BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hampir di setiap negara demokrasi bahkan komunis menganggap Pemilu sebagai sebuah media dalam melakukan suksesi kekuasaan atau pergantian kekuasaan hal itulah yang menjadi satu rumusan penting yang di pikirkan oleh para teoritisi pada masa lalu maupun masa kini yang menjadikan Pemilu sebuah hal yang sangat signifikan nilainya. Salah satu karakteristik dari pemilu adalah adanya partisipasi dari warga negara dalam kehidupan politik. Partisipasi dapat beraneka ragam bentuknya, mulai dari yang resmi atau mengikuti jalur yang ditetapkan oleh pemerintah (konvensional) sampai bentuk yang tidak resmi (inkonvensional). Partisipasi politik merupakan suatu masalah yang dianggap pada akhir – akhir ini, banyak dipelajari orang terutama dalam kaitannya dengan perkembangan negara – negara berkembang. Partisipasi politik merupakan salah satu aspek penting demokrasi. Secara konseptual, partisipasi politik merupakan kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, dengan jalan memilih pimpinan negara dan secara lansung atau secara tidak lansung mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy). Kegiatan tersebut mencakup kegiatan tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum, menghadiri rapat umum, menjadi anggota suatu partai atau kelompok kepentingan, mengadakan pendekatan atau hubungan dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen dan lain sebagainya. 1
1
Budiarjo,miriam.,Partisipasi dan Partai Politik.,Jakarta : Yayasan Obor Indonesia 1998 Hal.1-2
Universitas Sumatera Utara
Selain bentuk partisipasi politik yang aktif ada juga partisipasi yang bersifat pasif atau apatis. Bentuk apatis politik apati, anomie, sinisme dan alienasi. Secara umum keempatnya didefenisikan sebagai suatu kegiatan yang tidak memiliki perhatian sama sekali terhadap orang lain disekitar lingkungannya. 2 Partisipasi politik dapat juga terwujud dalam berbagai bentuk, studi – studi tentang partisipasi dapat menggunakan skema klasifikasi yang agak berbeda – beda namun kebanyak riset belakangan ini membedakan jenis – jenis perilaku yaitu : kegiatan pemilihan yang mencakup pemungutan suara, akan tetapi juga sumbangan – sumbangan untuk kampanye, bekerja dalam suatu pemilihan, mencari dukungan bagi seorang calon atau setiap tindakan yang bertujuan mempengaruhi hasil proses pemilihan. Ikut dalam pemungutan suara adalah jauh lebih luas dibandingkan dengan bentuk – bentuk partisipasi politik lainnya dan oleh sebab itu faktor – faktor yang berkaitan dengan kejadian itu seringkali membedakannya dari jenis – jenis partisipasi lainnya. Seperti halnya Lipset, penulis ingin melakukan penelitian bahwa pendidikan itu mempengaruhi partisipasi politik. Di banyak negara pendidikan tinggi sangat mempengaruhi partisipasi politik, mungkin karena pendidikan tinggi, bisa memberikan
informasi
tentang
politik,
bisa
mengembangkan
kecakapan
menganalisa dan menciptakan minat dan kemampuan dalam berpolitik. Orang terpelajar lebih sadar akan pengaruh pemerintah terhadap kehidupan mereka, lebih meperhatikan kehidupan politik, memperoleh lebih banyak informasi tentang proses – proses politik dan lebih kompeten dalam tingkah laku politiknya. 3
2
Michael Rusf dan Philip Althoff, Pengantar Sosiologi Politik, Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada, 2003, hal 143. 3 Mohtar Mas’oed, Perbandingan Sistem Politik, Yogyakarta: Gajah Mada Press,,2001, hal.49.
Universitas Sumatera Utara
Berangkat dari teori diatas dan seiring dengan indikator kemajuan dibidang pendidikan, pembangunan ekonomi, stabilitas politik, ideologi dan keamanan, maka meningkat pula pola pikir dan taraf hidup masyarakat disertai meningkatnya tuntutan kebutuhan masyarakat secara kualitas dan kuantitas. Masyarakat juga menjadi semakin kritis dalam setiap langkah, pemikiran , ucapan, tindakan, serta memberikan partisipasinya secara intens. Hal ini harus ditanggapi secara wajar, karena kenyataan ini justru menunjukkan semakin tingginya kesdaran berbangsa dan bernegara di kalangan masyarakat. Meningkatnya rata – rata tingkat pendidikan dan kemampuan masyarakat dan berimbang dengan akomodasi yang mendukung terutama pada sarana dan prasarana serta kenyataan yang ada di dunia komunikasi, setiap kesempatan mendatangkan peluang dan peluang haruslah berbuah yang menguntungkan di dalam partisipasi masyarakat. Perencanaan harus berdasarkan fakta yang baru dan aktual. Hal itu berbentuk visi yang mengantarkan tujuan pembangunan berisikan bobot pembinaan partisipasi politik. Sehingga aktivitas pembangunan diwarnai dengan berbagai macam istilah politik seperti pembangunan politik, sosialisasi politik, partisipasi politik, sistem politik, kebijakan publik, dan pendidikan politik. Dalam penelitian ini penulis membahas partisipasi politik dari segi tingkat pendidikan. Tingkat partisipasi politik sangat memiliki hubungan erat pendidikan, artinya semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang itu dapat mempengaruhi tingginya tingkat partisipasi masyarakat dibidang politik. Partisipasi berhubungan dengan kepentingan – kepentingan masayarakat sehingga apa yang dilakukan rakyat dalam partisipasi politiknya menunjukkan derajat kepentingan mereka.
