1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Transportasi udara merupakan industri yang memiliki kaitan erat dengan ekonomi global. Peningkatan 1% Pendapatan Domestik Bruto (PDB) secara global akan meningkatkan perjalanan udara sebesar 1 – 2.5% (Airbus,2012).
IATA
(International
Air
Transport
Association)
memperkirakan total penumpang angkutan udara, untuk penerbangan domestik dan internasional di Indonesia akan menembus angka 270 juta penumpang pada 2034 atau 20 tahun ke depan, naik 200% atau 3 kali lipat. Pada 2014 total penumpang pesawat di Indonesia mencapai 86 juta penumpang dengan rincian penerbangan domestik mencapai 76,49 juta penumpang dan penerbangan internasional mencapai 10,25 juta penumpang. Pertumbuhan industri penerbangan Indonesia sangat pesat dalam 10 tahun terakhir. Indonesia dengan 250 juta penduduk, dengan wilayah mencakup sebaran 17.000 pulau, membentang sepanjang 5.200 Km dari timur ke barat dan 2.000 Km dari utara ke selatan, membutuhkan transportasi udara karena menawarkan kecepatan dan jangkauan. Konektivitas transportasi akan sangat menentukan pertumbuhan ekonomi. Bandara dalam hal ini berperan sangat penting, dalam meningkatkan aksesibilitas dari suatu wilayah, di mana aksesibilitas diartikan sebagai potensi terjadinya interaksi (Bruinsma and Rietveld, 1998).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2
Dalam perspektif lain, bandara dapat menjadi tolok ukur bagi pertumbuhan ekonomi suatu wilayah, ketika kapasitasnya tidak mampu lagi mengimbangi permintaan perjalanan
yang terus meningkat, sebagai
konsekuensi pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut. Bandar Udara Internasional I Gusti Ngurah Rai – Bali merupakan salah satu contoh kasus dimana pertumbuhan permintaan jasa penerbangan terus meningkat melebihi kapasitas bandara. Berbagai langkah pengembangan terus dilakukan untuk meningkatkan kapasitas infrastruktur fisik maupun non-fisik untuk dapat mengakomodir pertumbuhan permintaan jasa penerbangan. PT. Angkasa Pura I (Persero) selaku airport service provider berencana akan mengembangkan area kargo dan terminal penumpang serta pembangunan commercial park untuk memfasilitasi kegiatan ekonomi di bandara. Sedangkan AirNav Indonesia sebagai penyedia jasa pelayanan navigasi penerbangan, terus melakukan upaya optimalisasi penggunaan ruang udara dengan mengadopsi metodologi dan teknologi terkini dalam navigasi penerbangan. Salah satu pengembangan yang dilakukan adalah implementasi spesifikasi navigasi RNAV 1 di terminal airspace Bandar Udara Internasional I Gusti Ngurah Rai – Bali. Berdasar pada data PT. Angkasa Pura I (Persero) Cabang Bandara I Gusti Ngurah Rai – Bali mencatat, jumlah penumpang yang dilayani bandara itu pada tahu 2014, mencapai 17, 2 juta, meningkat 10 persen dibandingkan tahun 2013. Jumlah tersebut terdiri dari penumpang domestik 8,9 juta dan penumpang internasional 8,2 juta. Adapun jumlah penerbangan yang telah
http://digilib.mercubuana.ac.id/
3
dilayani sepanjang Januari – Desember 2014 sebanyak 78.415 penerbangan domestik dan 51.372 penerbangan internasional. Secara keseluruhan penerbangan yang ditangani sebanyak 129.787 pergerakan pesawat atau naik 4 persen dibandingkan tahun 2013. Dengan kompleksitas yang ada serta belum terimplementasinya pengendalian arus lalu lintas penerbangan (ATFM - Air Traffic Flow Management) di wilayah Bali TMA (Terminal Maneuvering Area), sehingga salah satu upaya untuk mengendalikan arus lalu lintas penerbangan secara taktikal disusun prosedur SID dan STAR RNAV-1 I Gusti Ngurah Rai Bali. Berdasar pada AIRAC AIP Supplement Nr. 07/13 tentang Implementation of New Standard Departure Area Navigation Procedures (SID RNAV-1) and Standard Arrival Area Navigation Procedures (STAR RNAV-1) at I Gusti Ngurah Rai International Airport - Bali, telah diimplementasikan prosedur SID dan STAR menggunakan RNAV-1 sejak 19 September 2013. ICAO (International Civil Aviation Organization) sebagai induk organisasi penerbangan sipil dunia telah mengembangkan spesifikasi navigasi berupa serangkaian persyaratan yang dibutuhkan untuk implementasi PBN (Performance Based Navigation), baik dari sisi pesawat, crew, maupun fasilitas pendukung. Spesifikasi navigasi ini terbagi menjadi dua jenis yaitu RNAV dan RNP (Required Navigation Performance). RNAV merupakan spesifikasi navigasi yang tidak mempersyaratkan kelengkapan OPMA (Onboard Performance Monitoring and Alerting), dan dalam tiap penamaan aplikasinya didahului dengan prefix RNAV, misalnya RNAV 1, RNAV 2 dan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
4
seterusnya.
