BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH Tawuran antar siswa sekolah akhir-akhir ini mengundang perhatian khusus masyarakat. Sebagian menganggap ada kesalahan dalam penerapan sistem pendidikan di Indonesia sehingga perilaku siswa menyimpang dari norma kesusilaan.Tawuran, pencurian, bahkan penodongan makin mencoreng muka dunia pendidikan. Tampaknya hampir tidak ada perbedaan antara anak yang terdidik dan tak terdidik. Keadaan semacam itu memicu kegelisahan masyarakat, khususnya orang tua. Sehingga muncul keyakinan fenomena itu akan
melunturkan
kepercayaan
masyarakat
terhadap
wibawa
dunia
pendidikan.1 Semua emosi, pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak, rencana seketika untuk mengatasi masalah yang telah ditanamkan secara berangsur-angsur oleh evolusi. Akar kata emosi adalah movere, kata kerja bahasa Latin yang berarti “menggerakkan, bergerak”, ditambah awalan “e” untuk memberi arti “bergerak menjauh”, menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi.2 Istilah kecerdasan emosional pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari 1
Ma’as Shobirin. “Sekolah Menumbuhkan Kecerdasan Emosional. http://www.lpmpjateng.go.id/web/index.php.arsip/ruang-guru/361-sekolah-menumbuhkankecerdasan-emosional. (19 Juni 2009) Diakses, 30 Oktober 2013. 2 Daniel Goleman, Emotional Intelligence, terjemahan T. Hermaya. (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1999), hlm. 4.
1
2
University of New Hampshire untuk menerangkan kualitas-kualitas emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan.3 Kecerdasan emosional atau emotional intelligence merujuk kepada kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungannya dengan orang lain.4 Kecerdasan emosional merupakan salah satu faktor terpenting dalam proses pendidikan. Dengan kecerdasaan emosional, diharapkan siswa dapat membangun sikap terpuji yang muncul dari hati dan akal. Itulah sikap kasih sayang, empati, kemampuan bekerja sama, berkomunikasi, dan kepedulian terhadap sesama. Kecerdasan emosional adalah potensi psikologis yang bersifat positif dan perlu dikembangkan. Dalam ranah pendidikan, berbagai ciri yang menandakan kecerdasan emosional terdapat dalam kepribadian siswa. Kepribadian dapat menjadi tolok ukur karena merupakan wujud kecerdasan emosional.5 Salah satu ciri orang yang cerdas emosinya adalah banyaknya kosakata emosi yang dimilikinya. Kemudian ia bisa menggunakan kosakata itu untuk menyebut emosi tertentu dengan benar. Selain itu, ia juga mampu
3
Lawrence E. Shapiro, Mengajarkan Emotional Intelligence pada Anak, terjemahan Alex Tri Kantjono Widodo. (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1998), hlm.5. 4 Daniel Goleman, Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi,terjemahan Alex Tri Kantjono Widodo. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1999), hlm. 512. 5 Ma’as Shobirin. “Sekolah Menumbuhkan Kecerdasan Emosional. http://www.lpmpjateng.go.id/web/index.php.arsip/ruang-guru/361-sekolah-menumbuhkankecerdasan-emosional. (19 Juni 2009) Diakses, 30 Oktober 2013.