Universitas Sumatera Utara
Seperti yang diketahui bahwa yang menjadi calon walikota Medan dan wakil walikota Medan 2010 pada putaran kedua menyisakan dua pasangan calon yakni : 1. Drs. H. Rahudman Harahap, MM dan Drs. Dzulmi Eldin S, M.Si. (pasangan nomor urut 6) 2. Dr. Sofyan Tan dan Nelly Armayanti, SP, MSP. (pasangan nomor urut 10) Dengan sistem Pilkada Langsung yang berlangsung di Kota Medan, maka setiap calon pasangan berjuang untuk mendapatkan suara terbanyak dan dukungan dari masyarakat, Kelurahan Titi Papan Kecamatan Medan Deli merupakan salah satu kecamatan yang melaksanakan Pemilihan Umum Daerah Langsung untuk memilih Calon Walikota Medan dan Wakil Walikota Medan tahun 2010. Dari luas geografis dan jumlah penduduk di wilayah kelurahan Titi Papan, di Lingkungan IV terdapat 3 TPS yakni TPS 10, TPS 11 dan TPS 11 perolehan suara yang diperoleh dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1 Perolehan Suara Pemilih Putaran Kedua Di Lingkungan IV Kelurahan Titi Papan pada Pilkada Kota Medan Tahun 2010. No.
1.
2.
3.
Data Pemilih
Jenis
TPS
Kelamin
10
11
12
Jumlah Pemilih Daftar
Lk
221
200
230
Pemilih Tetap (DPT)
Pr
209
225
208
Jml
430
425
438
Jumlah Pemilih DPT
Lk
95
109
89
yang menggunakan Hak
Pr
119
128
130
Pilih
Jml
214
237
219
Jumlah Pemilih DPT
Lk
126
91
141
yang tidak menggunakan
Pr
90
97
78
Hak Pilih
Jml
227
188
219
Sumber : rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara kelurahan titi papan Dan rekapitulasi hasil suara untuk kedua belah pihak pada lingkungan IV yaitu TPS 10,11 dan 12 dapat dilihat tabel di bawah ini :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2 Perolehan Suara putaran kedua Pilkada 2010 kota Medan No. Nama pasangan calon 1.
Drs.
H.
Rahudman
TPS 10
TPS 11
TPS 12
192 suara
192 suara
190 suara
21 suara
42 suara
27 suara
Harahap, MM dan Drs. Dzulmi Eldin S, M.Si. (pasangan nomor urut 6) 2
Dr. Sofyan Tan dan Nelly Armayanti, SP, MSP. (pasangan nomor urut 10)
Sumber : rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara kelurahan titi papan Dari tabel 1 dan 2 diatas tersebut terlihat bahwa perolehan suara tidak sepenuhnya dipergunakan oleh para pemilih yang memiliki hak untuk memilih dan perbedaan yang jauh hasil suara yang didapat dari kedua pasangan. Dengan jumlah yang hampir setengah dari pengguna hak pilih tidak menggunakan haknya di TPS 10,11 dan 12, dapat dikatakan perolehan suara mengalami efek dari tingkat partisipasi politik masyarakat di wilayah titi papan itu sendiri, tingkat partisipasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Dari penjabaran yang diatas apakah benar menjadi pengaruh tingkat partisipasi pemilihan kepala daerah di kota medan tahun 2010, oleh karena itu, dengan adanya pilkada ini maka rakyatlah yang menentukan siapa yang akan duduk menduduki jabatan walikota Medan 2010 – 2015. Pemberian suara atau voting secara umum dapat diartikan sebagai : “ sebuah proses dimana seorang anggota
Universitas Sumatera Utara
dalam suatu kelompok menyatakan pendapatnya dan ikut menentukan konsensus diantara anggota kelompok seorang pejabat maupun keputusan yang diambil”. 4 Pendidikan merupakan suatu kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan umum seseorang termasuk didalamnya peningkatan penguasaan teori dan ketrampilan memutuskan terhadap persoalan – persoalan yang menyangkut kegiatan mencapai tujuan. Oleh karena itu mengapa pendidikan penting, pendidikan formal tinggi bisa memberikan informasi tentang politik dan persoalan – persoalan politik, bisa mengembangkan kecakapan menganalisa dan menciptakan minat dan kemampuan berpolitik. Dari uraian tersebut saya sebagai peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut dan hasil penelitian ini dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul Pengaruh tingkat pendidikan terhadap partisipasi politik pada pemilihan umum kepala daerah di Kota Medan pada tahun 2010 (studi kasus : pemilihan putaran kedua di lingkungan IV kelurahan titi papan kecamatan medan deli) 1.2. Rumusan Masalah Penduduk di Kelurahan Titi Papan mayoritas merupakan tamatan SLTP/Sederajat (4.006 jiwa) dan diikuti dengan tamatan SLTA/Sederajat yakni 3.683 jiwa. Kondisi ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan masyarakat sekitar didominasi oleh pendidikan yang telah mencapai tingkat menengah pertama yang seharusnya diselesaikan pada tingkat menengah atas. Semakin tinggi tingkat pendidikan mempengaruhi informasi dan pengetahuan yang didapat oleh masing – masing orang yang memiliki hak pilih. Keikutsertaan masyarakat dalam aktivitas politik yang salah satunya adalah pemberian suara dalam pilkada memerlukan 4
Gosnel F Horald. 1943. Ensyklopedia of the social science, New York : Mc Grew Hill Book Company. Hal 32.
