BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Masyarakat Indonesia sejak dahulu telah mengenal dan menggunakan tanaman obat sebagai salah satu upaya penanggulangan masalah kesehatan. Penggunaan bahan alam sebagai obat tradisional di Indonesia telah dilakukan oleh nenek moyang bangsa Indonesia sejak berabad-abad yang lalu dan dilestarikan sebagai warisan budaya hingga kini. Di Indonesia diketahui tidak kurang dari 7.000 spesies tanaman dan tumbuhan yang memiliki khasiat obat aromatik. Hutan Indonesia memiliki spesies biofarmaka tidak kurang dari 9.606 spesies. Berdasarkan jumlah tersebut, baru 3% – 4% tanaman biofarmaka yang sudah dibudidayakan dan dimanfaatkan secara komersial atau tercatat 350 biofarmaka telah diidentifikasi mempunyai khasiat obat. Pemanfaatan bahan baku obat tradisional oleh masyarakat mencapai kurang lebih 1.000 jenis, dimana 74% diantaranya merupakan tumbuhan liar yang hidup di hutan (Pharmacybusiness, 2007;2). Peningkatan jumlah penduduk yang tinggi dan harga obat sintetis (obat farmasi) yang jauh di atas harga obat tradisional pada saat ini mengakibatkan masyarakat berpikir untuk kembali ke alam atau back to nature. Hal ini yang menyebabkan obat sintetis mulai ditinggalkan karena terlalu mahal dengan efek samping yang cukup membahayakan. Masyarakat berpikir dengan obat tradisional akan lebih murah dan tidak membahayakan kesehatan karena bahannya yang
berasal dari alam. Selain itu faktor pengalaman dan alasan hasil warisan turunmenurun yang dipercaya kemanjurannya telah menjadi salah satu motivasi bagi mereka untuk mengembangkan industri jamu (obat tradisional) di Indonesia. Menurut Fauziah dalam Sudrajat (2007;1), saat ini tumbuhan obat dikenal dengan nama herbal, yaitu tanaman atau sebagian tanaman yang diduga atau terbukti berkhasiat sebagai tanaman obat dan biasanya terdapat data yang mendukung dari pengalaman empiris atau data praklinis atau klinis tentang khasiat tanaman tersebut. Tanaman obat keluarga (TOGA) mungkin sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Jakarta. Namun masih banyak warga yang belum mengetahui cara mengelola dan memanfaatkan tanaman tersebut. Tanaman herbal yang umum dikonsumsi untuk membantu mengobati penyakit yaitu jahe, lengkuas, kencur, kunyit, lempuyang wangi, temulawak, temu item, dan tanaman obat lainnya. Jahe Merah adalah tanaman rimpang yang sangat popular sebagai rempahrempah dan bahan obat. Sebagai bahan obat tradisional, jahe merah banyak dipilih karena memberikan rasa pahit dan pedas lebih tinggi dibanding jenis jahe lain. Jahe jenis ini memiliki kandungan minyak asiri tinggi dan rasa paling pedas, sehingga cocok untuk bahan dasar farmasi dan jamu. Ukuran rimpangnya paling kecil dengan warna merah dengan serat lebih besar dibanding jahe biasa. Jahe merah berkhasiat untuk menghangatkan badan, penambah nafsu makan, peluruh keringat, serta mencegah dan mengobati masuk angin. Dewasa ini salah satu produk yang banyak dikembangkan oleh industri pangan adalah minuman ringan. Salah satu alternatif pengembangan produk
2
minuman ringan yang memenuhi persyaratan kepraktisan dalam pemakaian adalah produk minuman instan. Aspek kemudahan dalam penyajian, penyimpanan dan transportasi merupakan nilai tambah yang dimiliki produk minuman instan dibandingkan minuman ringan biasa yang bentuk cair. Keunggulan bentuk serbuk minuman instan adalah kemampuan untuk larut tanpa melibatkan pengadukan secara manual, dengan syarat semua komponen mudah larut dalam air. Menurut Astawan dalam Prasetiawan (2005;2), bisnis minuman instan berbahan baku biofarmaka dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Produk minuman instan ini bukan hanya sebagai penyegar juga sebagai minuman yang memiliki aspek fungsional bagi kesehatan. Adanya peningkatan ini ditandai oleh produk-produk minuman instan berbahan baku biofarmaka yang telah diproduksi oleh beberapa industri jamu dan farmasi di Indonesia. Berdasarkan pada Tabel 1, permintaan jahe merah di pasar domestik, seperti catatan Koperasi BPTO (Kobapto) Kab. Tawangmangu, Jawa Tengah, berkisar 5 000 ton per tahun. Hampir semua industri obat tradisional di Jawa Tengah membutuhkan jahe merah sebagai bahan baku produksinya, seperti PT Sidomuncul membutuhkan sekitar 15 ton per bulan, PT Air Mancur 15 ton per bulan, CV Temu Kencono 10 – 12 ton per tahun dan PT Indotraco 40 ton per bulan. Rimpang jahe juga banyak dimanfaatkan oleh 10 industri besar obat tradisional dan 12 industri obat tradisional menengah pada tahun 1995 – 1999, yaitu sebanyak 1.364.270 kg.
3
Tabel 1. Kebutuhan Industri Obat Tradisional Indonesia akan Berbagai Jenis Biofarmaka. No Nama Bahan Baku
Kebutuhan pertahun 5000 ton
1
Jahe Merah (Zingiber officinale Roxb.)
2
Kapulogo (Ammomum cardamomum Auct.)
3000 ton
3
Temulawak (Curcuma aeruginosa Roxb.) Kencur (Kaempferia galanga L.)
3000 ton
Kunyit (Curcuma domestica Val.)
3000 ton kering; 1500 ton basah
4
5
2000 ton
Industri/Perusahaan penerima Semua pabrik: Sidomuncul = 15 ton/bln Air Mancur = 15 ton/bln Temu Kencono= 10-12 ton/thn Indotraco = 40 ton/bln Semua pabrik: Sidomuncul = 10 ton/bln Nyonya Meneer = 10 ton/bln Indotraco = 20 ton/bln Semua pabrik Semua pabrik: Sidomuncul 7-8 ton/bln Temu Kencono 5-8 ton/thn Indotraco 200 – 300 ton/thn Herba Agronusa 40 ton/thn Semua pabrik: Sidomuncul 6 ton kering/bln; dan 5 ton basah/hr
Sumber: Direktorat Tanaman Sayuran, Hias, dan Aneka Tanaman (2002;25)
Home Industri Enam Putri merupakan minuman instan herbal Indonesia yang berlokasi di Jakarta dengan produk utamanya adalah minuman instan jahe merah. Lingkup pemasaran Enam Putri cukup luas yaitu mencakup Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Bandung, dan Cirebon. Selain itu Enam Putri juga mengenalkan produknya kepada masyarakat luas dengan mengikuti berbagai jenis pameran dan memiliki beberapa distributor serta pelanggan tetap.
4
1.2.
Perumusan Masalah
Herbal jahe merah dapat dijadikan pilihan yang mempunyai prospek cerah untuk diusahakan. Namun demikian, meskipun prospeknya tampak cerah bila dilihat dari segi manfaat dan segi permintaan, peluang ini belum bisa langsung dijadikan sebagai alasan untuk mengusahakan herbal jahe merah. Hal ini dikarenakan untuk mengusahakan herbal jahe merah yang berkelanjutan sebagai suatu kegiatan usaha memerlukan biaya relatif tinggi, harus dilakukan suatu analisis kelayakan usaha terlebih dahulu. Jika hasil analisis kelayakan usaha menunjukkan bahwa usaha tersebut layak untuk dilaksanakan, maka peluang tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk usaha. Analisis kelayakan usaha merupakan tahapan yang sangat penting dalam kegiatan usaha. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah suatu usaha tersebut layak diusahakan secara finansial atau tidak, dengan tetap memperhatikan aspek teknis, aspek pasar, aspek manajemen, aspek sosial, aspek hukum, dan aspek lingkungan dari usaha tersebut. Permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1.
Berapakah biaya yang dikeluarkan dalam pengolahan jahe merah di Home Industri Enam Putri ?
2.
Bagaimana kelayakan finansial usaha pengolahan jahe merah yang dilakukan pada Home Industri Enam Putri ?
3.
Bagaimana tingkat sensitivitas usaha pengolahan jahe merah pada usaha Home Industri Enam Putri akibat adanya perubahan-perubahan harga produk yang mungkin terjadi sehingga usaha tersebut dapat berkelanjutan ?
5
1.3.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1.
Mengetahui biaya yang dikeluarkan dalam usaha pengolahan jahe merah instant di Home Industri Enam Putri.
2.
Menganalisis kelayakan finansial usaha pengolahan jahe merah di Home Industri Enam Putri.
3.
Menganalisis tingkat sensitivitas pada usaha pengolahan jahe merah terhadap perubahan-perubahan harga produk yang mungkin terjadi.
1.4.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan berguna : 1.
Bagi peneliti, untuk mempelajari penerapan teori yang telah didapat pada proses perkuliahan dalam dunia bisnis, serta dapat semakin mensyukuri bahwa Allah SWT telah menganugerahkan banyak nikmat.
2.
Bagi kalangan akademis, sebagai data dasar bagi para peneliti di bidangnya dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3.
Bagi masyarakat, sebagai informasi yang dapat menambah pengetahuan tentang kelayakan usaha dalam usaha ini dan juga berguna bagi penelitian selanjutnya.
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teoritis
2.1.1. Jahe Merah (Zingiber officinale Roxb.var Rubra) Tumbuhan ini berasal dari Asia Tenggara yang dikenal sebagai rimpang berbau harum dan terasa pedas. Dari jenis dan ukurannya, jahe dibedakan menjadi jahe besar (jahe gajah), jahe kecil (jahe emprit), dan jahe merah (jahe sunti). Dari ketiga jenis jahe itu, yang sering kali digunakan sebagai obat adalah jahe merah. Alasannya, kandungan minyak atsiri pada jahe merah lebih banyak. Jahe merah (Zingiber officinale Roxb.var Rubra.) atau Zingiberaceae Officinale Roscoe atau Zingiberaceae Officinale Rose adalah tanaman herbal semusim, tegak, tinggi 40-50 cm. Batang semu, beralur, berbentuk rimpang, warna hijau. Daun tunggal, bentuk lanset, tepi rata, ujung runcing, pangkal tumpul, warna hijau tua. Bunga majemuk, bentuk bulir, sempit, ujung runcing, panjang 3,5-5 cm, lebar 1,5-2 cm, mahkota bunga berbentuk corong, panjang 22,5 cm, warna ungu. Buah kotak, bulat panjang, warna coklat (Murhananto, 1999;1). Jahe Merah merupakan tumbuhan berbatang semua tegak yang termasuk dalam famili Zingibaraceae yang kaya sekali dengan kandungan senyawa aktif diantaranya ; minyak atsiri, zingiberin, kamfena, lemonin, borneol, minyak damar, asam organik, dan lain-lain. Jahe jenis ini memiliki kandungan minyak asiri tinggi dan rasa paling pedas, sehingga cocok untuk bahan dasar farmasi dan jamu. Ukuran rimpangnya paling kecil dengan warna merah dengan serat lebih besar
dibanding jahe biasa. Jahe merah berkhasiat untuk menghangatkan badan, penambah nafsu makan, melancarkan sirkulasi darah, serta mencegah dan mengobati masuk angin (Wikipedia, 2008;1).