Sedangkan
RNP
merupakan
spesifikasi
navigasi
yang
mempersyaratkan kelengkapan OPMA, dan dalam tiap penamaan aplikasinya didahului prefix RNP, misalnya RNP 1, RNP 2, dan seterusnya. Semua spesifikasi RNP maupun RNAV dikembangkan dengan berbasis metode area navigation yang memungkinkan pesawat udara untuk beroperasi pada setiap jalur penerbangan yang diinginkan dalam jangkauan alat bantu navigasi di darat atau udara atau dalam batas-batas kemampuan alat bantu di pesawat udara itu sendiri, atau perpaduan dari keduanya. Spesifikasi navigasi RNAV 1 dimaksudkan untuk penggunaan pada terminal airspace, sebagaimana digunakan di Ruang Udara Bali. Rute-rute RNAV dan prosedur di wilayah TMA, termasuk prosedur standar keberangkatan instrumen (SID) dan standar kedatangan instrumen (STAR), dapat dirancang dengan sistem/prosedur RNAV 1. Ada beberapa keuntungan potensial dari rute dan prosedur RNAV 1, antara lain: 1.
Mengurangi beban kerja ATC dan Pilot
2.
Penggunaan wilayah udara yang lebih efisien (penghematan waktu dan bahan bakar)
Prosedur RNAV 1 yang diberlakukan di wilayah terminal (TMA) mewajibkan pesawat tetap berada dalam jarak 0,5 NM dari jalur terbangnya atau dikenal dengan istilah Flight Technical Error (FTE). Hal ini membutuhkan full scale CDI untuk mengkonfirmasi bahwa pesawat tetap berada dalam toleransi jalur terbang yang disyaratkan. FTE dan NSE
http://digilib.mercubuana.ac.id/
5
(Navigation System Error) ini nantinya akan menentukan Cross Track Tolerance (XTT) baik untuk RNP maupun RNAV. Karena sulitnya menyediakan data untuk perhitungan porsi kontribusi FTE dan NSE ke dalam XTT, maka error ini dialokasikan ke dalam suatu nilai yang disebut dengan buffer value yang masing-masing berbeda sesuai dengan karakteristik pesawat serta fase penerbangannya. Buffer value untuk pesawat kategori A-E adalah 1 NM dalam radius 30 NM dari Aerodrome Reference Point (ARP), sedangkan di luar radius 30 NM dari ARP nilainya adalah 2 NM. Namun sejak diimplementasikannya, prosedur SID dan STAR RNAV1 di Bandara I Gusti Ngurah Rai - Bali belum pernah dilakukan evaluasi, meskipun prosedur tersebut setelah didesain dan diujicobakan pada simulator pesawat udara di beberapa maskapai penerbangan. Seiring dengan beroperasinya berbagai macam tipe pesawat di Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai - Bali, maka dipandang perlu adanya evaluasi guna menanggapi beberapa masukan yang disampaikan oleh para pengguna jasa pelayanan navigasi penerbangan, antara lain evaluasi dari sisi publikasi, efisiensi, workload ATC (Air Traffic Controller) Denpasar, volume traffic, delay time, prosedur SID dan STAR RNAV 1 I Gusti Ngurah Rai Bali, termasuk peraturan pendukungnya seperti SOP (Standard Operating Procedures) dan LOA (Letter of Agreement) antar unit ATC di Bali. Terkait dengan hal tersebut, perlu dilakukan langkah-langkah evaluasi prosedur SID dan STAR RNAV 1 Ngurah Rai Bali, sehingga diharapkan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