3
menggunakan kosakata itu dalam berhubungan dengan emosi dirinya sendiri dan orang lain. Kita harus bisa membedakan antara kecerdasan emosional dan pengetahuan emosional. Kecerdasan menggambarkan adanya potensi, meski ia sendiri belum bicara atau belajar. Sementara pengetahuan emosional bisa dipelajari. Tentu saja, jika manusia mempunyai kecerdasan emosional dan kecerdasan intelektual yang tinggi, maka proses belajarnya akan bertambah cepat dan hasil yang dicapai akan lebih baik.6 Sikap seseorang berhubungan erat dengan nilai-nilai yang dimiliki orang itu. Seseorang dalam pergaulannya dengan orang lain atau dalam kontaknya dengan benda-benda tertentu pula. Setiap kali ia mengadakan hubungan dengan objek atau situasi itu, ia akan memperoleh nilai tertentu. Nilai-nilai itu semakin lama semakin berakumulasi, yang menghasilkan sikap tertentu terhadap objek atau situasi tersebut.7 Akhlak mulia sangat dibutuhkan guru untuk memberikan teladan kepada peserta didik dan masyarakat. Hal ini penting mengingat guru tidak hanya mengajarkan pengetahuan saja tetapi juga menanamkan nilai-nilai. Penanaman nilai terhadap peserta didik tidak akan efektif apabila hanya diajarkan saja tanpa dicontohkan dengan kebiasaan diri.8
6
Makmun Mubayidh, Kecerdasan dan Kesehatan Emosional Anak,terjemahan Muhamad Muchson Anasy. (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007), hlm.10. 7 Pupuh Fathurrohman dan Aa Suryana, Guru Profesional, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2012), hlm. 104. 8 Barnawi dan Mohammad Arifin, Etika dan Profesi Kependidikan, (Yogyakarta: ArRuzz Media, 2012), hlm. 159-160.
4
Guru hendaknya memiliki kepribadian yang mantap, stabil, dan dewasa untuk menghadapi tantangan hidup. Kepribadian yang mantap dan stabil ditunjukkan dengan cara bertindak sesuai dengan norma hukum, norma sosial, dan memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma. Menghargai peserta didik tanpa membedakan suku, agama, adat istiadat, daerah asal, dan gender. Kepribadian yang dewasa ditunjukkan dengan menampilkan sikap kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja sebagai guru. Dengan demikian, akan memunculkan apresiasi dari anak didik, bukannya apriori sehingga peserta didik menjadi yakin akan figur guru yang menjadi panutannya itu.9 SMA N 1 Kajen merupakan salah satu sekolah yang ada di kabupaten Pekalongan. Di sekolah tersebut terdapat 27 kelas yang digunakan untuk kegiatan belajar mengajar yang masing-masing kelasnya terdapat kurang lebih 38 siswa. Dari sejumlah siswa yang ada tersebut tentunya memiliki latar belakang yang berbeda-beda yang sangat dimungkinkan akan memiliki tingkat kecerdasan emosional yang berbeda-beda pula. Dalam membentuk kecerdasan emosional siswa, tentunya pihak sekolah, khususnya para guru mempunyai upaya tersendiri untuk mewujudkan hal tersebut. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis bermaksud mengangkat
judul
UPAYA
GURU
DALAM
PEMBENTUKAN
KECERDASAN EMOSIONAL SISWA DI SMA N 1 KAJEN sebagai judul skripsi.
9
Ibid., hlm. 161.
5
Berdasarkan permasalahan di atas, ada beberapa alasan penulis mengambil judul tersebut, antara lain: 1. Kecerdasan emosional merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan seseorang di masa mendatang. 2. Kecerdasan emosional sangat penting dalam membentuk kepribadian seseorang sehingga fenomena seperti tawuran antar pelajar dapat berkurang. 3. SMA N 1 Kajen merupakan salah satu sekolah favorit yang ada di kabupaten Pekalongan. 4. SMA N 1 Kajen terletak di dekat pusat pemerintahan kabupaten Pekalongan sehingga mudah dijangkau.
B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana upaya guru dalam pembentukan kecerdasan emosional siswa di SMA N 1 Kajen? 2. Faktor-faktor apa saja yang menghambat upaya guru dalam pembentukan kecerdasan emosional siswa di SMA N 1 Kajen? Selanjutnya untuk menghindari adanya salah pengertian dalam memahami judul, perlu kiranya untuk membatasi istilah yang tercakup dalam judul di atas. Adapun istilah-istilah tersebut antara lain:
6
1. Upaya Upaya adalah usaha; ikhtiar (untuk mencapai suatu maksud, memecahkan persoalan, mencari jalan keluar, dsb); daya upaya.10 2. Guru Guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak mesti di lembaga pendidikan formal, tetapi juga bisa di masjid, di musholla, di rumah, dan sebagainya.11 3. Pembentukan Pembentukan adalah proses, cara, perbuatan membentuk:12 4. Hambat Hambat; Menghambat adalah membuat sesuatu (perjalanan, pekerjaan, dan sebagainya) menjadi lambat atau tidak lancar.13 5. Kecerdasan Emosional Kecerdasan emosional adalah kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungannya dengan orang lain.14
10
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ke IV, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2012), hlm.1534. 11 Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, ((Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000), hlm. 31. 12 Departemen Pendidikan Nasional, Op.Cit., hlm. 174. 13 Departemen Pendidikan Nasional, Op.Cit., hlm. 221. 14 Daniel Goleman, Op. Cit.,hlm. 512.