Universitas Sumatera Utara
pendidikan yang cukup bukan saja itu namun juga informasi yang dapat diambil dan ditelaah secara bijak. Dapat dikatakan bahwa mayoritas penduduk di daerah ini hanya mengeyam pendidikan formal ditaraf rendah atau hanya sampai pendidikan sekolah tingkat menengah pertama dan bagaimana pengaruhnya terhadap partisipasi politiknya terhadap Pilkada Kota Medan 2010. Dari latar belakang penelitian tersebut, maka yang jadi rumusan masalah adalah : “Seberapa besar faktor tingkat pendidikan formal yang rendah mempengaruhi partisipasi politik dalam pilkada kota Medan tahun 2010 di lingkungan IV kelurahan titi papan, kecamatan Medan Deli di putaran kedua?”.
1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini yaitu : 1. Untuk mengetahui bagaimana tingkat partisipasi pemilih terhadap pasangan calon walikota dan wakil walikota Kota Medan 2010 pada putaran kedua. 2. Untuk mengetahui perilaku pemilih diwilayah lingkungan IV kelurahan titi papan kecamatan Medan Deli terhadap partisipasi politik.
1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi saya sebagai penulis, penelitian ini bermanfaat untuk mengasah kemampuan penulis dalam meneliti fenomena politik yang terjadi, sehingga menambah pengetahuan penulis mengenai masalah yang diteliti.
Universitas Sumatera Utara
2. secara teoritis hasil penelitian ini sekiranya dapat bermanfaat menambah khazanah kepustakaan politik. 3. sebagai rujukan bagi mahasiswa yang berminat dalam penelitian yang berkaitan dengan judul ini.
1.5 Kerangka Teori Bagian ini merupakan unsur yang paling penting di dalam penelitian, karena pada bagian ini saya mencoba menjelaskan fenomena yang sedang diamati dengan menggunakan teori – teori yang relevan dengan penelitiannya. Teori menurut Masrisingarimbun dan sofian effendi dalam buku Metode Penelitian Sosial mengatakan, teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstrak, defenisi dan preposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep. 5 Seperti halnya Lipset, bahwa pendidikan itu mempengaruhi partisipasi politik. Di banyak negara pendidikan tinggi sangat mempengaruhi partisipasi politik, mungkin karena pendidikan tinggi, bisa memberikan informasi tentang politik, bisa mengembangkan kecakapan menganalisa dan menciptakan minat dan kemampuan dalam berpolitik. Orang terpelajar lebih sadar akan pengaruh pemerintah terhadap kehidupan mereka, lebih meperhatikan kehidupan politik, memperoleh lebih banyak informasi tentang proses – proses politik dan lebih kompeten dalam tingkah laku politiknya
5
Masri Singarimbun da sofian effendi, Metode Penelitian Sosial. Jakarta : LP3ES, 1998, hal 37.
Universitas Sumatera Utara
1.5.1 Perilaku Politik Perilaku politik dapat dirumuskan sebagai kegiatan yang berkenaan dengan proses pembuatan dan pelaksanaan kekuasaan politik. Interaksi anatar pemerintah dan masyarakat, antar lembaga pemerintah dan antara kelompok dan individu dalam masyarakat dalam rangka pembuatan, pelaksanaan dan penegakan keputusan politik pada dasarnya merupaka perilaku politik. 6 Sejalan dengan penertian politik, perilaku politik berkenaan dengan tujuan suatu masyarakat, kebijakan untuk mencapai suatu tujuan, serta sistem kekuasaan yang memungkinkan adanya suatu otoritas untuk mengatur kehidupan masyarakat kearah pencapaian tersebut. Dalam pelaksanaan pemilu disuatu negara ataupun dalam pelaksanaan pilkada lansung di suatu daerah, perilaku masyarakat dalam menentukan sikap dan pilihan dalam pelaksanaan pemilu atau pilkada tersebut hal ini jugalah yang membuat digunakannya teori perilaku politik dlam proposal penelitian ini. Perilaku politik dapat dibagi dua, yaitu : 7 1. Perilaku politik lembaga – lembaga dan para pejabat pemerintah. 2. Perilaku politik warga negara biasa ( baik individu maupun kelompok). Yang pertama bertanggung jawab membuat, melaksanakan dan menegakkan keputusan politik, sedangkan yang kedua berhak mempengaruhi pihak yang pertama dalam melaksanakan fungsinya karena apa yang dilakukan pihak pertama
6 7
Sudijono sastroatmodjo,perilaku politik. Semarang : Ikip Semarang Press.1995. Hal 2. Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Jakarta : Grasindo, 1999 hal 15 - 16
Universitas Sumatera Utara
