BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengakibatkan munculnya berbagai permasalahan di bidang pendidikan. Permasalahan tersebut merupakan suatu tantangan yang harus dihadapi dan dipecahkan. Permasalahan yang paling esensial saat ini adalah tantangan peningkatan kualitas pendidikan guna meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) demi pembangunan Indonesia di masa mendatang. Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk mengatasi problem tersebut. Upaya yang harus dilakukan di antaranya adalah perbaikan proses pembelajaran. Proses belajar mengajar pada hakikatnya adalah proses komunikasi yang di dalamnya terdapat berbagai macam kegiatan di antaranya adalah metode pembelajaran, penyampaian materi pelajaran, dan evaluasi, hal ini mengakibatkan proses pembelajaran tidak sedikit
yang belum mencapai
tujuan yang diharapkan, karena kurangnya media pembelajaran yang dijadikan alat pendukung untuk pembelajaran. Media pembelajaran sering diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan atau isi pelajaran, merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemampuan siswa, sehingga dapat mendorong proses pembelajaran. Media pembelajaran lebih populer disebut dengan media belajar. Berbagai bentuk media dapat digunakan untuk meningkatkan
pengalaman belajar ke arah yang lebih baik. Pembelajaran dengan menggunakan media tidak hanya sekedar menggunakan kata-kata (simbul verbal) sehingga dapat kita harapkan diperolehnya hasil pengalaman belajar yang lebih berarti bagi peserta didik. Dalam hal ini Gagne dan Briggs (1979) menekankan media sebagai alat untuk merangsang proses belajar mengajar.1 Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Mustofa Kamali S.Ag bahwa proses komunikasi dalam proses belajar mengajar sering terjadi penyimpangan-penyimpangan, sehingga komunikasi tersebut tidak efektif dan efisien. Hal ini antara lain disebabkan oleh kecenderungan verbalisme, ketidaksiapan siswa, kurang menarik perhatian, dan sebagainya. Usaha untuk mengatasi masalah tersebut adalah melalui penggunaan media yang tepat dalam penyampaian materi.2 Media pembelajaran diharapkan dapat menarik perhatian siswa dan lebih mudah dipahami serta membawa siswa ke dalam tindak belajar yang nyata. Asnawir dan Basyiruddin Usman menyatakan bahwa “Penggunaan media dalam proses belajar mengajar dapat memberi stimulus/informasi sikap dan lain-lain, meningkatkan keserasian dalam penerimaan informasi serta mengatur langkah-langkah kemajuan serta memberi umpan balik”.3 Untuk itu, proses belajar mengajar dikatakan bermutu apabila daya serap peserta didik terhadap materi
yang disampaikan dapat mencapai target yang telah
ditentukan. Oleh karena itu, memilih media yang cocok untuk pembelajaran 1
R. Ibrahim, Nana Syaudah S, Perencanaan Pembelajaran (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1996), 112. 2 Hasil wawancara dengan Bapak Mustofa Kamali, Guru Aqidah Akhlak kelas XI di MA Putri Ma’arif Ponorogo, tanggal 27 November 2008. 3 Asnawir, Basyiruddin Usman, Media Pembelajaran (Ciputat: PT. Intermasa, 2002), 13.
2
itu sangat penting, belajar merupakan suatu proses yang menimbulkan perubahan atau pembaharuan dalam tingkah laku dan kecakapan sampai di mana perubahan itu dapat tercapai atau berhasil. Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup. Seperti dalam hadits Nabi:
?ِ A ْ CَDْ اFَD ِ? ِاGْ Hَ Dْ اI َ Jِ Kَ Cْ Lِ Dْ اN ُ CُO ْ ُا Artinya: Tuntutlah ilmu dari buaian hingga ke liang lahat Salah satu pertanda bahwa seseorang telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut perubahan yang bersifat pengetahuan kognitif dan keterampilan (psikomotorik) maupun yang menyangkut nilai dan sikap afektif.4 Untuk itu, agar kegiatan belajar terpenuhi diperlukan analisis dalam menentukan persoalan-persoalan yang terlibat di dalam kegiatan belajar sebagai suatu proses (input), Sudah tentu ada yang diproses (keluaran atau out put). Jadi dalam hal ini peneliti dapat menganalisis kegiatan belajar itu dengan pendekatan analisis siswa dan sekaligus dapat mempengaruhi proses dalam hasil belajar.5 Berkaitan dengan tujuan pembelajaran dalam mata pelajaran Aqidah Akhlak yaitu pengembangan kepribadian siswa agar berakhlak mulia. Maka, media cetak sebagai salah satu sumber belajar adalah alat yang berguna sebagai proses belajar mengajar untuk membantu siswa dalam menguasai 4 Arif S. Sadiman, dkk., Media Pendidikan; Pengertian Pengembangan dan Pemanfaatannya (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), 2. 5 Ronald H. Anderson, Pemilihan dan Pengembangan Media untuk Pembelajaran (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1994), 106.
3
materi pelajaran
untuk
mencapai prestasi yang
diinginkan.
Dalam
menggunakan media cetak sebagai sumber alat bantu proses belajar mengajar, sebagaimana yang telah diketahui bahwa materi Aqidah Akhlak yang diajarkan bagi peserta didik sangat penting. Hal ini berfungsi
untuk
membantu siswa memahami materi tersebut. Berdasarkan fenomena di atas, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian di MA Putri Ma’arif Ponorogo dengan judul “ URGENSI MEDIA CETAK DALAM KEGIATAN PEMBELAJARAN
AQIDAH AKHLAK
(Studi Kasus di kelas XI MA Putri Ma‘arif Ponorogo Tahun Pelajaran 2008/2009)
B. Fokus Penelitian Berdasarkan dari penjajakan awal di lapangan penelitian ini difokuskan pada: 1. Penggunaan media cetak dalam kegiatan pembelajaran Aqidah Akhlak di kelas XI MA Putri Ma’arif Ponorogo tahun pelajaran 2008/2009. 2. Strategi kegiatan pembelajaran Aqidah Akhlak berbasis media cetak di kelas XI MA Putri Ma'arif Ponorogo tahun pelajaran 2008/2009. 3. Dampak positif digunakannya media cetak dalam kegiatan pembelajaran Aqidah Akhlak di kelas XI MA Putri Ma'arif Ponorogo tahun pelajaran 2008/2009.
C. Rumusan Masalah
4
Bertolak dari latar belakang di atas maka penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apa
latar belakang
digunakannya
media cetak
dalam
kegiatan
pembelajaran Aqidah Akhlak di kelas XI MA Putri Ma'arif Ponorogo tahun pelajaran 2008/2009 ? 2. Bagaimana strategi kegiatan pembelajaran Aqidah Akhlak berbasis media cetak di kelas XI MA Putri Ma'arif Ponorogo tahun pelajaran 2008/2009 ? 3. Bagaimana dampak positif digunakannya media cetak dalam kegiatan pembelajaran Aqidah Akhlak di kelas XI MA Putri Ma'arif Ponorogo tahun pelajaran 2008/2009 ? D. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mendeskripsikan latar belakang digunakannya media cetak dalam kegiatan pembelajaran Aqidah Akhlak di kelas XI MA Putri Ma'arif Ponorogo tahun pelajaran 2008/2009. 2. Untuk mendeskripsikan strategi pembelajaran Aqidah Akhlak berbasis media cetak di kelas XI MA Putri Ma'arif Ponorogo tahun pelajaran 2008/2009. 3. Untuk mendeskripsikan dampak positif digunakannya media cetak dalam kegiatan pembelajaran Aqidah Akhlak di kelas XI MA Putri Ma'arif Ponorogo tahun pelajaran 2008/2009.
E. Manfaat Penelitian
5
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Secara teoretis Penelitian ini dapat bermanfaat untuk menambah pemahaman serta mengembangkan khasanah keilmuan khususnya pendidikan agama Islam di madrasah dan dapat diterapkan di tengah-tengah masyarakat. 2. Secara praktis a. Bagi peneliti, untuk menambah pengetahuan, pengalaman, dan wawasan dengan harapan dapat mengamalkan ilmu tersebut di manapun berada. b. Bagi
guru,
diharapkan
dapat
memberikan
masukan
tentang
penggunaan media cetak yang tepat dalam proses belajar mengajar agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik, sehingga dapat mengantarkan peserta didik dalam mengembangkan potensi yang dimiliki. c. Bagi Institusi, dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam meningkatkan kualitas pendidikan dan sebagai tolak ukur dalam menentukan
langkah-langkah
yang
tepat
dalam
keputusan tentang penggunaan media pembelajaran.
F. Metodologi Penelitian
6
pengambilan
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Dalam penelitian ini digunakan pendekatan penelitian kualitatif yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa katakata atau lisan dari orang-orang atau prilaku yang dapat diamati. Berikutnya sebagai ciri-ciri dari penelitian di mana peneliti melakukan penelitian di latar alamiah atau konteks dari satu keutuhan (entity) sebagai sumber data langsung dan peneliti sendiri merupakan instrumen kunci, sedangkan instrumen lain sebagai penunjang.6 Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian studi kasus. Penelitian studi kasus adalah penelitian yang bertujuan untuk mempelajari secara sungguh-sungguh mengenai unit-unit sosial tertentu yang meliputi individu, kelompok, lembaga, dan masyarakat.7 2. Kehadiran Peneliti Ciri khas penelitian kualitatif tidak dipisahkan dari pengamatan prasangka, sebab peranan peneliti yang menentukan keseluruhan skenario.8 Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai instrumen kunci, sekaligus pengumpul data, sedangkan instrumen yang lain sebagai penunjang.
3. Lokasi Penelitian
6 Lexy, J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), 2 -7. 7 Yatim Riyanto, Metodologi Penelitian Pendidikan (Surabaya: SIE, 2001), 24 -25. 8 Lexy.j.Moleong,Metodologi Penelitian... ,117.
7
Lokasi penelitian ini adalah di Madrasah Aliyah Putri Ma’arif Ponorogo yang berada di jalan Sultan Agung. Adapun batas-batasnya adalah sebagai berikut: a. Bagian utara berbatasan dengan Kelurahan Cokromenggalan. b. Bagian selatan berbatasan dengan Kelurahan Bangunsari. c. Bagian barat berbatasan dengan Kelurahan Mangkujayan. d. Bagian timur berbatasan dengan Kelurahan Kertosari. Madrasah Aliyah ini mengajarkan pelajaran umum dan keagamaan. Lembaga pendidikan ini juga memiliki beberapa kegiatan ekstrakurikuler yakni baca puisi, kepramukaan dan muhadarah. 4. Sumber Data Sumber data utama penelitian ini adalah kata-kata dan tindakan. Selebihnya adalah seperti dokumen dan lainya. Dengan demikian sumber data penelitian ini adalah kata-kata dan tindakan sebagai sumber data utama. Sedangkan data tertulis, foto, dan statistik adalah sebagai sumber data tambahan.9 Sumber data dalam penelitian adalah subyek dari mana data dapat diperoleh.
Apabila
peneliti
menggunakan
wawancara
dalam
mengumpulkan datanya maka sumber data tersebut informan yaitu orang yang merespon atau menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti, baik pertanyaan-pertanyaan tertulis maupun lisan.10 Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah: 9
Lexy. J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1998), 112. 10 Suharsimi Ari Kunto, Prosedur Penelitian (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997), 107.
8
a. Sumber data utama yaitu person atau orang yang berlaku sebagai informan meliputi kepala Madrasah MA Putri Ma’arif Ponorogo dan guru-guru dalam bidang studi pendidikan agama Islam. b. Sumber data tambahan, meliputi sumber data tertulis yaitu paper atau dokumen dan foto yang berkaitan dengan lokasi penelitian di MA Putri Ma'arif Ponorogo. 5. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah meliputi wawancara, observasi, dan dokumentasi. Bagi peneliti kualitatif fenomena dapat dimengerti maknanya secara baik apabila dilakukan interaksi dengan subyek melalui wawancara mendalam dan observasi pada latar belakang, di mana fenomena tersebut berlangsung dan di samping itu untuk melengkapi data diperlukan dokumentasi (tentang bahan yang ditulis atau subyek). Penulis menggunakan beberapa metode yang dianggap relevan dengan penelitian, yakni: a. Teknik wawancara Merupakan
teknik
pengumpulan
data
dengan
teknik
komunikasi secara langsung dengan mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula untuk memperoleh informasi yang tepat dan obyektif.11 Berkenaan dengan penggunaan media cetak dalam pembelajaran Aqidah Akhlak. Maksud digunakan wawancara antara lain:
11
S. Margono, Metodologi Research ( Jakarta: Rinika cipta, 2003),16.
9
1) Mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi, perasaan, motivasi, tuntunan kepedulian, dan lain-lain. 2) Merekonstruksi kebulatan-kebulatan demikian sebagai yang telah diharapkan untuk dialami pada masa yang akan datang. 3) Memverifikasi, mengubah dan memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain baik manusia maupun bukan manusia. 4) Memverifikasi, mengubah, dan memperluas kontruksi yang dikembangkan oleh peneliti sebagai pengecekan anggota.12 Dalam penelitian ini orang-orang yang diwawancarai atau yang berlaku sebagai informan adalah kepala madrasah, guru-guru, siswa serta pihak madrasah yang berkaitan. Hasil wawancara dari informan tersebut ditulis lengkap dengan kode-kode dan transkip wawancara. Tulisan lengkap dari wawancara ini dinamakan transkip wawancara. b. Teknik observasi Teknik ini digunakan apabila seorang peneliti ingin mengetahui secara empiris data yang diamati, metode ini diartikan sebagai teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan disertai dengan pencatatan secara teratur terhadap obyek yang diamati. Observasi merupakan
metode
pengumpulan
data
dengan
menggunakan
pengamatan terhadap obyek penelitian.13 Dalam penelitian ini peneliti bertindak sebagai partisipan. Sedangkan tingkat partisipan dalam observasi yang peneliti laksanakan 12
Moleong, Metodologi Penelitian ….,135. Yatim Rianto, Metodologi Penelitian Pendidikan, Suatu Tinjauan Dasar (Surabaya: SIC, 1996), 77. 13
10
adalah partisipan aktif. Pada observasi penelitian mengamati aktivitas sehari-hari obyek penelitian, karakteristik fisik, situasi sosial dan bagaimana perasaan pada waktu menjadi bagian di situasi tersebut. Selama penelitian di lapangan, jenis observasinya tidak tetap. Dalam hal
ini
peneliti
mulai
dari
observasi
deskriptif
(descriptive
observations) secara luas, yaitu berusaha melukiskan secara umum situasi sosial dan apa yang terjadi di sana. Kemudian setelah perekaman
dan analisis data pertama, peneliti penyempitkan
pengumpulan datanya dan memulai observasi terfokus (focused observations) dan akhirnya, setelah di lakukan lebih banyak lagi analisis dan observasi yang berulang-ulang, peneliti menyempitkan lagi penelitiannya dengan melakukan observasi selektif (selective observations).