2.1.2. Persyaratan Obat Tradisional
Terdapat tiga bentuk sediaan tanaman obat yakni dalam bentuk simplisia, ekstrak kental atau kering, dan ekstrak cair. Ekstrak kental dan cair ini kemudian mengalami beberapa perlakuan untuk dapat dimanfaatkan oleh konsumen. Sediaan tanaman obat ini dapat diproduksi dalam bentuk rajangan, serbuk, pil, pastiles, tablet, sari jamu, dan kapsul. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 661/MENKES/SK/VII/1994 tentang persyaratan obat tradisional (Kansil dalam Simanjuntak, 2007;21) : 1.
Rajangan adalah sediaan obat tradisional berupa potongan simplisia, campuran simplisia, atau campuran simplisia dengan sediaan galenik yang penggunaannya dilakukan dengan pendidihan atau penyeduhan dengan air panas dan kadar air tidak lebih dari 10 persen.
2.
Serbuk adalah sediaan obat tradisional berupa butiran homogen dengan derajat halus yang cocok, bahan bakunya berupa simplisia, sediaan galenik, atau campurannya dengan kadar air tidak lebih dari 10 persen.
3.
Pil adalah sediaan padat obat tradisional berupa massa bulat ; bahan bakunya berupa serbuk simplisia, sediaan galenik, atau campurannya dengan kadar air tidak lebih dari 10 persen.
8
4.
Pastiles adalah sediaan padat obat tradisional berupa lempeng pipih umumnya berbentuk segi empat ; bahan bakunya berupa serbuk simplisia, sediaan galenik atau campurannya tidak lebih dari 10 persen.
5.
Tablet adalah sediaan obat tradisional padat kompak dibuat secara kempacetak dalam bentuk pipih, silinder atau bentuk lain. Kedua permukaannya rata atau cembung terbuat dari sediaan galenik, dengan atau tanpa bahan tambahan.
6.
Sari jamu adalah cairan obat dalam dengan tujuan tertentu diperbolehkan mengandung etanol, dengan kadar etanol tidak lebih dari satu persen v/v pada suhu 20º C metanol tidak lebih dari 0,1 persen dihitung dari kadar etanol.
7.
Kapsul adalah sediaan obat tradisional yang terbungkus cangkang keras atau lunak ; bahan bakunya terbuat dari sediaan galenik dengan atau tanpa bahan tambahan, kandungan air isi kapsul tidak lebih dari 10 persen dan kapsul memiliki waktu hancur tidak lebih dari 15 menit.
2.1.3. Minuman Instan
Menurut Winarti (2005;48), minuman instant berbahan baku biofarmaka termasuk dalam kategori pangan fungsional (food suplement). Karena dilihat dari definisinya, pangan fungsional adalah pangan yang karena kandungan komponen aktifnya memberikan manfaat bagi kesehatan diluar dari manfaat yang diberikan oleh zat-zat gizi yang terkandung di dalamnya. Para ilmuwan Jepang menekankan pada tiga fungsi dasar pangan fungsional, yaitu : sensory (warna dan penampakan
9
menarik, citarasa yang enak), nutritional (bernilai gizi tinggi), dan physiological (memberikan pengaruh fisiologis yang menguntungkan bagi tubuh). Pangan fungsional merupakan makanan dan minuman yang mengandung bioaktif yang bemanfaat bagi kesehatan. Produk pangan fungsional adalah produk yang tergolong sebagai suatu produk pangan yang memiliki nilai gizi dan cita rasa (bukan kapsul atau tablet), layak dikonsumsi sebagai bagian dari diet atau menu setiap hari, serta mampu memberikan peran khusus dalam proses metabolisme tubuh. Meskipun produk pangan fungsional mampu meningkatkan ketahanan tubuh terhadap berbagai penyakit, produk tersebut tidak termasuk kategori obat, karena obat bersifat mengobati sementara pangan fungsional lebih bersifat memperkecil resiko.
2.1.4. Analisis Kelayakan Usaha
Menurut Gittinger (1986;4) proyek didefinisikan sebagai kegiatan investasi yang mengubah sumber-sumber finansial menjadi barang-barang kapital yang dapat menghasilkan keuntungan atau manfaat setelah beberapa periode tertentu. Untuk mengetahui apakah proyek atau usaha tersebut dapat memberikan manfaat sesuai dengan yang diharapkan, maka dilakukan suatu penilaian usaha melalui analisis kelayakan usaha atau dapat juga disebut studi kelayakan usaha. Yang dimaksud dengan studi kelayakan usaha adalah suatu penelitian tentang layak atau tidaknya suatu proyek investasi dilaksanakan. Maksud dari layak atau tidak adalah perkiraan bahwa proyek akan dapat atau tidak dapat menghasilkan
10
keuntungan yang layak bila telah dioperasionalkan (Umar, 2005;8). Sedangkan menurut Husnan dan Suwarsono (2000;4), studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu proyek yang biasanya merupakan proyek investasi, dilaksanakan dengan berhasil. Tujuan
dilakukannya
analisis
proyek
adalah
untuk
menghindari
keterlanjuran penanaman modal yang terlalu besar untuk kegiatan yang ternyata tidak menguntungkan (Husnan dan Suwarsono, 2000;7). Sama halnya dengan Subagyo (2007;15), yang menyatakan bahwa tujuan studi kelayakan adalah untuk mengetahui apakah suatu proyek akan mendatangkan keuntungan atau kerugian.
2.1.5. Aspek-aspek Analisis Kelayakan
Husnan dan Suwarsono (2000;17) membagi aspek-aspek analisis kelayakan menjadi aspek pasar, aspek teknis, aspek keuangan, aspek manajemen, aspek hukum, aspek ekonomi dan sosial. Semua aspek tersebut perlu dipertimbangkan bersama-sama untuk menentukan manfaat-manfaat yang diperoleh dari suatu usaha. Secara umum penelitian akan dilakukan terhadap aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, aspek lingkungan, dan aspek finansial.
2.1.5.1. Aspek Pasar
Pada dasarnya, analisis pada aspek ini bertujuan untuk mengetahui berapa besar luas pasar, pertumbuhan permintaan, dan pangsa pasar dari produk yang dihasilkan (Umar, 2005;26). Analisis terhadap aspek pasar ditujukan untuk
11
mendapatkan gambaran mengenai pasar potensial yang tersedia di masa yang akan datang, jumlah pangsa pasar yang dapat diserap oleh proyek dari keseluruhan pasar potensial serta perkembangan pangsa pasar tersebut di masa yang akan datang, dan strategi pemasaran yang digunakan untuk mencapai pangsa pasar yang telah ditetapkan. Strategi pemasaran yang ditentukan perlu memperhatikan posisi produk dalam siklus produk dan segmen pasar yang direncanakan. Bauran pemasaran dibedakan dalam empat komponen utama, yaitu produk, tempat pamasaran, promosi,dan harga (Husnan dan Suwarsono, 2000;32).
2.1.5.2. Aspek Teknis
Evaluasi aspek teknis mempelajari kebutuhan-kebutuhan teknis, seperti penentuan kapasitas produksi, jenis teknologi yang dipakai, pemakaian peralatan dan mesin, lokasi proyek dan letak pabrik yang paling menguntungkan (Umar, 2005;26). Menurut Husnan dan Suwarsono (2000;110), aspek teknis merupakan aspek yang berkenaan dengan proses pembangunan proyek secara teknis dan operasi setelah proyek selesai dibangun. Aspek teknis dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai lokasi proyek, besar skala operasi, kriteria pemilihan mesin dan peralatan utama serta alat pembantu, bagaimana produksi dilakukan dan layout pabrik yang dipilih, dan apakah jenis teknologi yang diusulkan cukup tepat.
12
2.1.5.3. Aspek Manajemen
Aspek manajemen yang dievaluasi ada dua macam, yaitu manajemen saat pembangunan proyek, dan manajemen saat proyek telah dioperasionalkan. Evaluasi aspek manajemen saat pembangunan proyek antara lain menyusun rencana kerja, siapa saja yang terlibat, bagaimana mengkoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan proyek dengan sebaik-baiknya. Sedangkan evaluasi saat pelaksanaan proyek antara lain menentukan secara efektif dan efisien mengenai bentuk badan usaha, jenis pekerjaan, struktur organisasi, serta pengadaan tenaga kerja yang dibutuhkan (Umar, 2005;27).
2.1.5.4. Aspek Hukum
Bentuk dan struktur organisasi yang dibahas dan dianalisis pada aspek sebelumnya dapat mempengaruhi legalitas perusahaan. Struktur organisasi yang complicated dan bagan organ berbentuk fungsional cenderung berbadan hukum perseroan terbatas. Sebaliknya, untuk organisasi dengan struktur yang sederhana dan bagan organ berbentuk datar (flat) lebih baik memilih badan hukum perseorangan. Tujuan pembahasan aspek ini adalah mencari bentuk badan hukum yang tepat untuk organisasi yang akan didirikan / dikembangkan agar perusahaan dapat bergerak secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuannya (Subagyo, 2007;59).
13
2.1.5.5. Aspek Lingkungan
Studi aspek lingkungan bertujuan untuk menentukan apakah secara lingkungan hidup, misalkan dari sisi udara, dan air, rencana bisnis diperkirakan dapat dilaksanakan secara layak atau sebaliknya. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) bukanlah suatu proses yang berdiri sendiri melainkan bagian dari proses AMDAL yang lebih besar dan lebih penting, menyeluruh dan utuh dari perusahaan dan lingkungannya, sehingga AMDAL dapat dipakai untuk mengelola dan memantau proyek dan lingkungannya (Umar, 2005;304).
