BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah Perkembangan ekonomi senantiasa diikuti dengan kebutuhan modal sebagai sarana pokok kebutuhan utama pengembangan usaha. Sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi dan gerak pembangunan suatu bangsa, lembaga keuangan yang merupakan lembaga perantara dari pihak yang memiliki kelebihan dana (surplus of funds) dengan pihak yang kekurangan dana, memiliki fungsi sebagai perantara keuangan masyarakat, lembaga keuangan sebagaimana halnya suatu lembaga atau institusi lain pada hakekatnya berada dan ada di tengah-tengah masyarakat. Usaha-usaha yang dapat dilaksanakan oleh lembaga keuangan seperti: 1. Menghimpun dana-dana jangka menengah dan panjang dengan jalan mengeluarkan kertas berharga jangka menengah dan panjang; 2. Memberikan kredit jangka menengah dan panjang kepada perusahaanperusahaan atau proyek-proyek, baik yang dimiliki oleh pemerintah, maupun swasta;
1
3. Bertindak sebagai perantara atas nama suatu proyek tertentu dalam usaha mendapatkan sumber pembiayaan dari lembaga-lembaga keuangan nasional dan internasional. Lembaga keuangan tersebut dalam melakukan kegiatan usahanya mempunyai perbedaan fungsi kelembagaan, deviasi-deviasi menurut fungsi dan tujuannya dapat digolongkan ke dalam dua lembaga, yaitu Lembaga Keuangan Bank (LBK), Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) dan Lembaga Pembiayaan. Bank menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 merupakan badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat. Sebagai lembaga perantara keuangan masyarakat (financial intermediary), bank menjadi media perantara antara pihak yang memiliki kelebihan dana dan pihak yang membutuhkan dana. Di Indonesia, lembaga perbankan memiliki misi dan fungsi sebagai agen pembangunan (agent of development), yaitu sebagai lembaga yang bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.1 Dalam perkembangan sistem keuangan Indonesia dikenal suatu jenis lembaga keuangan yang disebut Lembaga Keuangan Bukan Bank. Pendirian
1
Abdulkadir Muhammad, Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2004, hlm.
8
2
lembaga keuangan ini didasarkan pada Keputusan Menteri Keuangan Nomor 792/MK/IV/12/70 tanggal 7 Desember 1970, yang kemudian diubah dan ditambah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 38/MK/IV/I/72 tanggal 18 Januari 1972. Lembaga Keuangan Bukan Bank diatur dengan undangundang yang mengatur masing-masing bidang jasa keuangan bukan Bank. Lembaga Keuangan Bukan Bank adalah usaha yang melakukan kegiatan dibidang keuangan secara langsung atau tidak langsung menghimpun dana dengan jalan mengeluarkan surat berharga dan menyalurkannya ke dalam masyarakat guna membiayai investasi perusahaan. Bidang Usaha yang termasuk Lembaga Keuangan Bukan Bank adalah asuransi, pegadaian, dana pensiun, reksa dana, dan bursa efek. Usaha perasuransian di Indonesia diatur dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Jenis usaha perasuransian yang diatur dalam undang-undang tersebut dapat digolongkan menjadi: 1. Usaha asuransi, yang terdiri atas asuransi kerugian, asuransi jiwa, asuransi sosial, dan reasuransi. 2. Usaha penunjang asuransi, terdiri atas pialang asuransi, pialang reasuransi, penilai kerugian, konsultan aktuaria, dan agen asuransi. Pegadaian merupakan salah satu bentuk lembaga perkreditan dengan sistem gadai yang diperuntukkan bagi masyarakat luas berpenghasilan rendah yang membutuhkan dana dalam waktu segera. Usaha pegadaian diatur dalam
3
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1990 tentang Pengalihan Bentuk Perjan Pegadaian menjadi Perum Pegadaian. Kegiatan operasional Perum Pegadaian yang dilakukan saat ini antara lain: 1. Menyalurkan uang pinjaman kepada masyarakat berdasarkan hukum gadai. 2. Menerima jasa taksiran bagi masyarakat yang ingin mengetahui besarnya nilai riil barang miliknya. 3. Menerima jasa penitipan bagi masyarakat yang akan menitipkan barangbarangnya. 4. Bekerja sama dengan pihak ketiga dalam memanfaatkan aset perusahaan dalam bidang bisnis properti, seperti dalam pembangunan gedung dengan sistem BOT (build, operate and transfer). 5. Kredit pegawai, yaitu kredit yang diberikan kepada pegawai yang berpenghasilan tetap. Dana pensiun pada prinsipnya merupakan salah satu pilihan untuk dapat memberikan jaminan kesejahteraan kepada karyawan. Dasar hukum dana pensiun adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun. Pengertian dari dana pensiun ialah badan hukum yang mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun. Penyelenggaraan program pensiun ini dapat dilakukan oleh pemberi kerja atau dengan menyerahkan kepada lembaga keuangan lain yang menawarkan jasa
