1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sesuai kodratnya menjadi seseorang yang dalam hidupnya selalu berkebutuhan dan selalu memiliki keinginan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnnya. Dalam pemenuhan kebutuhan hidup, seseorang tidak serta merta dapat memenuhi kebutuhan secara instan dan individual, mengingat manusia merupakan makhluk sosial yang berarti manusia dikodratkan tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain, serta hidup bermasyarakat dengan berinteraksi satu sama lain. Adanya proses interaksi sosial dalam kehidupan masyarakat, menjadikan salah satu unsur terpenting dalam pemenuhan kebutuhan manusia. Hal ini dapat terjadi mengingat setiap orang memiliki kemampuan, bakat, akal, serta pikiran yang berbeda beda sebagai wujud anugerah yang diberikan Tuhan YME kepada manusia, sehingga setiap orang memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan jalan hidupnya masing- masing. Salah satu kebebasan yang diperoleh manusia dalam kelangsungan hidupnya ialah mendapatkan pekerjaan, sebagaimana yang tercantum dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 27 ayat (2) yang telah menjamin hak setiap warga negaranya untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak. Hak tersebut berkaitan erat dengan pemenuhan kebutuhan manusia, karena pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, dan papan tidak dapat diperoleh dengan mudah, karena dalam
2
kehidupan di era globalisasi ini telah menempatkan ekonomi yang dijadikan acuan untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan. Untuk itu, manusia sebelum dapat memenuhi kebutuhan pokok harus mempunyai penghasilan yang cukup agar dapat melakukan transaksi dalam rangka pemenuhan kebutuhan. Penghasilan dapat diperoleh melalui kegiatan usaha pribadi maupun ketika melakukan suatu pekerjaan untuk orang lain. Penghasilan yang diperoleh ketika telah melakukan suatu pekerjaan tertentu, terlebih dahulu terikat dengan hubungan kerja. Artinya, hubungan yang akan terjalin apabila sesorang yang hendak melakukan pekerjaan dibawah perintah orang lain untuk mendapatkan penghasilan berupa upah. Seseorang sebelum melakukan hubungan kerja dengan orang lain, terlebih dahulu akan diadakan suatu perjanjian kerja, baik dalam bentuk yang sederhana yang pada umumnya dibuat lisan ataupun dibuat secara formal yaitu dalam bentuk tertulis. Kesemua upaya tersebut dibuat untuk maksud perlindungan dan kepastian akan hak dan kewajiban dari masing- masing pihak. Hubungan kerja sebagai realisasi dari perjanjian kerja, hendaknya menunjukkan kedudukan masing- masing pihak yang pada dasarnya akan menggambarkan hak- hak dan kewajiban- kewajiban pengusaha terhadap pekerja secara timbal balik.1 Di dalam perjanjian kerja terdapat syarat- syarat kerja yang ditentukan oleh pihak pemberi kerja sebagaimana yang dijelaskan dalam 1
Iman Soepomo, 1968, Hukum Perburuhan bagian pertama Hubungan Kerja, Penerbit: PPAKRI Bhayangkara, Jakarta, hlm.9
3
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 1 angka 14 yang memberikan pengertian bahwa perjanjian kerja adalah suatu perjanjian antara pekerja/buruh dan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja beserta hak dan kewajiban kedua belah pihak. Perjanjian kerja dapat berlaku apabila perjanjian kerja tersebut ditanda tangani oleh kedua pihak dan dengan demikian perjanjian kerja tersebut mengikat para pihak dan harus dipatuhi sebagaimana berlakunya undangundang. Perjanjian kerja dapat dibuat kedalam 2 (dua) jenis perjanjian kerja, yaitu Perjanjian Kerja Waktu Tertentu/ PKWT dan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu/ PKWTT. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu/ PKWT diperuntukkan bagi pekerjaan akan selesai dalam waktu tertentu yaitu pekerjaan yang sifatnya sementara atau sekali selesai serta pekerjaan yang jangka waktunya paling lama 2 (dua) tahun. Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu/ PKWT juga tidak diperbolehkan adanya masa percobaan. Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu/ PKWTT diperuntukkan bagi pekerjaan yang sifatnya tetap dan juga dapat dilakukan masa percobaan selama pling lama 3 (tiga) bulan. Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu dapat dibuat secara lisan, menurut Pasal 63 ayat (1) Undang- Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, akan tetapi pihak pemberi kerja diwajibkan untuk membuat surat pengangkatan yang sekurang- kurangnya memuat keterangan indentitas pekerja, tanggal mulai bekerja, jenis pekerjaan, dan besaran upah. Ketentuanketentuan yang terdapat dalam perjanjian kerja tidak boleh bertentangan dengan peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, dan peraturan