menyangkut kehidupan pihak kedua. Kegiatan politik yang dilakukan oleh warga negara biasa (individu atau kelompok) disebut partisipasi politik. Dalam melakukan kajian terhadap perilaku politik, dapat dipilih tiga unit analisis yaitu : 1. Aktor politik (meliputi aktor politik, aktivitas politik, dan individu warga negara biasa). 2. Agregasi politik (yaitu individu aktor politik secara kolektif seperti partai politik, birokrasi, lembaga – lembaga pemerintahan). 3. Topologi kepribadian politik (yaitu kepribadian pemimpin, seperti Otoriter, machiavelist, dan demokrat). Ada 4 faktor yang mempengaruhi perilaku politik aktor politik (pemimpin, aktivis, dan warga biasa) yaitu : 8 1. Lingkungan Sosial Politik tak langsung seperti sistem politik, ekonomi, budaya dan media massa. 2. Lingkungan sosial politik langsung yang membentuk kepribadian aktor seperti keluarga, agama, sekolah, dan kelompok bergaul. Dari lingkungan ini, seorang aktor politik mengalami proses sosialisasi dan internalisasi nilai dan norma masyarakat dan norma kehidupan bernegara. 3. Struktur kepribadian. Hal ini tercermin dalam sikap individu ( yang berbasis kepentingan, penyesuaian diri dan eksternalisasi). 4. Lingkungan sosial politik langsung berupa situasi yaitu keadaan yang mempengaruhi aktor secara langsung ketika hendak melakukan sesuatu 8
Ramlan Surbakti,Ibid.,Hal 132
Universitas Sumatera Utara
kegiatan seperti cuaca, keadaan keluarga, keadaan ruang, kehadiran orang lain, suasana kelompok, dan ancaman dengan segala bentuknya.
Perilaku politik merupakan salah satu aspek dari perilaku secara umum karena disamping perilaku masih ada perilaku yang lain seperti perilaku ekonomi, perilaku budaya, perilaku keagamaan dan sebagainya. Perilaku politik merupakan perilaku yang menyangkut persoalan politik. Sejalan dengan pengertian politik, perilaku politik berkenaan dengan tujuan suatu masyarakat, kebijakan untuk mencapai suatu tujuan, serta sistem kekuasaan yang memungkinkan adanya suatu otoritas yang mengatur kehidupan masyarakat kearah pencapaian tujuan tersebut. Politik senantiasa berkenaan dengan tujuan masyarakat secara umum ( public goal) dan bukan tujuan orang perorang. Upaya yang dilakukan individu/ perorangan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari – hari merupakan perilaku politik, yang dalam hal itu adalah perilaku – perilaku politik ekonomi. Perilaku politik dapat dijumpai dalam berbagai bentuk misalnya, dalam suatu negara, ada pihak yang memerintah dan ada pihak yang diperintah. Terhadapa kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah ada yang setuju dan ada yang tidak setuju. Yang selalu melakukan kegiatan politik adalah pemerintah dan partai politikkarena fungsi mereka dalam bidang politik. Keluarga sebagai suatu kelompok melakukan berbagai kegiatan, termasuk didalamnya adalah kegiatan politik. Dalam hal para anggota suatu keluarga secara bersama memberikan dukungan pada organisasi politik tertentu, memberikan iuran, ikut berkampanye menghadapi pemilu, keluarga yang bersangkutan telah berperan dalam kegiatan politik, disamping kegiatan yang lain. Suatu perbuatan tertentu dapat dikatakan lebih dari satu jenis perilaku, apabila kegiatan tersebut mencakup berbagai aspek sekaligus, misalnya suatu
Universitas Sumatera Utara
perusahaan memperjuangkan bea masuk yang rendah atas barang – barang yang diimpor dari luar negeri. Upaya tersebut dapat termasuk perilaku ekonomi dan sekaligus perilaku politik. Merupakan perilaku ekonomi karena tujuan yang ingin dicapai adalah peningkatan keuntungan dari kegiatan bisnis yang dilakukan oleh perusahaan tersebut dimaksudkan untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah. Perilaku politik tidaklah merupakan sesuatu yang berdiri sendiri, tetapi mengandung keterkaitan dengan hal – hal yang lain. Perilaku politik yang ditujukan oleh individu merupakan hasil pengaruh beberapa faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal, yang menyangkut lingkungan alam maupun lingkungan sosial budaya. Mengenai faktor – faktor yang mempengaruhi perilaku politik tidak akan diuraikan di sini karena akan dikupas secara khusus pada bagian tersendiri. Berkaitan dengan perilaku politik, astu hal yang perlu dibahas adalah apa yang disebut sikap politik. Walaupun antara sikap dan perilaku terdapat kaitan yang sangat erat, keduanya perlu dibedakan. Sikap merupakan kesiapan untuk beraksi terhadap objek lingkungan tertentu sebagai penghayatan terhadap objek lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek tersebut. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas akan tetapi baru merupakan kecendrungan atau predisposisi. Dari suatu sikap tertentu dapat diperkirakan tindakan apa yang akan dilakukan berkenaan dengan objek yang dimaksud. Sikap mengandung tiga komponen yaitu kognisi, afeksi, dan konasi. 9 Kognisi berkenaan dengan ide dan konsep, afeksi menyangkut kehidupan emosional, sedangkan konasi merupakan kecendrungan bertingkah laku. Faktor – faktor yang mempengaruhi perilaku politik khususnya masyarakat yang memiliki pluralisme budaya yang tinggi, seringkali terdapat kegiatan yang
