan HFC (R-134a) ke atmosfir sehingga dapat mencegah kerusakan lapisan ozon oleh CFC (R-12) dan mencegah pemanasan global oleh HFC (R-134a). Sebelum
47
48
melakukan tindakan service terhadap mesin pendingin (AC mobil) biasanya refrigeran di dalam sistem terlebih dahulu harus dikeluarkan. Selama ini (sebelum mendapat bantuan mesin 3R) para teknisi melakukan sevice secara konvensional yaitu mengeluarkan refrigeran dari dalam sistem mesin pendingin dan melepaskan refrigeran tersebut ke atmosfir. Secara ekonomis mesin 3R lebih menguntungkan karena tidak perlu membeli refrigeran baru untuk mengisi mesin pendingin, cukup dengan menggunakan refrigeran hasil recovery dan recycle mesin 3R saja. Disamping itu service dapat dilakukan lebih efektif dan efisien. Cara pengelolaan refrigeran menggunakan mesin 3R mengikuti prosedur yaitu : 1) proses recovery, proses pengambilan refrigeran dari dalam suatu sistem pendingin dan memindahkannya ke dalam suatu tabung/tangki penampung, 2) proses recycle, proses peningkatan kemurnian refrigeran dari proses sirkulasi didalam mesin 3R melalui proses fisika dengan jalan pemisahan minyak pelumas dan penyaringan refrigeran untuk digunakan kembali, dan 3) proses recharging, proses pengisian kembali refrigeran yang diambil atau ditangkap pada waktu proses recovery pada sistem mesin pendingin tersebut. Bagi perusahaan/bengkel service mesin pendingin (AC mobil) yang mendapat bantuan mesin 3R laluan tunggal telah diberikan pelatihan sehingga dapat menggunakan mesin 3R dengan baik dan benar sekaligus menginformasikan pentingnya ozon bagi kehidupan. Untuk mendapatkan data tersebut perlu dilakukan monitoring dan evaluasi pengelolaan refrigeran CFC (R-12) dan HFC (R-134a) ke perusahaan/bengkel
service mesin pendingin (AC Mobil) yang mendapat mesin 3R. Sedangkan untuk
49
mengetahui unjuk kerja (COP) mesin pendingin (AC mobil) yang menggunakan refrigeran CFC (R-12) hasil recovery dan recycle mesin 3R dilakukan pengujian di Laboratorium Refrigerasi dan Tata Udara, Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Bali. Unjuk kerja (COP) mesin pendingin (AC mobil) yang menggunakan refrigeran CFC (R-12) hasil recovery dan recycle mesin 3R secara teoritis lebih rendah, karena : 1) Adanya kontaminan (gas lain, dan atau uap air) di dalam refrigeran CFC (R12) hasil recovery dan recycle mesin 3R, 2) Refrigeran CFC (R-12) hasil recovery dan recycle mesin 3R telah bercampur dengan refrigeran lain pada waktu service atau pada waktu pengisian mesin pendingin, dan 3) Akibat panas berlebih (overheating) pada waktu mesin pendingin (AC mobil) beroperasi tetapi refrigerannya belum sampai terbakar.
50
3.2 Konsep Penelitian
Service Mesin Pendingin (AC mobil)
Service Konvensional - Penipisan
CFC dan HFC
Lapisan Ozon - Pemanasan Global
- Clorin - Flour
Bila kompresor tidak terbakar
Service dengan Mesin 3R
Ramah lingkungan
Refrigeran CFC (R-12) dan HFC (R-134a)
Hasil Recovery dan Recycle Mesin 3R
Recharging CFC (R-12) ke Mesin Pendingin (AC
Uji : CFC (R-12)
tidak
Dimusnahkan
ya
Dimanfaatkan
Gambar 3.1 Kerangka konsep penelitian
51
3.3 Hipotesis Penelitian 1. Perusahaan/bengkel service AC mobil yang mendapat bantuan mesin 3R telah melaksanakan pengelolaan refrigeran CFC (R-12) dan HFC (R-134a) menurut pedoman teknis dan persyaratan kompetensi pelaksanaan retrofit dan recycle pada sistem refrigerasi (KLH, 2007). 2. Untuk pengujian unjuk kerja AC mobil yang menggunakan refrigeran CFC (R-12) hasil recovery dan recycle mesin 3R dibandingkan dengan CFC (R12) murni, hipotesis yang di uji adalah: H0 : μ1 = μ2 (Tidak ada perbedaan unjuk kerja AC mobil yang menggunakan refrigeran CFC-12/R-12 murni dengan refrigeran CFC-12/R-12 hasil recovery dan recycle mesin 3R). Ha : μ1 > μ2 (Unjuk kerja AC mobil yang menggunakan refrigeran CFC12/R-12 hasil recovery dan recycle mesin 3R lebih rendah dibandingkan dengan AC mobil menggunakan refrigeran CFC-12/R12 murni). Kriteria pengujian dengan taraf signifikan 5%, jika sig t < 0,05 hipotesis H0 ditolak dan dalam kondisi lainnya Ha diterima.