7
6. Siswa Siswa adalah murid (terutama pada tingkat sekolah dasar dan menengah); pelajar.15 7. SMA 1 Kajen SMA 1 Kajen adalah salah satu sekolah favorit di kabupaten Pekalongan yang mempunyai prestasi yang unggul di bidang akademik dan non akademik. Jadi yang penulis maksud dalam judul penelitian ini adalah usaha yang dilakukan guru dalam proses pembentukan sikap atau perilaku yang baik pada anak didik di SMA N 1 Kajen. C. TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui upaya guru dalam pembentukan kecerdasan emosional siswa di SMA N 1 Kajen. 2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menghambat upaya guru dalam pembentukan kecerdasan emosional siswa di SMA N 1 Kajen. D. KEGUNAAN PENELITIAN Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk: 1. Secara Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian bagi peneliti-peneliti lainnya, khususnya penelitian yang mengkaji tentang upaya guru dalam pembentukan kecerdasan emosional siswa.
15
Departemen Pendidikan Nasional, Op.Cit., hlm. 1322.
8
2. Secara Praktis a. Penelitian ini dapat menambah wawasan, pengetahuan, serta informasi tentang pentingnya kecerdasan emosional siswa. b. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan bagi sekolah yang bersangkutan tentang pentingnya upaya guru dalam pembentukan kecerdasan emosional siswanya.
E. TINJAUAN PUSTAKA 1. Analisis Teoritis Penelitian ini menggunakan banyak referensi untuk menghasilkan sebuah karya ilmiah. Adapun referensi yang digunakan yaitu buku-buku yang membahas tentang kecerdasan emosional antara lain: Daniel Goleman, dalam bukunya yang berjudul “Emotional Intelligence” terjemahan T. Hermaya dinyatakan bahwa keberhasilan kita dalam kehidupan tidak hanya ditentukan oleh IQ, tetapi kecerdasan emosional-lah yang memegang peranan. Sungguh, intelektualitas tidak dapat bekerja dengan sebaik-baiknya tanpa kecerdasan emosional. Biasanya saling melengkapi antara sistem limbik dengan neokorteks, amigdala dengan lobus-lobus prefrontal, berarti masing-masing adalah pasangan penuh dalam kehidupan mental. Apabila pasangan-pasangan ini berfungsi dengan baik, maka kecerdasan emosional akan bertambah, demikian pula kemampuan intelektual.16
16
Daniel Goleman, Op.Cit., hlm. 38.