9
Sastroatmodjo.,Op Cit hal 4
Universitas Sumatera Utara
bervariasi dan tidak mustahil terdapat perbedaan dalam pelaksanaannya. Untuk memahami perilaku politik diperlukan tinjauan dari sudut pandang yang multidimensi. Hal itu berarti bahwa latar belakang dan faktor – faktor yang mendorong perilaku politik tidak bersifat memberikan pengaruh. Perilaku politik merupakan produk sosial sehingga untuk memahaminya diperlukan dukungan konsep dari berbagai disiplin ilmu, konsep sosiologi, psikologi sosial, antropologi sosial, geopolitik, ekonomi dan konsep sejarah digunakan secara integral. Dengan demikian, memahami perilaku politik tidak hanya menggunakan konsep politik saja, tetapi juga didukung konsep ilmu – ilmu sosial lainnya. Dengan demikian memahami perilaku politik berarti menilai serta mempertanyakan tempat dan peranan warga negara dalam sistem politik. Dengan presepsi ini terbentuklah pemahaman konsep yang memadukan dua tingkat orientasi politik, yaitu sistem dan individu. Dalam pendekatan behavioralis individulah yang dipandang secara aktual melakukan kegiatan politik, sedangkan perilaku lembaga pada dasarnya merupakan perilaku individu dengan pola tertentu. Dibalik tindakan lembaga – lembaga politik. Oleh karena itu, untuk menjelaskan perilaku suatu lembaga yang perlu ditelaah bukan lembaganya, melainkan latar belakang individu yang secara aktual mengendalikan lembaga.. demikian pula kelompok – kelompok kekuatan politik diluar pemerintah dan individu – individu warga negara lebih ditekankan pada aktifitas sumber daya manusianya, sebagai pelaku politik. Dalam mengkaji perilaku politik seringkali dilakukan dari sudut pandang psikologis disamping pendekatan struktural fungsional dan struktur konflik. Sudut pandang psikologis ini menjelaskan pertimbangan – pertimbangan latar belakang
Universitas Sumatera Utara
secara menyeluruh, baik aspek politik, ekonomi, sosial dan budaya, maupun pertimbangan kepentingan lain. Perilaku politik aktor politik seperti perencanaan, pengambilan keputusan, dan penegakan keputusan dipengaruhi oleh berbagai dimensi dan latar belakang yang merupakan bahan dalam pertimbangan poltiknya. Demikian juga warga negara biasa dalam berperilaku politik juga dipengaruhi oleh berbgai faktor dan latar belakang. Faktor – faktor yang mempengaruhi perilaku politik aktor politik ada empat yakni : 1. Lingkungan sosial politik tak langsung, seperti sistem politik, sistem ekonomi, sistem budaya dan media massa. 2. lingkungan sosial politik langsung yang mempengaruhi dan membentuk kepribadian aktor politik seperti, keluarga, agama, sekolah dan kelompok pergaulan. 3. struktur kepribadian yang tercermin dalam sikap individu. 4. faktor sosial politik langsung berupa situasi, yaitu keadaan yang mempengaruhi aktor secara langsung ketika akan melakukan suatu kegiatan seperti cuaca, keadaan keluarga, kehadiran seseorang, keadaan ruang, susunan kelompok, dan ancaman dengan segala bentuknya. 10
1.5.2 Partisipasi Politik Digunakannya teori partisipasi politik dalam proposal penelitian ini adalah karena, tingkat partisipasi politik adalah faktor yang menentukan apakah pemilu ataupun Pilkada yang berlangsung berhasil atau tidak, semakin tinggi tingkat
10
Sastroatmodjo.,Op Cit hal 14
Universitas Sumatera Utara
partisipasi pemilih, maka tingkat keberhasilan Pemilu ataupun Pilkada semakin tinggi. Berikut ini dikekemukakan sejumlah “rambu – rambu” partisipasi politik : 11 1. Partisipasi politik berupa kegiatan atau perilaku luar individu warga negara biasa yang dapat diamati, bukan perilaku dalam yang berupa sikap dan orientasi tidak selalu termanifestasikan dalam perilakunya. 2. Kegiatan tersebut diarahkan untuk mempengaruhi perilaku selaku pembuat dan pelaksana keputusan politik. Seperti mengajukan alternative kebijakan umum, dan kegiatan mendukung atau menentang keputusan politik yang dibuat pemerintah. 3. Kegiatan yang berhasil (efektif) maupun yang gagal mempengaruhi pemerintah termasuk konsep partisipasi politik. 4. Kegiatan mempengaruhi kebijakan pemerintah secara langsung yaitu mempengaruhi pemerintah dengan menggunakan perantara yang dapat meyakinkan pemerintah. 5. Mempengaruhi pemerintah memalui prosedur yang wajar dan tanpa kekerasan seperti mengikuti Pemilu, mengajukan petisi, bertatap muka, dan menulis
surat
atau
prosedur
yang
tak
wajar
seperti
kekerasan,
demonstrasi,mogok,kudeta,revolusi,dll. Partisipasi sebagai suatu bentuk kegiatan dibedakan atas dua bagian, yaitu: 12 1. Partisipasi aktif yakni kegiatan yang berorientasi pada output dan input politik. Seperti halnya mengajukan usul kebjakan ke pemerintah,