2.1.5.6. Aspek Finansial
Merupakan salah satu alat untuk mengukur kelayakan investasi menurut beberapa criteria kelayakan, yaitu Net present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit / Cost Ratio (Net B/C), Payback Period, dan analisis sensitivitas. Menurut Husnan dan Suwarsono (2000;163) analisis finansial sangat penting dalam mempengaruhi insentif bagi orang yang turut serta dalam mensukseskan suatu proyek/usaha. Oleh karena itu pelaksanaan proyek haruslah menguntungkan, terutama bagi peningkatan kesejahteraan petani maupun pengusaha.
Net Present Value (NPV) Menurut Husnan dan Suwarsono (2000;209) Net Present Value (NPV) merupakan selisih antara nilai sekarang investasi dengan nilai sekarang
14
penerimaan-penerimaan kas bersih (operasional maupun cash flow) di masa yang akan datang. Penilaian kelayakan investasi berdasarkan nilai NPV adalah sebagai berikut : a. NPV > 0, maka proyek menguntungkan dan layak dilaksanakan. b. NPV = 0, maka proyek tidak untung tetapi tidak juga rugi (manfaat yang diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya yang dikeluarkan sehingga pelaksanaan
proyek
berdasarkan
penilaian
subyektif
pengambilan
keputusan). c. NPV <, maka proyek merugi dan lebih baik untuk tidak dilaksanakan.
Net Benefit – Cost (Net B/C) Menurut Ibrahim (1998;151), net B/C diperoleh dengan membagi jumlah NPV positif dengan NPV negatif, sehingga apabila B/C lebih besar dari satu (Net B/C > 1) maka investasi dikatakan layak, begitu juga sebaliknya apabila lebih kecil dari satu (Net B/C < 1) investasi tidak layak dilaksanakan.
Internal Rate of Return (IRR) Metode ini digunakan untuk mencari tingkat bunga yang menyamakan nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan di masa datang, atau penerimaan kas dengan mengeluarkan investasi awal (Umar, 2005;198).
Payback Period Menurut Ibrahim (1998;154), payback period adalah jangka waktu tertentu yang menunjukkan terjadinya arus penerimaan (cash flow) secara kumulatif sama
15
dengan jumlah investasi dalam bentuk present value analisis ini perlu juga ditampilkan untuk mengetahui berapa lama usaha / proyek yang dikerjakan baru dapat mengembalikan investasi.
Return On Investment (ROI) Return On Investment (ROI) adalah suatu tingkat pengembalian investasi yang menunjukkan seberapa besar keuntungan yang diperoleh dari penanaman investasi tertentu (Gitosudarmo, 2003;191).
2.2.
Penelitian Terdahulu
Novisurizki (2005) dalam penelitian yang berjudul “Analisis Kelayakan Finansial Pengembangan Usaha Lidah Buaya (Studi Kasus : Perkebunan X, Kampung Kawung Luwuk, Desa Cijeruk, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor)” menyatakan bahwa usaha lidah buaya di tempat penelitian layak untuk dilaksanakan. Nilai-nilai kriteria investasi yang diperoleh memenuhi syarat-syarat kelayakan. Dengan tingkat bunga sebesar 9,29 %, diperoleh nilai NPV lebih besar dari 0, IRR diperoleh lebih besar dari tingkat bunga yang ditetapkan, nilai Net B/C Ratio lebih besar dari 1, Payback Period telah dikembalikan sebelum umur proyek. Secara keseluruhan, ditinjau dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek finansial, usaha lidah buaya di tempat penelitian layak untuk dilaksanakan. Usaha lidah buaya ini layak untuk dikembangkan sesuai dengan rencana pemilik perkebunan untuk melakukan perluasan lahan untuk lidah buaya.
16
2.3.
Kerangka Pemikiran Konseptual
Usaha jahe merah instan memiliki potensi untuk dikembangkan dan nilai ekonomi yang cukup tinggi. Tingginya permintaan terhadap minuman herbal disebabkan oleh manfaat serta khasiatnya bagi kesehatan. Penelitian ini diarahkan untuk mengetahui kelayakan finansial, sehingga dapat dinilai layak atau tidaknya usaha tersebut apabila dilanjutkan. Analisis kelayakan proyek merupakan suatu hal yang sangat penting untuk dilakukan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil suatu keputusan, apakah menerima atau menolak dari suatu gagasan usaha / proyek yang direncanakan, dan untuk menghindari keterlanjuran penanaman modal yang terlalu besar untuk kegiatan yang ternyata tidak menguntungkan dan memperbaiki penilaian investasi. Pada analisis kualitatif aspek-aspek yang dianalisis dalam analisis kelayakan proyek, yaitu aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, dan aspek lingkungan. Sedangkan pada analisis kuantitatif yang dianalisis adalah aspek finansial dengan menghitung arus kas (cash flow), Payback period, Net Present Value, Internal Rate of Return, Net Benefit/Cost Ratio, untuk menganalisis perubahan harga dan manfaat dengan analisis sensitifitas, serta apakah usaha tersebut masih layak atau tidak layak untuk dilanjutkan. Apabila usaha dikatakan layak maka usaha tersebut dapat dilanjutkan dan terus dilaksanakan, sedangkan apabila usaha tersebut tidak layak maka perlu adanya efisiensi terhadap biaya yang dikeluarkan. Adapun alur kerangka pemikiran konseptual yang digambarkan seperti yang terlihat pada Gambar 1.
17
Usaha Herbal Jahe Merah Instant “Enam Putri”
• • • • •
Deskriptif Aspek Pasar Aspek Teknis Aspek Manajemen Aspek Hukum Aspek Lingkungan
Analisis Kuantitatif 1. Cash Flow 2. Kelayakan finansial a. NPV b. IRR c. PP d. B/C Ratio e. ROI 3. Analisis Sensitifitas
Interpretasi Hasil Analisis
Layak
Tidak Layak
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
18
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Home Industri “Enam Putri” yang bergerak dibidang usaha penjualan minuman kesehatan aneka instan Herbal di Jalan Karet Pasar Baru Barat V No.41, Jakarta Pusat. Produk yang diteliti adalah jahe merah instan. Pemilihan tempat penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa usaha ini merupakan hasil olahan rumah tangga yang dalam pengolahannya dilakukan secara tradisional, tanpa menggunakan bahan pengawet dan bahan kimia. Adapun waktu pengambilan data dilaksanakan pada bulan Mei 2008.
3.2.
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan langsung di lapangan dan melalui wawancara dengan berbagai pihak yang terkait dengan topik penelitian, seperti pemilik usaha dan karyawan aneka instan herbal. Data sekunder diperoleh dari studi pustaka dengan mencari literatur-literatur seperti : Profil komoditi Jahe, Data produksi tanaman obat, Studi kelayakan bisnis, dan literatur lain yang relevan dalam penelitian.
3.3.
Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data-data yang diperlukan dalam
penelitian ini melalui
beberapa cara, yaitu : 1.
Pengamatan Langsung : yaitu dengan mengamati secara langsung objek penelitian sehingga diperoleh gambaran tentang segala aktivitas dan keadaan usaha tersebut.
2.
Wawancara : yaitu dengan melakukan tanya jawab secara langsung dengan pemilik usaha dan karyawan-karyawan yang berada di tempat usaha tersebut.
3.4.
Metode Analisis Data
3.4.1
Analisis Kualitatif
Data kualitatif (deskriptif) disajikan dalam bentuk uraian pada aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, dan aspek lingkungan.
3.4.2. Analisis Kuantitatif
Data kuantitatif menggunakan perhitungan kriteria-kriteria investasi, yaitu Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), B/C Ratio, (PP) Payback Period dan Analisis Sensitifitas.
3.4.2.1. Metode NPV (Net Present Value)
Menurut Husnan dan Suwarsono (2000;210), NPV menunjukkan keuntungan yang akan diperoleh selama umur investasi merupakan jumlah nilai
20
penerimaan arus tunai pada waktu sekarang dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan selama waktu tertentu.
NPV =
Bt − Ct
n
∑ (1 + i ) t =1
Dimana
t
: Bt = Penerimaan yang diperoleh pada tahun ke-t Ct = Biaya yang dikeluarkan pada tahun ke-t i = Discount Rate (%) t = Tahun proyek n = Umur Proyek
3.4.2.2. IRR (Internal Rate of Return)
Menurut Ibrahim (2003;147), IRR menunjukkan persentase keuntungan yang akan diperoleh atau investasi bersih dari suatu proyek, atau tingkat diskonto yang dapat membuat arus penerimaan bersih sekarang dari investasi (NPV) sama dengan nol.
IRR= i1 +
NPV 1 (i1 −i2 ) (NPV1 − NPV2 )
Dimana :
i1 = adalah tingkat discount rate yang menghasilkan NPV1 i2 = adalah tingkat discount rate yang menghasilkan NPV2 Penilaian kelayakan finansial berdasarkan IRR yaitu : IRR > tingkat bunga, maka usulan proyek diterima IRR < tingkat bunga, maka usalan proyek ditolak
21
3.4.2.3. Payback Period
Menurut Umar (2005;197), Payback Period adalah suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi (initial cash investment) dengan menggunakan aliran kas, dengan kata lain payback period merupakan rasio antara initial cash investment dengan cash inflow-nya yang hasilnya merupakan satuan waktu. nilai investasi PP =
kas masuk bersih
x 1 tahun
3.4.2.4. Benefit Cost Ratio (B/C Ratio)
Net B/C Ratio meupakan perbandingan antara net benefit yang telah di discount positif (+) dengan net benefit yang telah didiscount negatif (-) (Ibrahim, 2005;151). Bt − Ct
n
Net B/C Ratio =
∑ (1 + i ) t =1
t
⎡ Bt − Ct ⎤ ⎢− ∑ t ⎥ ⎣ t =1 (1 + i ) ⎦ n
=
NPV + NPV −
Dimana : Bt = Penerimaan (benefit) pada tahun ke-t Ct = Biaya (Cost) pada tahun ke-t n
= Umur proyek (tahun)
t = Tahun proyek i = Discount Rate
22
3.4.2.5. Return On Investment (ROI)
Return On Investment (ROI) adalah suatu tingkat pengembalian investasi yang menunjukkan seberapa besar keuntungan yang diperoleh dari penanaman investasi tertentu (Gitosudarmo, 2003;191). Laba Bersih ROI =
Investasi
x 100 %
3.4.2.6. Analisis Sensitivitas
Pada saat kita menganalisis perkiraan arus kas di masa datang, kita berhadapan dengan ketidakpastian. Akibatnya hasil perhitungan di atas kertas itu dapat menyimpang jauh dari kenyataannya. Ketidakpastian itu dapat mnyebabkan berkurangnya kemampuan suatu proyek bisnis dalam operasi untuk menghasilkan laba bagi perusahaan ( Umar, 2005;191). Ketidakpastian berarti bahwa makin banyak kemungkinan yang akan terjadi. Karenanya apabila kita dihadapkan pada masalah ketidakpastian dalam penaksiran aliran kas, maka kita perlu mencoba mengetahui apalagi yang akan terjadi (Husnan dan Suwarsono, 2000;272). Skema sensitivitas dalam penelitian ini adalah : harga jahe merah naik 51 persen, harga gula pasir naik 52 persen, dan harga jahe merah dan gula pasir naik 51 persen.