Sekalipun
demikian,
peneliti
masih
melakukan
observasi deskriptif sampai akhir pengumpulan data. Hasil observasi dari penelitian ini kemudian dicatat dalam catatan lapangan (CL), sebab catatan lapangan merupakan alat yang sangat penting dalam penelitian kualitatif. Pada kali ini, peneliti melakukan observasi pada kegiatan-kegiatan belajar yang berhubungan dengan penggunaan media cetak sebagai nedia pembelajaran di MA Putri Ma’arif Ponorogo. Catatan lapangan dalam penelitian ini bersifat deskriptif artinya bahwa catatan lapangan berisi gambaran tentang latar pengamatan, orang, tindakan dan pembicaraan tentang segala sesuatu yang
11
berhubungan dengan fokus penelitian. Dalam bagian deskripsi kegiatan, tersebut berisi beberapa hal di antaranya adalah gambaran dari fisik, deskriptif latar fisik, catatan tentang peristiwa khusus gambaran kegiatan dan perilaku pengamatan.14 c. Teknik Dokumentasi Teknik dokumentasi ini dilakukan untuk mengumpulkan data dari sumber noninsani. Sumber ini terdiri dari dokumen dan rekaman.15 Teknik ini digunakan untuk memperoleh data dan informasi tertulis tentang gambaran umum kegiatan-kegiatan madrasah terkait dengan penggunaan media cetak dalam pembelajaran Aqidah Akhlak di MA Putri Ma'arif Ponorogo. 6. Teknik Analisis Data Teknik analisis data kualitatif adalah teknik analisis yang digunakan untuk menganalisis data kualitatif mengikuti konsep yang diberikan Miles dan Huberman. Yang mengemukakan bahwa aktivitas dalam menganalisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus pada tahap penelitian sehingga sampai tuntas, dan datanya sampai penuh. Aktifitas dalam analisis data, meliputi data reduction, data display, dan conclusion. Langkah-langkah analisis data gambar 4 berikut:
Pengumpulan Data 14 15
Ibid, 156. Sutrisno Hadi, Metodologi Research (Yogyakarta: Fakultas Psikologi, 1991), 266.
12
Penyajian Data Reduksi Data Kesimpulankesimpulan: Penarikan/verivikasi
Keterangan : -
Mereduksi data dalam konteks penelitian yang dimaksud adalah merangkum, memilih hal-hal yang pokok, menfokuskan pada hal-hal yang penting , dan membuat katagori. Dengan demikian data yang telah direduksi memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah
peneliti
untuk
melakukan
pengumpulan
data
selanjutnya. -
Selanjutnya data direduksi, maka langkah selanjutnya mendisplaykan data atau menyajikan data ke dalam pola yang dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, grafik, dan matrik. Bila pola-pola yang ditemukan telah didukung oleh data selama penelitian, maka pola tersebut sudah menjadi pola yang baku yang selanjutnya akan didisplaykan pada laporan aktif penelitian.
-
Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif dalam penelitian ini adalah penarikan kesimpulan.16
7. Pengecekan Keabsahan Temuan
16
Pedoman penulisan skripsi, Jurusan Tarbiyah STAIN Ponorogo.
13
Keabsahan data merupakan konsep penting dari konsep kesahihan (validitas) dan keandalan (reliabilitas).17 Keabsahan data dapat dilakukan dengan teknik pengamatan yang tekun dan Triangulasi. Ketekunan ini dilaksanakan oleh peneliti dengan cara: a. Mengadakan pengamatan yang teliti dan rinci serta berkesinambungan terhadap hal-hal yang berhubungan dengan pembelajaran siswa dengan penggunaan media cetak. b. Menelaah secara rinci pada suatu titik, sehingga pada pemeriksaan tahap awal tampak salah satu atau seluruh hal yang ditelaah sudah dipahami secara biasa. Triangulasi adalah
teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan suatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Ada 4 macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan sumber, metode, penyidik, dan teori.18Dalam penelitian ini, digunakan teknik triangulasi dengan sumber, berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang di peroleh melalui waktu dan alat yang berbeda dengan metode kualitatif. Hal itu dapat di capai peneliti dengan jalan: a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara. b. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi. 17
Miles B. Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1992),20. 18 Moleong, Metode Penelitian…,178.
14
c. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu. d. Membandingkan keadaan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat orang yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, orang pemerintahan. e. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. 8. Tahap-tahap Penelitian Dalam penelitian ini ada tiga tahapan dan ditambah dengan tahapan terakhir dari penelitian yaitu penulisan laporan dari hasil penelitian. Tahap-tahap tersebut adalah: a. Tahap pra lapangan Tahapan ini adalah untuk memperoleh gambaran umum mengenai latar belakang penelitian dengan melakukan penyusunan perencanaan penelitian, memilih lapangan penelitian, menyusun permohonan
penelitian,
memanfaatkan
dan
menjajaki
memilih
dan
informasi
menilai serta
lapangan,
mempersiapkan
perlengkapan penelitian. Tahap ini dilakukan sebelum terjun ke lapangan dalam rangka penggalian data. b. Tahap penggalian data Tahap ini merupakan eksplorasi secara terfokus sesuai dengan pokok permasalahan yang dipilih sebagai fokus penelitian, tahap ini
15
merupakan pekerjaan lapangan dimana peneliti memasuki lapangan dan ikut serta melihat aktivitas dan melakukan interview, pengamatan dan pengumpulan serta peristiwa-peristiwa yang diamati, membuat diagram-diagram kemudian
menganalisis
data lapangan secara
intensif dilakukan setelah pelaksanaan penelitian selesai. c. Tahap analisis data Tahap ini dilakukan beriringan dengan tahap pekerjaan lapangan. Dalam tahap ini peneliti menyusun hasil penelitian. Untuk selanjutnya
penulis segera melakukan
analisis data dengan cara
distributif dan dipaparkan dalam bentuk naratif. d. Tahap penulisan laporan Tahap ini merupakan tahap terakhir setelah ketiga tahapan di atas dilaksanakan.
G. Sistematika Pembahasan Pembahasan dalam penelitian ini terdiri dari 5 bab dan masing-masing bab saling berkaitan erat yang merupakan kesatuan yang utuh yaitu : BAB I
: Pendahuluan, yang berisi tentang dasar pemikiran dari isi keseluruhan. Dalam bab ini akan dibahas latar belakang masalah, fokus penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat
penelitian, landasan teori, metodologi penelitian, dan sistematika pembahasan.
16
BAB II : Berisi landasan teori yakni mengemukakan beberapa pendapat para ahli yang mendasari pemikiran dan penelitian. Dalam kerangka teoretik ini pembahasan meliputi penggunaan media cetak dalam kegiatan pembelajaran Aqidah Akhlak di kelas XI di MA Putri Ma’arif Ponorogo tahun pelajaran 2008/2009, strategi kegiatan pembelajaran Aqidah Ahklak berbasis media cetak di kelas XI di MA Putri Ma’arif Ponorogo tahun pelajaran 2008/2009, dan dampak
positif
digunakan
media
cetak
dalam
kegiatan
pembelajaran Aqidah Akhlak di kelas XI di MA Putri Ma’arif Ponorogo tahun pelajaran 2008/2009. BAB III : Berisi tentang temuan penelitian di lapangan yang meliputi penggunaan media cetak dalam kegiatan pembelajaran Aqidah Akhlak di MA Putri Ma'arif Ponorogo kelas XI tahun pelajaran 2008/2009, strategi kegiatan pembelajaran Aqidah Ahklak berbasis media cetak di MA Putri Ma'arif Ponorogo kelas XI tahun pelajaran 2008/2009 dan dampak positif digunakan media cetak dalam kegiatan pembelajaran Aqidah Akhlak di kelas XI di MA Putri Ma’arif Ponorogo tahun pelajaran 2008/2009. BAB IV : Berisi tentang analisis data. Bab ini sebagai analisis tentang penggunaan media cetak dalam kegiatan pembelajaran Aqidah Akhlak di MA Putri Ma'arif Ponorogo kelas XI tahun pelajaran 2008/2009, strategi kegiatan pembelajaran Aqidah Ahklak berbasis media cetak di MA Putri Ma'arif Ponorogo kelas XI tahun
17
pelajaran 2008/2009 dan dampak poisitif di gunakan media cetak dalam kegiatan pembelajaran Aqidah Akhlak di kelas XI di MA Putri Ma’arif Ponorogo tahun pelajaran 2008/2009. BAB V : Penutup, merupakan akhir dari penulisan skripsi yang berisi tentang kesimpulan dan saran yang berkaitan dengan hasil penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, Ronald H. Pemilihan dan Pengembangan Media untuk Pembelajaran. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994. Ari Kunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997.
18
Arsyad, Ashar. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002. Asnawir. Usman, Bariruddin. Media Pembelajaran. Ciputat: PT. Intermasa, 2002. Azwar, Saifudin. Tes Prestasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajara, 1998. Hadi, Sutrisno. Metodologi Research. Yogyakarta: Fakultas Psikologi, 1991. Ibrahim, R. Syaudah, Nana. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1996. Margono, S. Metodologi research. Jakarta: Rinika cipta, 2003. Michael Huberman, B. Miles. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1992. Moleong, J. Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000. Riyanto, Yatim. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya: SIE, 2001. Sadiman S. Arif. dkk., Media Pendidikan, Pengertian Pengembangan dan Pemanfaatannya. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996. Sugiono. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta, 2006. Hasil wawancara dengan Bapak Mustofa Kamali, Guru Aqidah Akhlak kelas XI beserta Kepala Sekolah di MA Putri Ma’arif Ponorogo, tanggal 27 November 2008. http://www.google.com/search?ie = UTF-88OE= UTF–8&soureid = navcliend& gfns = 1&9 = Pengertian + media + cetak http://search. Iw.com/search/result.php?Q = Pengertian + media + cetak & ch idrsrh.
http://purwanto 89 biogipot.com/2008/01/jenis-tipe-media-massa-cetak html. http//www scribd.com/doc/3726056/kurikulum dan silabus – Islamiyah. Buku Pedoman Penulisan Skripsi, Jurusan Tarbiyah STAIN Ponorogo, 2008. Distorsi memutar balikkan fakta, Departemen Pendidikan Nasional Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: STAIN Ponorogo, 2008.
19
20
21
Daftar Isi A. Latar Belakang Masalah B. Fokus Penelitian C. Rumusan Masalah D. Tujuan Penelitia n E. Manfaat Penelitian F. Landasan Teori Atau Telaah Pustaka Dalam Pengajuan Hipotesis 1. Landasan Teori G. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian 2. Kehadiran Penelitian 3. Lokasi Penelitian 4. Sumber Data 5. Teknik Pengumpulan Data 6. Teknik Analisis Data 7. Pengecekan Keabsahan Temuan Tahap-Tahap Penelitian H. Sistematika Pembahasan
22
BAB II URGENSI MEDIA CETAK DALAM KEGIATAN PEMBELAJARAN AQIDAH AKHLAK
A. Urgensi Media Cetak dalam Kegiatan Pembelajaran 1. Pengertian Media Cetak Kata “media” berasal dari kata medius yang secara harfiah berarti “perantara” atau “pengantar”. Dengan demikian, media merupakan wahana penyaluran informasi belajar atau penyalur pesan. Bila media adalah sumber belajar maka secara luas media dapat diartikan dengan manusia, benda, ataupun peristiwa yang memungkinkan anak didik memperoleh pengetahuan dan ketrampilan.19 Dalam proses belajar mengajar kehadiran media mempunyai arti yang cukup penting karena dalam kegiatan tersebut ketidak jelasan bahan yang disampaikan dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara dalam pembelajaran di kelas. Di dalam bahasa Arab, media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Menurut Gerlach dan Ely menyatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap.20 Dalam pengertian yang lebih khusus media merupakan guru, buku paket dan lingkungan sekolah, yang dalam proses belajar mengajar lebih cenderung diartikan sebagai alat untuk menangkap memproses dalam menyusun kembali informasi. Pada dasarnya suatu media pembelajaran itu sebagai suatu perantara untuk mencapai pembelajaran sesuai harapan dan keinginan. Media pendidikan merupakan seperangkat alat bantu atau perlengkapan yang digunakan oleh guru atau pendidik dalam rangka berkomunikasi dengan siswa atau peserta didik.21 Alat Bantu itu disebut media, sedangkan media cetak menurut Eric Barnow adalah segala barang yang dicetak yang ditujukan untuk umum atau untuk suatu publik tertentu. Dengan demikian yang dimaksud media cetak meliputi surat kabar, majalah, serta segala macam barang cetakan yang ditujukan untuk menyebarluaskan pesan-pesan komunikasi.22 Sementara dalam kutipan
19
136.