11 12
Ramlan Surbakti,Op.cit.,hal 141 Ramlan Surbakti,Ibid.,hal 143
Universitas Sumatera Utara
mengajukan kritik, dan perbaikan meluruskan kebijakan, membayar pajak dan memilih pemimpin pemerintahan. 2. Partisipasi pasif, yakni kegiatan yang hanya berorientasi pada output politik. Pada masyarakat yang termasuk kedalam jenis partisipasi ini hanya menuruti segala kebijakan pemerintah dan peraturan yang dikeluarkan oleh pemeriuntah. Kemudian terhadap masyarakat yang tidak termasuk kedalam kedua kategori ini, yaitu masyarakat yang menganggap telah terjadinya penyimpangan sistem politik dari apa yang mereka cita – citakan. Kelompok ini disebut apatis (golongan putih). Faktor – faktor yang memepengaruhi partisipasi politik seseorang adalah : 1. Kesadaran politik, yakni kesadaran akan hak dan kewajibannya sebagai warga negata. 2. Kepercayaan politik, yaitu sikap dan kepercayaan orang tersebut terhadap pemerintahannya. Berdasarkan dua faktor tersebut, terdapat empat tipe partisipasi politik yaitu : 13 1. Partisipasi politik aktif jika memiliki kesadaran dan kepercayaan politik yang tinggi. 2. Partisipasi politik apatis jika memiliki kesadaran dan kepercayaan politik yang rendah. 3. Partisipasi politik pasif jika memiliki kesadaran politik rendah, sedangkan kepercayaan politiknya tinggi.
13
Ramlan Surbakti, Ibid., 144
Universitas Sumatera Utara
4. Partisipasi politik militan radikal jika memiliki kesadaran politik tinggi, sedangkan kepercayaan politiknya rendah. Partisipasi politik adalah keikutsertaan warga negara biasa dalam menentukan
segala
keputusan
yang
menyangkut
atau
mempengaruhi
kehidupannya. 14 Perlu diketahui bahwa yang berperan melakukan kegiatan politik itu adalah warga negara yang mempunyai jabatan dalam pemerintahan dan warga negara yang mempunyai jabatan dalam pemerintahan dan warga negara biasa yang tidak memiliki jabatan. Yang berwenang membuat dan melaksanakan keputusan politik
adalah
pemerintah.
Namun
demikian,
warga
masyarakat
berhak
mempengaruhi proses pembuatan serta pelaksanaan keputusan tersebut.
1.5.3 Perilaku Pemilih Semua pihak yang menjadi tujuan utama kontestan untuk dipengaruhi dan diyakinkan agar mendukung dan kemudian memberikan suaranya kepada kontestan yang berkaitan pendukungan bisa diartkan bahwa itu adalah pemilih. 15 Pemilih dalam hal ini dapat berbentuk konstituen maupun masyarakat pada umumnya. Konstituen umumnya merupakan masyarakat yang merasa diwakili oleh suatu panduan hidup bernegara yang tertuang dalam institusi politik seperti partai dan seorang pemimpin. 16 Pemberian suara pada pilkada secara langsung diwujudkan dengan memberikan suara pada pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
14
Ibid 140 Firmanzah,Marketing Politik,Jakarta : yayasan obor Indonesia, 2007, Hal 102 16 Ibid.,hal 105. 15
Universitas Sumatera Utara
yang didukungnya atau ditujukan dengan perilaku masyarakat dalam memilih pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Adapun perilaku pemilih dapat dianalisis dengan tiga pendekatan yaitu : 17 1. Pendekatan Sosiologis Pendekatan ini pada dasarnya menjelaskan bahwa karakteristik sosial dan pengelompokan – pengelompokan sosial mempunyai pengaruh yang cukup signifikan dalam menentukan perilaku pemilih seseorang. Contoh : pekerjaan, pendidikan dan lain sebagainya, pengelompokkan sosial seperti umur, jenis kelamin, agam dan semacamnya dianggap memiliki peranan yang cukup menentukan karena kelompok – kelompok inilah yang mempunyai peranan besar dlam membentuk sikap, presepsi dan orientasi seseorang. 2. Pendekatan Psikologis Pendekatan ini menggunakan dan mengembangkan konsep psikologi – terutama konsep sosialisasi dan sikap untuk menjelaskan perilaku pemilih. variabel – variabel itu tidak dapat dihubungkan dengan perilaku memilih kalau ada proses sosialisasi. Oleh karena itu, menurut pendekatan ini menggunakan dan mengembangkan konsep psikologi – terutama konsep sosialisasi dan sikap untuk menjelaskan perilaku pemilih. variabel – variabel itu tidak dapat dihubungkan dengan perilaku pemilih kalau ada proses sosialisasi. Oleh karena itu, menurut pendekatan ini sosialisasilah yang sebenarnya mempengaruhi dan menentukan perilaku memilih / partisipasi politik seseorang. Oleh karena itu, pendekatan psikologis menekankan pada tiga aspek psikologis 17
Muhammad Asfar.,Pemilu dan Perilaku Memilih 1955 – 2004.,Pustaka Eureka.,2006,Hal 137 – 144
Universitas Sumatera Utara