23
3.5. Definisi Operasional
1.
Tanaman Biofarmaka adalah tanaman yang bermanfaat sebagai obat-obatan yang dikonsumsi dari bagian tanaman berupa daun, bunga, buah, umbi (rimpang) atau akar.
2.
Simplisia adalah tanaman obat-obatan, bahan dari tanaman yang masih sederhana, murni, belum tercampur atau belum diolah, kecuali dibersihkan dan dijaga dengan baik agar tidak tercampur dengan bagian-bagian tanaman lainnya.
3.
Sediaan galenik adalah hasil ekstraksi bahan atau campuran bahan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan atau hewan.
4.
Cashflow adalah aliran kas pada suatu usaha yang terdiri dari inflow (penerimaan usaha) dan outflow (pengeluaran usaha).
5.
Biaya adalah segala sesuatu yang mengurangi pendapatan. Arus biaya ada dua jenis yaitu biaya investasi dan biaya operasional.
6.
Biaya tetap adalah biaya yang tidak berhubungan secara langsung dengan proses produksi.
7.
Biaya variabel adalah biaya yang berhubungan secara langsung dengan proses produksi.
8.
Biaya Investasi adalah biaya yang pertama kali dikeluarkan untuk memulai usaha jahe merah instan.
9.
Sumber modal seluruhnya adalah modal sendiri.
10.
Harga seluruh input dan output selama penelitian diasumsikan tetap.
11.
Tingkat suku bunga bank komersial tahun 2001-2008 sebesar 16 persen.
24
12.
Pajak penghasilan pertahun sebesar 10 persen berdasarkan standar pajak pertambahan nilai (PPN).
13.
Umur ekonomis diasumsikan 10 tahun dan tidak ada nilai sisa. Dan untuk biaya dibawah Rp. 1.000.000 umur ekonomis 5 tahun.
14.
Penelitian ini penulis menggunakan simulasi dengan sebagian modal berasal dari pinjaman sebesar 20 persen, 50 persen, dan 80 persen.
25
BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
4.1.
Sejarah dan Perkembangan Usaha
Home Industri Enam Putri didirikan oleh Ibu Emmy Muhammad yang sekaligus menjabat sebagai direktur utama. Lokasi usaha ini berada di Jl Masjid I no.41 RT 009 RW 04 Karet Tengsin Jakarta Pusat. Ibu Emmy Muhammad mendirikan usaha ini karena hobi dan kegigihan beliau melakukan inovasi-inovasi terhadap jenis usahanya. Home Industri Enam Putri berdiri pada tanggal 4 September 1986, dengan jenis usaha yang dilakukan, awalnya sebagai distributor minuman ringan dan usaha catering. Pada tahun 1992, Home Industri Enam Putri mencoba produk baru, yaitu aneka olahan rumput laut berupa : manisan, cendol, puding, asinan, soup, dodol, dan produk kosmetik. Pada tahun 2000, Home Industri Enam Putri mengeluarkan produk bawang goreng yang siap pakai, dengan mensuplai ke berbagai restaurant dan distributor serta individual. Sedangkan pada tahun 2003, barulah Home Industri Enam Putri memperkenalkan jenis produk aneka herbal. Produk herbal yang di produksi adalah sebagai berikut:
1.
Jahe Merah instant/bubuk
15.
Kapsul Kunyit Putih
2.
Jahe Ginseng Instan
16.
Kapsul Temulawak
3.
Jahe Mahkota Instan
17.
Kapsul Bangle
4.
Temulawak Instan/bubuk
18.
Kapsul Pelangsing
5.
Temu Mangga Instan
19.
Kapsul Meniran
6.
Kunyit Putih Instan/bubuk
20.
Kapsul Sambiloto
7.
Kunyit Asem
21.
Kapsul Asam Urat
8.
Kencur Wangi
22.
Kapsul Mahkota Dewa
9.
Bir Pletok
23.
Mimba
10.
Rosela Kering
24.
Sirih Pinang
11.
Sirup Rosela
25.
Daun Dewa
12.
Mengkudu
26.
Daun Sendok
13.
Racikan Mahkota Dewa
27.
Racikan Alang- alang
14.
Racikan Sambiloto
Selain itu, pada tahun ini, Home Industri Enam Putri juga memproduksi aneka kue-kue tradisional, seperti kue semprong dan kue bangkit jahe. Pada penelitian ini, hanya akan dibahas mengenai usaha jahe merah instant. Karena produk tersebut merupakan produk unggulan dari Home Industri Enam Putri, serta kuantitas produksi dan penjualannya relatif banyak dari produk lain. Hal yang melatarbelakangi Home Industri Enam Putri memproduksi produk herbal, karena adanya isu global “back to nature” yang menyebabkan masyarakat kembali memakai obat tradisional dalam menjaga maupun mengobati segala macam penyakit.
27
Secara umum usaha ini memiliki tujuan untuk membentuk opini masyarakat tentang pentingnya dan sangat bermanfaat tanaman obat Indonesia. Usaha ini juga memiliki visi dan misi, visi usaha : “agar masyarakat Indonesia dapat beralih ke pengobatan tradisional”. Misi : ”membuat produk kesehatan tradisional yang berasal dari bahan-bahan alami”. Lingkup pemasaran Home Industri Enam Putri cukup luas yaitu mencakup JaBoDeTabek, Bandung, dan Cirebon. Selain itu Home Industri Enam Putri juga mengenalkan produksinya kepada masyarakat luas dengan mengikuti berbagai jenis pameran dan memiliki beberapa distributor serta pelanggan tetap.
4.2.
Fasilitas dan Peralatan
Fasilitas yang terdapat pada usaha ini meliputi ruangan memasak, ruangan pengemasan dan penyimpanan, ruangan pameran atau display untuk para pembeli yang datang langsung, toilet, serta tempat pembuangan sampah. Peralatan yang ada pada usaha ini yaitu kompor, wajan, panci, ayakan, timbangan tepung, saringan, sodet, dan chyler listrik.
4.3.
Aspek-aspek Kelayakan
4.3.1. Aspek Pasar
Pada Home Industri Enam Putri, kegiatan pemasaran Jahe Merah Instant yang dilakukan Home Industri Enam Putri dilaksanakan mulai dari menyediakan produk yang berkualitas, menawarkan harga yang kompetitif, mengetahui saluran distribusi dan melakukan promosi.
28
1.
Produk Produk merupakan sesuatu yang ditawarkan kepada pasar untuk
diperhatikan dimiliki dan dikonsumsi, sehingga dapat memuaskan konsumen (Kotler, 2004;18). Produk yang dihasilkan atau ditawarkan oleh Home Industri Enam Putri sangat beragam, salah satunya adalah herbal jahe merah instant. Dalam penelitian ini produk yang digunakan adalah herbal jahe merah instan. 2.
Harga Harga merupakan nilai yang harus dibayar oleh konsumen terhadap produk
yang akan dibelinya, nilai suatu produk tidak hanya dilihat dari besarnya nominal harga suatu produk, tetapi dapat di lihat dari
segi kepuasan konsumen dan
kegunaan suatu produk (Kotler, 2004:18). Penetapan harga yang digunakan bagi setiap produk yang dijual di Home Industri Enam Putri, antara lain : a. Untuk jahe merah instant kemasan toples plastik dengan netto 250 gram ditawarkan dengan harga Rp. 18.000,-. b. Untuk jahe merah instant kemasan plastik (refill) dengan netto 250 gram ditawarkan dengan harga Rp 15.000,-. 3.
Distribusi Distribusi merupakan berbagai kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk
membuat produknya terjangkau dan tersedia bagi pasar sasarannya sehingga konsumen dapat memperolehnya (Kotler, 2004:19). Pemasaran jahe merah di Home Industri Enam Putri dilakukan di dalam kota (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) maupun luar kota (Bandung dan Cirebon). Pemasaran luar kota biasanya berdasarkan pemesanan. Dalam pendistribusian produk, Home
29
Industri Enam Putri juga dibantu oleh distributor. Konsumen dapat membeli langsung dengan datang ke Home Industri Enam Putri atau melalui pameranpameran. 4. Promosi Promosi yang dilakukan oleh Home Industri Enam Putri, adalah sebagai berikut : a. Mengikuti berbagai pameran di seluruh Indonesia, seperti i. Pameran Flora dan Fauna, Lapangan Banteng, Jakarta ii. Pameran Bandung Super Dome, Bandung, Jawa Barat iii. Pameran Asosiasi Pasar Tani, Tugu Monas, Jakarta iv. Pameran Hero dan Aspartan, Gelora Bung Karno, Senayan v. Pameran di berbagai Instansi Pemerintahan dan Swasta vi. Semanggi Expo, Jakarta vii. Pameran di Departemen Pertanian b. Menjalin kerjasama dengan Instansi Pemerintah, seperti : i. Departemen Pertanian ii. Departemen Perikanan dan Kelautan iii. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi iv. UKM v. Walikota Jakarta Pusat vi. Kelurahan dan Kecamatan. c. Menjalin kerjasama dengan Agen, Sub Agen dan Distributor
30
d. Pengenalan produk ke masyarakat luas dengan cara menyebarkan brosurbrosur dan membagikan tester produk e. Menjalin kerjasama dengan berbagai Apotik dan Toko Obat di Area Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi.
4.3.2. Aspek Teknis
Aspek teknis pada Home Industri Enam Putri ini, terdiri atas : lokasi produksi, bahan baku sampai proses pengolahan bahan baku herbal jahe merah instan.