Syaiful Bahri Djamarah, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1996),
20
Azhar Arsyad, Media Pembelajaran (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2006), 3. Sudarwan Danim, Media Komunikasi Pendidikan, Pelayanan Profesional Pembelajaran dan Mutu Hasil Belajar (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), 7. 22 http://www.goggle.com/search/ie=UTF.8&OE=UTF.8sourcied=navclient &Gfris=1&q= pengertian + media + cetak. 21
23
Ronald H Aderson media cetak berarti bahan bacaan yang diproduksi secara profesional seperti buku, majalah, dan buku petunjuk.23 Media cetak mempunyai makna sebuah media yang menggunakan bahan dasar kertas atau kain untuk menyampaikan pesan-pesannya. Unsurunsur utama adalah tulisan (teks), gambar visualisasi atau keduanya. Media cetak ini bisa dibuat untuk membantu fasilitator melakukan komunikasi interpersonal saat pelatihan atau kegiatan kelompok. Media ini juga bisa dijadikan sebagai bahan referensi (bahan bacaan) atau menjadi media instruksional atau mengkomunikasikan teknologi baru dan caracara melakukan sesuatu (leaflet, brosur, buklet). Bisa juga mengkomunikasikan perhatian dan peringatan serta mengkampanyekan suatu isu (poster) dan menjadi media ekspresi dan karya personal (poster, gambar, kartun, komik).24 Media cetak dapat digunakan sebagai media pembelajaran untuk membantu guru dalam menyampaikan materi pelajaran karena media ini banyak menyimpan pesan tertulis yang mudah diterima. 2. Jenis dan Tipe Media Cetak Media cetak sering juga disebut media massa. Ia adalah media promosi yang sangat banyak digunakan untuk mempromosikan sebuah produk. Termasuk media cetak adalah: a. Koran b. Majalah c. Tabloid 25 d. Dan barang cetakan lainnya, seperti buku paket pelajaran, modul teks terprogram, work book. Kalau dilihat dari area penyebarannya media massa cetak ini dibagi dalam beberapa kategori sebagai berikut: a. Media massa internasional b. Media massa nasional c. Media massa lokal d. Media massa kawasan
23 Ronald H.Anderson, Pemilihan dan Pengembangan Media untuk Pembelajaran (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994), 161. 24 http://media.diknas.go.id/media/document/3537.pdf. 25 http://purwanto89.blogspot.com/2008/01/jenis:tipe-media-massa-cetak.html
24
e. Media komunikasi 3. Ciri-ciri Media Cetak sebagai media pembelajaran Media cetak/teknologi cetakan meliputi buku teks, modul, teks terprogram, work book, majalah ilmiah dan lembaran lepas (handout).26 Materi cetakan dan visual merupakan dasar perkembangan dan penggunaan kebanyakan materi pengajaran lainnya. Teknologi ini menghasilkan materi dalam bentuk salinan cetakan. Dua komponen pokok teknologi ini adalah materi teks verbal dan materi visual yang dikembangkan berdasarkan teori yang berkaitan dengan persepsi visual, membaca, proses informasi, dan teori belajar. Teknologi cetak memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. Teks dibaca secara linier. b. Menampilkan komunikasi satu arah reseptif. c. Ditampilkan statis (diam). d. Pengembangan sangat tergantung kepada prinsip-prinsip kebahasaan dan persepsi visual. e. Berorientasi (berpusat) pada siswa. f. Informasi dapat diatur kembali atau ditata ulang oleh pemakai.27 4. Kelebihan dan Kelemahan Media Cetak dalam Pembelajaran Setiap media mempunyai kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihan media cetak dalam pembelajaran adalah: a. Siswa dapat belajar dan maju sesuai dengan kecakapan masing-masing. Materi pelajaran dapat dirancang sedemikian rupa sehingga mampu memenuhi kebutuhan siswa baik yang cepat maupun yang lambat membaca dan memahami. Namun pada akhirnya semua siswa diharapkan dapat menguasai materi itu.
26 27
Ashar Arsyad, Media Pembelajaran (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), 34. Ibid., 20.
25
b. Disamping dapat menguasai materi/mengulangi dalam media cetakan, siswa akan mengikuti urutan pikiran secara logis. c. Perpaduan teks dan gambar dalam halaman cetak merupakan hal lumrah, dan ini dapat menambah daya tarik serta dapat memperlancar pemahaman informasi yang disajikan dalam dua format verbal dan visual. d. Pada teks program, siswa akan berpartisipasi berinteraksi dengan aktif karena harus memberi respon terhadap pertanyaan dan latihan yang disusun. Siswa dapat segera mengetahui apakah jawabannya benar atau salah. e. Meskipun isi media cetak harus diperbarui dan direvisi sesuai dengan perkembangan dan temuan-temuan dalam bidang ilmu itu, materi tersebut dapat diproduksi secara ekonomis dan didistribusikan dengan mudah.28 Adapun keterbatasan/kelemahan media cetak adalah: a. Sulit menampilkan gerak dalam halaman media cetakan. b. Biaya percetakan akan mahal apabila ingin menampilkan ilustrasi gambar/foto yang berwarna-warni. c. Proses pencetakan media seringkali memakan waktu beberapa hari sampai berbulan-bulan tergantung pada peralatan percetakan dan kerumitan informasi pada halaman cetakan.
28
Ibid, 39
26
d. Perbagian unit-unit pelajaran dalam media cetakan harus dirancang sedemikian rupa sehingga tidak terlalu panjang dan membosankan siswa. e. Umumnya media cetakan dapat membawa hasil yang baik jika tujuan pelajaran itu bersifat kognitif, misalnya belajar tentang fakta dan keterampilan. Jarang sekali, jika ada media cetakan terutama teks terprogram yang mencoba menekankan perasaan, emosi atau sikap. f. Jika tidak dirawat dengan baik media cetak cepat rusak/hilang.29 5. Tujuan Digunakannya Media Cetak dalam Proses Pembelajaran a. Tujuan kognitif 1) Menyampaikan informasi yang bersifat fakta seperti kebijakan dan prosedur atau mendeskripsikan fungsi kerja (work function) 2) Mengajarkan pengenalan kembali (recognition) dan pembedaan stimulasi yang relevan. 3) Menyajikan perbendaharaan kata yang digunakan pada fungsifungsi pekerjaan tertentu. 4) Menyajikan kosakata yang digunakan dalam fungsi-fungsi kerja 5) Menerapkan jalan pekerjaan 6) Memberikan gambaran tentang lokasi posisi dan situasi pekerjaan yang akan dihadapi siswa nanti. b. Tujuan psikomotorik
29
Ibid., 40.
27
Digunakan untuk mengajarkan langkah/prinsip dalam keterampilan psikomotor dan untuk menunjukkan posisi sesuatu yang sedang bergerak, atau cara memegang suatu obyek.30 6. Beberapa
Alasan
Penggunaan
Media
Cetak
Sebagai
Media
Pembelajaran a. Bersifat kongkrit, para siswa dapat melihat dengan jelas sesuatu yang sedang dibicarakan atau didiskusikan. b. Dapat digunakan untuk menjelaskan suatu masalah. c. Dapat mengatasi batas waktu dan ruang. d. Mudah didapat dan murah biayanya, karena dia mengandung nilai ekonomis dan meringankan beban sekolah. e. Mudah digunakan baik untuk perorangan maupun untuk kelompok.31 7. Fungsi Media Cetak Sebagai Media Pembelajaran a. Penggunaan media cetak dalam proses pembelajaran bukan merupakan fungsi tambahan, tetapi mempunyai fungsi sendiri sebagai alat Bantu untuk mewujudkan situasi belajar mengajar efektif. b. Menggunakan media cetak dalam pembelajaran merupakan bagian yang integral dari keseluruhan situasi mengajar. c. Penggunaan media cetak dalam pengajaran lebih di utamakan untuk mempercepat proses belajar mengajar dan membantu siswa dalam menangkap pengertian yang diberikan oleh guru. d. Peran media cetak dalam pengajaran di utamakan untuk mempertinggi mutu belajar mengajar.32
30 31
Ronald H. Anderson, Pemilihan dan Pengembangan Media…, 167-168. Asnawir, Media Pembelajaran (Jakarta:ciputat pres, 2002), 48-49.
28
8. Dampak Positif Dari Penggunaan Media Cetak Dalam Pembelajaran a. Penyampaian pelajaran menjadi lebih baku. b. Pembelajaran bisa lebih menarik. c. Pembelajaran menjadi lebih interaktif dengan diterapkanya teori belajar dan prinsip-prinsip yang di terima dalam hal partisipasi siswa, umpan balik, dan penguatan. d. Lama waktu pembelajaran yang diperlukan dapat dipersingkat karena kebanyakan
media
hanya
memerlukan
waktu
singkat
untuk
mengantarkan pesan-pesan dan isi pelajaran dalam jumlah yang cukup banyak dan kemungkinanya dapat diserap oleh siswa. e. Kualitas hasil belajar dapat ditingkatkan bilamana integrasi kata dan gambar media pembelajaran
dapat mengkomunikasikan elemen-
elemen pengetahuan dengan cara yang terorganisasika dengan baik, spesifik, dan jelas. f. Pembelajaran dapat diberikan kapan dan dimana diingikan atau diperlukan terutama jika media pembelajaran dirancang untuk penggunaan secara individu. g. Sikap positif siswa terhadap apa yang mereka pelajari dan terhadap proses belajar dapat ditingkatkan. h. Peran guru dapat berubah kearah yang lebih positif; beban guru untuk menjelaskan yang berulang-ulang mengenai isi pelajaran dapat dikurangi bahkan dihilangkan sehingga ia dapat memusatkan perhatian
32
Syaiful bahri djamarah, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta:PT rineka cipta, 2002), 152.
29
kepada aspek penting lain dalam proses belajar mengajar, misalnya sebagai konsultan atau penasihat siswa.33 9. Strategi Yang Digunakan Dalam Pembelajaran Menggunakan Media Cetak Media pembelajaran terutama media cetak dapat digunakan dengan menggunakan strategi seperti penemuan (diskovery), eksperimen, dan strategi cooperative learning. Media cetak ini juga dapat digunakan untuk perorangan, kelompok, atau kelompok pendengar yang besar jumlahnya a. Penemuan (discovery) Yaitu suatu proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip. Yang dimaksud dengan proses mental tersebut atara lain: mengamati, mencerna, mengukur, mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan dan membuat kesimpulan. Pembelajaran discovery ini merupakan suatu cara mengajar yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat, dengan diskusi, seminar, membaca sendiri dan mencoba sendiri, agar anak belajar sendiri. Strategi ini memiliki keunggulan sebagai berikut : 1) Membantu siswa untuk mengembangkan, memperbanyak kesiapan serta penguasaan ketrampilan dalam proses kognitif / pengalaman siswa. 2) Dapat membangkitkan kegairahan belajar para siswa. 3) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang dan maju sesuai dengan kemampuan masing-masing. 4) Mengarahkan cara siswa belajar, sehingga lebih memiliki motivasi yang kuat untuk belajar lebih giat. 5) Membantu siswa untuk memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri sendiri dengan proses penemuan sendiri. 33
Azhar Arsyad, Media Pembelajaran…, 21-23
30
6) Strategi ini berpusat pada siswa tidak pada guru. Guru sebagai teman belajar saja. Adapun kelemahan strategi ini di antaranya: 1) Pada siswa harus ada kesiapan dan kematangan mental. 2) Bila kelas terlalu besar penggunaan strategi ini kurang berhasil. 3) Strategi ini tidak memberikan kesempatan untuk berfikir secara kreatif.34 b. Eksperimen Adalah satu cara mengajar di mana siswa melakukan suatu percobaan tentang suatu hal, mengamati prosesnya serta menuliskan hasil percobaannya kemudian hasil pengamatan itu di sampaikan di kelas dan dievaluasi oleh guru.35 Tujuan stategi ini agar siswa mencari dan menemukan sendiri berbagai jawaban atas persoalan-persoalan yang dihadapinya dengan mengadakan percobaan sendiri. Adapun kelebihan strategi ini adalah : 1) Siswa terlatih menggunakan metode ilmiah dalam menghadi segala masalah sehingga tidak mudah percaya pada sesuatu yang belum pasti kebenarannya. 2) Mereka lebih aktif berpikir dan berbuat. 3) Siswa dapat melaksanakan proses eksperimen di samping memperoleh ilmu pengetahuan juga menemukan pengalaman praktis serta keterampilan dalam menggunakan alat-alat percobaan. 4) Dengan eksperimen siswa membuktikan sendiri suatu kebenaran teori. c. Strategi cooperative learning 34 35
Roestiyah, Strategi belajar mengajar (Jakarta: PT Rineka cipta, 2001), 20-21. Ibid., 80
31
Strategi cooperative learning adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompo kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar.36 Dalam kegiatan kooperatif siswa secara individu mencari hasil yang menguntungkan bagi seluruh anggota kelompoknya. Jadi belajar kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil dalam pengajaran yang memungkinkan siswa bekerjasama untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok tersebut. Cooperative learning adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat hiterogen, keberhasilan belajar kelompok bergantung pada kemampuan dan aktivitas anggota kelompok, baik secara individu maupun kelompok. Pada dasarnya cooperative larning mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri. Cooperative learning juga dapat di artikan sebagai struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan di antara sesama anggota kelompok. Model belajar cooperative learning merupakan suatu metode pembelajaran yang membantu siswa dalam mengembangkan pemahaman dan sikapnya sesuai kehidupan nyata di masyarakat, sehingga dengan bekerja secara bersama-sama di antara sesama anggota kelompok dalam meningkatkan motivasi, produktivitas dan perolehan belajar.Model belajar cooperative learning mendorong peningkatan kemampuan siswa dalam memecahkan berbagai permasalahan yang ditemui selama belajar. Karena siswa dapat bekerja sama dengan siswa lain dalam menemukan dan merumuskan alternatif pemahaman terhadap masalah materi belajar yang di hadapi. Berbagai pengertian tersebut, maka dalam pembelajaran dengan menggunakan metode cooperative learning pengembangan kualitas diri siswa terutama aspek afektif siswa dapat dilakukan bersama-sama. Belajar dalam kelompok dengan prinsip kooperatif sangat baik di gunakan untuk mencapai tujuan belajar yang sifatnya kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Suasana belajar yang berlangsung dalam interaksi yang saling percaya, terbuka, dan rileks di antara anggota kelompok memberikan kesempatan bagi siswa untuk memperoleh masukan di antara mereka dalam mengembangkan
36
Wilda Kani, odithar.hutabarat, Implimintasi ktsp dalam model pembelajaran (generasi infomedia,2007), 113.
32
pengetahuan, sikap, nilai, moral, serta ketrampilan yang ingin di kembangkan dalam pembelajaran.37 1) Karakter strategi cooperative learning Pembelajaran cooperative learning berbeda dengan strategi pembelajaran yang lain, perbedaan tersebut dapat di lihat dari proses pembelajaran yang lebih menekankan kepada proses kerjasama dalam kelompok. Tujuan yang ingin di capai selain kemampuan akademik adalah adanya unsur kerjasama dalam penguasaan materi Kerjasama ini yang menjadi cirri kas dari pembelajaran kooperatif. Selain itu karakteristik strategi cooperative learning yang lebih spesifik lagi adalah : i. Pembelajaran secara tim
ii.
Pembelajaran cooperative learning adalah pembelajaran secara tim. Di mana tim tersebut ada keheterogenan artinya kelompok tediri atas anggota yang memiliki kemampuan yang berbeda-beda, jenis kelamin serta latar belakang sosial yang berbeda-beda. Hal ini dimaksudkan agar setiap anggota kelompok dapat bertukar pengalaman, saling memberi dan menerima pengalaman sehingga di harapkan setiap anggota dapat memberikan kontribusinya demi keberhasilan sebuah tim atau kelompok. Didasarkan pada menejemen kooperatif
iii.
Dalam ilmu manejemen dikenal dengan tiga fungsi yang menjadi fungsi dari manejemen itu sendiri, yaitu fungsi perencanaan, fungsi organisasi, dan fungsi kontrol. Demikian juga sama bila kita tarik fungsi manejemen tersebut kedalam pembelajaran kooperatif. Fungsi perencanaan menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif memerlukan perencanaan yang matang agar proses pembelajaran berjalan dengan efektif. Fungsi pelaksanan menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif harus dilaksanakan sesuai dengan perencanaan mengenai lamgkahlangkah pembelajaran yang sudah ditentukan. Fungsi organisasi menunjukkan bahwa pembelajaran koopertif adalah pekerjaan bersama-sama antar tiap anggota. Sedangkan fungsi kontrol menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif perlu ditentukan kriteria keberhasilan baik melalui tes atau bekerjasama. Kemauan untuk bekerjasama.
