BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Kebijakan pemerataan dan perluasan akses pendidikan bagi masyarakat
oleh pemerintah ditandai dengan dicanangkannya program wajib belajar pendidikan dasar (Wajar Dikdas) sembilan tahun. Pelaksanaan program Wajar Dikdas sembilan tahun ditargetkan tuntas pada akhir tahun 2008 melalui Inpres Nomor 5 Tahun 2006 tentang Percepatan Penuntasan Wajar Dikdas Sembilan Tahun. Namun, kebijakan ini tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan sehingga pemerintah menetapkan PP Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar yang kemudian dituangkan dalam Rencana Strategis (Renstra) Kemendinas 2010 – 2014 untuk dijadwal ulang dan ditargetkan tuntas pada tahun 2014. Indikator yang digunakan adalah Angka Partisipasi Murni (APM) untuk tingkat sekolah dasar (SD/MI) secara nasional telah mencapai lebih dari 96 %, dan untuk tingkat sekolah menengah pertama (SMP/MTs) menggunakan Angka Partisipasi Kasar (APK) secara nasional telah mencapai lebih dari 110 %. Realisasi
perencanaan
dan
pelaksanaan
program
Wajar
Dikdas
berpedoman dan disesuaikan dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005 – 20025, Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yakni Renstra Kemendiknas Tahun 2005 – 2009, selanjutnya dijabarkan kembali ke dalam Renstra Kemendinas 2010 – 2014. Renstra Kemendinas ini menjadi pedoman bagi semua tingkatan pengelola pendidikan di pusat maupun 1
daerah dalam merencanakan dan melaksanakana serta mengevaluasi program dan kegiatan pembangunan pendidikan. Pencapaian target penuntasan Wajar Dikdas secara nasional pada tahun 2008 secara nasional yang ditunjukkan oleh data yakni APM SD/MI 94,9 %, dan APK SMP/MTs 92,52 % (Balitbang Depdiknas, 2008). Pencapaian target secara nasional dapat dikatakan hampir tuntas, namun kesenjangan masih diketemukan di beberapa propinsi, dan terlebih di kabupaten/kota yang capaian APK/APM berada dibawa capaian nasional. Hal ini menggambarkan bahwa di propinsi maupun kabupaten/kota tersebut belum mencapai target tuntas Wajar Dikdas nasional. Capaian APK/APM pendidikan dasar di beberapa propinsi maupun kabupaten/kota tersebut juga menggambarkan bahwa belum semua anak usia Wajar Dikdas di wilayah itu memperoleh layanan pendidikan dasar. Anak usia Wajar Dikdas 7 – 15 tahun yang belum terlayani pendidikan dasar ini dapat tersebar diberbagai tempat seperti wilayah pedesaan, daerah terpencil dan terisolir maupun di wilayah perkotaan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilaporkan Badan Pusat Statistik (BPS, 2009) bahwa kelompok anak usia Wajar Dikdas yang belum terlayani pendidikan dasar umumnya anak usia 13 – 15 tahun dan kelompok anak ini lebih banyak tersebar di wilayah pedesaan sebesar 28,64 % sedangkan di wilayah perkotaan 22,04 %. Ada berbagai sebab seperti rendahnya motivasi bersekolah sehingga anak dapat sekolah, mahalnya biaya pendidikan, yang harus ditanggung oleh anak, pilihan anak untuk bekerja agar dapat membantu ekonomi keluarga (Meydianawati, 2009) yang membuat anak usia Wajar Dikdas tersebut tidak mempunyai kesempatan untuk memperoleh 2
pendidikan baik melalui jalur pendidikan formal maupun nonformal, serta berbagai jenis layanan pendidikan alternatif yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat. Banyak faktor yang saling terkait yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya
partisipasi
masyarakat
dalam
pendidikan.
