1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu sasaran yang hendak dicapai dalam pembangunan ekonomi nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan efisiensi produksi. Hal ini berarti pembangunan ekonomi diarahkan pada pendayagunaan faktor-faktor produksinya secara efisien sehingga menghasilkan produk yang dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat. Sektor pertanian merupakan sektor potensial yang memiliki peranan penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara, khususnya di negara-negara sedang berkembang yang pada dasarnya mayoritas adalah negara agraris. Menurut Tulus Tambunan (2003: 9) jika mengikuti analisis klasik dari Kuznets (1964) pertanian di negara sedang berkembang merupakan sektor ekonomi yang sangat potensial yang mampu memberikan 4 kontribusi yang penting terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional diantaranya adalah : 1. kontribusi produk yakni produk-produk sektor pertanian memiliki kontribusi dalam supply makanan dan penyediaan bahan baku untuk keperluan kegiatan produksi pada sektor-sektor nonpertanian. 2. kontribusi pasar yakni sektor pertanian pada tahap-tahap awal pembangunan memiliki populasi besar yang membentuk permintaan domestik terhadap produk-produk dari industri dan sektor lain di dalam negeri. 3. kontribusi faktor-faktor produksi yakni sektor pertanian merupakan sumber modal untuk investasi di dalam ekonomi karena mampu menyediakan tenaga kerja untuk sektor nonpertanian dan memiliki sumbangan output yang penting terhadap produk Domestik Bruto (PDB) meskipun tanpa bisa dihindari sumbangannya menurun seiring dengan semakin tingginya pembangunan ekonomi.
2
4. kontribusi devisa yakni sektor pertanian mampu berperan sebagai salah satu sumber penting bagi surplus neraca perdagangan/ neraca pembayaran (sumber devisa), baik baik melalui ekspor hal-hal pertanian/ peningkatan produksi komoditi-komoditi pertanian menggantikan impor (substitusi impor). Sebagian besar penduduk Indonesia tinggal di wilayah pedesaan dan lebih dari setengah penduduk tersebut menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian. Seperti yang dikemukakan oleh Moehar Daniel 2001 : 63, sebagai berikut : ”Kontribusi utama sektor pertanian terhadap pembangunan nasional diantaranya secara nyata telah meningkatkan penyediaan bahan pangan, menyediakan kesempatan kerja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta menunjang sektor non pertanian melalui penyediaan bahan baku untuk industri pengolahan. ” Salah satu produk pertanian adalah pertanian ubi Cilembu. Berikut ini adalah output sekaligus kontribusi ubi jalar terhadap Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Jawa Barat : Tabel 1.1 Output Ubi Jalar Provinsi Jawa Barat Tahun 2006-2009 (dalam ton) Tahun
Produksi ubi jalar (ton)
2006 2007 2008 2009
34.373 33.694 33.793 35.841
Produksi ubi jalar (milyar rupiah) 103,119 101,082 101,379 107,523
Sumber : BPS provinsi Jawa Barat Tabel 1.1 diatas memperlihatkan jumlah output produksi ubi jalar provinsi Jawa Barat dalam 4 tahun terakhir yang berfluktuatif. Dan terlihat mengalami penurunan antara tahun 2006 ke tahun 2007 dan peningkatan dari tahun 2008 ke tahun 2009.
3
Tabel 1.2 Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Jawa Barat tahun 2006-2009 (Trilyun Rupiah) Tahun 2006 2007 2008 2009
PDRB 473,19 526,61 602,42 601,05
Sumber : BPS provinsi Jawa Barat Dari tabel 1.1 dan tabel 1.2 diatas dapat diketahui besarnya kontribusi ubi jalar terhadap PDRB (Produk Domestik regional Bruto) adalah seperti yang tercantum dalam tabel berikut ini : Tabel 1.3 Kontribusi Ubi Jalar Terhadap Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Jawa Barat tahun 2006-2009 (dalam persen)
Tahun 2006 2007 2008 2009
Kontribusi ubi jalar terhadapn PDRB provinsi Jawa Barat 0,023 % 0,019 % 0,017 % 0,018 %
Sumber : BPS Jawa Barat (data diolah)
Dari tabel 1.3 diatas dapat diketahui besarnya Kontribusi ubi jalar terhadap Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Jawa Barat tahun 2006-2009 adalah mengalami fluktuasi, walaupun perubahannya tidak terlalu besar yakni berkisar antara 0,02 % dari keseluruhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) provinsi Jawa Barat.