4
pengelolaan program pensiun, seperti bank umum atau perusahaan asuransi jiwa. Reksa dana mengandung pengertian sebagai wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh menejer investasi. Aturan tentang reksa dana diatur dalam Undnag-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Pertumbuhan perekonomian Nasional maupun Internasional yang begitu cepat menimbulkan tantangan yang tidak sedikit terhadap lembagalembaga keuangan. Selain Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank sebagai lembaga yang menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat, lembaga pembiayaan dapat dikatakan sebagai sumber pembiayaan alternatif. Sebagai salah satu lembaga keuangan lembaga pembiayaan mempunyai peranan yang penting dan berpotensi untuk menunjang pertumbuhan perekonomian nasional. Lembaga pembiayaan memiliki beragam jenis kegiatan usaha, salah satunya adalah perusahaan pembiayaan. Pengertian dari perusahaan pembiayaan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan, dalam pasal 1 huruf (b) dikatakan bahwa Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha di luar Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha Lembaga Pembiayaan.
5
Kegiatan Perusahaan Pembiayaan merupakan sebagian kegiatan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan. Dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan
Nomor
84/PMK.012/2006
tentang
Perusahaan
Pembiayaan,
disebutkan bahwa bentuk kegiatan usaha dari Perusahaan Pembiayaan antara lain : 1. Sewa Guna Usaha; 2. Anjak Piutang; 3. Usaha Kartu Kredit; dan/atau 4. Pembiayaan Konsumen. Sewa guna usaha adalah istilah yang dipakai dalam peraturan tentang Lembaga Pembiayaan yang berkembang sebagai bentuk sewa-menyewa, yaitu dalam bentuk pembiyaan perusahaan berupa penyedia barang modal yang digunakan untuk menjalankan usahanya dengan membayar sewa selama jangka waktu tertentu. Sewa guna usaha (leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal, baik dengan hak opsi (finance lease) maupun tanpa hak opsi (operation lease) berdasarkan pembayaran secara berkala. Hak opsi adalah hak lessee untuk membeli barang modal atau memperpanjang jangka waktu perjanjian sewa guna usaha. Penggunaan hak opsi diberikan pada akhir jangka waktu dalam perjanjian sewa guna usaha (leasing). Di dalam sewa guna usaha (leasing) menggunakan istilah lessor dan lessee untuk para subyek hukumnya. Lessor adalah istilah yang dipergunakan untuk pihak yang
6
memberikan
pembiayaan
dengan
cara
leasing
kepada
pihak
yang
membutuhkannya. Dalam hal ini lessor bisa merupakan perusahaan pembiayaan yang bersifat multi finance tetapi dapat juga berupa perusahaan yang khusus bergerak dibidang leasing dan pihak yang memerlukan barang modal disebut dengan istilah lessee. Perjanjian sewa guna usaha merupakan suatu kontrak atau persetujuan sewa menyewa antara lessor dengan leasse. Objek sewa guna usaha adalah barang modal, dan pihak lessee mempunyai hak opsi dengan harga berdasarkan nilai sisa. Di dalam suatu perjanjian sewa guna usaha nilai sisa biasanya sudah ditentukan terlebih dahulu di dalam kontrak karena nilai sisa adalah besarnya jumlah uang yang harus dibayar kembali kepada lessor oleh lessee di ahkir masa berlakunya leasing atau pada saat lessee mempunyai hak opsi. Dekatnya jaringan industri pembiayaan dengan manufaktur, distributor dan pemegang merek tunggal dengan jasa pelayanan yang cepat membuat industri pembiayaan lebih dekat dengan konsumen dibandingkan dengan industri pemberian kredit lainnya. Secara substansial pengertian pembiayaan konsumen pada dasarnya tidak berbeda dengan kredit konsumen. Menurut A. Abdurahman bahwa kredit konsumen adalah kredit yang diberikan kepada konsumen guna pembelian barang untuk tujuan konsumsi dan jasa seperti yang dibedakan dari pinjaman yang digunakan untuk tujuan produktif atau dagang.2
2
Sunaryo, 2009, Hukum Lembaga Pembiayaan, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 96.