4.3.2.1. Lokasi Produksi
Home Industri Enam Putri memiliki lokasi produksi di Jalan Karet Pasar Baru Barat V No. 41, Jakarta Pusat, lokasi ini merupakan daerah yang cukup strategis yaitu berada dekat dengan perumahan warga, rumah sakit, dan perkantoran. Hal ini memudahkan perusahaan dalam melakukan pemasarannya, dan jalur distribusi yang tidak terlalu panjang. Serta tersedianya prasarana seperti akses jalan raya dan saluran listrik.
4.3.2.2. Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan untuk membuat herbal jahe merah instant terdiri dari jahe merah, gula pasir, garam, dan rempah-rempah. Bahan-bahan yang digunakan diperoleh dari Pasar Induk Kramatjati dan bekerja sama dengan kelompok-kelompok tani yang berada di Lampung. Bahan-bahan yang dipilih
31
adalah bahan yang segar, tidak busuk, berkualitas tinggi dan berukuran seragam. Rata-rata bahan yang dibutuhkan untuk produksi setiap harinya adalah kurang lebih 50 kg rimpang jahe merah, 50 kg gula pasir, dan 50 kg rempah-rempah.
4.3.2.3. Proses Pengolahan
Tahapan-tahapan dalam proses produksi jahe merah instan, adalah sebagai berikut : a.
Pencucian Tahap pencucian ini merupakan tahap awal dari pengolahan jahe merah
menjadi bentuk serbuk. Semua bahan baku pada awalnya direndam terlebih dahulu dalam air bersih selama kurang lebih 30 menit. Hal ini dimaksudkan agar jahe merah yang akan diolah menjadi bersih dari tanah dan kotoran yang melekat. Apabila masih terdapat tanah dan kotoran, maka selama proses pencucian, umbi jahe merah tersebut digosok dengan menggunakan sikat. Pencucian ini dilakukan sebanyak tiga kali dengan menggunakan air bersih. Dalam tahap ini, juga dilakukan pemisahan antara umbi yang berukuran besar dengan umbi yang berukuran kecil. Hal ini dilakukan untuk memudahkan dalam proses selanjutnya. b.
Pemarutan ( Penggilingan ) Pada tahap ini, umbi jahe merah berukuran kecil yang telah dicuci bersih
dapat langsung dimasukkan sedikit demi sedikit ke dalam mesin penggilingan hingga hancur merata. Sedangkan untuk umbi jahe merah berukuran besar harus dipotong dengan pisau terlebih dahulu agar ukurannya menjadi kecil sebelum di masukkan ke dalam mesin. Setelah itu, umbi jahe yang telah digiling, dapat
32
dimasukkan ke dalam wadah yang bersih.. Penggunaan mesin penggiling dapat menghemat waktu produksi dan hasil parutannya lebih optimal. c.
Pemerasan Umbi jahe merah yang telah diparut, kemudian langkah selanjutnya adalah
melakukan pemerasan dengan menggunakan kain sebagai alat bantu. Pemerasan ini dilakukan untuk menghasilkan cairan ( sari ) yang berasal dari umbi jahe merah murni tanpa tambahan air. Kemudian cairan tersebut dibiarkan mengendap selama 30 menit. Setelah itu, cairan tersebut di saring agar tidak ada endapan dan di masukkan ke dalam panci aluminium. Teknik pemerasan yang dilakukan oleh perusahaan masih sangat sederhana. Hal ini di sebabkan karena perusahaan belum memiliki mesin pemeras. d.
Pemasakan Cairan hasil perasan jahe merah yang telah dituang ke dalam panci
aluminium, Kemudian dimasak dengan api sedang, dan dicampurkan gula pasir dengan perbandingan 1:1 ( artinya jika dalam produksi menggunakan bahan baku 50 kg jahe merah segar, maka gula pasir yang digunakan sebanyak 50 kg ). Selain itu, cairan tersebut ditambahkan air rebusan rempah-rempah yang telah direbus terlebih dahulu. Kemudian diaduk agar sari jahe merah, gula dan air rebusan rempah-rempah tercampur merata. Pemasakan dalam panci dilakukan selama satu jam sampai cairan, gula dan air rempah-rempah larut dan menyatu.
33
e.
Pengentalan Sari jahe merah yang telah tercampur dengan gula dan rempah – rempah,
dan telah direbus, dituang kedalam wajan berukuran besar hingga wajan terisi setengah. Setelah itu, dimasak kembali hingga cairan mengental. f.
Pengkristalan Sari jahe merah yang mengental, tidak langsung diangkat, tetapi harus di
kristalkan terlebih dahulu. Dalam proses pengkristalan ini, cairan harus sering diaduk agar tidak terlalu banyak cairan yang menempel di wajan.dan cairan tidak hangus. Cairan yang terlalu banyak menempel pada wajan akan mengakibatkan berkurangnya hasil produk jahe instant. Sedangkan cairan yang hangus akan mengakibatkan rasa yang di peroleh menjadi pahit. g.
Penyaringan ( Penghalusan ) Tahap penyaringan merupakan tahap akhir dalam proses pengolahan jahe
merah instant. Dalam tahap ini, jahe merah yang telah mengkristal, di angkat dan disaring dengan menggunakan saringan berlubang kecil. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan butiran – butiran serbuk jahe merah yang sesuai dengan keinginan. h.
Pengemasan Kemasan mempunyai peranan penting dalam menarik konsumen untuk
melihat suatu yang akan dibelinya. Oleh karena itu, suatu produk harus di kemas dengan baik dan semenarik mungkin. Kemasan yang baik dapat tercipta dari cara pengemasan yang baik pula. Oleh karena itu, dalam tahap pengemasan ini, Enam Putri memiliki beberapa macam kemasan yaitu :
34
i. Kemasan dengan menggunakan plastik bening ii. Kemasan dengan menggunakan toples atau wadah plastik tertutup Pengemasan yang dilakukan oleh Enam Putri, sudah tergolong modern, karena telah menggunakan mesin pengemas ( chyler ) dan untuk kemasan berupa botol plastik dilengkapi dengan plastik segel untuk menjamin ketahanan dan kebersihan produk. i.
Pelabelan Pelabelan produk dapat berupa tempelan sederhana atau gambar yang
dirancang dengan rumit oleh suatu perusahaan. Enam Putri melakukan kegiatan pelabelan produk setelah produk dikemas secara rapi. Label yang dipakai masih tempelan sederhana. Tulisan yang tertera pada label adalah nama perusahaan, nama produk, label halal, label nomor produksi dari badan BPOM, khasiat yang terkandung dan cara pemakaian produk. Penempatan label untuk produk jahe merah instant, yaitu berada di depan dan di belakang kemasan. Untuk label yang bertuliskan identitas perusahaan dan produk ditempelkan di depan kemasan, sedangkan untuk label yang bertuliskan khasiat dan cara pemakaian yang sudah diberi tanggal kadarluarsa ditempelkan di belakang kemasan. Adapun proses pengolahan jahe merah terdapat pada Gambar 4.
35
Rimpang Jahe Merah
Perendaman (30 menit)
Pencucian
Penggilingan
Pemerasan
Ampas Jahe
Pengendapan (30 menit)
Penyaringan Gula pasir Pemasakan (1 jam) Air rebusan rempahrempah Pengentalan
Pengkristalan
Penghalusan
Menghasilkan serbuk dengan ukuran yang halus dan seragam
Pengemasan
Jahe Merah Instan Gambar 4. Tahapan Pengolahan Jahe Merah.
36
4.3.3. Aspek Manajemen
Aspek manajemen di Home Industri Enam Putri sudah efektif dan efisien, hal ini terlihat dari cara mengkoordinasi dan mengawasi pelaksanaan proyek, struktur organisasi serta pengadaan tenaga kerja yang dibutuhkan dengan sebaikbaiknya. Adapun teknis dalam pelaksanaannya adalah sebagai berikut: Jumlah karyawan di Home Industri Enam Putri sebanyak 15 orang. Rata-rata tingkat pendidikan karyawan adalah lulusan SD, SMP, dan SMU. Perusahaan tersebut beroperasi setiap hari mulai pukul 07.00-17.00. Untuk pameran yang diselenggarakan di Departemen Pertanian, dimulai pukul 09.00-14.00 setiap hari Jumat. Karyawan ini berasal dari daerah sekitar lokasi penelitian. Tenaga kerja yang digunakan pada penelitian ini hanya terdiri dari 5 orang, karena tenaga kerja tersebut yang hanya bertugas memproduksi produk jahe merah instan.
4.3.4. Aspek Hukum
Home Industri Enam Putri ini sudah memiliki legalitas hukum yang lengkap. Perusahaan pengolahan herbal ini berbentuk perseroan yang telah memiliki izin usaha atas nama Ibu Emmy. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dari Departemen Perindustrian dan Perdagangan (Deperindag) dengan nomor 5513/09-01/PK/86 pada tanggal 4 September 1986, Surat Tanda Daftar Perusahaan (TDP) dengan nomor 09.05.5.60.5099 yang dikeluarkan pada tanggal 2 Februari 1992, dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang dikeluarkan pada tanggal 11 oktober 1988 dengan nomor 5.333.028.3-27. Usaha tersebut juga
37
memiliki sertifikat halal dari MUI dengan nomor 031300281206 dan nomor registrasi dari Departemen Kesehatan.
4.3.5. Aspek Lingkungan
Studi aspek lingkungan bertujuan untuk menentukan apakah secara lingkungan hidup, misalkan dari sisi udara, dan air, rencana bisnis diperkirakan dapat dilaksanakan secara layak atau sebaliknya (Umar, 2005;304). Pada usaha ini limbah yang dihasilkan adalah limbah padat yaitu berupa ampas jahe. Penanganan terhadap limbah yang dihasilkan adalah dengan dibersihkan dan membuang limbah tersebut ke tempat yang telah disediakan. Limbah yang dihasilkannya merupakan limbah rumah tangga yang tidak berbahaya dan tidak mencemari lingkungan sekitarnya.
38
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1
Analisis Pembiayaan Jahe Merah Instant di Enam Putri.
Dalam analisis pembiayaan digunakan arus kas (Cash Flow) untuk mengetahui besarnya biaya yang dikeluarkan dan manfaat yang diterima selama periode tertentu.
5.1.1. Kebutuhan Dana dan Sumber Dana
Kebutuhan dana yang dibutuhkan untuk menjalankan usaha herbal jahe merah instant adalah sebesar Rp. 354.175.000,-. Biaya tersebut digunakan untuk aktiva sebesar Rp. 325.750.000,- (terdapat pada Tabel 2) dan biaya operasional sebesar Rp. 28.425.000,- (terdapat pada Tabel 3). Sumber dana yang digunakan untuk mendirikan usaha ini seluruhnya adalah berasal dari modal sendiri. Akan tetapi, penulis menggunakan simulasi dengan sebagian modal berasal dari pinjaman sebesar 20 persen, 50 persen, dan 80 persen.