Hasil
penelitian
menunjukkan bahwa faktor seperti anggaran pemerintah untuk sektor pendidikan, kondisi sosial ekonomi masyarakat, tingkat kesadaran masyarakat, dan kesehatan (Suyanto, 2001), tingginya biaya yang dibebani berupa biaya-biaya langsung pendidikan individual (ongkos, buku, pakaian seragam dll) dan biaya-biaya tidak langsung lainnya (Todaro, 2000), tidak tersedianya sekolah yang mudah terjangkau oleh masyarakat (Oey dalam Pertiwi, 2009) termasuk ketersediaan tenaga pendidik, baik dari segi jumlah maupun spesifikasinya agar dapat berlangsungnya kegiatan belajar mengajar. Berdasarkan uraian di atas maka kajian kebijakan dalam penelitian ini lebih
diarahkan
pada
bagaimana
pemerintah
Kabupaten
Ende
mengimplementasikan kebijakan Wajar Dikdas dalam upaya peningkatan partisipasi sekolah pada kelompok anak usia 7 – 15 tahun yakni, kelompok anak usia 7 – 12 tahun, dan kelompok anak usia sekolah menengah pertama 13 -15 tahun atau yang sudah menamatkan pendidikannya di sekolah dasar yang melanjutkan ke tingkat sekolah menengah pertama. Dengan demikian, diharapkan dapat memperoleh gambaran secara mendalam mengenai pelaksanaannya di lapangan, permasalahan yang dihadapi dalam mengimplementasikan kebijakan, dan strategi yang dilakukan sebagai solusi agar anak yang sudah tamat dari 3
sekolah dasar mempunyai kesempatan dalam memperoleh layanan pendidikan di tingkat sekolah menengah pertama. Pelaksanaan program Wajar Dikdas sembilan tahun di Kabupaten Ende berdasarkan data Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dinas PPO) pemerintah Kabupaten Ende bahwa partisipasi sekolah pada kelompok anak usia sekolah dasar (7 – 12 tahun) lebih tinggi jika dibandingkan dengan kolompok anak usia sekolah menengah pertama (13 – 15 tahun). Hal ini dapat dilihat dari data pencapaian APM/APK dalam dua tahun terakhir yakni APK untuk tingkat sekolah dasar (SD/MI) mencapai 118,48 % pada tahun 2009, dan 125,35 % pada tahun 2010. APK tingkat sekolah menengah pertama (SMP/MTs) mencapai 73,72 % tahun 2009, dan 84 % pada tahun 2010. Sementara APM di tingkat sekolah dasar tahun 2009 dan 2010 berturut-turut adalah 97,72 % dan 124,34 % sedangkan untuk tingkat SMP/MTs 56,25 % dan 64,33 %. APM SMP 64,33 % artinya, bahwa anak usia 13 – 15 tahun yang sudah terserap masuk SMP/MTs sudah sebanyak 64,33 % , dan 35,67 % anak yang belum mendapat layanan pendidikan tingkat SMP/MTs dari total jumlah penduduk usia 13 -15 tahun. Keberhasilan dan tingginya partisipasi sekolah pada tingkat SD/MI disebabkan tingginya minat orangtua untuk menyekolahkan anak usia 7 – 12, tersedianya dana BOS, dan dibukanya unit sekolah baru (USB) di beberapa kecamatan seperti di kecamatan Maukaro, Nangapanda, Weweria, dan kecamatan Ende. Peningkatan partisipasi sekolah pada SD/MI tidak sebanding tingkat sekolah menegah pertama, artinya bahwa di wilayah ini masih ada anak usia Wajar Dikdas yang lulus SD/MI yang tidak melanjutkan sekolah atau dropout. 4
Untuk melihat seberapa jauh upaya pemerintah Kabupaten Ende dalam melaksanakan kebijakan Wajar Dikdas untuk membuka kesempatan bagi anak usia 7 – 15 tahun dalam memperoleh layanan pendidikan dasar peneliti menggunakan APM atau Net Enrolment Rate (NER) untuk tingkat sekolah dasar dan APK atau Gross Enrolment Rate (GER) untuk tingkat sekolah menengah pertama. APM merupakan indikator yang digunakan untuk menentukan tingkat keberhasilan partisipasi pada tingkat sekolah dasar, dan APK adalah indikator untuk menentukan tingkat keberhasilan partisipasi pada tingkat sekolah menengah pertama. APK itu sendiri merupakan rasio jumlah siswa, tanpa memandang batas usia anak yang sedang bersekolah pada jenjang pendidikan tertentu terhadap jumlah penduduk usia sekolah yang berkaitan dengan jenjang pendidikan tersebut, sedangkan APM adalah perbandingan antara jumlah siswa kelompok usia sekolah terhadap jumlah penduduk usia sekolah yang sesuai dan dinyatakan dalam persentase (Statistik Pendidikan, 2009). Kajian implementasi kebijakan ini menggunakan APM untuk tingkat sekolah dasar hal ini disebabkan APM merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan partisipasi sekolah pada tingkat sekolah dasar, dan APK digunakan pada tingkat sekolah menengah pertama. Keberhasilan capaian APM di tingkat sekolah dasar semestinya dapat meningkatkan partisipasi sekolah di tingkat sekolah menengah pertama. Hal ini disebabkan bahwa anak usia sekolah yang dapat melanjutkan pendidikan ke tingkat sekolah menengah pertama adalah anak yang telah menamatkan pendidikannya di tingkat sekolah dasar. Selain itu APM dan APK adalah merupakan indikator yang digunakan untuk 5
menilai tingkat keberhasilan setiap daerah dalam melaksanakan program pendidikan dasar dan yang telah dimasyarakatkan oleh badan dunia UNESCO (Suyono, 2000).