7
Adapun yang dimaksud dengan pembiayaan konsumen menurut Pasal 1 angka (6) Keppres Nomor 61 Tahun 1998 jo. Pasal 1 huruf (p) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.012/1988 adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk dana untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan sistem pembayaran angsuran atau berkala oleh konsumen. Berdasarkan definisi diatas unsur-unsur yang terkandung dalam pengertian pembiayaan konsumen tidak berbeda jauh dengan sewa guna usaha. Unsur-unsur yang dimaksud seperti subjek, objek, perjanjian, hubungan hak dan kewajiban serta jaminan. Adapun perbedaan pembiayaan konsumen dengan sewa guna usaha yang khususnya terdapat pada hak opsi (finance lease) adalah sebagai berikut: 1. Pembiayaan konsumen, pemilikan barang atau objek pembiayaan berada pada konsumen yang kemudian diserahkan secara fidusia kepada perusahaan pembiayaan konsumen. Sedangkan pada sewa guna usaha, pemilikan barang atau objek pembiayaan berada pada lessor. 2. Pembiayaan konsumen, tidak ada batasan waktu pembiayaan dalam arti disesuaikan dengan umur ekonomis barang atau objek pembiayaan. Sedangkan pada sewa guna usaha jangka waktu diatur sesuai dengan umur ekonomis objek atau barang modal yang dibiayai oleh lessor. 3. Pembiayaan konsumen tidak membatasi pembiayaan kepada calon konsumen yang telah mempunyai NPWP, mempunyai kegiatan usaha
8
dan/atau pekerjaan bebas. Sedangkan pada sewa guna uasaha calon lessee diharuskan ada atau memiliki syarat-syarat di atas. 4. Perlakuan perpajakan antara pembiayaan konsumen dan sewa guna usaha berbeda, baik dilihat dari sisi perusahaan pembiayaan maupun dari sisi konsumen atau lessee. 5. Pembiayaan konsumen, kegiatan dalam bentuk sale and lease back belum diatur. Adapun pada sewa guna usaha hal tersebut dimungkinkan terjadinya. Transaksi pembiayaan konsumen dilakukan tidak hanya berdasarkan kehendak para pihak saja, yaitu antara perusahaan pembiayaan konsumen dan konsumen yang dituangkan dalam bentuk perjanjian. Perjanjian adalah sumber hukum utama pembiayaan konsumen dari segi perdata. Ada 2 (dua) sumber hukum perdata untuk kegiatan pembiayaan konsumen, yaitu asas kebebasan berkontrak dan perundang-undangan dibidang hukum perdata. Hubungan hukum yang terjadi dalam kegiatan pembiayaan konsumen selalu dibuat secara tertulis (kontrak) sebagai dokumen hukum yang menjadi dasar kepastian hukum (legal certainity). Perjanjian pembiayaan konsumen ini dibuat berdasarkan atas asas kebebasan berkontrak para pihak yang membuat rumusan kehendak berupa hak dan kewajiban dari perusahaan pembiayaan konsumen sebagai pihak penyedia dana (fund lender), dan konsumen sebagai pihak pengguna dana (fund user). Sebagai dokumen hukum yang utama perjanjian pembiayaan konsumen dibuat secara sah dengan memenuhi syarat-
9
syarat sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Perjanjian tersebut harus dilaksanakan dengan itikad baik (in good faith) dan tidak dapat dibatalkan secara sepihak (unilateral unvoidable) yang akan berlaku sebagai undang-undang bagi pihak-pihak yang bersangkutan. Konsumen memiliki arti sebagai setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Melihat dari pengertian tersebut setiap konsumen berhak atas perlindungan hukum yang berlaku. Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum. Berkaitan dengan konsumen, berarti hukum memberikan perlindungan terhadap hak-hak pelanggan dari sesuatu yang mengakibatkan tidak terpenuhinya hak-hak tertentu. Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Untuk itu perlindungan konsumen bertujuan meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri yang berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum. Di Indonesia perlindungan konsumen diatur dalam PerundangUndangan Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen selain dari