sebagai kajian utama yaitu ikatan emosional pada suatu partai politik, orientasi terhadap isu – isu dan orientasi terhadap kandidat. 3. Pendekatan Rasional Dalam perilaku politik, masyarakat akan dapat bertindak secara rasional, yakni memberikan suara yang dianggap mendatangkan keuntungan yang sebesar – besarnya dan menekan kerugian. 1.5.3.1 Orientasi Pemilih 18 1. Orientasi Policy – problem Solving Pemilih akan melihat bagaimana kontestan dapat menawarkan kerja dan solusi atas permasalahan yang ada. Kecendrungan ini merupakan sifat objektivitas pemilih terhadap kontestan. 2. Orientasi Ideologi Aspek – aspek subjektivitas seperti kedekatan nilai, budaya, norma, emosi dan psikografis. Semakin dekat kesamaan partai atau kontestan pemilu, pemilih akan cenderung memilih kontestan tersebut. 1.5.3.2 Jenis – jenis Pemilih 1. Pemilih Rasional Pemilih
mengutamakan
kemampuan
kontestan
terhadap
pemecahan
permasalahan dan berorientasi rendah terhadap faktor ideologi. 2. Pemilih Kritis Pemilih jenis ini bisa dikategorikan ada dua macam yakni berdasarkan ideologi dan yang satu lagi berdasarka program kerja. 18
Agung Wibawanto. Menangkan Hati dan Pikiran Rakyat. Yogyakarta : Pembaruan. 2005
Universitas Sumatera Utara
3. Pemilih Tradisional Pemilih jenis ini memiliki orientasi yang tinggi terhadap ideologi kontestan. Pemilih tradisional sangat mengutamakan kedekatan sosial – budaya, nilai, asal – usul, paham dan agama sebagai ukuran untuk memilih sebuah partai politik atau kontestan pemilu. 4. Pemilih Skepsis Pemilih jenis ini tidak memiliki orientasi baik ideologi maupun problem solving. Mereka menggangap dan berkeyakinan siapapun yang menjadi pemenang sama saja dan tidak ada perubahan yang berarti. Dan jika mengikuti pemilu mereka memilih secara acak.
1.5.4. Pemilihan Langsung Kepala Daerah Pemilihan Langsung Kepala Daerah baik itu Gubernur/wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, maupun Walikota/Wakil Walikota, dilaksanakan mulai bulan Juni 2005 dan dipilih secara langsung oleh rakyat. Hal ini merupakan pelaksanaan dari Undang – Undang No. 32/2004 tentang pemerintahan Daerah pasal 56 jo Pasal 119 dan Peraturan Pemerintah (PP) No.6/2005 tentang tata cara pemilihan, pengesahan, pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah dan wakil kepala daerah. Dengan lahirnya UU No.32/2004 dan PP No. 6/2005 merupakan hukum yang harus dilaksanakan. Dengan pemilihan langsung, yang menggunakan asas – asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil, pilkada langsung layak disebut
Universitas Sumatera Utara
sebagai sistem rekrutmen pejabat publik yang hampir memenuhi parameter demokratis. 19 1.5.4.1 Parameter Demokrasi Pemilihan Kepala Daerah Langsung Beberapa Parameter untuk melihat terciptanya demokrasi di pemilihan umum menurut pendapat Bingham Powel (1978). Antara lain : 1. Menggunakan mekanisme Pemilu yang teratur. 2. Adanya rotasi kekuasaan. 3. Pemilihan dilakukan secara terbuka. 4. Akuntabilitas publik. Penjelasannya antara lain : a. Pemilu Rekrutmen yang dilakukan secara teratur dengan tenggang waktu yang jelas, kompetitif, jujur dan adil. b. Rotasi Kekuasaan Kekuasaan tidak boleh dipegang dengan waktu lama secara terus menerusjika seperti itu yang terjadi maka lebih dikatakan sistem seperti itu disebut monarkhi. c. Rekrutmen terbuka Terbuka buat semua orang atau kelompok untuk mengisi jabatan politik, jika tidak maka itu bisa disebut dengan otoriter atau totaliter yang merekrut hanya dariseseorang saja. d. Kepercayaan publik 19
Joko J. Prihatmoko.Pemilihan Kepala Daerah Langsung. Yogyakarta : Penerbit Pustaka Pelajar. 2005. Hal 20.
Universitas Sumatera Utara
Pemegang jabatan publik harus senantiasa mempertanggungjawabkan kepada publik apa yang dilakukan secara pribadi maupun menjabat sebagai pejabat publik.
1.6 Metodologi Penelitian 1.6.1 Jenis Penelitian Dalam penelitian ini saya sebagai penulis, menggunakan jenis penelitian kualitatif deskriptif. Pendekatan ini digunakan agar menghasilkan data, tulisan dan tingkah laku yang dapat diamati. Penelitian juga berguna untuk menggambarkan atau melukiskan apa yang sedang diteliti dan berusaha untuk memberikan gambaran yang jelas dan mendalam tentang apa yang sedang diteliti dan menjadi pokok permasalahan. Seperti yang diungkapkan Nawawi, “prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek/objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain – lain”). Adapun ciri – ciri pokok metode deskriptif adalah : 1. Memusatkan perhatian pada masalah – masalah yang ada saat penelitian dilakukan (saat sekarang) atau masalah – masalah yang bersifat aktual. 2. Menggambarkan fakta – fakta tentang masalah yang diselidiki sebagaimana adanya. Tapi penelitian ini juga memadukan data kuatitatif menjadi anilistis deskriptif.