4
Ubi jalar Cilembu dikenal karena mempunyai rasa yang lebih manis dibanding ubi jalar lain. Ubi jalar kultivar Nirkum dari Desa Cilembu Kabupaten Sumedang Jawa Barat, dapat ditanam di sawah maupun di lahan kering (Arifin, 2002), mempunyai rasa yang sangat manis dengan tekstur yang likat setelah dipanggang selama 2 – 3 jam dalam oven. Ubi jalar Cilembu ini biasa dimakan sebagai penganan, keunggulan rasa ubi tersebut menyebabkan nama “Cilembu” dipakai sebagai brand ubi jalar Nirkum yang mempunyai rasa manis. Nama Ubi Cilembu kini dikenal luas di seluruh Indonesia, bahkan ubi ini juga diekspor ke manca negara (Solihat, 2005). Sebelum tahun 1970-an, ubi bermadu hanya ditanam petani di Dusun Cilembu, Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang. Pada tahun 1982, Dusun Cilembu, Kecamatan Tanjungsari dimekarkan menjadi Desa Cilembu, Kecamatan Pamulihan. Di daerah itu, ubi adalah tanaman selingan. Para petani di Dusun Cilembu biasa menanam ubi setelah memanen padi. Tidak seperti padi yang diperjualbelikan, ubi cilembu hanya dikonsumsi sendiri oleh keluarga petani. Ubi biasa dibakar, direbus, dan dikukus. Sekitar tahun 1980-an, beberapa petani mulai menjajakan ubi bakar dengan cara dipikul berkeliling Kabupaten Sumedang. Banyak orang menyukainya. Ubi ini pun dijual di stand-stand pameran di Kabupaten Sumedang, bahkan kini ubi ini diboyong ikut pameran di luar negeri, di antaranya di Vietnam dan Singapura. Setelah itu permintaan dari luar negeri terhadap ubi cilembu berdatangan. Ubi Cilembu pernah dikirim sebanyak lima ton ke Malaysia. Akhir Oktober 2004, para petani memanen ubi untuk memenuhi permintaan Jepang sebanyak 15 ton setiap dua minggu. Sebelumnya, Hongkong
5
telah meminta sebanyak 2,5 ton per minggu, dan Singapura 15 ton per dua minggu. Permintaan yang tinggi terhadap ubi Cilembu belum diimbangi dengan kontinuitas produksi dan standar ukuran ubi. Akibatnya banyak ubi dari Cilembu belum bisa segera diekspor. "Petani belum dapat menentukan, kapan dan berapa banyak ubi cilembu bisa kami panen. Belum ada kepastian jumlah produksi setiap bulannya. Permintaan ubi Cilembu di penuhi oleh empat kecamatan di Kabupaten Sumedang, yaitu Pamulihan, Rancakalong, Tanjungsari, dan Kecamatan Jatinangor. Keempat kecamatan ini memiliki kemiripan agroclimate. (Dinas Pertanian Kabupaten Sumedang, 2008) Menurut laporan tahunan Dinas Pertanian Kabupaten Sumedang, pada tahun 2008, luas lahan yang ditanami ubi Cilembu di empat kecamatan itu 1.206 hektar. Tahun ini hanya 785 hektar. Biaya produksi untuk satu hektar lahan sekitar Rp 12 juta. Karena proses panen ubi masih menggunakan cangkul, 5-10 persen ubi biasanya cacat. Ubi yang cacat ini tidak laku dijual, kecuali dimanfaatkan untuk membuat tepung. Jika petani dapat menghasilkan ubi yang layak jual sebanyak 70 persen dari 11 ton dengan harga Rp 2.500 per kg. (Dinas Pertanian Kabupaten Sumedang, 2008) Karena hasilnya jauh lebih menggiurkan dibandingkan menanam padi, kini para petani di empat kecamatan tersebut mengandalkan hidup dari tanaman ubi. "Hasil panen padi sudah tidak dapat diharapkan lagi karena hasilnya sedikit dan harganya lebih murah. Namun ternyata jika diperhitungkan bahwa ternyata pendapatn yang besar itu tidak menjamin bahwa kenaikan output produksi lebih
6
besar dari pada kenaikan input produksinya. Hal ini dapat dilihat dari tabel nilai output dan biaya input usaha tani ubi jalar Cilembu sebagai berikut: Tabel 1.4 Nilai Output Dan Biaya Input Produksi Ubi Jalar Cilembu Kabupaten Sumedang Tahun 2008-2009 (dalam Rupiah) Musim ke1 2 3 Nilai output
17.425.000
18.190.000
18.940.000
Biaya input
10.050.000
11.240.000
11.995.000
Sumber: Pra penelitian, diolah Tabel 1.4 di atas dapat dilihat bahwa perubahan nilai output memang mengalami kenaikan, pada musim ke tiga kenaikan yang terjadi sebesar 4.12% dan pada musim sebelumnya kenaikan output adalah sebesar 4.39 %. Faktor yang mempengaruhi harga jual dari ubi cilembu ini selain biaya masukan juga cuaca pun sangat mempengaruhi nilai output dari harga ubi jalar Cilembu. Pada bulan Agustus biasanya terjadi panen masal. Pada bulan-bulan tersebut biasanya harga jual menurun dikarenakan penawaran terlalu banyak. Dan pada saat kenaikan nilai output tersebut pun ternyata tidak sebanding dengan kenaikan harga faktor produksi yang dipakai oleh petani untuk produksi ubi jalar. Kenaikan faktor produksi tersebut lebih sering terjadi pada pupuk dan pestisida, karena kedua faktor tersebut merupakan bahan impor, sehingga nilai jual nya mengikuti nilai kurs dollar. Selain itu, kenaikan faktor-faktor produksi pun terjadi karena permintaan dan penawaran yang tidak sebanding sehingga mendorong nilai output secara keseluruhan.