6
akan terjadi penyempurnaan prosedur berdasarkan hasil masukan dan proses kalkulasi ulang dengan referensi dokumen terkait yang terkini. Evaluasi ini dilakukan dengan menggunakan data prosedur eksisting dan kompilasi masukan dari pengguna jasa pelayanan navigasi penerbangan serta para Controller (ATC) di AirNav Cabang Denpasar, selanjutnya dilakukan analisa dan evaluasi dengan menggunakan metode serta tahapan pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan dokumen referensi pembuatan prosedur RNAV 1.
B. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah yang dapat diambil sebagai berikut : 1.
Bagaimana harapan ATC dan Pilot terhadap prosedur SID dan STAR RNAV 1 - Bali?
2.
Bagaimana penerapan prosedur SID dan STAR RNAV 1- Bali?
3.
Bagaimana Pemetaan Prosedur SID & STAR RNAV 1 – Bali berdasarkan matrix Importance Performace Analyst (IPA)
dan
Quality Function Deployment (QFD)? 4.
Bagaimana rekomendasi ATC & Pilot untuk desain ulang prosedur SID & STAR RNAV 1 - Bali?
http://digilib.mercubuana.ac.id/
7
C. Tujuan Penelitian Program evaluasi terhadap implementasi prosedur SID dan STAR RNAV 1 Ngurah Rai - Bali dimaksudkan untuk : 1.
Memperoleh pemahaman dari pengalaman dan persepsi terhadap implementasi prosedur SID dan STAR RNAV 1 Ngurah Rai - Bali dari sudut pandang ATC dan penerbang/pilot selaku pihak yang saat ini menggunakan prosedur tersebut.
2.
Mendapatkan rumusan serta data terkait implementasi prosedur SID dan STAR RNAV 1. Dari hasil data tersebut dapat disusun langkah-langkah serta metode kerja dalam menyempurnakan prosedur SID dan STAR RNAV 1 Ngurah Rai - Bali, agar prosedur SID dan STAR RNAV 1 lebih aplikatif dan efisien bagi operasi penerbangan dari sisi ATC maupun bagi maskapai penerbangan yang beroperasi dari dan menuju Bandara I Gusti Ngurah Rai -Bali.
3.
Mengetahui tingkat pencapaian manfaat implementasi prosedur SID dan STAR RNAV 1 Ngurah Rai - Bali sekaligus mengidentifikasi hal-hal yang dapat meningkatkan manfaat implementasi prosedur SID dan STAR RNAV 1 tersebut berdasarkan matrix Importance Performace Analyst (IPA) dan Quality Function Deployment (QFD).
4.
Memperoleh rekomendasi apa yang akan didapat dari ATC & Pilot untuk desain ulang prosedur SID & STAR RNAV 1 – Bali. Diharapkan hasil evaluasi dapat menjadi dasar acuan bagi kegiatan tindak lanjut, sehingga pelayanan navigasi penerbangan menjadi lebih baik.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
8
D. Pembatasan Masalah Penelitian tugas akhir dilakukan dengan batasan masalah hanya difokuskan pada AirNav Indonesia Cabang Bali yakni Penggunaan Prosedur standar keberangkatan instrumen (SID) dan standar kedatangan instrumen (STAR) RNAV 1 di Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai – Bali.
http://digilib.mercubuana.ac.id/