37
Etin Sholehatin, Raharjo, Cooperative Learning Analisa Modal Pembelajaran IPS Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2007), 4-5.
33
Keberhasilan pembelajaran kooperatif di tentukan oleh keberhasilan kelompok. Oleh sebab itu, prinsip bekerja sama dengan sesama anggota perlu ditekankan dalam pembelajaran kooperatif. iv.
Keterampilan bekerja sama.
keterampilan bekerja sama yang dimaksud adalah bahwa siswa harus bisa dan mampu berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota yang lain. Siswa perlu dibantu mengatasi berbagai hambatan dalam berinteraksi dan berkomuniksi, sehigga setiap siswa dapat menyampaikan ide, mengembangkan pendapat, dan memberikan kontribusi demi keberhasilam kelompok.38 2) Prinsip-prinsip pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang terfokus pada penggunaan kelompok untuk bekerjasama. Prinsip yang dimaksud dari pembelajaran kooperatif adalah : i. Prinsip ketergantungan positif (positive interdependence) Dalam pembelajaran kooperatif keberhasilan suatu penyelesaian tugas sangat bergantung kepada usaha yang dilakukan setiap anggota kelompoknya. Oleh sebab itu perlu disadari oleh setiap anggota kelompok bahwa keberhasilan penyelesaian tugas ditentukan oleh kinerja masing-masing anggota. ii.
Tanggung jawab perseorangan (individual accountability)
iii.
Prinsip ini merupakan konskuensi dari prinsip yang pertama. Oleh karena keberhasilan kelompok tergantung pada setiap anggotanya. Maka setiap anggota kelompok harus memiliki tanggug jawab sesuai dengan tugasnya. Interaksi tatap muka (face to Face promotion interaction) Pembelajaran kooperatif memberikan ruang dan kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka saling memberikan informasi dan saling membelajarkan. Prinsip tatap muka ini akan memberikan pengalaman yang berharga kepada setiap anggota kelompok untuk bekerjasama, menghargai setiap perbedaan,
38
Wina sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorentasi Standar proses Pendidikan (Jakarta: Kencana, 2007), 244-246.
34
memanfaatkan kelebihan masing-masing anggota, dan mengisi kekurangan di masing-masing anggota. Partisipasi dan komunikasi (participation communication)
iv.
Pembelajaran kooperatif melatih siswa untuk dapat mampu berpartisipasi aktif dan komunikasi. Untuk dapat melakukan partisipasi dan komunikasi siswa perlu dibekali dengan kemampuan-kemampuan berkomunikasi, ketrampilan berkomunikasi memang memerlukan waktu, siswa tidak mungkin dapat menyesuaikan dalam waktu sekejap. Oleh karena itu, guru perlu terus melatih sampai pada akhirnya siswa memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan baik.39 3) Alasan perlunya suasana belajar kooperatif Terdapat banyak alasan mengapa perlu diterapkan suasana pembelajaran kooperatif dalam kegiatan belajar. Alasan yang dimaksud adalah : 6 Memudahkan anak memerlukan penyesuaian sosial, serta membangkitkan kegembiraan belajar murni. 6
Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois dan egosentris.
6
Meningkatkan kegembiraan berteman tanpa memandang adanya perbedaan kemampuan, jenis kelamin, normal atau berkelainan, etnis, kelompok sosial, agama setia orientasi tugas.
6
Meningkatkan ketrampilan hidup bergotong royong.
Menciptakan suasana belajar kooperatif bukan pekerjaan mudah diperlukan pemahaman filosofis dan keilmuan yang cukup, di sertai dengan dediksi dan latihan yang cukup pula. Menciptakan suasana belajar kooperatif lebih sulit jika dibandingkan dengan menciptakan suasana belajar komperatif dan suasana individualistik40. 4) Keunggulan dan kelemahan strategi cooperative learning 39
Ibid, 246-247. Munawir yusuf, Pendidikan Bagi Anak dengan Problem Belajar (Solo: PT.Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2003), 173-175. 40
35
Model pembelajar cooperative learning merupakan suatu model pembelajaran yang membantu siswa dalam mengembangkan pemahaman dan sikapnya sesuai kehidupan nyata di masyarakat. Sehingga dengan bekerja secara bersama-sama diantara sesama anggota-anggota kelompok akan meningkatkan motivasi, produktivitas, dan perolehan belajar. Belajar model cooperative learning mempunyai banyak keunggulan di samping kelemahannya. a) Keunggulan pembelajaran cooperative learning sebagai suatu strategi pembelajaran diantaranya adalah : 1) Melalui strategi cooperative learning siswa tidak selalu menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berfikir sendiri. 2) Strategi cooperative learning dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan secara verbal, sekaligus membandingkan dengan ide orang lain. 3) Strategi cooperative learning akan membantu anak untuk respek pada orang lain, menyadari keterbatasan diri sendiri serta membantu memberdayakan siswa untuk lebih bertanggung jawab. 4) Strategi cooperative learning merupakan strategi yang mampu
meningkatkan
kemampuan
akademis
siswa
sekaligus kemampuan sosial termasuk mengembangkan rasa percaya diri, hubungan interpersonal yang positif dengan yang lain, mengembangkan ketrampilan membagi waktu, dan sikap positif terhadap sekolah. b) Keterbatasan strategi cooperative learning.
36
Di samping keunggulan di atas strategi cooperative learning juga memiliki keterbatasan diantaranya: 1) Untuk memahami dan mengatasi filosofis serta pembelajaran kooperatif memang butuh waktu sangat tidak rasional kalau kita mengharapkan secara otomatis siswa dapat mengerti
dan memahami filsafat cooperative
learning. 2) Ciri utama strategi cooperative learning adalah bahwa siswa saling membelajarkan. Oleh karena itu, jika tanpa peer teacing yang efektif maka di bandingkan dengan pengajaran langsung dari guru bisa terjadi. Belajar yang demikian apa yang seharusnya dipelajari dan dipahami tidak pernah dicapai oleh siswa. 3) Penilaian yang diberikan dalam strategi cooperative learning didasarkan kepada hasil kelompok. Namun demikian, guru perlu menyadari bahwa sebenarnya hasil atau prestasi yang diharapkan adalah prestasi setiap individu siswa. 4) Keberhasilan strategi cooperative learning dalam upaya pengembangan kesadaran berkelompok memberikan waktu yang cukup panjang. 5) Walaupun
kemampuan
bekerjasama
merupakan
kemampuan yang sangat penting untuk siswa akan tetapi
37
banyak aktivitas kehidupan yang hanya didasarkan kepada kemampuan secara individu.41 c) Langkah-langkah pembelajaran cooperative learning Langkah-langkah dalam model pembelajaran cooperative learning secara umum dapat dijelaskan secara operasional sebagai berikut: 1. Langkah pertama yang dilakukan oleh guru adalah merancang rencana pembelajaran. Pada langkah ini guru mempertimbangkan dan menerapkan target pembelajaran yang ingin dicapai. Dalam pembelajaran perancang program pengorganisasikan materi dan tugas-tugas siswa yang mencerminkan sistem bekerja dalam kelompok kecil. 2. Langkah kedua adalah bahwa dalam aplikasi pembelajaran di kelas, guru merancang lembar observasi yang akan digunakan untuk mengobservasi kegiatan siswa dalam belajar secara bersama dalam kelompok-kelompok kecil. 3. Langkah ketiga adalah dalam melakukan observasi terhadap
kegiatan
siswa,
guru
mengarahkan
dan
membimbing siswa baik secara individu maupun kelompok dalam memahami materi maupun mengenai sikap dan prilaku siswa selama kegiatan berlangsung. 4. Langkah keempat adalah guru memberikan kesempatan kepada
siswa
dari
masing-masing
kelompok
untuk
mempresentasikan kerjanya pada saat diskusi di kelas. Guru 41
Wina sanjaya, Strategi Pembelajaran…, 249-251.
38
bertindak sebagai moderator, hal ini dimaksudkan untuk merngarahkan dan mengoreksi pengertian serta pemahaman siswa terhadap materi atau hasil kerja yang telah ditampilkan.42
B. Pembelajaran Aqidah Akhlak 1. Pengertian Aqidah Akhlak Aqidah Akhlak adalah upaya yang sadar terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, dan mengimani Allah SWT dan merealisasikannya dalam perilaku akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari melalui kegiatan, bimbingan, pengajaran, latihan penggunaan pengalaman dan membiasakan dalam kehidupan masyarakat yang majemuk dalam bidang keagamaan. Pendidikan ini juga diarahkan pada penggunaan Aqidah di satu sisi dan meningkatkan toleransi, saling menghormati dengan penganut agama lain dalam rangka mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa. 2. Fungsi dan Tujuan a. Fungsi Mata pelajaran Aqidah Akhlak di madrasah berfungsi untuk: 1) penanaman nilai ajaran Islam sebagai pedoman mencapai kebahagiaan di dunia dan akherat.
42
Etin Solihatin, Cooperative Learning…10-11.
39
2) Pengembangan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT serta akhlak mulia peserta didik seoptimal mungkin yang sebelumnya sudah ditanamkan dalam lingkungan keluarga. 3) Penyesuaian mental peserta didik terhadap lingkungan fisik dan sosial. 4) Perbaikan kesulitan-kesulitan serta kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan pengamalan ajaran agama Islam dalam kehidupan sehari-hari. 5) Pencegahan peserta didik dari hal-hal negatif dari lingkungan atau dari budaya asing yang dihadapinya. 6) Pengajaran tentang informasi dan pengetahuan keimanan dan akhlak serta sistem dan fungsionalnya. 7) Pembekalan bagi peserta didik untuk mendalami Aqidah Akhlak pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
b. Tujuan Mata pelajaran Aqidah Akhlak bertujuan: 1) menumbuhkan dan meningkatkan keimanan peserta didik yang diwujudkan dalam akhlak yang terpuji melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, serta pengamalan peserta didik tentang Aqidah Akhlak dalam Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dan meningkatkan
40
kualitas keimanan serta ketakwaan Allah SWT agar berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan negara serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.43 2) Mewujudkan manusia Indonesia yang berakhlak mulia dan menghindari akhlak tercela dalam kehidupan sehari-hari dalam kehidupan individu maupun sosial, sebagai manifestasi dari ajaran dan nilai-nilai Aqidah Akhlak.44 3. Ruang Lingkup Pembelajaran Aqidah Akhlak di Madrasah Aliyah berisi bahanbahan pelajaran yang dapat mengarahkan pada pencapaian kemampuan dari peserta didik untuk dapat memahami rukun iman secara ilmiah serta pengamalan dan pembiasaan berakhlak islami untuk dapat dijadikan landasan perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Serta sebagai bekal untuk jenjang pendidikan berikutnya. Ruang lingkup pembelajaran Aqidah Akhlak meliputi tiga aspek yaitu aspek aqidah, aspek akhlak, aspek keteladanan. a. Aspek aqidah terdiri atas prinsip-prinsip akhlak dan metode peningkatannya al-Asma’ al husna, macam-macam tauhiid seperti tauhiid uluuhiyah, tauhiid rubuubiyah, tauhiid ash shifat wa al-afal, tauhid rahmaaniyah, tauhiid mulkiyah dan lain-lain. Syirik dan implikasinya dalam kehidupan, pengertian dan fungsi ilmu kalam serta hubungan dengan ilmu-ilmu lainnya dan aliran-aliran dalam ilmu kalam (klasik dan modern).
43
Departemen Agama RI, Standar Isi Madrasah Aliyah (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, 2006), 22-23. 44 Departemen Agama RI: Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab di Madrasah (Surabaya: Direktorat Jenderal Pendidikan, 2008), 120.
41
b. Aspek akhlak terdiri atas; masalah akhlak yang meliputi pengertian akhlak, induk-induk akhlak terpuji, dan tercela, metode peningkatan kualitas akhlak, macam-macam akhlak terpuji seperti huznuzh-zhan, taubat, akhlak dalam berpakaian, berhias, berjalan, menerima
bertamu, dan
tamu, adil, rida, amat, saleh, persatuan dan kerukunan
akhlak terpuji dalam pergaulan remaja serta pengenalan tentang tasawuf. Ruang lingkup akhlak tercela meliputi; riya’, aniaya dan diskriminasi, perbuatan dosa besar (seperti mabuk-mabukan, berjudi, berzina, mencuri, dan mengkonsumsi serta mengedarkan narkoba), israaf, tabdzir, dan fitnah.45 Cakupan materi pada setiap aspek dikembangkan dalam suasana pembelajaran terpadu melalui pendekatan: a. Keimanan, yang mendorong peserta didik untuk mengembangkan pemahaman dan keyakinan tentang adanya Allah SWT sebagai sumber kehidupan. b. Pengamalan, mengkondisikan peserta didik untuk mempraktekkan dan merasakan hasil pengamatan akhlak mulia dalam kehidupan seharihari. c. Pembiasaan, melaksanakan pembelajaran dengan membiasakan sikap dan perilaku yang baik sesuai dengan ajaran agama Islam yang terkandung dalam Al-Qur'an dan Hadits serta dicontohkan para ulama. d. Rasional, usaha meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran aqidah akhlak dengan pendekatan yang memfungsikan rasio pesera
45
Ibid., 126.
42
didik, sehingga isi dan nilai yang ditanamkan mudah dipahami dengan penalaran. e. Emosional, upaya menggugah perasaan (emosi) peserta didik dalam menghayati Aqidah Akhlak mulia sehingga lebih berkesan dalam jiwa peserta didik. f. Fungsional, menyajikan Aqidah Akhlak yang memberikan manfaat nyata bagi peserta didik dalam kehidupan sehari-hari dalam arti luas. g. Keteladanan, yaitu pendidikan yang menempatkan guru serta komponen madrasah lainnya sebagai teladan, sehingga dari individu yang memiliki keimanan yang teguh dan berakhlak mulia 4. Standar Kompetensi Kompetensi mata pelajaran Aqidah Akhlak berisi sekumpulan kemampuan minimal yang harus dikuasai peserta didik selama menempuh pendidikan di Madrasah Aliyah. Kompetensi ini berorientasi pada perilaku psikomotorik dan afektif dengan dukungan pengetahuan kognitif dalam rangka memperkuat aqidah serta meningkatkan kualitas akhlak sesuai dengan ajaran Islam. Kompetensi mata pelajaran Aqidah Akhlak di Madrasah Aliyah adalah sebagai berikut: a. Memahami dan mengakui hakekat aqidah Islam serta mampu menganalisa secara alamiyah hubungan dalam implementasinya dalam kehidupan sehari-hari. b. Memahami dan meyakini hakekat iman kepada Malaikat serta mampu menganalisa secara alamiah dan terbiasa berakhlak terpuji (kreatif, dinamis dan tawakal) dan menghindari akhlak tercela (pasif, pesimis, putus asa dan bergantung pada orang lain) dalam kehidupan seharihari.