5.1.2. Biaya
Biaya terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Pada usaha Jahe Merah Instan, biaya tetap meliputi pembelian mesin, gaji tenaga kerja tetap, dan biaya peralatan seperti (kompor, wajan, panci, ayakan, timbangan tepung, saringan, sodet, dan chyler plastik). Biaya tetap yang harus dikeluarkan oleh Home industri Enam Putri sebesar Rp. 162.000.000,- per tahun atau Rp. 13.500.000,- per bulan.
Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan bahwa biaya yang dikeluarkan untuk penyusutan bangunan dengan umur ekonomis 10 tahun adalah sebesar Rp. 15.000.000,- per tahun, penyusutan mesin dengan umur ekonomis 10 tahun adalah sebesar Rp. 4.000.000,- per tahun, penyusutan kompor dengan umur ekonomis 5 tahun adalah sebesar Rp. 800.000,- per tahun. Sedangkan untuk gaji Direktur adalah sebesar Rp. 72.000.000 per tahun, dan gaji karyawan untuk 5 orang adalah sebesar Rp. 90.000.000 per tahun.
Tabel 2. Biaya Tetap Jahe Merah Instan Per Tahun No
1 2. 3. 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Uraian
Umur ekonomis
Jumlah (unit)
Bangunan 10 tahun 1 unit Mobil 10 tahun 1 unit Mesin 10 tahun 2 unit penggilingan Kompor 5 tahun 8 unit Wajan 5 tahun 10 unit Panci 5 tahun 10 unit Meja 5 tahun 2 unit Etalase 10 tahun 3 unit Ayakan 5 tahun 6 unit Timbangan 5 tahun 4 unit tepung Saringan 5 tahun 4 unit Sodet 5 tahun 10 unit Sertifikat 5 tahun Chyler listrik 5 tahun 2 unit Gaji Direktur 1 orang Gaji 5 orang Karyawan Total Total Biaya Tetap
Nilai (rupiah)
Penyusutan
Rp. 150.000.000 Rp. 120.000.000
Rp. 15.000.000 Rp. 12.000.000
Rp. 40.000.000
Rp.
4.000.000
Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp.
4.000.000 3.000.000 1.200.000 700.000 1.500.000 300.000
Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp.
800.000 600.000 240.000 120.000 150.000 60.000
Rp.
400.000
Rp.
80.000
Rp. Rp. Rp. Rp.
400.000 250.000 3.000.000 1.000.000
Rp. Rp. Rp. Rp.
80.000 50.000 600.000 200.000
Biaya
Rp. 72.000.000 Rp. 90.000.000 Rp. 325.750.000
Rp. 34.000.000 Rp.162.000.000 Rp. 196.000.000
Sumber : (Data Primer Diolah, 2008)
Biaya variabel yang dikeluarkan pada usaha ini meliputi pembelian jahe merah sebanyak 1000 kg dengan harga Rp. 8.000,- per kg adalah sebesar
40
Rp. 8.000.000,- per bulan, pembelian gula pasir 1000 kg dengan harga Rp. 7.000,per kg adalah sebesar Rp. 7.000.000,- per bulan, pembelian rempah-rempah sebesar Rp. 2.000.000,- per bulan.
Tabel 3. Biaya Variabel Jahe Merah Instan No 1. 2. 3. 4. 5. 5. 6. 8. 9. 10 11
Uraian Harga Satuan Volume Jahe Merah Rp. 8.000,1000 kg Gula Pasir Rp. 7.000,1000 kg Rempah-rempah Toples Rp. 30.000,30 unit Plastik Rp. 15.000,3 bungkus Label Rp. 1.000.000,Minyak tanah Rp. 9.000,720 liter Listrik Rp. 300.000,1 bln Telepon Rp. 200.000,1 bln Transportasi Rp. 1.000.000,Biaya Tak terduga Rp. 1.000.000,Total Biaya Variabel Per Bulan Total Biaya Variabel Per Tahun
Jumlah Rp. 8.000.000,Rp. 7.000.000,Rp. 2.000.000,Rp. 900.000,Rp. 45.000,Rp. 1.500.000,Rp. 6.480.000,Rp. 300.000,Rp. 200.000,Rp. 1.000.000,Rp. 1.000.000,Rp. 28.425.000,Rp. 341.100.000,-
Sumber : (Data Primer Diolah, 2008)
Berdasarkan rekapitulasi biaya per tahun maka total biaya dari penjumlahan biaya tetap dan biaya variabel sebesar Rp. 537.100.000,-.
Tabel 4. Rekapitulasi Biaya Jahe Merah Instan Per Tahun No Komponen Biaya 1. Biaya Tetap : - Biaya Gaji - Biaya penyusutan 2 Biaya Variabel Total Biaya
Jumlah Rp. 162.000.000,Rp. 34.000.000,Rp 341.100.000,Rp. 537.100.000,-
Sumber : (Data Primer Diolah, 2008)
41
5.1.3. Penerimaan
Dari satu kali produksi sebanyak 50 kg jahe merah menghasilkan 100 toples dan 100 bungkus (refill) dengan netto masing-masing 250 gram dan harga jual jahe merah instant Rp. 18.000,-/toples dan Rp. 15.000,-/bungkus, maka diperoleh Rp. 3.300.000,-. Dalam satu bulan sebanyak 1000 kg jahe merah menghasilkan 2000 toples dan 2000 bungkus (refill) diperoleh Rp. 66.000.000,dan dalam setahun menghasilkan 24.000 toples dan 24.000 bungkus (refill) diperoleh Rp. 792.000.000,-. Penerimaan yang diterima oleh Home Industri Enam Putri dari penjualan jahe merah instan dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Penerimaan Jahe Merah Instan Enam Putri Per Tahun Produksi 100 toples x 5 hari x 4 minggu x 12 bulan 100 refill x 5 hari x 4 minggu x 12 bulan
Unit
Harga
Jumlah
24.000 toples
Rp. 18.000,-
Rp. 432.000.000,-
24.000 refill
Rp. 15.000,-
Rp. 360.000.000,-
Total
Rp.792.000.000,-
Sumber : ( Data Primer Diolah, 2008)
5.1.4. Pendapatan
Penerimaan
dari
penjualan
jahe
merah
instant
adalah
sebesar
Rp. 792.000.000,- dan total biaya yang dikeluarkan dari jahe merah instant adalah sebesar Rp. 537.100.000. jadi total pendapatan yang diperoleh dari penjualan jahe merah instant adalah sebesar Rp. 254.900.000,-.
42
Tabel 6. Pendapatan Jahe Merah Instan Enam Putri Per Tahun No. Uraian 1. Penerimaan : - Penjualan Jahe Merah Instan 2. Pengeluaran : - Biaya Tetap - Biaya Variabel Total Pengeluaran 3 Pendapatan (1-2)
5.2.
Jumlah (Rp) Rp. 792.000.000 Rp. 196.000.000 Rp. 341.100.000 Rp. 537.100.000 Rp. 254.900.000
Analisis Kelayakan Finansial Jahe Merah Instant Enam Putri
Analisis kelayakan finansial pada usaha ini meliputi kriteria NPV, IRR, Payback Period, Net B/C Ratio, dan ROI. Perhitungan kelayakan finansial usaha ini diperoleh dari data hasil pengurangan aliran kas manfaat dengan aliran kas biaya. Manfaat bersih setelah pajak ditambah penyusutan kemudian didiskontokan dengan tingkat suku bunga investasi sebesar 16 persen
5.2.1. Analisis Kelayakan dengan menggunakan 100 persen Modal Sendiri
Berdasarkan hasil perhitungan analisis kelayakan finansial pada Tabel 7, usaha ini memiliki nilai NPV sebesar 462.699.734 yang berarti bahwa usaha ini akan memberikan keuntungan sebesar Rp. 462.699.734,- selama 5 tahun menurut nilai waktu yang sekarang. Nilai IRR sebesar 76,1 persen yang berarti lebih besar dibandingkan tingkat bunga Bank (16 persen). Sehingga usaha ini layak dilaksanakan dibandingkan apabila dananya disimpan di Bank, karena mempunyai kemampuan memperoleh tingkat return yang tinggi. Nilai Net B/C Ratio adalah
43
sebesar 2,65 yang berarti bahwa setiap Rp 1.000,- biaya yang dikeluarkan akan memberikan keuntungan sebesar Rp. 2.650,-. Berdasarkan kriteria kelayakan diatas, dimana NPV bernilai positif, IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku, dan Net B/C Ratio lebih besar dari satu, maka secara kelayakan investasi usaha ini layak untuk diusahakan. Hasil analisis payback period memerlukan waktu 1 tahun 2 bulan, waktu yang relatif singkat. Sehingga arus kas dapat berputar dengan cepat. Hasil perhitungan analisis kelayakan finansial dapat dilihat pada Lampiran 9. Tabel 7. Analisis Kelayakan Finansial 100 persen Modal Sendiri. No 1 2 3 4
Alat Analisis Net Present Value (Rp) Internal Rate of Return (%) Net B/C Ratio Payback Period
Hasil Analisis 462.699.734 76,1 2,65 1 tahun 2 bulan
Keterangan Layak Layak Layak
Sumber : (Data Primer Diolah, 2008)
Metode ROI menunjukkan pengembalian atas modal investasi dimana besarnya manfaat bersih setelah pajak yang dicapai dibagi dengan besarnya modal investasi. Berdasarkan hasil pada Tabel 8, dapat diketahui bahwa setiap pengeluaran modal investasi sebesar Rp. 1.000,- akan diperoleh pengembalian investasi sebesar Rp. 704,3 untuk setiap tahun. Hal tersebut menunjukkan bahwa usaha ini telah menggunakan modal investasi dengan efisien, karena lebih besar dari 0.
44
Tabel 8. Analisis Return On Invesment dengan 100 persen Modal Sendiri. No Uraian 1 Manfaat Bersih (Rp) 2 Investasi (Rp) 3 ROI (%)
Tahun 1 229.410.000 325.750.000 0,7043
Sumber : ( Data Primer Diolah, 2008)
5.2.2. Analisis Kelayakan dengan Menggunakan Pinjaman
Pada usaha jahe merah instant kiranya dapat dilakukan simulasi penggunaan modal, baik dari modal sendiri maupun modal pinjaman dari lembaga perbankan. Simulasi ini bertujuan untuk mengetahui sampai berapa persen besarnya pinjaman maksimal yang masih layak.
