19
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang Sebagai pelayanan kesehatan paling dasar dan sebagai ujung tombak pelayanan dan pembangunan kesehatan masyarakat di Indonesia, Puskesmas perlu mendapat perhatian yang lebih serius, terutama mutu pelayanannya yang seharusnya sesuai dengan hakikat reformasi kesehatan di Indonesia. Peningkatan mutu pelayanan kesehatan merupakan kebutuhan masyarakat, oleh karena itu Puskesmas mempunyai peran penting dalam rangka menuju Kota dan Kecamatan Sehat 2010. Dengan menggunakan landasan pengembangan kesehatan, pimpinan Puskesmas harus lebih memahami penerapan sistem informasi manajemen Puskesmas (SIMPUS) sebagai dasar penyusunan Perencanaan Tahunan Puskesmas (Muninjaya, 2004). Departemen Kesehatan sudah sejak lama mengembangkan Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS), yaitu semenjak diciptakannya Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP) pada awal tahun 1970-an. Pengembangan SIKNAS ini semakin ditingkatkan dengan dibentuknya Pusat Data Kesehatan pada tahun 1984. Namun demikian, walau sudah terjadi banyak kemajuan, pengembangan SIKNAS ini masih menghadapi hambatan-hambatan yang bersifat klasik, yang akhirnya menimbulkan masalah-masalah klasik pula, yaitu kurang akurat, kurang sesuai kebutuhan, dan kurang cepatnya data dan informasi yang disajikan (Departemen Kesehatan RI, 2007).
Universitas Sumatera Utara
20
Sistem informasi kesehatan merupakan suatu pengelolaan informasi di seluruh tingkatan organisasi pemerintah yang ditentukan secara sistematis dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat. Peraturan perundangundangan yang mengatur tentang sistem informasi kesehatan adalah Keputusan Menteri
Kesehatan
(Kepmenkes)
Nomor:
004/Menkes/SK/I/2003
tentang
Kebijakan dan Strategi Desentralisasi Bidang Kesehatan dan Kepmenkes No. 932/Menkes/SK/VIII/2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengembangan Sistem Laporan Informasi Kesehatan Kabupaten/Kota (Departemen Kesehatan RI, 2003). Isi kedua Kepmenkes tersebut mengandung kelemahan dimana hanya melihat sistem informasi kesehatan dari sudut pandang manajemen kesehatan, tidak memanfaatkan keadaan mutakhir teknologi informasi serta tidak berkaitan dengan sistem informasi nasional. Teknologi informasi dan komunikasi juga belum dijabarkan secara rinci sehingga informasi yang disajikan tidak tepat guna dan tidak tepat waktu (Departemen Kesehatan RI, 2003). Dalam era pembangunan, informasi memegang peran yang sangat penting. Sistem Kesehatan Nasional Tahun 2003 mengamanatkan informasi kesehatan sebagai salah satu unsur utama dari sub sistem manajemen kesehatan. Lebih tegas lagi Kepmenkes RI No 004/Menkes/SK/I/2003 disebutkan sebagai salah satu upaya penataan manajemen kesehatan di era desentralisasi. Namun disadari bahwa sistem informasi kesehatan di setiap tingkatan dimaksud baru terlaksana bila ada dukungan sistem informasi kesehatan di bawahnya. Dengan demikian, sistem informasi kesehatan Kabupaten/Kota akan terwujud apabila Sistem informasi
Universitas Sumatera Utara
21
kesehatan di Puskesmas juga telah berjalan baik (Departemen Kesehatan RI, 2007).