4
perundang- undangan yang berlaku sebagaimana ketentuan ini disebut dalam Pasal 54 ayat (2) Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan . Perjanjian kerja dapat berakhir apabila pekerja meninggal dunia, berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja, adanya putusan atau penetapan lembaga
penyelesaian
perselisihan
hubungan
industrial
yang
telah
mempunyai kekuatan hukum tetap, serta adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja. Berakhirnya perjanjian kerja berarti putusnya hubungan hak dan kewajiban antara pihak pemberi kerja/ pengusaha dengan pekerja/ buruh. Dengan berakhirnya suatu perjanjian kerja, maka segala ketentuan yang mengikat sebelumnya oleh kedua pihak telah diputus. Perjanjian kerja yang berakhir berakhir manakala perjanjian kerja tersebut telah disepakati oleh kedua belah pihak. Ketentuan syarat sahnya perjanjian kerja berdasarkan ketentuan Pasal 52 ayat (1) Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyebut syarat sahnya perjanjian kerja yang mencakup: a. Kesepakatan kedua belah pihak; b. Kemampuan atau kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum; c. Adanya objek (pekerjaan) yang diperjanjikan; dan
5
d. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Berakhirnya hubungan kerja dapat juga terjadi manakala pekerja mempunyai inisiatif sendiri untuk mengundurkan diri dari perusahaan. Dengan dilakukannya pengunduran diri oleh pekerja maka yang bersangkutan telah melepaskan hak- haknya sebagai pekerja di perusahaan tempat ia bekerja. Hubungan kerja yang berakhir karena adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, ataupun perjanjian kerja bersama menjadikan salah satu alasan untuk dilakukannya pemutusan hubungan kerja atau PHK. Pemutusan hubungan kerja/ PHK tidak dapat dilakukan dengan mudah oleh pemberi kerja. Pemutusan hubungan kerja hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir apabila segala upaya telah dilakukan dan tidak dapat dihindarka. Hal tersebut dikarenakan pemutusan hubungan kerja/ PHK merupakan sesuatu hal yang tidak dinginkan karena akan memutus hubungan hak dan kewajiban antara pengusaha dan pekerja/ buruh dan sehingga pekerja tidak dapat menerima upah dan tidak dalam melakukan pekerjaannya lagi. Dalam hal segala upaya telah dilakukan, dan pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari, maka maksud pemutusan hubungan kerja wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh atau dengan
6
pekerja/buruh apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh. Apabila perundingan tersebut benarbenar tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga
penyelesaian
perselisihan
hubungan
industrial
sebagaimana
ketentuan ini disebut pada Pasal 151 ayat (2) dan ayat (3) Undang- Undang Ketenagakerjaan. Pengusaha yang melakukan pemutusan hubungan kerja/ PHK oleh sebab- sebab yang termasuk dalam ketetuan Undang- Undang Nomor 13 tahun 2003, maka pekerja yang diputus hubungan kerjanya berhak mendapatkan
hak-
hak
sesuai
dalam
ketentuan
Undang-
Undang
Ketenagakerjaan. Pemutusan hubungan kerja/ PHK dapat dilakukan oleh pengusaha
manakala
pekerja
terbukti
melakukan
kesalahan
berat,
pekerja/buruh yang ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana bukan atas pengaduan pengusaha dan setelah 6 (enam) bulan tidak dapat melakukan pekerjaan sebagaimana mestinya karena dalam proses perkara pidana, terjadi perubahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan kepemilikan perusahaan dan pekerja/ buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja; karena perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun, atau keadaan memaksa (force majeur); karena perusahaan pailit; karena memasuki usia pensiun; karena Pekerja/buruh yang mangkir; dan yang terakhir adalah karena pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang
7
diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Suatu perusahaan yang melakukan pemutusan hubungan kerja atau PHK yang dilakukan secara sepihak ataupun oleh suatu hal tertentu yang dilakukan oleh pihak pengusaha, dapat memicu timbulnya konflik atau perselisihan. Perselisihan pemutusan hubungan kerja terjadi lantaran PHK yang dilakukan karena suatu kondisi perusahaan yang tidak terduga. Dalam halnya pengusaha melakukan pemutusan hubungan perja, kedua pihak terkait perlu mengetahui hal hal yang menjadi dasar dilakukannya pemutusan hubungan kerja agar dapat diketahui hak – hak apa saja yang dapat diperoleh setelah dilakukannya pemutusan hubungan kerja terutama bagi pekerjanya. Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan memberikan ketentuan bahwa diwajibkan bagi pengusaha, pekerja, maupun serikat pekerja/ serikat buruh untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial dengan jalan musyawarah mufakat. Upaya untuk menyelesaikan perselisihan bagi pengusaha, pekerja, maupun Serikat Pekerja/ serikat buruh dengan jalan musyawarah mufakat ini dikenal dengan upaya perundingan Bipartit. Bipartit merupakan lembaga yang digunakan untuk menyelesaikan perselisihan sebelum ditempuh upaya yang lainnya. Dalam praktek, pemutusan hubungan kerja/ PHK pada suatu perusahaan memiliki ketentuan tersendiri yang dituangkan dalam Peraturan Perusahaan demi keefektivitasan dan juga sebagai upaya menjaga privacy dari rumah tangga perusahaan, sehingga pada pelaksanaan pemutusan
8
hubungan kerja baik dikarenakan oleh pekerja yang melakukan pelanggaran Peraturan Perusahaan baik terhadap pekerja yang terikat pada perjanjian kerja waktu tertentu/ PKWT maupun pekerja yang terikat perjanjian kerja waktu tidak tertentu/ PKWTT, memiliki mekanisme dan jenis hak yang diberikan kepada pekerja yang diputus hubungan kerjanya, disesuaikan dengan ketentuan Peraturan Perusahaan. Seperti halnya yang terjadi pada PT. X (Persero) di Kantor Cabang Yogyakarta pernah melakukan pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh karyawan tetap / pekerja yang terikat perjanjian waktu tidak tertentu dengan alasan karena pelanggaran ketentuan Peraturan Perusahaan. Berkaitan dengan uraian tersebut di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan selanjutnya dituangkan dalam penulisan
hukum
dengan
“PELAKSANAAN
judul
HUBUNGAN
KERJA/
PHK
KETENTUAN
PERATURAN
KARENA
PERUSAHAAN
PEMUTUSAN
PELANGGARAN PADA
PT.
X
(PERSERO) KANTOR CABANG YOGYAKARTA”.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang sebagaimana tersebut di atas, maka dapat ditarik permasalahan sebagai berikut : 1.
Bagaimana mekanisme pemutusan hubungan kerja karena pelanggaran ketentuan Peraturan Perusahaan di PT. X Yogyakarta?
(Persero) Kantor Cabang
9
2.
Bagaimana pelaksanaan pemberian hak bagi karyawan tetap/ pekerja yang terikat perjanjian kerja waktu tidak tertentu yang diputus hubungan kerjanya karena melakukan pelanggaran Peraturan Perusahaan pada PT. X (Persero) Kantor Cabang Yogyakarta?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Obyektif Berdasarkan
permasalahan yang dituliskan dalam perumusan
masalah, maka tujuan dari penelitian ini dimaksudkan untuk : a.
Memperoleh, mengetahui dan menganalisis mekanisme pemutusan hubungan kerja karena Pelanggaran Ketentuan Peraturan Perusahaan di PT. X (Persero) Kantor Cabang Yogyakarta;
b.
Memperoleh, mengetahui dan menganalisis pelaksanaan pemberian hak bagi karyawan tetap/ pekerja yang terikat perjanjian kerja waktu tidak tertentu yang diputus hubungan kerjanya karena melakukan pelanggaran Peraturan Perusahaan pada PT. X
(Persero) Kantor
Cabang Yogyakarta. 2. Tujuan Subyektif Tujuan subyektif dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan segala informasi yang dapat dipertanggung jawabkan oleh penulis dalam menyusun penulisan hukum ini sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.
10
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis a. Manfaat bagi Pengusaha dan Pekerja Penelitian ini dilakukan agar dapat memperoleh gambaran mengenai
pelaksanaan
pemutusan
hubungan
kerja/
PHK
karena
melakukan Pelanggaran Peraturan Perusahaan dalam suatu perusahaan dimana dalam hal ini melibatkan 2 pihak yaitu antara pihak pekerja dan pihak pengusaha. Selain itu diharapkan dapat menjadikan titik acuan maupun bahan pertimbangan bagi Pengusaha dalam menyelesaikan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja. b. Manfaat bagi Mahasiswa Dengan dilakukannya penelitian ini, maka diharapkan agar mahasiswa memperoleh pengetahuan mengenai gambaran umum, prosedur atau tata cara dalam melakukan pemutusan hubungan kerja karena melakukan pelanggaran Peraturan Perusahaan yang terdapat pada suatu Perusahaan, serta dapat menjadikan bahan informasi yang relevan dalam hal penyusunan penulisan hukum yang digunakan sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum.