9
Lawrence E. Shapiro, Ph.D dalam bukunya yang berjudul “Mengajarkan Emotional Intelligence pada Anak” terjemahan Alex Tri Kantjono Widodo dinyatakan bahwa kecerdasan emosional, atau EQ, bukan didasarkan pada kepintaran anak, melainkan pada sesuatu yang disebut karakteristik pribadi. Penelitian-penelitian sekarang menemukan bahwa keterampilan sosial dan emosional ini mungkin bahkan lebih penting bagi keberhasilan hidup daripada kemampuan intelektual.17 Taufik Pasiak dalam bukunya yang berjudul “Revolusi IQ/EQ/SQ Antara Neurosains dan Al-Qur’an” dinyatakan bahwa kecerdasan emosi (EQ) Goleman atau kecerdasan antarpribadi Gardner adalah kebutuhan vital manusia karena ia berakar kuat dalam otak. Dengan kata lain, membangun hubungan dengan orang lain adalah tuntutan dasar manusia. Otak manusia menyediakan piranti khusus yang bertanggung jawab dalam membangun kecerdasan emosi dan hubungan dengan orang lain.18 Skripsi Ria Erawati (232307008) yang berjudul “Kecerdasan Emosional Anak di SMP N 2 Bandar Tahun Pelajaran 2009/2010” dijelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional anak kelas VIII di SMP N 2 Bandar tahun pelajaran 2009/2010 adalah: 1. Faktor Intern: siswa memiliki kesadaran diri yang tinggi, mampu mengatur diri sendiri dengan baik, memiliki motivasi yang tinggi dalam belajar, memiliki empati yang tinggi terhadap orang lain dan memiliki keterampilan sosial yang tinggi. 17
Lawrence E. Shapiro, Op.Cit., hlm. 4. Taufik Paisak, Revolusi IQ/EQ/SQ Antara Neurosains dan Al-Qur’an, (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2003), hlm. 19. 18
10
2. Faktor Ekstern: a) Lingkungan keluarga yang harmonis, hubungan antar keluarga yang baik, sikap demokratik orang tua dan kuatnya hubungan antara orang tua dan anak. b) Lingkungan sekolah yang memotivasi, membimbing, membina, dan melatih anak untuk berorganisasi dan bermusyawarah dalam berbagai ekstrakurikuler di sekolah dalam wadah PMR, OSIS, dan Pramuka. c) Lingkungan masyarakat yang mengikutsertakan anak dalam berbagai kegiatan di masyarakat seperti kerja bakti dan takziyah.19 Skripsi Ali Mashadi (23206001) yang berjudul “Urgensi Cinta dalam Membentuk Kecerdasan Emosional (EQ) Anak” dijelaskan bahwa anak yang hidup dalam lingkungan normal yang di dalam lingkungan keluarganya penuh dengan cinta akan merasakan cinta kepada semua manusia. Ia akan menyatu dan menyayangi mereka, berbuat baik kepada mereka, berempati terhadap orang yang membutuhkan kasih sayang dan membantu orang yang membutuhkan bantuan. Pengaruh terbesar diberikan oleh kemampuan sederhana yang mereka dapatkan di waktu kecil, seperti kemampuan
menyikapi
kegagalan,
tidak
tercapainya
harapan,
mengendalikan perasaan emosi, dan kemampuan berdampingan dengan orang lain.20
19
Ria Erawati, “Kecerdasan Emosional Anak di SMP N 2 Bandar Tahun Pelajaran 2009/2010”, Skripsi Sarjana Pendidikan Islam, (Pekalongan: Perpustakaan STAIN Pekalongan, 2010), hlm.51-52. 20 Ali Mashadi, “Urgensi Cinta dalam Membentuk Kecerdasan Emosional (EQ) Anak”, Skripsi Sarjana Pendidikan Islam, (Pekalongan: Perpustakaan STAIN Pekalongan, 2010), hlm. 63.
11
Skripsi Khasanah (232308029) yang berjudul Pengaruh Bimbingan Orang Tua Terhadap Kecerdasan Emosional Siswa Kelas IV-VI dinyatakan bahwa berdasarkan penelitian yang penulis lakukan, membuktikan bahwa adanya pengaruh yang cukup signifikan antara bimbingan orang tua terhadap kecerdasan emosional siswa kelas IV-VI di MI Izzul Islam Jetak Kidul. Hal ini dapat dilihat dari rxy= 0,444, rt pada taraf signifikan 5%=0,312, pada taraf signifikan 1%=0,403 ini berarti rxy>rt. Maka ada korelasi yang cukup signifikan antara bimbingan orang tua terhadap kecerdasan emosional siswa di MI Izzul Islam Jetak Kidul kecamatan Wonopringgo kabupaten Pekalongan.21 Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Ria Erawati (232307008) yang berjudul “Kecerdasan Emosional Anak di SMP N 2 Bandar Tahun Pelajaran 2009/2010” karena penelitian tersebut fokus pada faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Ali Mashadi (23206001) yang berjudul “Urgensi Cinta dalam Membentuk Kecerdasan Emosional (EQ) Anak” memfokuskan pada pentingnya cinta dari lingkungan keluarga dalam membentuk kecerdasan emosional, dan penelitian yang dilakukan oleh Khasanah (232308029) yang berjudul “Pengaruh Bimbingan Orang Tua Terhadap Kecerdasan Emosional Siswa Kelas IV-VI” memfokuskan pada adanya pengaruh bimbingan orang tua terhadap kecerdasan emosional siswa. Sedangkan penelitian yang akan penulis lakukan ini membahas 21
Khasanah, “ Pengaruh Bimbingan Orang Tua Terhadap Kecerdasan Emosional Siswa Kelas IV-VI” Skripsi Sarjana Pendidikan Islam, (Pekalongan: Perpustakaan STAIN Pekalongan, 2010), hlm. 63.