10
perjanjian yang dibuat antara konsumen dengan pihak lain seperti perusahaan pembiayaan. Sebagai salah satu perusahaan pembiayaan di Indonesia PT. Mitsui Leasing
Capital
Indonesia
memiliki
standarisasi
terhadap
perjanjian
pembiayaan yang dikeluarkan baik berupa perjanjian sewa guna usaha (finance lease) maupun perjanjian pembiayaan konsumen (consumer finance). Perjanjian tersebut dibutuhkan sebagai bukti otentik telah terjadinya kesepakatan antara para pihak yaitu perusahaan pembiayaan dengan konsumen yang bersangkutan. Di dalam perjanjian memuat seluruh hak dan kewajiban yang diperlukan para pihak antara lain unit pembiayaan seperti jenis kendaraan bermotor roda empat atau lebih (jenis truck dan non truck), jangka waktu pembiayaan, dan lain-lain. Perjanjian pembiayaan terdiri dari dokumen-dokumen yang disatukan dan selanjutnya akan ditandatangani oleh pihak-pihak yang bersangkutan sesuai dengan kepentingan masing-masing. Perjanjian pembiayaan konsumen (consumer finance) terdiri dari: 1. Perjanjian Pembiayaan Konsumen (PPK) dan lampirannya. 2. Daftar Perincian PPK 3. Surat Sanggup 4. Surat Pernyataan Transfer 5. Surat Pernyataan Penyerahan dan Penerimaan Barang 6. Surat Pernyataan Bersama
11
7. Surat Kuasa Pasang Fidusia 8. Surat Kuasa Yang Tidak Dapat Dicabut Kembali 9. Surat Persetujuan (Suami/Istri) / jika status customer = nikah dan tidak ada akta pisah harta 10. Surat Pernyataan Status Perkawinan 11. Surat Persetujuan Dewan Komisaris (khusus kontrak atas nama PT) 12. Surat Persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (khusus kontrak atas nama PT) 13. Surat Pernyataan Anggaran Dasar (khusus kontrak atas nama PT) 14. Addendum Perjanjian Konsumen (PPK) khusus untuk kendaraan baru, BPKB atas nama Suami/Istri/anak (family) 15. Surat Pernyataan Mobil Import (khusus mobil CBU, jika konsumen membeli di showroom atau importir umum) 16. Surat Pernyataan Beda Tandatangan 17. Dokumen perjanjian tambahan jika ada Sedangkan pada perjanjian sewa guna usaha (finance lease) meliputi: 1. Penegasan Pesanan Pembelian Barang Modal 2. Perjanjian Sewa Guna Usaha dan lampirannya 3. Ikhtisar Perjanjian Sewa Guna Usaha dan Jadwal Pembayaran Sewa
12
4. Surat Sanggup 5. Surat Pernyataan Transfer 6. Surat Pemberitahuan Pelaksanaan Hak Opsi 7. Surat Keterangan Penyerahan dan Penerimaan Barang 8. Surat Pernyataan Bersama (BPKB) 9. Surat Pernyataan Mobil Import (khusus mobil baru / CBU) 10. Surat Kuasa Yang Tidak dapat dicabut Kembali 11. Surat Perjanjian Jual Beli Barang Modal 12. Surat Persetujuan (Suami/Istri) / jika status customer = nikah dan tidak ada akta pisah harta 13. Surat Pernyataan Status Perkawinan 14. Surat Persetujuan Dewan Komisaris (khusus kontrak atas nama PT) 15. Surat Persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (khusus kontrak atas nama PT) 16. Surat Pernyataan Anggaran Dasar (khusus kontrak atas nama PT) 17. Surat Pernyataan Beda Tandatangan 18. Dokumen perjanjian tambahan jika ada Karena setiap perusahaan memiliki peraturan dan standarisasi mengenai kelengkapan dan isi suatu perjanjian pembiayaan maka dalam proses pembuataannya tidak lagi melibatkan konsumen sebagai subjek hukum yang bersangkutan. Konsumen dianggap memahami seluruh isi dari perjanjian yang diberikan pada saat mereka telah menandatanginya. Sehingga diharapkan
13