2. Manfaat Teoritis Selain manfaat yang dapat diambil secara praktis, penelitian ini juga diharapkan agar dapat memberikan manfaat secara teoritis, dimana dengan disusunnya penelitian ini agar dapat bermanfaat untuk meningkatkan
11
pengetahuan, memperluas wawasan, menambah pengalaman, serta dapat meningkatkan pola berpikir logis terkait dengan disiplin ilmu hukum perdata secara umum dan ilmu hukum perburuhan secara khususnya yaitu dalam bidang pemutusan hubungan kerja/ PHK karna melakukan pelanggaran Peraturan Perusahaan.
E. Keaslian Penelitian Sepanjang penelusuran kepustakaan penulis di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, penulis menemukan beberapa penelitian yang menyangkut atau yang terkait dengan penulisan hukum ini, diantaranya: 1. Penulisan Hukum dengan judul, “Pelaksanaan Penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena Pensiun antara Pekerja dengan PT. Prissima melalui Dinas Tenaga Kerja dan Sosial Kabupaten Sleman”. Penulisan hukum tersebut disusun pada tahun 2015 oleh Dwiki Irvanto dengan nomor mahasiswa 13/ 357983/ HK/ 19758 program Sarjana Strata 1 Program Studi Ilmu Hukum yang membahas mengenai pelaksanaan pemutusan hubungan kerja dalam pemberian kompensasi dan upaya hukum yang dapat dilakukan pekerja yang dilakukan pemutusan hubungan kerja karena pensiun.2
Dwiki Irvanto, 2015,”Pelaksanaan Penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena Pensiun antara Pekerja dengan PT. Prissima melalui Dinas Tenaga Kerja dan Sosial Kabupaten Sleman”, Penulisan Hukum, FH. UGM, Yogyakarta. 2
12
2. Tesis dengan judul, “Penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja karena Kesalahan Berat pada PT. Sumber Pangan Gisindo, Sleman, Yogyakarta”. Penulisan hukum tersebut dibuat pada tahun 2012 oleh Isdiana dengan Nomor Mahasiswa 08/ 276783/ PHK/ 5165 Program Pascasarjana Program Studi Magister Hukum Bisnis yang membahas tentang pelaksanaan pemutusan hubungan kerja secara khusus yaitu karena kesalahan berat oleh pekerja beserta hak yang diperoleh karena alasan PHK tersebut.3 3. Tesis dengan judul, “Analisis Yuridis Proses Penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena Pengunduran Diri oleh Dosen dengan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) (Studi Kasus Dosen A di PTS X Yogyakarta)”. Penulisan hukum tersebut disusun pada tahun 2015 oleh Marlia Tety Gustyawati dengan Nomor
Mahasiswa
Pascasarjana
Progam
13/
359955/
Studi
PHK/
Magister
08216
Ilmu
program
Hukum
yang
mengangkat tentang pelaksanaan pemutusan hubungan kerja karena dilakukannya pengunduran diri dari pekerja yang bersangkutan beserta hak- hak yang dapat diperoleh.4 Penulisan hukum yang disusun oleh Penulis memiliki perbedaan yang signifikan, karena Penulisan hukum yang dilakukan oleh penulis menitik
Isdiana. 2012, “Penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja karena Kesalahan Berat pada PT. Sumber Pangan Gisindo, Sleman, Yogyakarta”, Tesis, FH. UGM, Yogyakarta. 4 Marlia Tety Gustyawati, 2015, “Analisis Yuridis Proses Penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena Pengunduran Diri oleh Dosen dengan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) (Studi Kasus Dosen A di PTS X Yogyakarta)”, Tesis, FH. UGM, Yogyakarta. 3
13
beratkan pada pemutusan hubungan kerja atau PHK yang dilakukan oleh pekerja yang melakukan pelanggaran ketentuan Peraturan Perusahaan. Apabila terdapat penulisan hukum lain yang berhubungan dengan penulisan hukum ini, maka diharapkan dapat menjadi pelengkap bagi penulisanpenulisan hukum yang pernah dilakukan terlebih dahulu.