12
tentang upaya yang dilakukan guru dalam membentuk kecerdasan emosional siswanya. 2. Kerangka Berpikir Kecerdasan emosi merupakan potensi yang sudah ada pada tiap siswa, namun perkembangannya dapat dipengaruhi oleh beberapa hal. Jika seorang siswa berada dalam lingkungan yang kurang baik, maka ia kemungkinan besar akan terpengaruh oleh lingkungannya dan menjadi tidak baik. Untuk mengantisipasi hal tersebut, maka selaku guru haruslah berupaya untuk mengembangkan potensi yang sudah ada tersebut agar berkembang ke arah yang baik. Guru mempunyai peran yang sangat penting dalam pembentukan kecerdasan emosional siswa karena guru merupakan orang tua kedua bagi siswa ketika berada di sekolah. Pembentukan kecerdasan emosional ini penting karena di dalamnya tercakup masalah pengenalan emosi, pengelolaan emosi, motivasi, pengenalan emosi orang lain serta cara membina hubungan dengan orang lain. Jika hal tersebut mampu tertanam dalam perilaku siswanya, maka generasi penerus bangsa, terutama para remaja dapat menjadi manusia yang utuh, baik budi pekertinya sehingga diharapkan dapat mengurangi masalah yang sering timbul dikalangan para remaja, yaitu tawuran antar pelajar, pencurian, membolos sekolah dan lain sebagainya. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat digambarkan skema pemikiran sebagai berikut:
13
Keluarga
Sekolah
Masyarakat
Guru
Penanaman kesadaran diri
Membina hubungan sosial
Kecerdasan Emosional
Siswa
F. METODE PENELITIAN 1. Desain Penelitian Desain
penelitian
adalah
proses
yang
diperlukan
dalam
perencanaan dan pelaksanaan penelitian, yang terdiri dari: a. Pendekatan Penelitian Jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah pendekatan yang analisisnya tidak menekankan pada data-data numerikal (angka) yang diolah dengan metode statistika. Penelitian ini menekankan analisisnya pada proses penyimpulan deduktif dan induktif serta pada analisis
14
terhadap dinamika antara fenomena yang diamati dengan menggunakan logika ilmiah.22 b. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) karena merupakan penyelidikan mendalam mengenai unit sosial sedemikian rupa, yang mana penelitian ini dilakukan dalam kancah kehidupan yang sebenarnya, sehingga menghasilkan gambaran yang terorganisir dengan baik dan lengkap mengenai unit sosial tersebut.23 2. Sumber Data Sumber data adalah subjek dari mana data dapat diperoleh. Adapun sumber data dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, antara lain: a. Data primer: data langsung yang dikumpulkan dari sumber pertamanya. Adapun data primer dari penelitian ini adalah semua komponen yang terlibat atau data yang diperoleh langsung dari lapangan melalui wawancara, observasi dan dokumentasi. Yang termasuk sumber data primer dalam penelitian ini adalah guru, kepala sekolah, catatan lapangan, serta dokumentasi SMA N 1 Kajen. b. Data sekunder: data yang dikumpulkan sebagai penunjang dari sumber pertama. Yang termasuk sumber data sekunder dari penelitian ini adalah buku-buku yang berkaitan dengan kecerdasan emosional, antara lain:
22 23
Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hlm. 5. Ibid., hlm. 8.