52
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan pada 27 perusahaan/bengkel service AC mobil yang mendapat bantuan mesin 3R dari World Bank melalui KLH yang berada di Denpasar - Bali.
Gambar 4.1 Kegiatan proses pengambilan data pada perusahaan/bengkel service AC mobil di Denpasar - Bali
52
53
Penelitian ini lebih di fokuskan pada monitoring dan evaluasi, yaitu bagaimana perusahaan/bengkel service AC Mobil melaksanakan pengelolaan refrigeran CFC (R-12) dan HFC (R-134a) pada saat servicing menggunakan mesin 3R sehingga refrigeran tidak terlepas ke atmosfir. Pengujian unjuk kerja (COP) mesin pendingin hanya dilakukan pada refrigeran CFC (R-12) hasil recovery and recycle mesin 3R yang masih bisa di dapat dari perusahaan/bengkel service AC mobil dibandingkan dengan CFC (R12) murni.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1 Lokasi Penelititan Penelitian dilakukan pada 2 tempat yaitu : 1) untuk mengetahui pelaksanaan
pengelolaan
CFC
(R-12)
dan
HFC
(R-134a),
pada
perusahaan/bengkel service AC mobil yang mendapat bantuan hibah mesin 3R dari World Bank melalui KLH di Denpasar; dan 2) untuk menguji unjuk kerja (COP) di Laboratorium Refrigerasi dan Tata Udara, Program Studi Refrigerasi dan Tata Udara, Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Bali.
4.2.2 Waktu Penelitian Waktu penelitian selama enam bulan dengan tahapan sebagai berikut: -
Bulan Pebruari : Persiapan bahan kuesioner, minta panduan kuesioner dan diskusi tentang evaluasi pengelolaan CFC dan HFC pada Kepala Sub Bidang Pengendalian Lingkungan di PPLH Regional Bali – Nusra.
54
-
Bulan Maret : Persiapan alat/AC mobil dan bahan CFC-12/R-12 murni untuk dapat dipakai melakukan pengujian refrigeran CFC-12/R-12.
-
Bulan April : Permohonan surat pengantar ke Direktur Politeknik Negeri untuk ke PPLH regional Bali-Nusra dan BLH Propinsi Bali Bali dan melakukan pengujian CFC-12/R-12 murni.
-
Bulan Mei : Melakukan survei dan penyebaran kuesioner ke perusahaan/bengkel AC mobil yang mendapat bantuan mesin 3R di Denpasar-Bali. Pengujian CFC12/R-12 hasil recovery dan recycle mesin 3R.
-
Bulan Juni : Pengambilan kuesioner yang masih di perusahaan/bengkel service AC mobil. Pengolahan data dan pembuatan laporan.
-
Bulan Juli : Penyelesaian laporan.
4.3 Subyek Penelitian Sebagai populasi dalam penelitian ini adalah semua perusahaan/bengkel
service AC mobil yang mendapat bantuan hibah mesin 3R di Denpasar-Bali dalam program perlindungan lapisan ozon dan mencegah pemanasan global. Secara rinci perusahaan/bengkel perusahaan/bengkel.