43
c. Memahami dan meyakini kebenaran kitab-kitab Allah serta mampu menganalisis secara ilmiah dan terbiasa berakhlak mulia (bersikap amanah, dan berfikir
serta berorientasi ke masa depan)
dan
menghindari akhlak tercela (memfitnah, mencuri, picik, hedonisme, dan materialistik) dalam kehidupan sehari-hari. d. Memahami dan meyakini Rasul dan beriman kepada hari akhir serta mampu menganalisis secara alamiah dan bersikap serta berperilaku terpuji
memperoleh kehidupan masyarakat (solidaritas,
zuhud,
tasamuh, taawun, saling menghargai dan tidak ingkar janji dalam kehidupan sehari-hari). e. Memahami dan meyakini qada dan qadar serta mampu menganalisis secara ilmiah dan terbiasa berakhlak terpuji terhadap bangsa dan negara, (cinta tanah air, belajar sepanjang hayat, dan lain-lain) dan menghindari akhlak tercela (berjudi, zina, dan narkoba) dalam kehidupan sehari-hari. f. Memahami dan menggunakan ilmu kalam serta mampu menganalisis secara
ilamiah dari aspek teologi dan rasawuf
serta dapat
mengimplementasikan dalam konteks kehidupan sehari-hari.46 5. Kurikulum Mata Pelajaran Aqidah Akhlak Istilah kurikulum dikenal sejak tahun 1856 yaitu ketika pertama kali tercantum pada kamus Webster. Pada waktu itu pengertian kurikulum adalah suatu jarak tempat perlombaan yang harus ditempuh oleh para pelari. Sejak tahun 1955 kurikulum digunakan dalam bidang pendidikan yaitu sejumlah mata kuliah di perguruan tinggi yang harus ditempuh untuk
46
Departemen Pendidikan RI, Standar Isi Madrasah Aliyah …, 22-23.
44
mencapai tingkat tertentu. Istilah kurikulum popular di Indonesia mulai tahun 50-an yang sebelumnya menggunakan istilah “Rencana Pelajaran”.47 Dalam kutipan Nur Ubiyati yang mengatakan bahwa kurikulum adalah sejumlah pengalaman pendidik, kebudayaan sosial, olah raga, dan kesenian yang disediakan oleh sekolah bagi murid-murid di dalam dan di luar sekolah dengan maksud menolongnya, untuk perkembangan menyeluruh dalam segala segi dan merubah tingkah laku mereka, sesuai dengan tujuan-tujuan pendidikan.48 Pengembangan kompetensi dan hasil belajar dalam kurikulum memperhatikan: a. Keterkaitan, rumpun belajar bukan merupakan subyek berdiri sendiri atau terasing satu sama lain. Hasil belajar dalam kurikulum ini saling berhubungan sebagaimana kompetensi peserta didik dalam dunia nyata. b. Luwes, kompetensi dalam kurikulum ini disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat/madrasah yang berbeda. Kompetensi yang dikembangkan juga responsif terhadap perubahan sosial dan teknologi serta dapat memenuhi kebutuhan peserta didik yang tumbuh karena proses perubahan tersebut. c. Pengembangan kurikulum. Semua pengalaman belajar direncanakan seraca keseluruhan mulai dalam pendidikan usia dini sampai kelas XI. d. Kompetensi yang dikembangkan. Kurikulum mendorong peserta didik menghubungkan gagasan, meningkatkan kejadian lokal, nasional dan global dengan demikian mendorong peserta didik untuk melihat berbagai
bentuk
pengetahuan
terkait
dengan
bagian-bagian
pengetahuan secara utuh. 47
Amir Abyan, Perencanaan dan Pengelolaan Pembelajaran Agama Islam (Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1995), 4. 48 Nur Ubiyati, Ilmu Pendidikan Islam (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1977), 75.
45
e. Berorientasi pada peserta didik. Para peserta didik berkembang dan belajar dengan kecakapan dan cara berbeda. Maka pembangunan pengetahuan dan pemahaman baru dengan mengkaitkan pada pembelajaran
dan
pengalaman
sebelumnya.
Kompetensi
pada
kurikulum dan hasil belajar mengakomodasikan kebutuhan ini. 6. Penilaian Untuk mengetahui kompetensi peserta didik sebagai hasil pembelajaran Aqidah Akhlak perlu diadakan penilaian dengan ramburambu sebagai berikut: a. Penilaian yang dilakukan melalui penilaian kemajuan, belajar dan penilaian hasil peserta didik yang terdiri dari pengetahuan, sikap dan perilaku mereka. b. Penilaian kemajuan belajar merupakan pengumpulan informasi tentang kemajuan belajar peserta didik. Penilaian bertujuan untuk mengetahui tingkat kemampuan dasar yang dicapai peserta didik setelah mengikuti kegiatan pembelajaran dalam kurun waktu. Untuk suatu atau jenjang tertentu. c. Penilaian hasil Aqidah Akhlak adalah upaya mengumpulakan informasi untuk tingkat penguasaan peserta didik terhadap suatu kompeten meliputi; pengetahuan, sikap dan nilai. Penilaian hasil belajar ini dilakukan sepenuhnya oleh madrasah yang bersangkutan. Hasil penilaian dijadikan sebagai pertimbangan utama dalam memasuki pendidikan jenjang berikutnya. d. Penilaian hasil belajar Aqidah Akhlak secara nasional dilakukan dengan mengacu pada kompetensi dasar, hasil belajar, standar 46
kompetensi, materi, indikator yang telah ditetapkan dalam kurikulum nasional. Penilaian tingkat nasional berfungsi
untuk memperoleh
informasi dan data tentang mutu hasil penyelenggaraan mata pelajaran Aqidah Akhlak. e. Teknik dan instrumen penilaian yang digunakan adalah yang dapat mengukur dengan tepat kemampuan dan usaha belajar peserta didik. f. Penilaian dilakukan melalui tes dan non tes. g. Pengukuran terhadap ranah afektif dapat dilakukan dan menggunakan cara non tes seperti skala penilaian observasi dan wawancara. h. Penilaian terhadap ranah psikomotorik dan tes perbuatan dengan menggunakan lembaran pengamatan atau instrumen lain. i. Secara umum penilaian dalam pembelajaran Aqidah Akhlak dapat dilihat pada buku pedoman khusus Aqidah Akhlak.49 Dengan demikian pembelajaran Aqidah Akhlak di sekolah dapat mengembangkan dan meningkatkan keimanan, kepribadian, kemampuan sosial, dan kemampuan belajar siswa.
49
Departemen Agama RI, Standar Isi Madrasah Aliyah …, 24-26.
47
BAB III URGENSI MEDIA CETAK DALAM KEGIATAN PEMBELAJARAN AQIDAH AKHLAK DI KELAS XI MA MA’ARIF PUTRI PONOROGO TAHUN PELAJARAN 2008/2009
A. Data Umum 1. Visi, Misi dan Tujuan Madrasah Aliyah Putri Ma’arif Ponorogo i.
Visi Terwujudnya madrasah yang unggul dalam imtaq dan iptek, serta berahlaqul karimah yang berwawasan ahlusunnah wal jama’ah.
ii.
Misi 1) Meningkatkan mutu pendidikan sesuai dengan tuntutan masyarakat dan perkembangan iptek. 2) Meningkatkan prestasi dalam bidang ekstrakurikuler sesuai dengan potensi yang dimiliki. 3) Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara efektif dan efesien, sehingga setiap siswa berkembang secara optimal sesuai dengan potensi yang dimiliki. 4) Menanamkan wawasan keagamaan yang berhaluan ahlussunnah wal jamaah.
iii.
Tujuan Madrasah Dengan mengacu pada tujuan pendidikan menengah dan kepada pasal 3 ayat (1) PP nomor 29 tahun 1990 serta pasal 1 butir
48
6 Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No: 0489/V/1990 pendidikan Madrasah Aliyah bertujuan: 1) menyiapkan siswa untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi 2) Menyiapkan siswa agar lebih mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian yang dijiwai dengan ajaran Islam. 3) Menyiapkan siswa agar mampu menjadi anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial budaya dan alam sekitar yang dijiwai suasana keagamaan.50 2. Sejarah Singkat Berdirinya Madrasah Aliyah Putri Ma'arif Ponorogo Madrasah Aliyah (MA) Putri Ma’arif Ponorogo terletak di jalan Sultan Agung kecamatan Ponorogo kabupaten Ponorogo. Madrasah ini juga sering disebut madrasah mualimat, madrasah ini berdiri pada tanggal 1 Januari 1962 yang akte pendiriannya disahkan oleh Lembaga Pendidikan Ma’arif Ponorogo No. 02/MA/62/1982. Sebenarnya embrio Madrasah Aliyah Putri Ma'arif sudah ada sejak tahun 1955 yaitu berdirinya Madrasah Mu’alimat yang berlokasi di sekitar masjid NU Ponorogo. Dimana kegiatannya berlangsung pada sore hari yang dipimpin oleh Bapak Chafid Tantowi sebagai Kepala Madrasah Tsanawiyah, kemudian pada tahun 1958, murid Tsanawiyah kelas III naik ke kelas IV, pada saat inilah siswi aliyah dimulai dan tepatnya pada tanggal 1 Januari
50
Lihat transkrip dokumen 01/D/F-1/18-III/2009 dalam laporan penelitian ini.
49
1962 disahkan oleh Lembaga Pendidikan Ma’arif dengan nama Madrasah Mu’alimat lengkap NU dipimpin oleh Bapak K.H Oemar Ahmadi dengan menggunakan gedung SD berlokasi di dekat masjid NU. Kegiatan belajar mengajar di Madrasah ini pada waktu itu dilaksanakan pada sore hari. Dengan berkembangnya pendidikan dan bertambahnya murid maka kegiatan belajat mengajar MTs dialihkan pada waktu pagi hari , karena minimnya fasilitas gedung maka kegiatan belajar mengajar dipindahkan ke pondok Durisawo pada tahun 1956. Adapun sebagai kepala MTs-nya tetap Bapak Chafid Tantowi yang dibantu oleh beberapa guru lainnya diantaranya adalah: a. Bapak Asmuni b. Bapak Muklas c. Bapak Harun d. Bapak KH. Hasanudin e. Bapak Dr. KH. Chumaidi Syamsuddin, MA. Pada tahuan 1975 yang mana bapak Chafid Tantowi yang masih berstatus guru SMP di tarik kembali ke SMP, kemudian digantikan oleh bapak Imam Arifin sebagai kepala Madrasah Tsanawiyah. Pada masa kepemimpinan Bapak Imam Arifin
mulai terjadi
pemisahan antara murid putra dan putri, pemisahan ini tidak hanya tempat duduk dan bangku belajar, tetapi murid putra di pondok Durisawo bagian barat sedangkan putri di bagian timur. Maka tenaga pendidikpun di tambah untuk guru putri diantaranya:
50
a. Bapak KH Mujab Thahir b. Bapak KH Muhayat Syah c. Bapak Imam Badri Mukmin d. Bapak Imam Arwani Pertumbuhan dan perkembangan Madrasah Aliyah Putri Ma'arif ini cukup pesat sehingga sekitar tahun 1958 jumlah murid melonjak tinggi. Pemisahan murid putra dan putri yang semula hanya di pondok timur dan barat, pada masa ini sebagian dari siswi ke masjid NU Bangunsari dan akhirnya berubah menjadi mu’alimat. Sedangkan yang putra dipindahkan ke SMP NU jalan Batoro Katong
dengan dibantu beberapa guru di
antaranya: a. Bapak KH Muhayat Syah b. Bapak Mudofar Perkembangan Madrasah yang terus menerus makin pesat akhirnya dengan kesadaran masyarakat yang tinggi maka sekolah pun ditambah gedung sehingga pada waktu itu, sebagian murid dipindahkan ke gedung bapak H. Idris, Jalan Sriwijaya. Akan tetapi pemindahan ini bersifat sementara. Adapun kepala sekolah yang ditunjuk adalah Bapak KH Oemar Ahmadi pada tahun 1968-1988. Pada tahun 1962 Madrasah Mu’alimat disahkan oleh Lembaga Madrasah Ma’arif, yakni Madrasah Mu’alimat lengkap mulai tingkat kelas satu sampai dengan kelas enam di bawah pimpinan Bapak KH. Oemar Ahmadi dengan guru diantaranya:
51
a. Bapak KH. Maghfur Hazbullah dari Pondok Modern Gontor b. Bapak KH Hasyim Saleh dari Pondok Pesantren Jampes Kediri c. Bapak Maftuh Zainuri dari Pondok Modern Gontor d. Bapak Imam wiyono dari Pondok Modern Gontor e. Bapak Mansyur Solikhin di Pondok Termas Pacitan Pendidikan di Madrasah Mu’alimat baik dalam pendidikan agama maupun pendidikan umum mendapat dukungan dari masyarakat. Maka tidak heran bila Madrasah Mu’alimat mendapat bantuan dari Departemen Agama baik tenaga pendidik, buku-buku ataupun kitab–kitab. 3. Profil Madrasah Aliyah Putri Ma'arif Ponorogo 1.
Nama Sekolah
: MA Putri Ma'arif Ponorogo
2.
Alamat
: Jl. Sultan Agung No. 81 Kel. Bangunsari Kec. Ponorogo Kab. Ponorogo
3.
Propinsi/Kode Pos
: Jawa Timur, 63419
4.
Sekolah di buka tahun
: 1 Januari 1962
5.
SK/Izin Pendirian Sekolah
: LP Ma’arif Cabang Ponorogo 02/MA/62/82
6.
No. Statistik Sekolah
: 312.35.02.16.263
7.
Jenjang Akreditasi Sekolah
: Terakreditasi B
8.
No. Identitas Sekolah
: 421/1228/40547/2003
9.