DITJEN BINFAR & ALKES
DITJEN BINKESMAS DITJEN YANMED
UPT RS
Bank Data Pus Datin
DINKES PROV (Bank Data)
DEPKES DITJEN PP & PL
SEKJEN (BIRO + PUSAT) ITJEN BADAN2
RS
PUSK
PUSK
DIBANGUN DEPKES TAHUN 2007
DINKES KAB/KOTA (Bank Data)
DIBANGUN DAERAH /SUMBER LAIN
DLL
Gambar 1.1. Jaringan Online Sistem Informasi Kesehatan Nasional (Siknas Online)
Setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, secara struktural seakan-akan telah putus hubungan antara Kabupaten/kota dengan propinsi, dan dengan pusat. Sistem informasi yang menghubungkan berbagai tingkatan tadi juga otomatis mengalami hambatan / kemacetan (Departemen Kesehatan RI, 2003).
Universitas Sumatera Utara
22
Ketidakberhasilan dalam pengembangan sistem informasi tersebut, lebih disebabkan dari segi perencanaan yang kurang baik, dimana identifikasi faktorfaktor penentu keberhasilan dalam implementasi sistem informasi tersebut kurang lengkap dan menyeluruh. Perkembangan dan perubahan yang cepat dalam segala hal juga terjadi di dunia pelayanan kesehatan. Hal ini semata-mata karena sektor pelayanan kesehatan merupakan bagian dari sistem yang lebih luas dalam masyarakat dan pemerintahan dalam suatu negara, bahkan lebih jauh lagi sistem yang lebih global. Perubahan-perubahan yang terjadi di negara lain dalam berbagai sektor mempunyai dampak terhadap sistem pelayanan kesehatan (Kushadiwijaya, 2000). Sehubungan dengan hal tersebut perlu adanya suatu sistem informasi yang dapat menyajikan dan menggambarkan secara menyeluruh tentang kondisi dan situasi kesehatan di suatu wilayah, dengan data yang valid, akurat dan lengkap, serta dapat diakses dengan mudah, cepat dan dengan jangkauan yang luas. Sistem tersebut nampaknya hanya bisa dibangun melalui kesepakatan atau komitmen bersama dari tingkat yang paling bawah sampai ke tingkat pusat (Departemen Kesehatan RI, 2007). Informasi di bidang kesehatan dapat digali secara luas di lingkup Puskesmas. Informasi tersebut meliputi data mengenai pasien, penyakit, pengobatan yang diberikan, serta kondisi kesehatan masyarakat secara umum. Data kinerja petugas pelayanan kesehatan beserta hasilnya terhadap masyarakat dapat pula dilihat melalui data Puskesmas. Data tersebut sangat menentukan
Universitas Sumatera Utara
23
dalam keberhasilan penentuan kebijakan serta dapat menunjukkan kapasitas kerja Puskesmas (Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi, 2008) Di Propinsi Sumatera Utara, pelaksanaan Sistem Informasi Kesehatan Daerah (SIKDA) belum berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini dikarenakan belum ada kabupaten dan kota yang berhasil membangun SIKDA nya. Sampai akhir tahun 2006 dari 25 kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Utara, semuanya telah membuat profil kesehatan (100%), tetapi bila dilihat dari persentase pengisian tabel-tabel yang telah disediakan, 48% kabupaten/kota belum mengisinya, hal ini karena ketiadaan data yang diminta dalam tabel atau faktorfaktor lainnya, sehingga data yang dihasilkan tidak menunjukkan atau menggambarkan kondisi pencapaian pembangunan kesehatan yang sebenarnya. Sampai akhir tahun 2006, dari 25 Kabupaten/Kota ada 13 kabupaten/kota atau hanya sekitar 52% yang sudah melaksanakan Survei Kesehatan Daerah (SURKESDA). Pencapaian ini masih di bawah target nasional (Indonesia Sehat 2010) yaitu 100% (Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara, 2007). Untuk menentukan status kesehatan masyarakat di Kabupaten Langkat saat ini bukan merupakan persoalan yang mudah. Hal ini karena sistem informasi kesehatan masih belum memadai untuk dapat menentukan status kesehatan secara tepat (Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat, 2007). Saat ini Kabupaten Langkat sudah memiliki 28 unit Puskesmas dengan 142 unit Puskesmas pembantu serta didukung oleh Rumah Sakit Umum kelas C sebagai tempat rujukan, namun masyarakat masih mengharapkan agar kualitas pelayanan