AC
mobil
yang
menerima
bantuan
berjumlah
27
55
Tabel 4.1 Daftar penerima bantuan hibah sektor mobil air conditioner (Bali) No. 1 2 3 4. 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Nama Perusahaan/Bengkel Alamat UD. Asia Ban Jl. Gunung Agung No.55, Pemecutan. CV. Bagus AC Jl. Tukad Pakerisan 116B, Denpasar. PT. Bali Taxi Jl. By Pass Nusa Dua No.4, Jimbaran. UD. Bram Service Jl. Narakusuma No.36, Denpasar. Budi AC Jl. Cokroaminoto 89, Denpasar. Dewa AC Jl. Bukit Tunggal No.46, Denpasar. Duta Prima Jl. Raya Kuta No.44, Br. Abian Base. Eka Jaya AC Mobil Jl. Prof. IB Mantra, By Pass. Gede AC Mobil Jl. A. Yani No.40A Gg. Flamboyan No.3. Hans Service Jl. Teuku Umar 58, Denpasar. Intan Sakti Motor Jl. Sutomo No.41, Denpasr. Kardi AC Mobil Jl. Pulau Bungin Gg. Taman No.2. Mas Agung Mandiri AC Jl. Gatot Subroto No.7, Denpasar. Paul Air Cond. Service Jl. By Pass Ngurah Rai No.280S. Mas Service Jl. Tukad Pakerisan 140Y, Panjer. Naga Mas Motor Jl. Hayam Wuruk No.196, Denpasar. Rally Utama Jl. Nusa Indah No.60, Denpasar. Mas Wul AC Mobil Jl. Tukad Yeh Aya No.314, Renon. Sama Jaya Service Jl. A. Yani No.196, Singaraja. Mekar Jaya Motor Jl. By Pass Ngurah Rai, Tuban. Merpati Bali Jl. Raya Kuta No.67, Badung. Sejuk AC Jl. Gatot Subroto Timur 202, Denpasar. Setia Kawan Mandiri Jl. Diponogoro 10, Br. Pesanggaran. Surya Sakti AC Jl. Gatot subroto No. 21X, Denpasar. Tole Motor Jl. Gatot Subroto Barat No.999X. Sumber Jaya Sakti Jl. Gatot Subroto No.1, Denpsar. Santa Jaya Motor Jl. By Pass Nusa Dua No.72, Jimbaran. Sumber: KLH, 2007
4.4 Bahan dan Alat Penelitian
4.4.1 Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian unjuk kerja mesin pendingin (AC mobil) ini antara lain :1) Refrigeran CFC (R-12) hasil recovery dan recycle mesin 3R, dan 2) Refrigeran CFC murni. Refrigeran CFC (R-12) hasil recovery dan
recycle didapat dari perusahaan/bengkel service AC mobil yang mendapat
56
bantuan mesin 3R dari world bank melalui KLH di Denpasar. Sedangkan refrigeran CFC murni didapat dari suplier. Untuk menentukan kemurniaan refrigeran CFC akan di tes dengan refrigeran identifier.
4.4.2 Alat Penelitian Untuk mendapatkan data tentang pengelolaan refrigeran CFC (R-12) dan HFC (R-134a) pada masing-masing perusahaan/bengkel service AC mobil dilakukan melalui penyebaran kuesioner dan observasi pada masing-masing perusahaan/bengkel AC mobil yang menerima bantuan mesin 3R. Data unjuk kerja (COP) mesin pendingin menggunakan refrigeran CFC (R-12) hasil recovery dan recycle dibandingkan dengan CFC (R-12) murni, diperoleh dengan melakukan pengujian simulasi mesin pendingin (AC mobil) di laboratorium Refrigerasi dan Tata Udara Program Studi Teknik Refrigerasi dan Tata Udara Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Bali, dengan spesifikasi sebagai berikut : a) Motor listrik Alat ini berfungsi sebagai penggerak kompresor. Adapun spesifikasinya adalah sebagai berikut :
Merk
: 3 Phase Induction Motor (Made in China)
Daya
: 3 Hp
Putaran
: 1430 rpm
Frekwensi : 50 Hz
Phase
: 3 Phase
57
Voltage
: 220 – 230 Volt
Arus
: 5/8,6 (Υ − Δ )
b) Kompresor Adapun spesifikasinya sebagai berikut :
Merk
: SANDEN
Model/Type : SD-505 Ser. No.
: 0410628059
Refrigerant : R-12 Lubricant
: Oil Suniso 5 GS
c) Pressure Gauge Digunakan 4 buah pressure gauge, digunakan masing-masing untuk mengukur tekanan sisi masuk dan sisi keluar pada kondensor maupun evaporator. d) Infrared/Digital Thermometer Digunakan 4 buah infrared/digital thermometer, digunakan masingmasing untuk mengukur temperatur sisi masuk dan sisi keluar kondensor maupun pada evaporator. e) Stop Watch Untuk mengukur waktu yang dibutuhkan pada waktu pengambilan data atau waktu pengujian. f) Gauge Manifold Digunakan untuk mengukur tekanan refrigeran baik pada saat pemakuman, pengisian maupun pada saat beroperasi. Yang dapat dilihat pada gauge
58
manifold adalah tekanan evaporator atau tekanan isap (suction) kompresor dan tekanan kondensor atau tekanan keluar (discharge) kompresor. Alat uji yang digunakan telah terkalibrasi dari pabrik pembuatnnya.