Nama Yayasan
: Madrasah Aliyah Putri Ma'arif Ponorogo
52
10. Penyelenggara
: Yayasan LP Ma’rif Cabang Ponorogo
11. Alamat
: Jl. Sultan Agung No. 83 Kel. Bangunsari kec. Ponorogo kab. Ponorogo51
4. Letak Geografi52 MA Putri Ma’arif Ponorogo terletak di jalan Sultan Agung no 83. Kelurahan Bangunsari, kecamatan Ponorogo. Adapun batas-batasnya sebagai berikut: e. Bagian utara berbatasan dengan Kelurahan Cokromenggalan f. Bagian selatan berbatasan dengan Kelurahan Bangunsari. g. Bagian barat berbatasan dengan Kelurahan Mangkujayan. h. Bagian timur berbatasan dengan Kelurahan Kertosari. 5. Struktur Organisasi Madrasah Aliyah Putri Ma'arif Ponorogo 53 Untuk menjalin kerjasama yang baik dalam menjalankan visi dan misi serta untuk mencapai tujuan pendidikan di MA Putri Ma’arif Ponorogo dibutuhkan struktur organisasi yang nantinya memiliki fungsi dan peranan masing-masing. Struktur organisasi ini merupakan bagian yang berhubungan dengan garis kekuasaan serta tanggung jawab keseluruhan organisasi
51
Lihat transkrip dokumen 03/D/F-3/24-III/2009 dalam laporan penelitian ini Lihat transkrip dokumen 04/D/F-4/27-III/2009 dalam laporan penelitian ini. 53 Lihat transkrip dokumen 05/D/F-5/02-IV/2009 dalam laporan penelitian ini. 52
53
6. Susunan Personalia Madrasah Aliyah Putri Ma'arif Ponorogo Tahun Pelajaran 2008/200954 Susunan Personalia Madrasah Aliyah Putri Ma'arif Ponorogo Tahun Pelajran 2008/2009 Kepala Sekolah
:
Musthofa Kamali, S.Ag.
Kepala Tata Usaha
:
Samsudin, S.Ag.
Kepala Kurikulum
:
Marini, S.Pd.
Waka Kesiswaan
:
M. Saiful Islam, S.Ag.
Waka Humas
:
M. Manarudin, S.Pd.I
Waka Sarana Prasarana
:
Djahuri Ahkam, BA
Guru-guru MA Ma’arif Putri Po
:
KH. Muchsin Sofyan H. Zaroni Fadli Sudarmi, BA Nanik Purwati, Sp. Patmi Samsiati, S.Pd. Munib Wajdi, S.Pd. H. Fahiman Rosyid Suprihatin, S.Pd. Endi Sugeng Pranantyo, S.Pd. Nurul Atiyah
Nama-Nama Wali Kelas Madrasah Aliyah Putri Ma'arif Ponorogo Tahun Pelajaran 2008/2009 Nama
No.
Jabatan
1.
Moh. Manarudin, S.Pd.I
Wali kelas X
2.
Nurul Atiyah
Wali Kelas XI
3.
Patmi Samsiati, S.Pd
Wali kelas XIIA
4.
Nanik Purwati, Sp.
Wali kelasXIIB
54
Keterangan
Lihat transkrip dokumen 06/D/F-6/02-IV/2009 dalam laporan penelitian ini
54
7. Buku dan Alat Penunjang
Pendidikan Madrasah Aliyah Putri
Ma'arif Ponorogo Tahun Pelajaran 2008/200955 Data Buku dan Alat Pendidikan Madrasah Aliyah Putri Ma'arif Tahun Pelajaran 2008/2009
No.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
9.
10. 11. 12. 13. 14. 15.
Mata Pelajaran
PKn Bahasa & Sastra Indonesia Bahasa Inggris Matematika Seni Budaya Pendidikan Jasmani Sejarah Nasional Ilmu Pengetahuan Sosial (umum) a. Geografi b. Ekonomi & Akuntansi c. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Alam a. Fisika b. Kimia c. Biologi Keterampiln TIK Pendidikan Agama SKI Muatan Lokal Komputer
55
Bukti Dokumen Pegangan Pegangan Penunjang Guru Siswa Jml jml Jml jml Jml jml Judul Eks Judul Eks Judul Eks 3 6 3 70 2 4 3 9 2 60 4 4 3 3
3 9
3 2
2
6
3
6
3 3
3 3
1 3
3
3
1
1 1 1 1 14 3 7 3 60
2 2 2 1 16 3 7 3 92
100 80
2 4
4 8
2
2
20 20
2 2
4 4
20
2
4
2 1
50 20
3 2 2
6 6 4
6
235
8
14
27
10 755
39
10 76
Jumlah
Lihat transkrip dokumen 10/D/F-7/16-IV/2009 dalam laporan penelitian ini.
55
Ket.
Sarana Prasarana Fasilitas
No.
Jumlah
1.
Meja siswa
100
2.
Kursi siswa
100
3.
Kursi guru/TU
6
4.
Meja guru
12
5.
Lemari
7
6.
Rak Guru
3
7.
Berangkas
3
8.
Mesin ketik
4
9.
Komputer
8
10.
Mesin jahit
4
11.
Peralatan tata boga
3p
12.
Peralatan pramuka
3p
13.
Peralatan kaligrafi
5p
8. Luas Tanah
Status
Keterangan
dan Pengelolaan Sarana Prasarana Pendidikan di
Madrasah Aliyah Putri Ma'arif Ponorogo Tahun Pelajaran 2008/200956 Data Luas Tanah dan Pengelolaan Sarana Prasarana Pendidikan di Madrasah Aliyah Putri Ma'arif Ponorogo Tahun Pelajaran 2008/2009 No.
Jenis Ruangan/Bangunan
Jml
Luas m2
1.
Halaman
-
-
2.
Ruang kelas
5
280
3.
R. Kepala kelas
1
12
4.
R. Guru
1
28
5.
R. Tu
1
124
6.
R. BP/BK
1
6
56
Status
pinjam
Lihat transkrip dokumen 11/D/F-8/18-IV/2009 dalam laporan penelitian ini.
56
Ket.
7.
R. Perpustakaan
1
28
8.
R. UKS
1
6
9.
R. Komputer
1
20
10.
R. Koperasi
1
-
11.
R. OSIS
1
12.
R. Ibadah/Masjid
1
660
13.
Kamar mandi/WC guru
1
4
14.
Kamar mandi/WC siswi
2
4
15.
Gudang
1
12
16.
R. Serbaguna
1
26
17.
R. Laboratorium
1
30
18.
Keterampilan
1
54
19.
R. Praktek Kerja
1
10
Jumlah
pinjam
NU
23
B. Data Khusus 1. Data tentang Urgensi Media Cetak dalam Kegiatan Pembelajaran Aqidah Akhlak i.
Latar belakang digunakannya media cetak sebagai media pembelajaran Aqidah Akhlak di kelas XI MA Putri Ma’arif Ponorogo Dengan menggunakan media cetak seperti tabloid, majalah, buku paket, Koran, dan LKS sebagai media pembelajaran siswa akan lebih mudah dalam memahami materi dan proses belajar.
57
Seperti yang di ungkapkan oleh bapak Mustofa Kamali S.Ag “Dalam pembelajaran saya menggunakan LKS, tetapi saya tidak membatasi siswa untuk menggunakan sumber-sumber lain seperti tabloid, majalah dan sebagainya untuk membantu siswa dalam memahami materi karena dengan kebebasan siswa akan mempunyai wawasan yang lebih sebagai studi banding antara teori dengan praktek di kelas dan di lingkungan masyarakat. Karena siswi-siswi di sini memiliki karakteristik yang berbedabeda”.57
Dan juga seperti yang dituturkan oleh bapak Samsudin S.Ag “ Guru menggunakan media cetak sebagai media pembelajaran seperti majalah, tabloid, dan sebagainya itu karena siswi-siswi MA Putri Ma’arif ini mempunyai banyak perbedaan dalam belajar, serta kemampuan memahami materi berbeda-beda sehingga dengan media ini mempermudah guru dan siswa dalam mempelajari materi tersebut”.58
Keterangan di atas juga diperkuat dan perjelasan yang diberikan oleh ibu Marini Spd. “ Siswi-siswi MA Putri Ma’arif ini mempunyai kemampuan berfikir, memahami dan mencerna pelajaran itu berbeda-beda dan dengan media cetak sebagai media pelajaran guru akan lebih mudah untuk memberikan materi dan begitu pula dengan siswa ia akan mudah juga dalam memahami materi tersebut”.59
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa guru menggunakan media cetak sebagai media pembelajaran seperti majalah, tabloid, Koran, dan sebagainya karena siswi-siswi disini memiliki kemampuan merfikir yang berbeda. ii.
Strategi pembelajaran berbasis media cetak di kelas XI MA Putri Ma’arif Ponorogo Madrasah aliyah putri MA Ma’arif Ponorogo adalah sebuah lembaga instansi pendidikan islam yang dijadikan sebagai tempat di selenggarakan proses belajar bagi anak didiknya. Tetapi dalam kenyataanya masih banyak ditemukan kekurangan-kekurangan dalam 57
Lihat transkrip wawancara 01/W/F-1/16-III/2009 dalam laporan penelitian ini. Lihat transkrip wawancara 02/W/F-1/06-IV/2009 dalam laporan penelitian ini. 59 Lihat transkrip wawancara 03/W/F-1/06-IV/2009 dalam laporan penelitian ini. 58
58
proses pembelajaran yang setiap hari di lalui. Misalnya pada saat proses belajar mengajar berlangsung ada siswa yang mengantuk, sering keluar
kelas,
mengacuhkan
guru,
berbicara
dengan
teman
sebangkunya, tidak mau bertanya tentang materi yang belum jelas, tidak mau kerjasama dengan teman lainnya waktu diskusi dan sebagainya. Di Ma Putri Ma’arif Ponorogo ini, khususnya di kelas XI dalam proses belajar mengajar dengan menggunakan media cetak sebagai media pembelajaran dan menggunakan strategi cooperative learning sebagai strategi belajarnya seperti yang di katakan oleh Bapak Samsudin S Ag : “Dalam pembelajaran kita banyak menggunakan bermacam strategi, seperti penemuan (discovery), exsperimen, tetapi guru sering menggunakan strategi cooperative learning, sebagai strategi belajar, karena strategi ini di anggap paling tepat membantu siswa dalam menguasai materi”.60
Dan juga seperti yang dituturkan oleh Bapak Mustofa Kamali S Ag selaku guru Aqidah Ahklak : “ Strategi cooperative learning dalam pembelajaran Aqidah Akhlak ini sangat tepat di gunakan , karena disini siswa akan di latih untuk aktif di dalam kelas “.61
Strategi cooperative learning ini adalah salah satu strategi pembelajaran yang membantu siswa untuk aktif dan kreatif sehingga
60 61
Lihat transkip dokumentasi 04/F-2/06-V/2009 dalam laporan penelitian ini Lihat transkip dokumentasi 05/W/F-2/20-V/2009 dalam laporan penelitian ini
59
dapat meningkatkan kemampuan siswa memecahkan masalah dalam kegiatan belajar mengajar. Strategi cooperative learning ini sangat penting di dalam proses kegiatan belajar mengajar karena di dalam strategi cooperative learning terdapat beberapa metode pembelajaran yang sangat bagus dalam menciptakan tujuan pembelajaran di antanya adalah metode ceramah, Tanya jawab, metode diskusi, kerja kelompok, dan lain-lain. Seperti yang di ungkapkan oleh Bapa K. Mustofa Kamali S Ag. “ Dalam pembelajaran biasanya kita menggunakan banyak metode seperti diskusi, metode ceramah, Tanya jawab, kerja kelompok dan metode- metode yang sesuai dengan materi yang di ajarkan ”.62
1. Metode ceramah Metode ini merupakan metode mengajar yang paling tradisional dan telah lama dijalankan dalam sejarah pendidikan. Dahulu guru menyampaikan pengetahuan pada siswa ialah dengan lisan atau ceramah. Cara ini kadang-kadang membosankan maka dalam pelaksanaan memerlukan keterampilan tertentu agar gaya penyajiannya tidak membosankan dan menarik perhatian murid. Cara mengajar dengan ceramah dapat dikatakan juga sebagai teknik kuliah, karena teknik ini merupakan cara suatu mengajar yang digunakan untuk menyampaikan keterangan informasi secara lisan.
62
Lihat transkip wawancara 06/W/F-2/12-V/2009 dalam laporan penelitian ini.
60
2. Metode tanya jawab Untuk menciptakan kehidupan interaksi mengajar, perlu guru menggunakan teknik tanya jawab atau dialog, ialah suatu teknik untuk memberi motivasi pada siswa agar bangkit pemikirannya untuk bertanya, selama mendengarkan pelajaran atau guru yang mengajukan pertanyaan-pertanyaan itu, kemudian siswa menjawab. Guru menggunakan metode tanya jawab ini mempunyai tujuan, agar siswa dapat mengerti atau mengingat-ingat tentang fakta yang dipelajari, didengar ataupun dibaca, sehingga mereka memiliki pengertian yang mendalam tentang fakta itu. Diharapkan pula dengan tanya jawab itu mampu menjelaskan langkah-langkah berfikir
atau
proses
yang
ditempuh
dalam
memecahkan
soal/masalah sehingga jalan pikiran anak tidak meloncat-loncat. Penggunaan teknik tanya jawab biasanya baik untuk maksud-maksud yang diperlukan untuk menyimpulkan atau mengikhtisarkan pelajaran atau apa yang dibaca dengan dibantu tanya jawab siswa akan tersusun jalan pikiran sehingga mencapai perumusan yang baik dan tepat. Tanya jawab dapat membantu tumbuhnya perhatian siswa pada pelajaran serta mengembangkan kemampuan untuk menggunakan pengetahuan dan pengalamannya sehingga pengetahuan menjadi fungsional.
61
3. Metode diskusi Metode diskusi adalah salah satu metode belajar mengajar yang dilakukan oleh seorang guru di sekolah, di dalam diskusi ini proses interaksi antara dua atau lebih individu yang terlibat. Saling tukar menukar pengalaman, informasi, memecahkan masalah, dan semua siswa aktif, tidak ada yang pasif sebagai pendengar saja. Tujuan menggunakan teknik diskusi: a) dengan diskusi siswa didorong menggunakan pengetahuan dan pengalamannya untuk memecahkan masalah, tanpa selalu bergantung kepada pendapat orang lain. Mungkin ada perbedaan segi pandangan, sehingga memberi jawaban yang berbeda, hal itu tidak menjadi soal asal pendapat itu logis dan mendekati
kebenaran.
Jadi
siswa
dilatih
berfikir
dan
memecahkan masalah sendiri. b) Siswa mampu menyatakan pendapat-pendapatnya secara lisan, karena hal itu perlu untuk melatih kehidupan yang demokrasi. Dengan demikian siswa melatih lisan tentang suatu masalah bersama. c) Diskusi memberi kemungkinan pada siswa untuk belajar berpartisipasi dalam pembicaraan untuk memecahkan suatu masalah bersama.