Universitas Sumatera Utara
1.6.2 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Medan Deli tepatnya di Kelurahan Titi Papan Lingkungan IV. Alasan pemilihan lokasi tersebut karena kawasan daerah tersebut dihuni oleh berbagai macam Suku, Agama, Ras, dan Pekerjaan yang pada penelitian dapat memberikan data mengenai Partisipasi Politik di wilayah ini secara keseluruhan melalui keanekaragaman SARA yang cukup mewakili. 1.6.3 Populasi dan Sampel Populasi Populasi penelitian merupakan keseluruhan dari objek penelitian yang dapat berupa manusia, flora dan fauna, gejala, dan peristiwa dan lain sebagainya, sehungga objek – objek ini dapat menjadi sumber data penelitian. 20 Maka, yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah semua warga lingkungan IV kelurahan Titi Papan, Kecamatan Medan Deli karena pada wilayah TPS ini memiliki variasi pendidikan yang beragam dan tidak terdominasi oleh jumlah tingkat pendidikan formal yang mengenyam pendidikan rendah. Dan memiliki hak pilih dalam Pilkada Medan 2010 yaitu sejumlah 1293 orang ( yang terdiri dari 651 laki – laki dan 642 perempuan) yang tersebar di 3 TPS (Tempat Pemungutan Suara) yakni TPS 10, TPS 11, TPS 12. Sampel Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Untuk menentukan jumlah sampel dalam penelitian ini, saya menggunakan
20
Burhan Bungin. Metodologi Penelitian Sosial.,Surabaya .,Airlangga University Press.,2001.Hal 101.
Universitas Sumatera Utara
rumus taro yamane 21. Dengan presisi 10 % dan tingkat kepercayaan 90% yakni sebagai berikut :
Ket : n = Sampel
d2 = Presisi
N = Populasi Dari Rumus Taro Yamane tersebut maka besar sampel yang di ambil dalam penelitian ini adalah :
Untuk menentukan jumlah masing – masing sampel dilingkungan tersebut maka tehnik pengambilan sampel yang digunakan adalah tehnik stratified random sampling. Tehnik pengambilan sampel ini digunakan apabila populasinya yang heterogen tidak seragam dalam hubungan variabel yang diteliti. Melihat penduduk yang terdaftar seragam dalam hubungan variabel yang diteliti. Melihat jumlah penduduk yang terdaftar sebagai peserta terdiri dari 3 TPS yaitu : 21
Burhan Bungin,Metode Penelitian Kuantitatif, Jakarta : Prenada Media,2005. Hal 105.
Universitas Sumatera Utara
1. TPS 10 sebanyak 430 2. TPS 11 sebanyak 425 3. TPS 12 sebanyak 438 Maka ditentukan jumlah sampel untuk masing – masing TPS, yaitu : TPS 10
:
TPS 11
:
TPS 12
:
Kemudian untuk mengambil sampel yang akan dijadikan sebagai responden sebanyak 93 sampel yang telah ditentukan maka tehnik pengambilan sampel yang digunakan adalah accidental sampling yakni dengan memilih unsur yang paling mudah dan memiliki karakteristik yang sesuai dengan penelitian. 22 1.6.4 Tehnik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, dipergunakan dua sumber pengumpulan data, yaitu pengumpulan data primer dan pengumpulan data sekunder. 1. Data Primer Data yang diperoleh langsung dari sumber atau objek yang diteliti, hal ini dapat berasal dari masyarakat pemilih di lingkungan IV kelurahan titi papan kecamatan Medan Deli pada Pilkada 2010 Kota Medan. Yakni berupa berbentuk
22
M.Husaini ., Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: Bumi Aksara, 2004, hal 45.
Universitas Sumatera Utara
kuesioner, dengan cara memberikan daftar pertanyaan kepada responden berkaitan dengan masalah yang diteliti. 2. Data sekunder Data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek penelitian. Ini dilakukan dengan cara penelitian pencatatan dokumen (library research) dari sumber mana saja yang relevan dengan masalah yang diteliti.
1.6.5 Tehnik Analisa Data Metode kualitatif defenitif sebagai prosedur penelitian yang memadukan data kuantitatif namun mendeskripsikan ucapan, tulisan dan perilaku yang diamati.
1.7 Sistematika Penulisan BAB I
: PENDAHULUAN Bab ini berisi tentang, latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, kerangka teori, metodologi penelitian yang digunakan dan sistematika penulisan.
BAB II
: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Bab ini berisi tentang gambaran umum lokasi penelitian.
BAB III
: PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA Bab ini berisikan data yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan mengenai Partisipasi Pemilih Pada Pilkada Kota Medan 2010 putaran Universitas Sumatera Utara
kedua di Lingkungan IV Kelurahan Titi Papan Kecamatan Medan Deli. BAB IV
: KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini berisikan kesimpulan analisi dan saran dari hasil penelitian yang diperoleh.
Universitas Sumatera Utara