15
1) Buku yang berjudul Emotional Intelligence karangan Daniel Goleman terjemahan T. Hermaya. 2) Buku yang berjudul Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi karangan Daniel Goleman terjemahan Alex Tri Kantjono Widodo. 3) Buku yang berjudul Mengajarkan Emotional Intelligence pada Anak karangan Lawrence E. Shapiro, Ph.D. terjemahan Alex Tri Kantjono Widodo. 4) Buku yang berjudul Kecerdasan dan Kesehatan Emosional Anak karangan Dr. Makmun Mubayidh terjemahan Muhamad Muchson Anasy. 3. Metode Pengumpulan Data Untuk mencapai skripsi yang valid, maka harus sesuai dan bisa dipercaya kebenarannya serta menggunakan metode yang sesuai pula. Adapun metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: a. Wawancara Wawancara
adalah
metode
pengumpulan
data
melalui
pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.24
24
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2008), hlm.231.
16
Metode ini digunakan untuk mendapatkan data tentang upaya yang dilakukan guru dalam pembentukan kecerdasan emosional siswa. b. Dokumentasi Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data dari catatan peristiwa yang sudah berlalu.25 Metode ini digunakan untuk mendapatkan data yang berkaitan dengan administrasi sekolah. c. Observasi Observasi adalah suatu kegiatan mencari data yang dapat digunakan untuk memberikan suatu kesimpulan atau diagnosis.26 Metode ini digunakan untuk mendapatkan data tentang upaya yang dilakukan guru dalam membentuk kecerdasan emosional melalui kegiatan pembelajaran. 4. Metode Analisis Data Metode analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisa data model interaktif yang terdiri atas empat tahapan yang dilakukan. Tahapan pertama adalah tahap pengumpulan data yang berisi tentang serangkaian proses pengumpulan data baik melalui observasi atau wawancara. Tahap kedua adalah reduksi data yang berisi tentang proses penggabungan dan penyeragaman segala bentuk data yang diperoleh menjadi satu bentuk tulisan yang akan dianalisis. Tahap ketiga adalah display data yang berisi tentang pengolahan data setengah jadi yang sudah 25
Sugiyono, Op.Cit., hlm. 240. Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial, (Jakarta: Salemba Humanika, 2010), hlm. 131. 26
17
seragam dalam bentuk tulisan dan sudah memiliki alur tema yang jelas. Tahap keempat adalah tahap penarikan kesimpulan.27
G. SISTEMATIKA PENULISAN Untuk memperoleh pembahasan yang sistematis dan konsisten maka perlu dibuat sistematika yang sedemikian rupa diantaranya: BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan diuraikan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II GURU DAN KECERDASAN EMOSIONAL. Pada bab ini akan diuraikan mengenai makna guru, persyaratan guru, tugas dan tanggung jawab guru, peranan dan kode etik guru, pengertian kecerdasan emosional, ciriciri kecerdasan emosional, pentingnya kecerdasan emosional, peran
guru
dalam pembentukan kecerdasan emosional siswa, dan sekolah yang mengajarkan EQ. BAB III LAPORAN HASIL PENELITIAN. Pada bab ini akan diuraikan mengenai hasil penelitian yang dilaksanakan yaitu meliputi gambaran umum SMA N 1 Kajen, upaya guru dalam pembentukan kecerdasan emosional siswa di SMA N 1 Kajen, serta faktor-faktor yang menghambat upaya guru dalam pembentukan kecerdasan emosional siswa di SMA N 1 Kajen.
27
Ibid., hlm. 180.
18
BAB IV ANALISIS. Pada bab ini akan diuraikan analisis upaya guru dalam pembentukan kecerdasan emosional siswa SMA N 1 Kajen serta analisis faktor-faktor penghambat upaya guru dalam pembentukan kecerdasan emosional siswa di SMA N 1 Kajen. BAB V PENUTUP. Pada bab ini berisi simpulan dan saran.