62
4. Kerja kelompok Teknik ini sebagai salah satu strategi belajar mengajar. Ia adalah salah satu mengajar dimana siswa di dalam kelas dipandang sebagai suatu klompok atau dibagi menjadi beberapa kelompok. Penggunaan teknik kerja kelompok untuk mengajar mempunyai tujuan agar siswa mampu bekerja sama dengan teman yang lain dalam mencapai tujuan bersama. Pada dasarnya karakteristik mata pelajaran Aqidah Ahklak adalah menekankan pengetahuan, pemahaman, dan penghayatan siswa terhadap kenyakinan atau kepercayaan (iman). Secara perwujudan kenyakinan dalam bentuk sikap hidup siswa baik perkataan maupun amal perbuatan dalam berbagai aspek kehidupan sehari–hari. Untuk mencapai kesemuanya itu maka guru Aqidah Ahklak memilih strategi cooperative learning sebagai strategi pembelajaran karena strategi ini di anggap yang paling tepat dengan memadukan berbagai metode yang terdapat di dalamnya Guru mencapai tujuan pembelajaran. Ibu Marini S Pd selaku waka kurikulum menuturkan bahwa : “ Di dalam pembelajaran dengan menggunakan strategi cooperative learning fungsi guru hanyalah sebagai fasilitator, sehingga akan menjadikan siswa lebih aktif dan kreatif karena mereka akan berusaha menggali pengetahuan diri sendiri dan mencari informasi tentang materi-materi pembelajaran “.63
63
lihat transkrip wawancara 11/W/F-2/15-V/2009 dalam laporan penelitian ini.
63
Dari hal–hal diatas, guru akan memberikan kesempatan pada siswa untuk mengembangkan pemikiran dan pendapat–pendapat yang di milikinya. Pada kenyataan di lapangan strategi cooperative learning sangat cocok di gunakan dalam pembelajaran Aqidah Akhlak. Hal itu berangkat dari satu alasan yang mendasar bahwasanya dengan strategi ini biasa membantu siswa dalam mencapai sederet kompetensi yang telah di rumuskan pada setiap pelajaran termasuk pada pelajaran Aqidah Akhlak. Dari uraian diatas, Bpk Mustofa Kamali S.Ag mengemukakan bahwa ada beberapa alasan dalam menggunakan strategi cooperative learning. 1. Menjadikan siswa lebih aktif pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. 2. Dapat meningkatkan semangat bagi siswa. 3. Menjadikan siswa memiliki tanggung jawab yang tinggi. 4. Siswa lebih semangat dan senang, sehingga lebih mudah menyerap materi yang di pelajari. Dengan demikian secara otomatis pencapaian sederet kompetensi akan semakin mudah di capai. Namun demikian, setiap strategi pembelajaran yang di gunakan oleh guru dalam penerapan akan terdapat kelebihan dan kekurangan. Demikian halnya dengan penerapan strategi cooperative learning pada pembelajaran Aqidah Akhlak di kelas XI MA Putri Ma’arif Ponorogo.
64
Adapun kelebihan dalam penggunaan strategi cooperative learning adalah: a. Dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. b. Dapat meningkatkan hasil belajar siswa. c. Dapat meningkatkan kemampuan belajar siswa. d. Dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain. e. Dapat menjadikan siswa lebih aktif dalam mencari informasi tanpa harus tergantung pada guru. f. Secara tidak langsung dapat meningkatkan social skill siswa. Adapun kelemahan-kelemahan dalam menggunakan strategi cooperative learning adalah: a. Kadang membuat siswa kurang memiliki rasa tanggung jawab terhadap kelompok diskusi. b. Bagi siswa yang aktif kadang akan lebih aktif dan bagi siswa yang kurang aktif kadang akan pasif. c. Banyak menghabiskan waktu dan tenaga. d. Siswa yang mempunyai kemampuan rendah akan merasa tertekan karena tidak mampu bersaing dengan siswa lain. e. Kurangnya rasa kerjasama dalam kelompok belajar akhirnya tidak mencapai tujuan pembelajaran.64
64
lihat transkrip wawancara 06/W/F-2/12-V/2009 dalam laporan penelitian ini.
65
iii.
Dampak positif digunakannya media cetak Di kelas XI MA Putri Ma’arif Ponorogo Pendidikan Aqidah Akhlak adalah suatu proses pembelajaran bagi peserta didik yang bertujuan untuk mewujudkan manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, cerdas, terampil, berbudi pekerti luhur, dan bertnggung jawab terhadap dirinya, bangsa, Negara, serta agama. Maka dari itu sangat penting pembelajaran Aqidah Akhlak diterapkan. Dengan menggunakan media cetak untuk mengembangkan wawasan, pemikiran peserta didik, dan kemampuan menginternalisasikan ajaran-ajaran islam dalam kehidupan sehari-hari serta mampu mengatasi problematika. Penggunaan media yang tepat akan memberikan dampak pada pencapaian tujuan pembelajaran. Seperti yang dituturkan oleh bapak Mustofa Kamali S.Ag selaku guru Aqidah Akhlak. “Di MA Putri Ma’arif khususnya kelas XI telah menggunakan media cetak pada pembelajaran Aqidah Akhlak, karena media ini sangat di perlukan untuk mendukung perkembangan wawasan siswa efektif untuk pencapaian tujuan belajar”.
dan sangat
65
Dengan tercapainya tujuan pembelajaran maka juga akan menentukan prestasi siswa serta memberikan kualitas lulusan yang baik. Dari pembelajaran Aqidah Akhlak dengan menerapkan media
65
Lihat transkip wawancara 10/W/F-2/14-V/2009 dalam laporan penelitian ini.
66
cetak sebagai media pembelajaran maka diperoleh hasil yang cukup memuaskan seperti penuturan bapak Mustofa Kamali S.Ag : “Hasil prestasi siswa pada pembelajaran Aqidah Akhlak dengan menggunakan media cetak cukup bagus dan cukup memuaskan. Dengan menggunakan media ini siswa lebih mudah mengembangkan wawasan, berani berpendapat, dan berani mengungkapkan argumen-argumennya”.66
Dengan digunakannya media cetak dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam khususnya Aqidah Akhlak, maka dalam pendidikan media ini memberi dampak positif. 1) Bagi guru Guru lebih mudah dalam menyampaikan materi dan menambah
wawasan.
Guru
sebagai
pendidik
diharapkan
mempunyai wawasan yang luas tentang keagamaan, selain itu guru juga sebagai fasilitator dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam khususnya Aqidah Akhlak harus mampu menjelaskan suatu pembelajaran dengan bahasa yang mudah dipahami oleh siswa. Berdasarkan wawancara dengan guru Pendidikan Agama Islam bapak Mutofa Kamali S.Ag. “Dengan digunakannya pendekatan pembelajaran , akan lebih mudah dalam menyampaikan materi sehingga siswa akan mudah memahami pelajaran.”67
Pembelajaran
dengan
menggunakan
media
cetak
memberikan banyak informasi sebagai penunjang pembelajaran.
66 67
Lihat transkip wawancara 10/W/F-2/14-V/2009 dalam laporan penelitian ini. lihat transkrip wawancara 09/W/F-3/12-V/2009 dalam laporan penelitian ini.
67
2) Bagi siswa a) Kemampuan akademik. Kemampuan
akademik
adalah
kemampuan
meningkatkan pemikiran untuk berfikir benar, untuk itu kemampuan akademik merupakan hal yang paling urgen untuk dicapai dalam proses belajar mengajar. Sebagaimana hasil wawancara dengan bapak Mustofa Kamali S.Ag. “ Salah satu yang ditekankan dalam pembelajaran Aqidah Akhlak adalah meningkatkan kemampuan akademik di antaranya prestasi peserta didik menjadi baik. Mampu menyelesaikan tugas dan memahami materi dengan cepat”.68
Selain dari pendapat guru di atas ada pengakuan dari siswi mengenai kemampuan akademik berupa pemahaman materi pelajaran seperti hasil wawancara dengan salah satu siswi yaitu Rita Ristiana. “Saya sangat senang dengan materi yang di ajarkan oleh bapak guru sekarang ini. Karena lebih mudah di pahami jadi nilai 69
saya lebih baik dan memuaskan”.
b) Kemampuan personal Kemampuan
personal
adalah
kemampuan
yang
menunjang kemampuan akademik siswa dalam mata pelajaran, khususnya dalam hal pembelajaran kepribadian. Untuk itu, 68 69
lihat transkrip wawancara 12/W/F-3/15-V/2009 dalam laporan penelitian ini. lihat transkrip wawancara 08/W/F-3/14-V/2009 dalam laporan penelitian ini.
68
penerapan media cetak sebagai media pembalajaran di MA Putri Ma’rif
Ponorogo dapat membantu meningkatkan
personal skill siswa sebagaimana di ungkapkan oleh bapak Mustofa Kamali S.Ag sebagai berikut. “Dengan adanya media cetak sebagai media pembelajaran kemampuan personal skill siswa menjadi meningkat yaitu semangat belajar siswa menjadi meningkat, frekuensi siswa datang terlambat berkurang, siswa lebih aktif masuk sekolah serta kepribadian siswa terbentuk lebih baik”.70
Dari beberapa pernyataan di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa media cetak adalah salah satu media pembelajaran yang membantu siswa untuk lebih aktif dan efektif dalam pelajaran khususnya dalam mengembangkan wawasan dan pemikiran siswa pada pembelajaran Aqidah Akhlak. Akan tetapi, dalam penerapan media cetak dalam pembelajaran ini guru juga menemui hambatan-hambatan dan memerlukan upayaupaya dalam mengatasinya. Adapun hambatan-hambatan dan upayaupaya guru untuk mengatasinya adalah sebagai berikut. a. Hambatan
yang
di
hadapi
guru
Aqidah
Akhlak
menggunakan media cetak sebagai media pembelajaran. 1) Terbatasnya referensi di perpustakaan Seperti yang di tuturkan oleh Ibu Patmi Syamsiah Spd.
70
lihat transkrip wawancara 13/W/F-3/06-V/2009 dalam laporan penelitian ini.
69
dalam
“Perpustakaan ini masih belum di tambah referensinya sehingga dalam pembelajajaran Aqidah Akhlak biasanya anak-anak memakai LKS, tabloid, dan majalah. Semua itu baik guru dan muridnya.Karena materi lebih singkat, padat, dan mudah dipahami”.71
Dan juga di jelaskan oleh Bapak M. Syaiful Islam S.Ag. “Buku-buku di perpustakaan belum bisa mencukupi sejumlah keseluruhan siswa sehingga jika mau menambah materi siswa harus foto copy atau pinjam ke perpustakaan lain”.72
2) Terjadinya kesenjangan keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar di kelas. 3) Kurangnya tanggung jawab dan kerjasama dalam kelompok diskusi, hal ini kadang memunculkan tingkah laku dari sebagian siswa yang terlalu over ketika proses belajar di kelas berlangsung. Dari pihak peserta didik tampaknya media cetak sebagai media pembelajaran mendapat respon yang cukup baik sebagaiman di tuturkan oleh seorang siswa kelas XI MA Putri Ma’arif yang bernama Siti Mardiah bahwa “Menurut saya pembelajaran Aqidah Akhlak menggunakan media cetak seperti yang digunakan oleh guru bidang studi Aqidah Akhlak cukup membantu saya dan teman-teman dalam mempelajari materi, karena dalam media cetak ini guru menggunakan metode yang bervariasi sehingga kita mendapat kesempatan yang luas untuk bertanya
71 72
lihat transkrip wawancara 07/W/F-3/12-V/2009 dalam laporan penelitian ini. lihat transkrip wawancara 05/W/F-2/16-V/2009 dalam laporan penelitian ini.
70
dan berpendapat, hal ini membuat saya lebih mudah dalam memahami pelajaran”.
b. Upaya
guru
pembelajaran
73
dalam
mengatasi
menggunakan
hambatan-hambatan
media
cetak
sebagai
dalam media
pembelajaran. Berikut ini beberapa usaha guru Aqidah Akhlak dalam mengatasi hambatan-hambatan penggunaan media cetak sebagai media pembelajaran Aqidah Akhlak di kelas XI MA Putri Ma’arif Ponorogo. 1) Guru Aqidah Akhlak berusaha untuk memilah-milah materi pokok yang ada dalam silabus pengajaran, mana yang sekiranya
lebih
substansial
dan
didahulukan
dalam
menyampaikan kepada siswa. 2) Guru mencari literatur primer untuk membantu pada kegiatan belajar. 3) Guru melakukan pembagian-pembagian anggota kelompok belajar siswa yang lebih bervariasi dan akomotatif. Bervariasi artinya anggota dari setiap kelompok belajar siswa yang ada setiap saat selalu di adakan perubahan-perubahan anggotanya. Hal ini sebagai upaya mengurangi kesenjangan yang terjadi pada siswa.
73
lihat transkrip wawancara 09/W/F-2/14-V/2009 dalam laporan penelitian ini.
71
4) Guru memberikan semangat kepada siswa supaya lebih aktif dalam belajar. 5) Guru memberikan wawasan dan memberikan contoh diskusi supaya suasana diskusi lebih hidup dan mendapat hasil yang lebih baik. 6) Guru selalu mengingatkan kepada siswa untuk seling kerjasama dalam kelompok.
72
BAB IV ANALISIS DATA TENTANG URGENSI MEDIA CETA DALAM KEGIATAN PEMBELAJARAN AQIDAH AKHLAK DI KELAS XI MADRASAH ALIYAH PUTRI MA'ARIF PONOROGO TAHUN AJARAN 2008/2009
A. Analisis tentang Latar Belakang Digunakannya Media Cetak sebagai Media Pembelajaran Aqidah Akhlak di Kelas XI Madrasah Aliyah Putri Ma'arif Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan penulis dapat menganalisis bahwa latar belakang digunakannya media cetak dalam pembelajaran Aqidah Akhlak di MA Putri Ma’arif Ponorogo, bahwasanya latar belakang penggunaan media cetak tersebut adalah karena adanya perbedaan kemampuan belajar siswa dalam memahami materi. Oleh karena itu pihak kurikulum menggunakan media cetak sebagai media pembelajaran. Dalam bab II di jelaskan bahwa media cetak dalam proses pembelajaran harus di dasarkan dan di pertimbangkan oleh adanya beberapa faktor yaitu tujuan, situasi, kondisi, sarana, dan prasarana. Selain menggunakan media cetak juga harus mempertimbangkan harta, waktu dan manfaatnya. Dari deskripsi di atas menunjukkan bahwa latar belakang penggunaan media cetak dalam pembelajaran Aqidah Akhlak adalah adanya perbedaan karekteristik, kemampuan dan ketrampilan yang berbeda-beda. Hal ini yang
73
menjadikan pertimbangan dalam memilih suatu media apa yang baik yang di gunakan dalam mengkomunikasikan pesan pengajaran kepada anak didik, sehingga apa yang menjadi tujuan dari proses belajar mengajar dapat tercapai sesuai dengan target yang di inginkan. Perbedaan-perbedaan karakteristik dan kemampuan peserta didik akan berpengaruh pada hasil belajar dan kebiasaan peserta didik. Sebagai upaya pemecahannya adalah dengan mengenal dan melakukan pendekatan individu (siswa). Dengan demikian maka guru akan mengetahui semua perbedaanperbedaan yang ada pada peserta didik dan akan lebih mudah memberikan pelajaran sesuai dengan karakter mereka masing-masing. Dengan penggunaan media cetak dalam pembelajaran Aqidah Akhlak di kelas XI MA Putri Ma’arif Ponorogo diharapkan sebagai solusi atas ragamnya karakteristik dan kemampuan para peserta didik.