Universitas Sumatera Utara
24
dapat lebih ditingkatkan lagi. Masyarakat pada umumnya masih merasa kurang puas terhadap mutu pelayanan Puskesmas dan Rumah Sakit terutama yang berhubungan dengan pelayanan administrasi dan pelayanan medis. Rendahnya kualitas pelayanan kesehatan tersebut disebabkan oleh masih lemahnya manajemen kesehatan termasuk sistem informasi kesehatan terutama pada tingkat Puskesmas (Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat, 2006). Budiharto et.al. (2005), yang meneliti penyempurnaan sistem informasi kesehatan kabupaten/kota mendapatkan beberapa temuan yaitu : data yang dikumpulkan secara rutin terlalu banyak, sehingga menimbulkan beban bagi petugas kesehatan pada tingkat operasional. Data kurang memadai untuk digunakan dalam pengambilan keputusan, karena masalah kualitas dan kelengkapannya. Kecuali itu masih terjadi duplikasi dalam pencatatan data di Puskesmas, dan analisis periodik SIK jarang dilakukan. Di beberapa tempat sudah menggunakan komputer, sebaliknya di beberapa tempat sumber daya SIK masih terbatas. Terungkap pula kurangnya umpan balik bagi unit operasional. Hasil penelitian Kurniawati (2004), mendapati bahwa sistem pencatatan dan pelaporan data pasien rawat jalan Puskesmas di wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Semarang
sebelum
SIMPUS
berjalan
didasarkan
format
pelaporan
SP3,
menggunakan sistem manual dan sederhana, hambatannya sering terjadi kesalahan dan perbedaan laporan antar pemegang program, terlalu banyak tangan, mengandalkan tulisan tangan, laporan tidak tepat waktu, laporan sering salah, kegiatan yang tumpang tindih, pelaporan harus ke DKK membutuhkan waktu lama.
Universitas Sumatera Utara
25
Pada SIMPUS seluruhnya menggunakan komputer, kinerja SIMPUS belum dapat menunjukkan kecepatan dan kemampuannya menangani beban kerja pengelolaan data, hal ini terjadi karena petugas pengelola data sedang mengalami transisi dan perubahan dari sistem manual ke sistem komputer karena sistem baru berjalan selama dua bulan. Survei awal yang penulis lakukan dengan mewawancarai Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat menunjukkan bahwa sistem informasi kesehatan di Kabupaten Langkat belum berfungsi baik. Kenyataan ini menunjukkan bahwa pengumpulan data tentang kesehatan di Kabupaten Langkat masih terasa sangat sulit, sehingga informasi kesehatan yang cepat, tepat dan akurat masih sangat langka, kecuali data dari hasil survei (Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat, 2007). Penerapan sistem informasi yang kurang memadai tersebut kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor yaitu keterampilan tenaga pengolah data yang masih rendah, dana yang kurang memadai, kurang lengkapnya sarana dan prasarana, dan metode yang kurang baik (Muninjaya, 2004). Oleh karena sistem informasi yang belum berfungsi dengan baik, realisasi anggaran terhadap perencanaan yang disusun sering tidak sesuai, karena berbagai alasan. Hal ini antara lain karena masih rendahnya kualitas data yang dimiliki, dan kurangnya keterpaduan antara perencanaan program dan penganggarannya. Terlebih lagi apabila program sangat tergantung kepada proyek sehingga perencanaan yang berkesinambungan sangat sulit dilakukan oleh karena setiap tahunnya tidak ada kepastian tentang berapa jumlah dana yang dapat dialokasikan. Di samping itu masih
Universitas Sumatera Utara
26