4.5 Variabel Penelitian Penelitian ini memiliki dua variabel yaitu variabel pengelolaan refrigeran dan unjuk kerja (COP) mesin pendingin.
4.5.1 Variabel Pengelolaan refrigeran Variabel pengelolaan refrigeran CFC (R-12) dan HFC (R-134a) dengan mesin 3R, kaitannya dengan sektor servicing pada bengkel AC mobil adalah cara penanganan refrigeran CFC (R-12) dan HFC (R-134a) pada saat service AC mobil menggunakan mesin 3R. Diukur dengan mewawancarai perusahaan/bengkel AC mobil dan menanyakan dengan kuesioner standar mulai dari proses recovery yaitu proses pengambilan refrigeran dari dalam suatu sistem pendingin dan memindahkannya ke dalam suatu tabung/tangki penampung, proses recycle yaitu proses peningkatan kemurnian refrigeran dari proses sirkulasi didalam mesin 3R.melalui proses fisika dengan jalan pemisahan minyak pelumas dan penyaringan refrigeran untuk digunakan kembali, dan proses recharging adalah proses pengisian kembali refrigeran yang diambil atau ditangkap pada waktu proses recovery pada sistem mesin pendingin tersebut (KNLH, 2007). Efektivitas pengelolaan dilihat dari efektivitas pada masing-masing tahap pengelolaan. Nilai efektifitas pengelolaan dihitung dengan cara :
59
Nilai efektivitas pengelolaan = dimana :
x 100%
A = Total skor pengelolaan B = Skor maksimum pengelolaan
Nilai ini dibandingkan dengan Pedoman Acuan Patokan (PAP) tingkat pencapaian sebagai berikut (Depdiknas, 1999) yaitu: 90% – 100 % : Sangat efektif (SE) 80% – 89 % : Efektif (E) 65% – 79 % : Cukup (C) 40 % – 64 % : Kurang Efektif (KE) 0% – 39%
: Sangat Kurang Efektif (SKE)
Kisi-kisi kuesioner untuk mengukur pelaksanaan pengelolaan refrigeran ditunjukkan pada tabel 4.2.
Tabel 4.2 Kisi-kisi alat evaluasi pengelolaan refrigeran dengan menggunakan mesin 3R No
Dimensi
1
Recovery
2
Recycle
3
Recharging Jumlah
Indikatornya Refrigeran yang diambil ari AC mobil dipindahkan ke dalam tangki penampung 1. Meningkatkan kemurnian refrigeran dengan mesin 3R. 2. Pemisahan minyak pelumas dan penyaringan kotoran refrigeran Pengisian kembali refrigeran hasil recovery dan recycle ke AC mobil
Jumlah butir (buah) 5
5
4 19
60
4.5.2 Variabel unjuk kerja/COP (Coefficient of Performance) Variabel unjuk kerja mencakup : efek refrigerasi (ER), kerja kompresi (Wk), dan unjuk kerja (COP) : a) Efek refrigerasi (ER) adalah kalor yang diterima oleh sistem dari lingkungan melalui evaporator per satuan laju massa refrigeran, di ukur dengan cara : ER = h 1 - h 4
(kJ/kg)
dimana : h1 = enthalpi refrigeran yang keluar evaporator (kJ/kg) h4 = enthalpi refrigeran yang masuk evaporator (kJ/kg) b) Kerja kompresi (Wk) adalah kerja dilakukan kompresor, sama dengan selisih enthalpi uap refrigeran yang keluar kompresor dengan enthalpi uap refrigeran yang masuk ke kompresor, di ukur dengan cara : Wk = h 2 - h 1
(kJ/kg)
dimana : h 1 = enthalpi uap refrigeran pada sisi isap kompresor (kJ/kg) h 2 = enthalpi uap refrigeran pada sisi buang/keluar kompresor (kJ/kg) c) Unjuk kerja (COP) dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara efek refrigerasi (ER) sistim dengan kerja (Wk) yang dibutuhkan untuk mengkompresi refrigeran di kompresor atau besarnya energi yang berguna, yaitu besarnya efek refrigerasi dibagi dengan kerja yang diperlukan sistem, yang besarnya adalah :
61
UnjukKerja =
COP =
Efek refrigerasi Kerja kompresor h1 − h4 h2 − h1
Unjuk kerja merupakan besaran tanpa dimensi.
Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam melakukan pengujian unjuk kerja (COP) mesin pendingin (AC mobil) adalah : - Mempersiapkan bahan atau refrigeran CFC (R-12) hasil proses recovery dan recycle mesin 3R, dan CFC (R-12) murni. - Mempersiapkan alat uji mesin pendingin ( AC mobil) dan alat ukur yang akan digunakan untuk pengambilan data seperti : pressure gauge,
infrared/digital thermometer, ampere meter, stopwatch, vaccum pump, tool box, dan lain-lain. - Memastikan alat uji dan semua peralatan berfungsi dengan baik (normal). -
Pastikan alat ukur sudah dalam standar normal (terkaliberasi).
-
Check atau menghidupkan panel listrik.
-
Hidupkan mesin pendingin, selang 5 menit pertama catat data pada tabel pengujian untuk masing-masing titik pengukuran, begitu seterusnya untuk setiap 2 menit berikutnya sampai waktu pengujian mencapai 25 menit.
-
Cara yang sama dilakukan untuk setiap pergantian refrigeran. Proses pengosongan, pemakuman dan pengisian ini wajib dilakukan
sebelum melakukan pengujian. Untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam pengujian maka hal yang paling penting untuk diperhatikan dalam proses ini
62
adalah ketelitian baik dalam pemakuman ataupun pengisian refrigeran kedalam sistem. setelah itu baru melakukan pengujian sistem/alat.
Langkah-langkah proses pengujian
Service
Mesin Pendingin (Simulator AC mobil)
Pengosongan, Pemakuman, Cek kebocoran
bocor
Tidak bocor
Pelumasan dan Pengisian
Pengujian : - Tekanan (P, Psig) - Temperatur (T, 0C) - Arus (I, Ampere)
Gambar 4.2 Langkah-langkah proses pengujian refrigerant CFC-12/R-12
Beberapa variabel yang diukur dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.3 dibawah ini :
63
Tabel 4.3 variabel yang diukur dalam uji ujuk kerja (COP) No. Variabel yang diukur
Satuan
Alat ukur
1
Tekanan (P)
Psig
Pressure gauge
2
Temperatur (T)
0
Thermometer
3
Frekwensi (f)
Hz
Tachometer
4
Tegangan
Volt
Volt meter
5
Arus
Ampere
Ampere meter
6
Kelembaban
%
Higrometer
C
Data sekunder didapat dengan bantuan diagram Mollier (p-H diagram) CFC (R-12) atau program CoolPack, sifat-sifat termodinamika refrigeran CFC (R12) sehingga dapat ditentukan unjuk kerja (COP) mesin pendingin (AC mobil) tersebut. Kedua variabel diatas dianalisis untuk mendapatkan tingkat efektivitas pengelolaan serta layak tidaknya refrigeran CFC-12/R-12 hasil recovery dan
recycle mesin 3R dipergunakan kembali pada AC mobil.
4.6 Analisa data Data dianalisis menggunakan statistik deskriptif dan uji T. Statistik deskriptif untuk melihat pengelolaan CFC dan HFC pada perusahaan/bengkel sedangkan uji T untuk membandingkan unjuk kerja CFC (R-12) hasil recovery dan recycle mesin 3R dibandingkan dengan CFC (R-12) murni.
64
4.7 Flowchart Penelitian Program Pemerintah (KLH)
Monitoring & Evaluasi
Bengkel-service mesin pendingin yang mendapat bantuan hibah mesin 3R di Denpasar
Service Mesin Pendingin (AC Mobil) CFC (R-12) dan HFC (R-134a)
Recovery dan Recycle CFC (R-12) dan HFC (R-134a)
Recharging CFC (R-12) Hasil Recovery Pengujian Refrigeran CFC (R-12) Hasil Recovery
Mesin Pendingin (AC Mobil) CFC (R-12) recovery
CFC (R-12) murni
• • •
• • •
ERr Wkr COPr
ERm Wkm COPm
? Uji t
Gambar 4.3 Bagan alir penelitian
SPSS