B. Analisis Strategi Pembelajaran Aqidah Akhlak Berbasis Media Cetak di Kelas XI Madrasah Aliyah Putri Ma'arif Ponorogo Dalam proses pembelajaran Aqidah Akhlak , guru Aqidah Akhlak MA Putri Ma’arif Ponorogo menggunakan berbagai upaya agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara maksimal, sehingga anak didik selain cakap dalam kontekstualnya ia juga mampu menginternalisasikan Aqidah Akhlak dalam kehidupannya, sehingga dapat bermanfaat bagi dirinya juga masyarakat.
74
Dalam hal ini penelitian telah menemukan aktivitas-aktivitas guru Aqidah Akhlak dalam menghadapi problem-problem yang telah terjadi di antaranya yaitu dengan menggunakan strategi penemuan (discovery), exsperimen, cooperative learning. Akan tetapi guru lebih sering menggunakan strategi cooperative learning karena strategi ini di anggap mampu membantu siswa dalam menguasai materi.. Pembelajaran cooperative learning adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar.74 Pada dasarnya strategi cooperative learning mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok belajar untuk memecahkan masalah. Strategi cooperative learning adalah salah satu strategi pembelajaran yang mengajak siswa untuk aktif dan kreatif sehingga dapat membantu meningkatkan kemauan anak dalam memecahkan masalah ketika kegiatan belajar mengajar berlangsung. Pada pembelajaran Aqidah Akhlak di MA Putri Ma’arif Ponorogo khususnya di kelas XI strategi cooperative learning merupakan salah satu strategi pembelajaran yang sangat efektif untuk di terapkan. Dalam penerapan strategi cooperative learning guru menggunakan metode yang bervariasi di antaranya adalah metode ceramah, metode Tanya jawab, metode diskusi, 74
Hilda karli, othita R hutabarat. Implimentasi KTSP dalam model-model pembelajaran (Bandung : Generas info media.2007), 113
75
metode kerja kelompok dan sebagainya. Tak jarang pula seorang guru mengembangkan berbagai metode pembelajaran dalam satu kali tatap muka pada saat kegiatan belajar mengajar. Dalam memiliki metode pembelajaran pada strategi cooperative learning guru menyesuaikan dengan materi yang akan di bahas, dengan memadukan berbagai metode pembelajaran yang terdapat dalam strategi cooperative learning . Maka dari itu tujuan pembelajaran lebih mudah di capai. Strategi cooperative learning dalam pembelajaran Aqidah Akhlak secara garis besar sudah di terapkan sebagai strategi pembelajaran yang di pilih guru karena strategi cooperative learning adalah strategi yang berusaha menciptakan suasana belajar yang aktif dan kreatif sehingga anak mampu meningkatkan kemampuan dalam mendeskripsikan materi-materi pelajaran dan memecahkan problem-problem yang ada secara bersama. Tentunya dalam menerapkan suatu strategi pembelajaran seorang guru mempertimbangkan banyak faktor, begitu juga guru vak Aqidah Akhlak di MA Putri Ma’arif Ponorogo, dalam menerapkan strategi cooperative learning ada beberapa alasan yang akhirnya menerapkan bahwa strategi cooperative learning adalah salah satu strategi pembelajaran yang tepat untuk mencapai tujuan pembelajaran. Adapun alasannya yaitu alasan 1 adalah menjadikan siswa lebih aktif pada penggunaan strategi cooperative learning tugas guru hanya sebagai fasilitator, sehingga para siswa berusaha mencari dan menggali informasi
76
sendiri, selain itu siswa akan lebih berani jika mereka belajar dengan temen sendiri. Alasan yang 2 adalah Meningkatkan belajar siswa. Siswa akan selalu berusaha menggali informasi untuk menambah pengetahuan mereka. Strategi cooperative learning dapat meningkatkan motivasi dalam memberikan rangsangan untuk berfikir. Alasan yang ke 3 Karena menjadikan siswa belajar mempunyai rasa tanggung jawab baik tanggung jawab terhadap kelompok atau individu. Sehingga masing-masing individu akan berusaha memberikan yang terbaik untuk kelompok masing-masing. Jadi alasan penerapan strategi cooperative learning pada pembelajaran Aqidah Akhlak mempunyai relevansi yang erat dengan tujuan yang ingin di capai. Strategi cooperative learning merupakan salah satu strategi yang di gunakan guru untuk meningkatkan keaktifan siswa terhadap materi pelajaran yang dalam proses belajar mengajar juga mempunyai kelebihan. Di antara kelebihan strategi cooperative learning dapat meningkatkan motivasi belajar siswa, dapat meningkatkan hasil belajar siswa, dapat meningkatkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkan dengan ide-ide orang lain, dapat menjadikan siswa lebih aktif dalam mencari informasi tanpa harus bergantung pada guru, secara tidak langsung dapat meningkatkan sosial siswa.
77
Strategi pembelajaran Aqidah Akhlak di kelas XI MA Putri Ma’arif Ponorogo menggunakan strategi cooperative learning. Untuk mengatasi problem –problem yang terdapat pada saat proses pembelajaran berlangsung di antaranya yaitu ada siswa yang mengantuk, keluar masuk kelas, mengacuhkan guru, berbicara dengan teman sebangkunya, tidak mau bertanya tentang materi yang belum jelas dan tidak mau bekerjasama dengan teman lain pada waktu diskusi.
C. Analisis
Dampak
Positif
Digunakannya
Media
Cetak
dalam
Pembelajaran Aqidah Akhlak Kelas XI Madrasah Aliyah Putri Ma'arif Ponorogo Dalam setiap lembaga pendidikan tentunya selalu mendapatkan kemampuan akademik untuk meningkatkan mutu pendidikan di lembaga tersebut. Dalam hal ini MA Putri Ma’arif Ponorogo telah berhasil mencapai kemampuan akademik dengan baik, dengan penerapan media cetak sebagai media pembelajaran. Keberhasilan yang di capai dalam kemampuan akademik seperti prestasi peserta didik yang makin meningkat, peserta didik mampu untuk menyelesaikan tugas rumah dengan baik dan mampu untuk memahami materi pelajaran dengan cepat. Dalam
penggunaan
media
cetak
sebagai
alat
bantu
dalam
pembelajaran. Untuk mencapai pemahaman materi, juga harus di tinjau dengan adanya pananaman kepribadian yang baik.
78
Dalam hal ini siswa MA Putri Ma’arif Ponorogo bisa di katakan berhasil dalam membentuk kepribadian menjadi baik dengan materi Akhlak yang di ajarkan oleh guru. Hal ini dapat di lihat dengan meningkatkan semangat belajar siswa. Siswa lebih aktif masuk sekolah dan kepribadian siswa terbentuk menjadi lebih baik, karena pada hakekatnya tujuan pendidikan islam selain memahami materi yang di berikan juga terbentuk kepribadian yang baik. Akan tetapi ada beberapa hambatan yang di hadapi oleh guru di antaranya : Hambatan yang pertama adalah terbatasnya referensi di perpustakaan khususnya tentang mata pelajaran Aqidah Akhlak. Di MA Putri Ma’arif Ponorogo dalam mengatasi hal ini, guru menggunakan leteratur tambahan. Misalnya pihak sekolah bekerjasama dengan lembaga sekolah atau institusi lain terkait dengan jumlah referensi ataupun kegiatan penelusuran ke perpustakaan, misalnya kerjasama dengan perpustakaan lain yang memiliki perpustakaan seprensetatif atau dengan pihak perpustakaan daerah, namun dalam hal ini juga harus dipertimbangkan prinsip efektif dan efesiennya masalah waktu dan biaya. Hambatan yang ke dua adalah terjadinya kesenjangan antara siswa dalam proses belajar mengajar di kelas. Memang perlu di sadari bahwa siswa dalam kelas itu beragam katagori, kemampuan, pola pikir dan sebagainya. Akan tetapi jika di pahami secara mendalam keragaman tersebut justru hal
79
yang menarik dan dapat di jadikan sarana atau alat untuk mencapai tujuan dalam pelaksanaan belajar mengajar. Hambatan yang ke tiga adalah kurangnya tanggung jawab dan kerjasama dalam kelompok diskusi. Tanggung jawab adalah suatu yang utama demi tercapainya sebuah tujuan. Seperti yang di jelaskan tadi, setiap siswa mempunyai beragam katagori., kemampuan dan pola piker, terkadang anak pasif dia lebih mengandalkan anak yang lebih aktif. Dengan berbagai hambatan yang terjadi, tentunya tiap sekolah juga mengusahakan upaya untuk mengatasinya. Adapun upaya yang di lakukan untuk mengatasi hambatan-hambatan dalam penggunaan media cetak pada pembelajaran Aqidah Akhlak di kelas XI MA Putri Ma’arif Ponorogo adalah : Yang pertama, terkait dengan terbatasnya referensi di perpustakaan. Melalui pengamatan penulis, dari pelaksanaan pembelajaran menggunakan media
cetak
sebagai media
pembelajaran,
dengan
kata
lain
guru
memanfaatkan sumber belajar yang ada misalnya tabloid, koran, dan LKS, materi di foto copy terlebih dahulu atau bagaimana cara guru. Sehingga masing-masing individu (siswa) dapat memiliki materi yang ingin di sampaikan. Sehingga dalam proses belajar mengajar terlaksana dengan baik. Di samping itu upaya guru tampaknya juga mendapat respon positif dari pihak sekolah yaitu penambahan bahan primer perpustakaan. Upaya
yang
kedua,
terkait
masalah
keaktifan
siswa
dalam
pembelajaran menggunakan media cetak. Keragaman kecerdasan siswa misalnya hal ini guru hendak mengetahui mana siswa yang memiliki
80
kemampuan diskusi, menyampaikan pendapat, bertanya, menjawab dan sebagainya. Sehingga dalam pelaksanaan siswa yang beragam tersebut di bagi dalam beberapa kelompok yang berbeda-beda sehingga dari sinilah akan muncul pemahaman bahwa guru bukan satu-satunya sumber belajar dan di sini juga akan terjadi dialog interaktif antara kelompok yang sutu dengan yang lainnya. Yang pada akhirnya akan memperlancar dan mencapai tujuan pembelajaran. Upaya yang ketiga, terkait dengan kurangnya kerjasama dalam kelompok diskusi. Upaya yang di tempuh guru dalam hal ini yaitu dengan mengenalkan dan melaksanakan pendekatan individu yang maksimal. Hal ini akan memicu keaktifan siswa dalam bekerjasama dengan kelompok diskusinya.
Sehingga
akan
memudahkan guru
dalam
merencanakan
pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan materi serta perkembangan multi intelegensinya pada siswa.
81
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1. Dalam pembelajaran Aqidah Akhlak di kelas XI Madrasah Aliyah Putri Ma'arif Ponorogo, penggunaan media cetak sebagai sarana belajar sudah cukup baik.
Media yang digunakan dalam pembelajaran meliputi;
majalah, koran, tabloid, dan buku-buku cerita lainnya. 2. Pembelajaran menggunakan media cetak dianggap lebih efektif karena pembelajaran menggunakan media cetak, dengan strategi cooperative learning dapat membantu siswa memahami materi dengan cepat. 3. Guru biasanya menggunakan metode ceramah, diskusi, tanya jawab, dan kerja kelompok. 4. Dampak positif digunakannya media cetak yaitu dapat menambah wawasan dan informasi dalam proses belajar mengajar.
Serta dapat
menuingkatkan kemampuan akademik dan kemampuan personal skill siswa
B. Saran 1. Bagi Guru Meningkatkan kualitas pendidikan dengan menggunakan media yang ada untuk membantu siswa dalam proses belajar.
85 82
2. Bagi Pihak Lembaga Pengelolaan media lebih baik agar media-media pembelajaran yang ada dapat digunakan secara efisien 3. Bagi Siswa Meningkatkan minat baca khususnya yang terkait dengan mata pelajaran a Aqidah Akhlak.
83
DAFTAR PUSTAKA
Al-Bantani, Imam Nawawi. Nashaihul Iba’d. terjemahan Fuat Kauma. Bandung: Irsyad Baitul al-Islam, 2005. Abyan, Amir. Perencanaan dan Pengelolaan Pembelajaran Agama Islam. Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1995. Anderson, Ronald. H. Pemilihan dan Pengembangan Media Untuk Pembelajaran. Jakarta: PT. Raja Grafindo Perasada, 1994. Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997. Arsyad Ashar. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002. Asnawir, Usman. Bahrudin, Media Pembelajaran. Ciputat: PT. Intermasa, 2002. Azbar, Saifudin. Tes Prestasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998. Denim, Sudarwan. Media Komunikasi Pendidikan, Pelayanan Profesional Pembelajaran dan Mutu Hasil Belajar. Jakarta: Bumi Aksara, 1995. Djamarah, Syaiful Bahri. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1996. Hadi, Sutrisno. Metodologi Research. Yogyakarta: Fakultas Psikologi, 1991. Ibrahim, R. Syaudah, Nana. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1996. Margono. S. Metodologi Research. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003. Michael, Hubberman, B. Miles. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: Universitas Indonesia, 1992. Moleong, J. Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002. Moleong, J. Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1998. Riyanto, Yatim. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya: SIE, 2001.
84
Sadiman, S. Arif, dkk. Media Pendidikan, Pengertian Pengembangan dan Pemanfaatannya. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996. Sugiono, Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta, 2006. Ubuyati, Nur. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997. Oditia R. Hutabarat, Hildokani. Implementasi KTSP Dalam Model-Model Pembelajaran. Bandung: Generasi Info Media, 2007. Solihatin, Etin Raharjo. Cooperatif Learning Model Pembelajaran IPS. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2007. Departemen Pendidikan RI. Standar Isi Madrasah Aliyah. Direktorat Jendral Pendidikan Islam, 2006. Departemen Pendidikan RI. Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab di Madrasah. Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, 2008. Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2005. Buku Pedoman Penulisan Skripsi Jurusan Tarbiyah STAIN Ponorogo, 2008. Distori Memutarbalikkan Fakta, Departemen Pendidikan Nasional Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2005. http://www.google.com/search?le=Uff.880 E=UTF-88 Soureid=Naveliend&GFN S= 1&9=pengertian+media cetak. http://www.search.iw.com/search/result?Q=pengertian+media+cetak dan ch.idrsrh http://purwanto 89 blogspot.com/2008/01 Jenis.tipe.media.masa.cetak.html.
85