5.2.2.1.Analisis Kelayakan dengan Menggunakan 80 persen Modal Sendiri dan 20 persen Modal Pinjaman. Berdasarkan hasil analisis kelayakan finansial pada Tabel 9, usaha ini memiliki nilai NPV sebesar 429.598.319 yang berarti bahwa usaha ini akan memberikan keuntungan sebesar Rp. 429.598.319,- selama 5 tahun menurut nilai waktu yang sekarang. Nilai IRR sebesar 72,2 persen yang berarti lebih besar dibandingkan tingkat bunga Bank (16 persen). Sehingga usaha ini layak dilaksanakan dibandingkan apabila dananya disimpan di Bank, karena mempunyai kemampuan memperoleh tingkat return yang tinggi. Nilai Net B/C Ratio adalah sebesar 2,53 yang berarti bahwa setiap Rp. 1.000,- biaya yang dikeluarkan akan memberikan keuntungan sebesar Rp. 2.530,-. Berdasarkan kriteria kelayakan diatas, dimana NPV bernilai positif, IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang
45
berlaku, dan Net B/C Ratio lebih besar dari satu, maka secara kelayakan investasi usaha ini layak untuk diusahakan. Hasil payback period memerlukan waktu 1 tahun 3 bulan, waktu yang relatif singkat. Sehingga arus kas dapat berputar dengan cepat. Hasil perhitungan analisis kelayakan finansial dapat dilihat pada Lampiran 10.
Tabel 9. Analisis Kelayakan Finansial 80 persen Modal Sendiri, 20 persen Pinjaman No 1 2 3 4
Alat Analisis Net Present Value (Rp) Internal Rate of Return (%) Net B/C Ratio Payback Period
Hasil Analisis 429.598.319 72,2 2,53 1 tahun 3 bulan
Keterangan Layak Layak Layak
Sumber : (Data Primer Diolah, 2008)
Berdasarkan hasil ROI pada Tabel 10, dapat diketahui bahwa setiap pengeluaran modal investasi sebesar Rp. 1.000,- akan diperoleh pengembalian investasi sebesar Rp. 639,4 untuk setiap tahun.
Tabel 10. Analisis Return On Invesment dengan 80 persen Modal Sendiri, 20 persen Pinjaman. No Uraian 1 Manfaat Bersih (Rp) 2 Investasi (Rp) 3 ROI (%)
Tahun 1 208.301.400 325.750.000 0,6394
Sumber : ( Data Primer Diolah, 2008)
5.2.2.2.Analisis Kelayakan dengan Menggunakan 50 persen Modal Sendiri dan 50 persen Modal Pinjaman
Berdasarkan hasil analisis kelayakan finansial pada Tabel 11, usaha ini memiliki nilai NPV sebesar 255.815.889 yang berarti bahwa usaha ini akan
46
memberikan keuntungan sebesar Rp. 255.815.889,- selama 5 tahun menurut nilai waktu yang sekarang. Nilai IRR sebesar 50,9 persen yang berarti lebih besar dibandingkan tingkat bunga Bank (16 persen). Sehingga usaha ini layak dilaksanakan dibandingkan apabila dananya disimpan di Bank, karena mempunyai kemampuan memperoleh tingkat return yang tinggi. Nilai Net B/C Ratio adalah sebesar 1,91 yang berarti bahwa setiap Rp. 1.000,- biaya yang dikeluarkan akan memberikan keuntungan sebesar Rp. 1.910,-. Berdasarkan kriteria kelayakan diatas, dimana NPV bernilai positif, IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku, dan Net B/C Ratio lebih besar dari satu, maka secara kelayakan investasi usaha ini layak untuk diusahakan. Hasil payback period memerlukan waktu 1 tahun 7 bulan, waktu yang relatif singkat. Sehingga arus kas dapat berputar dengan cepat. Hasil perhitungan analisis kelayakan finansial dapat dilihat pada Lampiran 11.
Tabel 11. Analisis Kelayakan Finansial 50 persen Modal Sendiri, 50 persen Pinjaman. No 1 2 3 4
Alat Analisis Net Present Value (Rp) Internal Rate of Return (%) Net B/C Ratio Payback Period
Hasil Analisis 255.815.889 50,9 1,91 1 tahun 7 bulan
Keterangan Layak Layak Layak
Sumber : (Data Primer Diolah, 2008)
Berdasarkan hasil perhitungan ROI pada Tabel 12, dapat diketahui bahwa setiap pengeluaran modal investasi sebesar Rp. 1.000,- akan diperoleh pengembalian investasi sebesar Rp. 407,5 untuk setiap tahun.
47
Tabel 12. Analisis Return On Invesment dengan 50 persen Modal Sendiri, 50 persen Pinjaman. No Uraian 1 Manfaat Bersih (Rp) 2 Investasi (Rp) 3 ROI (%)
Tahun 1 132.662.250 325.750.000 0,4075
Sumber : ( Data Primer Diolah, 2008)
5.2.2.3.Analisis Kelayakan dengan Menggunakan 20 persen Modal Sendiri dan 80 persen Modal Pinjaman Berdasarkan hasil analisis kelayakan finansial pada Tabel 13, usaha ini memiliki nilai NPV negatif sebesar Rp. -133.125.740,-. Nilai IRR sebesar -6,9 persen yang berarti lebih kecil dibandingkan tingkat bunga Bank (16 persen). Nilai Net B/C Ratio adalah sebesar 0,53. Berdasarkan kriteria kelayakan diatas, dimana NPV bernilai negatif, IRR lebih kecil dari tingkat suku bunga yang berlaku, dan Net B/C Ratio lebih kecil dari satu, maka secara kelayakan investasi usaha ini tidak layak untuk diusahakan. Hasil payback period memerlukan waktu 2 tahun 2 bulan, waktu yang relatif lama, sehingga arus kas berputar dengan lama. Hasil perhitungan analisis kelayakan finansial dapat dilihat pada Lampiran 12.
Tabel 13. Analisis Kelayakan Finansial 20 persen Modal Sendiri, 80 persen Pinjaman. No 1 2 3 4
Alat Analisis Net Present Value (Rp) Internal Rate of Return (%) Net B/C Ratio Payback Period
Hasil Analisis -133.125.740 -6,9 0,53 2 tahun 2 bulan
Keterangan Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak
Sumber : (Data Primer Diolah, 2008)
48
5.3.
Analisis Sensitivitas
Dalam menganalisis suatu usaha banyak diperlukan peramalan-peramalan, sehingga biaya dan pendapatan mengandung banyak ketidakpastian. Analisis sensitivitas pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan parameter perubahan harga jahe merah dan gula pasir, perubahan variabel, serta penurunan pendapatan. 1.
Harga jahe merah naik 51 persen.
2.
Harga gula pasir naik 52 persen
3.
Harga jahe merah dan gula pasir naik 52 persen.
5.3.1. Analisis Sensitivitas Harga Jahe Merah Naik 51 Persen
Harga analisis kelayakan finansial pada usaha ini meliputi kriteria NPV, IRR, Payback Period, dan Net B/C Ratio. Berdasarkan hasil analisis sensitivitas pada Tabel 14, dapat diketahui bahwa usaha ini layak. Karena memiliki nilai NPV positif sebesar 338.321.738 yang
berarti
bahwa
usaha
ini
akan
memberikan
keuntungan
sebesar
Rp. 338.321.738,- selama 5 tahun menurut nilai waktu uang sekarang. Nilai IRR sebesar 61,1 persen yang berarti lebih besar dibandingkan tingkat suku bunga Bank (16 persen). Nilai Net B/C Ratio sebesar 2,20 yang berarti bahwa setiap Rp. 1.000,- biaya yang dikeluarkan, akan memberikan keuntungan sebesar Rp. 2.200,-. Periode pengembalian memerlukan waktu 1 tahun 7 bulan,
49
merupakan waktu yang relatif singkat. Sehingga arus kas dapat berputar dengan cepat. Hasil perhitungan lebih jelas terdapat pada Lampiran 14.
Tabel 14. Analisis Sensitivitas dengan 100 persen Modal Sendiri No 1 2 3 4
Alat Analisis Net Present Value (Rp) Internal Rate of Return (%) Net B/C Ratio Payback Period
Hasil Analisis 338.321.738 61,1 2,20 1 tahun 7 bulan
Keterangan Layak Layak Layak
Sumber : (Data Primer Diolah, 2008)
Berdasarkan hasil analisis sensitivitas pada Tabel 15, dapat diketahui bahwa usaha ini layak. Karena memiliki nilai NPV positif sebesar 305.220.322 yang
berarti
bahwa
usaha
ini
akan
memberikan
keuntungan
sebesar
Rp. 305.220.322,- selama 5 tahun menurut nilai waktu uang sekarang. Nilai IRR sebesar 57,1 persen yang berarti lebih besar dibandingkan tingkat suku bunga Bank (16 persen). Nilai Net B/C Ratio sebesar 2,08 yang berarti bahwa setiap Rp. 1.000,- biaya yang dikeluarkan, akan memberikan keuntungan sebesar Rp. 2.080,-. Periode pengembalian memerlukan waktu 1 tahun 9 bulan, merupakan waktu yang relatif singkat. Sehingga arus kas dapat berputar dengan cepat. Hasil perhitungan lebih jelas terdapat pada Lampiran 15.
Tabel 15. Analisis Sensitivitas dengan 80 persen Modal Sendiri No 1 2 3 4
Alat Analisis Net Present Value (Rp) Internal Rate of Return (%) Net B/C Ratio Payback Period
Hasil Analisis 305.220.322 57,1 2,08 1 tahun 9 bulan
Keterangan Layak Layak Layak
Sumber : (Data Primer Diolah, 2008)
50
Berdasarkan hasil analisis sensitivitas pada Tabel 16, dapat diketahui bahwa usaha ini layak. Karena memiliki nilai NPV positif sebesar 131.437.892 yang
berarti
bahwa
usaha
ini
akan
memberikan
keuntungan
sebesar
Rp. 131.437.892,- selama 5 tahun menurut nilai waktu uang sekarang. Nilai IRR sebesar 34,7 persen yang berarti lebih besar dibandingkan tingkat suku bunga Bank (16 persen). Nilai Net B/C Ratio sebesar 1,47 yang berarti bahwa setiap Rp. 1.000,- biaya yang dikeluarkan, akan memberikan keuntungan sebesar Rp. 1.470,-. memerlukan waktu 1 tahun 8 bulan, waktu yang relatif lama. Sehingga arus kas dapat berputar dengan lama. Hasil perhitungan analisis kelayakan finansial dapat dilihat pada Lampiran 16.