sering muncul kegiatan yang bersifat mendadak tanpa perencanaan terlebih dahulu (Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat, 2006). Seorang pimpinan Puskesmas harus menjabarkan secara operasional visi dan misi Puskesmas ke dalam kegiatan yang akan dilaksanakan oleh staf untuk mencapai tujuan pelayanan (program) Puskesmas. Di sinilah pentingnya keterampilan seorang pimpinan merumuskan strategi dan kebijakan pengembangan suatu program sesuai dengan masalah kesehatan masyarakat yang potensial berkembang di wilayah kerjanya. Staf Puskesmas harus paham dan terampil merumuskan masalah program yang dihadapi oleh unit kerjanya dan masalah kesehatan masyarakat yang berkembang sesuai dengan bidang dan wilayah binaannya (Gondoputro, 2007). Dalam organisasi baik bisnis maupun publik terdapat sumberdaya yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya agar tujuan dapat dicapai dengan optimal. Sumberdaya tersebut dikenal dengan istilah 6M (Man, Money, Method, Material, Machine dan Market). Keenam sumberdaya tersebut semuanya sangat dibutuhkan dalam organisasi (Siagian, 2006). Dalam organisasi Puskesmas, sumberdaya organisasi yang digunakan yaitu manusia (man), uang (money), bahan-bahan (material), dan metode (method). Perencanaan akan menjadi efektif jika perumusan masalah sudah dilakukan berdasarkan fakta-fakta, dan bukan berdasarkan emosi atau angan-angan saja. Faktafakta diungkap dengan menggunakan data untuk menunjang perumusan masalah. Perencanaan juga merupakan proses pemilihan alternatif tindakan yang terbaik untuk mengerjakan sesuatu di masa yang akan datang yaitu suatu tindakan yang
Universitas Sumatera Utara
27
diproyeksikan di masa yang akan datang. Salah satu tugas pimpinan yang terpenting di bidang perencanaan adalah menetapkan tujuan jangka panjang dan pendek organisasi berdasarkan analisis situasi di luar (eksternal) dan di dalam (internal) organisasi (Muninjaya, 2004).
1.2. Permasalahan Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, terlihat bahwa Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat sebenarnya sudah menggunakan sistem informasi kesehatan yang cukup memadai, namun belum diketahui apakah perencanaan kesehatan yang dilaksanakan di sejumlah Puskesmas di Kabupaten Langkat sudah berdasarkan sistem informasi kesehatan yang ada. Oleh karena itu permasalahan penelitian dirumuskan sebagai berikut: ”Bagaimana hubungan sumberdaya organisasi (keterampilan petugas pengolah data, dana, sarana prasarana dan metode) dengan penerapan SIMPUS di Puskesmas Kabupaten Langkat”.
1.3. Tujuan Penelitian Untuk menganalisis hubungan sumberdaya organisasi (keterampilan petugas pengolah data, dana, sarana prasarana dan metode) dengan penerapan sistem informasi manajemen Puskesmas di tingkat Puskesmas di Kabupaten Langkat.
Universitas Sumatera Utara
28
1.4. Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian adalah bahwa ada hubungan sumberdaya organisasi (keterampilan petugas pengolah data, dana, sarana prasarana dan metode) dengan penerapan SIMPUS di tingkat Puskesmas Kabupaten Langkat.
1.5. Manfaat Penelitian 1. Bagi Puskesmas; dengan sistem informasi yang baik dan tersedianya informasi yang akurat dan tepat guna akan menjadi masukan yang baik dalam pengambilan keputusan bagi peningkatan proses manajemen kesehatan di Puskesmas, perbaikan pelaksanaan kegiatan bulanan maupun rencana operasional tahunan Puskesmas. 2. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat; dengan sistem informasi Puskesmas yang benar-benar terintegrasi dan berjalan dengan baik, akan menunjang
perencanaan
kesehatan yang baik pula sehingga dapat
mengantarkan pembangunan kesehatan untuk mencapai program kesehatan menuju Kabupaten Langkat Sehat. 3. Masyarakat dan peneliti lainnya Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan kepada masyarakat dan peneliti lain dalam mengembangkan penelitian lebih lanjut di bidang sistem informasi kesehatan.
Universitas Sumatera Utara