1.2.
Fokus Penelitian Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas maka fokus penelitian ini
lebih diarahkan pada kajian implementasi kebijakan Wajar Dikdas dalam upaya peningkatan partisipasi sekolah pada tingkat sekolah dasar menuju sekolah menengah pertama. Untuk menilai keberhasilan implementasi kebijakan Wajar Dikdas pada tingkat sekolah dasar menuju sekolah menengah pertama peneliti menggunakan APM ditingkat sekolah dasar dan pada tingkat sekolah menengah pertama menggunakan indikator APK. Kajian kebijakan ini dilakukan di Dinas PPO pemerintah Kabupaten Ende, dan masalah yang akan diteliti meliputi: 1.
Bagaimana pelaksanaan kebijakan Wajar Dikdas sembilan tahun dalam upaya peningkatan APM/APK pada sekolah dasar menuju
sekolah menengah
pertama di pemerintah Kabupaten Ende? 2.
Bagaimana gambaran kendala pelaksanaan kebijakan Wajar Dikdas sembilan tahun dalam upaya peningkatan APM/APK pada sekolah dasar menuju sekolah menengah pertama di pemerintah Kabupaten Ende?
3.
Bagaimana Strategi
menghadapi kendala pelaksanaan kebijakan Wajar
Dikdas sembilan tahun dalam upaya peningkatan APM/APK pada sekolah dasar menuju sekolah menengah pertama di pemerintah Kabupaten Ende? 6
1.3. Tujuan Penelitian Mengacuh pada rumusan masalah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran secara mendalam beberapa hal yang ingin dicapai sebagai berikut: 1.
Untuk menganalisis implementasi kebijakan Wajar Dikdas sembilan tahun dalam upaya peningkatan APM/APK pada sekolah dasar menuju sekolah menengah pertama di pemerintah kabupaten Ende
2.
Untuk menganalisis faktor-faktor yang menjadi kendala dalam pelaksanaan kebijakan Wajar Dikdas sembilan tahun dalam upaya peningkatan APM/APK pada sekolah dasar menuju sekolah menengah pertama di pemerintah kabupaten Ende
3.