adanya edukasi yang tepat dengan cara penjelasan yang lengkap pada saat proses penandatanganan perjanjian pembiayaan kepada konsumen. Dokumen-dokumen penting di dalam perjanjian pembiayan merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Dokumen penting yang perlu dilampirkan pada setiap perjanjian pembiayaan salah satunya surat pernyataan yang tidak dapat dicabut kembali. Surat pernyataan ini berfungsi untuk memberikan kuasa kepada pihak perusahaan pembiayaan untuk dapat melakukan tindakan-tindakan yang berhubungan dengan unit kendaraan bermotor sebagai objek hukum. Pada perjanjian pembiayaan konsumen terdapat pula surat kuasa pasang fidusia, dimana konsumen memberikan kuasa kepada pihak perusahaan pembiayaan untuk mengurus dan melaksanakan serta menjaminkan secara fidusia jaminan berupa kendaraan bermotor sesuai dengan yang disebutkan di dalam perjanjian yang ada, selanjutnya akan mendaftarkan akta jaminan fidusia yang telah dibuat notaris pada kantor pendaftaran fidusia di Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Kedua lampiran dokumen tersebut merupakan bagian penting dalam suatu perjanjian pembiayaan yang dikeluarkan oleh PT. Mitsui Leasing Capital Indonesia. Sejatinya perusahaan pembiayaan sebagai salah satu pelaku usaha tidak diperbolehkan untuk membuat klausula baku pada setiap perjanjian yang dibuat. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Disebutkan jelas dalam Pasal 18 Undnag-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen klausula-klausula baku
14
apa saja yang dilarang dibuat dan cantumkan oleh pelaku usaha pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila: a. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung, maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran. b. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen seraca angsuran. Dalam prakteknya klausula-klausula tersebut selalu dipakai perusahaan pembiayaan sebagai pencegahan dan proteksi apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan selama jangka waktu yang telah disepakati. PT. Mitsui Leasing Capital Indonesia memcantumkan dokumen surat kuasa yang tidak boleh ditarik kembali sebagai upaya pencegahan apabila konsumen tidak dapat menyelesaikan pembayaran sesuai dengan jangka waktu yang telah disepakati. Untuk
pemasangan
hak
fidusia
pihak
perusahaan
pembiayaan
juga
menggunakan surat kuasa untuk mempermudah dan efisiensi dalam hal pemasangan hak tanggungan. Karena tidak dimungkinkan semua konsumen datang ke kantor untuk medantangani kembali surat akta jaminan fidusia yang telah selesai dibuat oleh notaris rekanan. Pendaftaran fidusia dilakukan maksimal 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal kontrak perjanjian pembiayaan konsumen.
15
Mengingat belum adanya Peraturan Perundang-Undangan yang secara khusus mengatur tentang lembaga pembiayaann masih banyak ditemukan kendala-kendala terutama dalam hal perjanjian pembiayaan. Oleh karena itu perundang-undangan yang bersifat publik terutama yang relevan dan peraturan tentang lembaga pembiayaan serta peraturan otoritas jasa keuangan berlaku pula pada pembiayaan konsumen. Apa yang sudah tertulis diatas membuat penulis menyelami dunia Perusahaan pembiayaan pada PT. Mitsui Leasing Capital Indonesia. Berdasarkan pemaparan di atas penulis mengangkat judul “PERLINDUNGAN KONSUMEN
DALAM
PERJANJIAN
PEMBIAYAAN
KONSUMEN
KENDARAAN BERMOTOR PADA PERUSAHAAN PEMBIAYAAN PT. MITSUI LEASING CAPITAL INDONESIA DITINJAU BERDASARKAN UNDANG-UNDANG
NOMOR
8
TAHUN
1999
TENTANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN” sebagai judul penulisan hukum.
2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas dapat ditentukan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah
pelaksanaan
perjanjian
pembiayaan
konsumen
kendaraan bermotor pada perusahaan pembiayaan ?
16
2. Faktor-faktor apakah yang menjadi kendala dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen kendaraan bermotor pada perusahaan pembiayaan ?
3. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang dilakukan, Penelitian ini bertujuan untuk meneliti perlindungan konsumen khususnya dalam perjanjian pembiayaan konsumen pada perusahaan pembiayaan. Sepanjang pengetahuan penulis, hingga saat proposal penelitian diajukan belum terdapat penelitian yang secara khusus mengangkat tema mengenai perjanjian pembiayaan konsumen dan perlindungan konsumen pada PT. Mitsui Leasing Capital Indonesia. Oleh karena itu, penulis dapat mengatakan bahwa tema penulisan hukum ini adalah asli. Adapun beberapa penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian penulis yang perlu untuk dicantumkan, terdapat beberapa penelitian yang berhubungan dengan perjanjian pembiayaan konsumen dan perusahaan pembiayaan. Beberapa penelitian tersebut yakni:
1) Dharmawangsa Bramada, pada tahun 2010 menulis tesis dengan judul Perjanjian Leasing (Sewa Guna Usaha) Pada Lembaga Pembiayaan Di PT. Otto Multiartha di Kota Palembang. Rumusan masalahnya adalah bagaimana penerapan asas kebebasan berkontrak pada perjanjian
17
leasing di PT. Otto Multiartha Palembang? Selanjutnya permasalahan yang diajukan adalah bagaimana pelaksaan tanggung jawab lessee terhadap lessor dalam hal terjadinya wanprestasi yang dilakukan lessee di PT. Otto Multiartha Palembang? Penelitian tersebut menganalisis tentang asas kebebasan berkontrak dari suatu perjanjian khususnya perjanjian pada lembaga pembiayaan dan pelaksaan tanggung jawab apabila terjadi wanprestasi. 2) Fatra Dodi, pada tahun 2010 menulis tesis dengan judul Perjanjian Pembiayaan Konsumen Pada PT. Austindo Nusantara Jaya Finance Cabang Padang dengan mengemukakan permasalahan yang pertama adalah bagaiman perjanjian pembiayaan konsumen pada PT. Austindo Nusantara Jaya Finance Padang? Selanjutnya permasalahan yang diajukan adalah apa akibat hukum yang timbul terhadap perjanjian pembiayaan konsumen yang menggunakan konsep sewa guna usaha (leasing) dengan barang konsumsi dan barang modal sebagai objek pembiayaan pada PT. Austindo Nusantara Jaya Finance Padang? Penelitian tersebut menitikberatkan pada perjanjian pembiayaan konsumen pada perusahaan yang dimaksud dan akibat hukum yang timbul dari perjanjian pembiayaan konsumen tersebut. Dari penelusuran kepustakaan dapat dikemukakan bahwa penelitian yang membahas serta menganalisis tentang perjanjian pembiayaan konsumen atau perjanjian sewa guna usaha (leasing) jumlahnya sangat terbatas baik berupa
18
skripsi maupun tesis. Namun secara keseluruhan penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian terdahulu.
4. Tujuan Penelitian 4.1. Tujuan Objektif penelitian a. Untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen kendaraan bermotor pada perusahaan pembiayaan. b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi kendala dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen kendaraan bermotor pada perusahaan pembiayaan.
4.2. Tujuan Subjektif dari Penelitian ini Untuk mencari dan memperoleh data yang diperlukan dalam penyusunan penulisan hukum sebagai syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister Hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.
5. Kegunaan Penelitian 5.1. Kegunaan dalam ilmu pengetahuan
19
Diharapkan hasil penelitian ini dapat berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum umumnya dan hukum bisnis khususnya, serta konsumen PT. Mitsui Leasing Capital Indonesia, dan para Magister Hukum dalam perkembangan dunia bisnis khususnya dalam perkembangan dunia Perusahaan Pembiayaan di Indonesia. 5.2. Kegunaan dalam bidang Praktek Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat berguna bagi PT. Mitsui Lesing Capital Indonesia, dapat memberikan pengetahuan dan masukan bagi masyarakat khususnya pada pihak konsumen akan perlindungan dan pertanggungjawaban yang dimiliki.
6.
Sistematika Penulisan Keseluruhan penulisan tesis ini dapat digambarkan dengan sistem
sebagai berikut : BAB I
PENDAHULUAN Bab ini membahas latar belakang masalah, perumusan masalah, keaslian penulisan, tujuan penulisan, kegunaan penulisan, dan sistematika tesis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
20
Dalam bab ini akan diuraikan mengenai Lembaga Pembiayaan, Otoritas Jasa Keuangan, Perlindungan Konsumen, Hukum Perjanjian, dan Profile Company PT. Mitsui Leasing Capital Indonesia.
BAB III
METODELOGI PENELITIAN Dalam metode penelitian ini akan diuraikan mengenai sifat penelitian, jenis penelitian, yang meliputi bahan penelitian kepustakaan, lapangan dan alat pengumpulan data serta analisa hasil penelitian.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi hasil penelitian dan pembahasan mengenai rumusan
masalah
tentang
pelaksaan
dalam
perjanjian
pembiayaan kendaraan bermotor pada perusahaan pembiayaan; dan faktor-faktor yang menjadi kendala dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan kendaraan bermotor pada perusahaan pembiayaan. BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini terdapat kesimpulan dan saran.
21