BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sale pisang merupakan salah satu produk olahan pisang masak konsumsi yang dibuat dengan proses pengasapan dan pengeringan. Sale dikenal mempunyai rasa dan aroma khas. Pada dasarnya hampir semua jenis pisang dapat dibuat sale, akan tetapi ada beberapa pisang yang memiliki rasa sepet meskipun telah matang, sehingga tidak diolah menjadi sale pisang (Anonim, 2002). Menurut Anonim (2006), proses pembuatan sale pisang secara tradisional dengan menggunakan kayu bakar pada proses pengasapannya. Dengan menggunakan kayu bakar tersebut dapat menimbulkan polusi udara yang mengganggu. Selain itu, Gorbatov (1971) dan Maga (1987), menyebutkan beberapa kelemahan pengasapan tradisional, yaitu : kesulitan dalam mengatur flavor dan konsentrasi konstituen asap yang diinginkan, waktu dan suhu yang optimal tidak dapat dipertahankan sama sehingga produk yang dihasilkan tidak seragam, kemungkinan terbentuk senyawa hidrokarbon aromatik polisiklik (benzo(a)piren) yang bersifat karsinogenik. Cara tradisional untuk mendapatkan flavor asap pada produk ini di luar negeri sudah lama ditinggalkan dan sekarang telah dikembangkan
1
cara baru yaitu dengan menggunakan asap cair. Penggunaan asap cair pada produk makanan mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan pengasapan secara tradisional, di antaranya : menghemat biaya yang dibutuhkan untuk kayu dan peralatan pembuatan asap, dapat mengatur flavor produk yang diinginkan, dapat mengurangi komponen yang berbahaya (senyawa benzo(a)piren yang bersifat karsinogenik), dapat digunakan secara luas pada makanan dimana tidak dapat diatasi dengan metode tradisional, dapat diterapkan pada masyarakat awam, mengurangi polusi udara dan komposisi asap cair lebih konsisten untuk pemakaian yang berulangulang (Draudt, 1963; Maga, 1987; Pszczola, 1995). Metoda pembuatan asap cair mulai dikembangkan pada akhir tahun 1880an guna mengganti proses pengasapan tradisional yang mempunyai banyak kelemahan. Pada awal tahun 1970an, seiring dengan kemajuan teknologi telah diproduksi asap cair dalam jumlah besar secara efisien yaitu dalam jumlah jutaan galon per tahun yang dijual secara luas (Pszczola, 1995). Akhirakhir ini penggunaan asap cair telah meluas di banyak negara seperti di Eropa, Afrika, Asia, Australia dan Amerika Latin. Di Amerika Serikat, penggunaan asap cair sangat umum dilakukan yang diperkirakan 7 dari 10 pengolah daging menggunakan asap cair. Asap cair dapat diaplikasikan untuk memberikan flavor pada daging sapi, daging
2
unggas, ikan salmon, keju oles, kacang dan makanan ringan lainnya; juga dapat digunakan untuk menambahkan flavor asap pada saus, sup, sayuran
yang dikalengkan, bumbu dan campuran rempahrempah, makanan binatang peliharaan, dan beberapa pakan unggas (Pszczola, 1995). Metode penggunaan asap cair yang banyak digunakan adalah dengan cara perendaman. Dengan metode ini, produk yang dihasilkan menunjukkan mutu organoleptik yang memuaskan secara keseluruhan. Metode ini banyak dilakukan untuk daging babi, daging bahu, daging perut dan sosis ; juga pada industri keju Italia, dimana keju direndam dalam larutan garam asap (Girard, 1992). Metode perendaman dapat diaplikasikan pada pembuatan sale pisang karena sale pisang seperti halnya produkproduk asap yang lain, juga diinginkan flavor asap pada produknya. Karena metode yang digunakan adalah dengan perendaman, maka perlu diketahui konsentrasi asap cair perendaman. Konsumen kurang menyukai sale pisang karena mempunyai flavor asap yang terlalu kuat (Anonim, 2006). Oleh karena itu pada penelitin ini akan dicari konsentrasi terendah asap cair yang diperlukan pada perendaman pisang untuk menghasilkan sale pisang dengan flavor asap terendah.
3
Asap cair mempunyai peluang untuk digunakan secara luas di Indonesia mengingat tersedianya bahan baku yang melimpah, proses pembuatan yang sederhana, mudah diaplikasikan oleh masyarakat dengan citarasa produk yang dapat diterima serta melindungi konsumen dari bahan karsinogenik yang biasanya terbentuk pada pengasapan tradisional.
Pada penelitian ini digunakan asap cair tempurung kelapa karena sampai saat ini di Indonesia belum banyak penelitian mengenai aplikasi asap cair tempurung kelapa pada produk makanan. Diharapkan dengan adanya penelitian ini, aplikasi asap cair tempurung kelapa dapat lebih optimal sehingga asap cair tempurung kelapa yang sudah ada dapat lebih dikembangkan karena sudah adanya pasar. Dengan proses perendaman dalam asap cair, maka diharapkan proses pembuatan sale pisang menjadi lebih praktis. 1.2. Rumusan Masalah Pisang Uter merupakan varietas pertanian yang memiliki nilai ekonomis rendah dan proses pasca panennya rendah. Pisang Uter merupakan bahan pangan yang mudah rusak dan memiliki nilai ekonomis yang rendah. Oleh karena itu, dengan mengolahnya menjadi sale pisang diharapkan dapat meningkatkan nilai ekonomis jenis pisang tersebut.
4
Sale pisang asap basah yang berada dipasaran kurang begitu disukai oleh konsumen karena stigma pengolahan yang kotor. Disamping itu terdapat kekurangan yang dihasilkan pada saat proses pembuatan sale pisang beraroma asap dengan metode pembuatan sale pisang asap basah, yaitu risiko kontaminasi silang pada saat proses pembuatan dan risiko zatzat karsinogenik yang terkandung pada bahan pengasapan sale pisang basah meskipun banyak konsumen yang menyukai aroma asap pada sale pisang.
1.3. Tujuan Penelitian a) Menentukan metode aplikasi asap cair yang tepat pada pembuatan sale pisang kering Uter. b) Mengetahui konsentrasi asap cair berdasarkan tingkat kesukaan konsumen pada sale pisang.
5
6