Untuk mennganalisis
strategi yang telah dilakukan pemerintah dalam
menghadapi kendala pelakasanaan kebijakan Wajar Dikdas sembilan tahun sebagai upaya peningkatan APM/APK pada sekolah dasar menuju sekolah menengah pertama di pemerintah kabupaten Ende
1.4.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis maupun secara praktis bagi semua elemen dan stakeholder pendidikan di pemerintah kabupaten Ende, terutama bagi para pengambil kebijakan dalam merumuskan dan membuat kebijakan peningkatan partisipasi dalam bidang pendidikan dasar. Adapun manfaat yang diharapkan adalah:
7
1.4.1. Manfaat secara teoritis: a. Kontribusi
akademis
dalam mengembangkan konsep teori
kebijakan
pendidikan, yang berkaitan dengan kebijakan Wajar Dikdas dalam upaya peningkatan partisipasi sekolah b. Sebagai input bagi para pengambil kebijakan pendidikan agar dapat dijadikan bahan untuk evaluasi dan kajian terhadap kebijakan Wajar Dikdas yang telah dilaksaknakan c. Sebagai input bagi para perumus dan pengambil kebijakan pendidikan untuk dijadikan landasan dalam merumuskan kebijakan Wajar Dikdas yang berkaitan dengan peningkatan partisipasi sekolah
1.4.2. Manfaat secara praktis: a. Memberikan kontribusi praktis bagi para perumus dan pengambil kebijakan Wajar Dikdas di pemerintah kabupaten Ende melalui Dinas PPO agar dapat dijadikan landasan dalam upaya perbaikan dan penyempurnaan kebijakan pendidikan dasar b. Penelitian ini secara praktis diharapkan bermanfaat sebagai bahan masukan bagi pemerintah kebupaten Ende, dalam rangka pengembangan kebijakan Wajar Dikdas c. Bagi peneliti sebagai bahan untuk mengetahui dan memahami secara khusus mengenai kebijakan Wajar Dikdas, di pemerintah kabupaten Ende.
8
1.5.
Penegasan Istilah Untuk menghindari kesalahan persepsi judul, permasalahan dan maksud
dari penelitian ini, maka perlu dijelaskan beberapa istilah sebagai berikut:
1. Implementasi kebijakan Implementasi merupakan pelaksanaan suatu kebijakan dilapangan. Putt dan Springer dalam Syafaruddin (2008:86) menjelaskan bahwa implementasi kebijakan adalah serangkaian aktivitas dan keputusan yang memudahkan pernyataan kebijakan dalam formulasi terwujud dalam praktik organisasi. Mustofa (2008) mengatakan bahwa implementasi kebijakan menyangkut masalah sosialisasi kebijakan, persepsi masyarakat terhadap kebijakan yang dilaksanakan, kepatuhan terhadap kebijakan, dan dampak dari pelaksanaan suatu kebijakan.
2. Partisipasi sekolah jenjang pendidikan dasar Partisipasi sekolah jenjang pendidikan dasar adalah program pemerintah yang terdiri dari pernyataan tentang tujuan dan sasaran untuk mengetahui seberapa banyak penduduk usia sekolah yang sudah dapat memanfaatkan fasilitas pendidikan, dan digunakan untuk memantau pencapaian tujuan program wajib belajar pendidikan dasar. Hal ini dapat dilihat dari jumlah penduduk yang masih sekolah pada usia 7 – 15 tahun (BPS, 2009). Tingkat partisipasi sekolah pada pendidikan dasar adalah tingkat partisipasi anak usia sekolah dasar yang dihitung melalui APM tingkat SD/MI (7 – 12 tahun), dan anak usia sekolah menengah pertama SMP/MTs (13 – 15 tahun) yang dihitung melalui APK yang akan 9
memberikan gambaran rasio anak usia sekolah yang sedang bersekolah dengan jumlah penduduk pada masing-masing kelompok jenjang pendidikan dasar.
3. Kebijakan Wajar Dikdas sembilan tahun dalam upaya peningkatan APM/APK sekolah dasar menuju sekolah menengah pertama Kebijakan wajib belajar sembilan tahun dalam upaya peningkatan APM/APK dari sekolah dasar menuju sekolah menengah pertama dimaksudkan adalah bahwa anak usia sekolah dasar yang telah menamatkan pendidikan di SD/MI, dapat melanjutkan pendidikannya ke tingkat sekolah menengah pertama SMP/MTs sampai tamat. Jadi tidak ada yang berhenti sekolah atau putus sekolah sebelum waktunya baik secara sengaja yang dilakukan oleh siswa sendiri (tidak mau sekolah) maupun secara tidak sengaja karena kemampuan finansiil orangtua yang rendah sehingga menyebabkan seorang siswa terpaksa berhenti bersekolah. Suryadi (2002) mengatakan bahwa keterbatasan kesempatan pendidikan disebabkan oleh beberapa faktor, salah satu adalah rendahnya status ekonomi keluarga atau faktor kemiskinan.
10