Tabel 16. Analisis Sensitivitas dengan 50 persen Modal Sendiri. No 1 2 3 4
Alat Analisis Net Present Value (Rp) Internal Rate of Return (%) Net B/C Ratio Payback Period
Hasil Analisis 131.437.892 34,7 1,47 1 tahun 8 bulan
Keterangan Layak Layak Layak
Sumber : (Data Primer Diolah, 2008)
5.3.2. Analisis Sensitivitas Harga Gula Pasir Naik 52 Persen.
Berdasarkan hasil analisis sensitivitas pada Tabel 17, dapat diketahui bahwa usaha ini layak. Karena memiliki nilai NPV positif sebesar 351.735.051 yang
berarti
bahwa
usaha
ini
akan
memberikan
keuntungan
sebesar
Rp. 351.735.051,- selama 5 tahun menurut nilai waktu uang sekarang. Nilai IRR sebesar 62,8 persen yang berarti lebih besar dibandingkan tingkat suku bunga Bank (16 persen). Nilai Net B/C Ratio sebesar 2,25 yang berarti bahwa setiap
51
Rp. 1.000,- biaya yang dikeluarkan, akan memberikan keuntungan sebesar Rp. 2.250. memerlukan waktu 1 tahun 7 bulan, waktu yang relatif singkat. Sehingga arus kas dapat berputar dengan cepat. Hasil perhitungan analisis kelayakan finansial dapat dilihat pada Lampiran 18.
Tabel 17. Analisis Sensitivitas dengan 100 persen Modal Sendiri No 1 2 3 4
Alat Analisis Net Present Value (Rp) Internal Rate of Return (%) Net B/C Ratio Payback Period
Hasil Analisis 351.735.051 62,8 2,25 1 tahun 7 bulan
Keterangan Layak Layak Layak
Sumber : (Data Primer Diolah, 2008)
Berdasarkan hasil analisis sensitivitas pada Tabel 18, dapat diketahui bahwa usaha ini layak. Karena memiliki nilai NPV positif sebesar 318.633.636 yang
berarti
bahwa
usaha
ini
akan
memberikan
keuntungan
sebesar
Rp. 318.633.636,- selama 5 tahun menurut nilai waktu uang sekarang. Nilai IRR sebesar 58,7 persen yang berarti lebih besar dibandingkan tingkat suku bunga Bank (16 persen). Nilai Net B/C Ratio sebesar 2,13 yang berarti bahwa setiap Rp. 1.000,- biaya yang dikeluarkan, akan memberikan keuntungan sebesar Rp. 2.130,-. memerlukan waktu 1 tahun 9 bulan, waktu yang relatif singkat. Sehingga arus kas dapat berputar dengan cepat. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 19.
52
Tabel 18. Analisis Sensitivitas dengan 80 persen Modal Sendiri. No 1 2 3 4
Alat Analisis Net Present Value (Rp) Internal Rate of Return (%) Net B/C Ratio Payback Period
Hasil Analisis 318.633.636 58,7 2,13 1 tahun 9 bulan
Keterangan Layak Layak Layak
Sumber : (Data Primer Diolah, 2008)
Berdasarkan hasil analisis sensitivitas pada Tabel 19, dapat diketahui bahwa usaha ini layak. Karena memiliki nilai NPV positif sebesar 144.851.206 yang
berarti
bahwa
usaha
ini
akan
memberikan
keuntungan
sebesar
Rp. 144.851.206,- selama 5 tahun menurut nilai waktu uang sekarang. Nilai IRR sebesar 36,5 persen yang berarti lebih besar dibandingkan tingkat suku bunga Bank (16 persen). Nilai Net B/C Ratio sebesar 1,51 yang berarti bahwa setiap Rp. 1.000,- biaya yang dikeluarkan, akan memberikan keuntungan sebesar Rp. 1.510,-. memerlukan waktu 1 tahun 9 bulan, waktu yang relatif cepat. Sehingga arus kas dapat berputar dengan cepat. Hasil perhitungan dapat dilihat dengan jelas pada Lampiran 20.
Tabel 19. Analisis Sensitivitas dengan 50 persen Modal Sendiri. No 1 2 3 4
Alat Analisis Net Present Value (Rp) Internal Rate of Return (%) Net B/C Ratio Payback Period
Hasil Analisis 144.851.206 36,5 1,51 1 tahun 9 bulan
Keterangan Layak Layak Layak
Sumber : (Data Primer Diolah, 2008)
53
5.3.3. Analisis Sensitivitas Harga Jahe Merah Dan Gula Pasir Naik 52 Persen
Berdasarkan hasil analisis sensitivitas pada Tabel 20, dapat diketahui bahwa usaha ini layak. Karena memiliki nilai NPV positif sebesar 128.947.595 yang
berarti
bahwa
usaha
ini
akan
memberikan
keuntungan
sebesar
Rp. 128.947.595,- selama 5 tahun menurut nilai waktu uang sekarang. Nilai IRR sebesar 47 persen yang berarti lebih besar dibandingkan tingkat suku bunga Bank (16 persen). Nilai Net B/C Ratio sebesar 1,80 yang berarti bahwa setiap Rp. 1.000,- biaya yang dikeluarkan, akan memberikan keuntungan sebesar Rp. 1.800,-. Periode pengembalian memerlukan waktu 2 tahun 2 bulan, merupakan waktu yang relatif singkat. Sehingga arus kas dapat berputar dengan cepat. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 22.
Tabel 20. Analisis Sensitivitas dengan 100 persen Modal Sendiri. No 1 2 3 4
Alat Analisis Net Present Value (Rp) Internal Rate of Return (%) Net B/C Ratio Payback Period
Hasil Analisis 128.947.595 47 1,80 2 tahun 2 bulan
Keterangan Layak Layak Layak
Sumber : (Data Primer Diolah, 2008)
Berdasarkan hasil analisis sensitivitas pada Tabel 21, dapat diketahui bahwa usaha ini layak. Karena memiliki nilai NPV positif sebesar 191.816.855 yang
berarti
bahwa
usaha
ini
akan
memberikan
keuntungan
sebesar
Rp. 191.816.855,- selama 5 tahun menurut nilai waktu uang sekarang. Nilai IRR sebesar 42,7 persen yang berarti lebih besar dibandingkan tingkat suku bunga
54
Bank (16 persen). Nilai Net B/C Ratio sebesar 1,68 yang berarti bahwa setiap Rp. 1.000,- biaya yang dikeluarkan, akan memberikan keuntungan sebesar Rp. 1.680,-. Periode pengembalian memerlukan waktu 2 tahun 2 bulan, merupakan waktu yang relatif singkat. Sehingga arus kas dapat berputar dengan cepat. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 23.
Tabel 21. Analisis Sensitivitas dengan 80 persen Modal Sendiri. No 1 2 3 4
Alat Analisis Net Present Value (Rp) Internal Rate of Return (%) Net B/C Ratio Payback Period
Hasil Analisis 191.816.855 42,7 1,68 2 tahun 2 bulan
Keterangan Layak Layak Layak
Sumber : (Data Primer Diolah, 2008)
Berdasarkan hasil analisis sensitivitas pada Tabel 22, dapat diketahui bahwa usaha ini layak. Karena memiliki nilai NPV positif sebesar 18.034.425 yang
berarti
bahwa
usaha
ini
akan
memberikan
keuntungan
sebesar
Rp. 18.034.425,- selama 5 tahun menurut nilai waktu uang sekarang. Nilai IRR sebesar 18,7 persen yang berarti lebih besar dibandingkan tingkat suku bunga Bank (16 persen). Nilai Net B/C Ratio sebesar 1,06 yang berarti bahwa setiap Rp. 1.000,- biaya yang dikeluarkan, akan memberikan keuntungan sebesar Rp. 1.060,-. Periode pengembalian memerlukan waktu 2 tahun 2 bulan, merupakan waktu yang relatif singkat. Sehingga arus kas dapat berputar dengan cepat. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 24.
55
Tabel 22. Analisis Sensitivitas dengan 50 persen Modal Sendiri. No 1 2 3 4
Alat Analisis Net Present Value (Rp) Internal Rate of Return (%) Net B/C Ratio Payback Period
Hasil Analisis 18.034.425 18,7 1,06 2 tahun 2 bulan
Keterangan Layak Layak Layak
Sumber : (Data Primer Diolah, 2008)
56
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1.
1.
Kesimpulan
Biaya total yang harus dikeluarkan oleh Home Industri Enam Putri untuk usaha pengolahan jahe merah instant adalah sebesar Rp. 537.100.000,-.
2.
Hasil analisis kelayakan finansial dengan 100 persen modal sendiri dinyatakan layak, terbukti dengan nilai Net Present Value (NPV) yang positif pada diskon faktor 16 persen, Internal Rate of Return (IRR) lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku (16 persen), dan nilai Net B/C Ratio lebih besar dari satu, serta Payback Period yang relatif cepat. Begitu pula hasil analisis kelayakan finansial dengan 80 persen dan 50 persen modal sendiri. Sedangkan pada hasil analisis kelayakan finansial dengan 20 persen modal sendiri sudah tidak layak untuk diusahakan, karena NPV bernilai negatif, IRR lebih kecil dari tingkat suku bunga yang berlaku, dan Net B/C Ratio lebih kecil dari satu.
3.
Analisis sensitivitas dengan 100 persen, 80 persen, dan 50 persen modal sendiri pada kenaikan harga jahe merah 51 persen, kenaikan harga gula pasir 52 persen, serta kenaikan harga jahe merah dan gula pasir 52 persen layak untuk diusahakan. Sedangkan dengan 20 persen modal sendiri sudah tidak layak untuk diusahakan.
6.2.
Saran
Berdasarkan hasil yang telah disimpulkan diatas, untuk mengembangkan Home Industri Enam Putri dalam pengolahan jahe merah instant, penulis memberikan saran sebagai berikut : 1.
Tetap mempertahankan dengan menggunakan 100 persen modal sendiri. Karena lebih menguntungkan dibandingkan dengan menggunakan modal pinjaman, dan untuk menghindar dari beban bunga dan angsuran.
2.
Tetap mempertahankan kualitas dan keunggulan produk yang dihasilkan, sehingga dapat menjaga kepercayaan dan kepuasan pelanggannya. Dan mencoba melebarkan area pemasaran hingga ke pasar Luar Negeri.
58