7
Musim
1
Tabel 1.5 Produksi Ubi Jalar Cilembu Kabupaten Sumedang Tahun 2008-2009 Jumlah Perubahan Marginal Average hasil hasil Produk Produk produksi produksi (MP) (AP) (dalam kg) (%) 7.375.000 -
Efisiensi teknik ( MP/AP) -
2
6.950.000
- 5,76
- 425.000
7.162.500
- 0,059
3
6.945.000
- 0,07
- 5.000
6.947.500
- 0,0007
Sumber: Pra penelitian, diolah Berdasarkan tabel 1.5 di atas, dapat dilihat bahwa jumlah hasil produksi pada musim pertama sampai musim ketiga mengalami penurunan. Musim pertama nilai hasil produksinya sebesar 7.375.000 dan musim kedua sebesar 6.950.000 menunjukkan bahwa dari musim pertama ke musim kedua hasil produksi ubi jalar mengalami penurunan sebesar 5,76 %. Pada musim ketiga didapat hasil produksi sebesar 6.945.000, ini berarti bahwa pada musim ketiga ini pun hasil produksi mengalami penurunan yaitu sebesar 0,07. Dari tabel 1.5 diatas juga dapat dilihat nilai efisiensi teknik penanaman ubi jalar yang menunjukan <1, hal ini menandakan bahwa usaha produksi belum efisien, maka economies of scale menjadi negatif (decreasing returns to scale). Hal ini merupakan suatu masalah yang harus diselesaikan karena apabila tidak, lambat laun petani akan mengalami kerugian karena jumlah penerimaan yang diperoleh petani dari hasil penanaman ubi jalar lebih kecil dari pengeluaran untuk proses penanamannya. Sejalan dengan hal diatas, banyak kendala yang harus segera dipecahkan. Salah satu pemecahannya adalah dengan pengalokasian sumber daya yang terbaik
8
atau pengalokasian sumber daya yang efisien, yang kemudian dapat menghasilkan produksi yang optimal. Alokasi sumber daya yang digunakan pada produksi ubi jalar diantaranya modal, tenaga kerja. Oleh karena itu tentu perlu adanya informasi kepada pengusaha untuk mengetahui kombinasi pemakaian faktorfaktor produksi. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
tentang
“ANALISIS
EFISIENSI
EKONOMI
DALAM
PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADA PRODUKSI UBI JALAR CILEMBU DI DESA CILEMBU KECAMATAN PAMULIHAN KABUPATEN SUMEDANG.”
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas maka penulis mengidentifikasikan dan membatasi permasalahan sebagai berikut: 1.
Apakah penggunaan faktor-faktor produksi ubi jalar Cilembu di Desa Cilembu Kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang sudah mencapai efisien optimun?
2.
Bagaimana tingkat skala ekonomi pada produksi ubi jalar Cilembu di Desa Cilembu Kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang (increasing returns to scale, constant returns to scale, decreasing returns to scale)?
9
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian Penelitian ini dibuat dengan tujuan : 1.
Untuk mengetahui sejauh mana penggunaan faktor-faktor produksi ubi jalar Cilembu di Desa Cilembu Kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang sudah mencapai efisien optimun ataukah belum optimum.
2.
Untuk mengetahui tingkat skala ekonomi pada produksi ubi jalar Cilembu.
Kegunaan dari penelitian ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu kegunaan teoritis dan kegunaan praktis. 1.
Kegunaan Teoritis Kegunaan teoritis dari penelitian ini adalah untuk memberi sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu ekonomi, khususnya ekonomi mikro dan dapat digunakan untuk pengembangan penelitian-penelitian lebih lanjut.
2.
Kegunaan Praktis Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi bahwa optimalisasi dan efisiensi faktor produksi sangat berpengaruh terhadap hasil produksi usaha tani ubi cilembu di desa Cilembu Kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang, dan sebagai bahan yang dapat dijadikan pertimbangan bagi berbagai pihak, diantaranya bagi para petani ubi Cilembu di desa Cilembu Kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang dalam pencapaian jumlah produksi maksimal, dan dengan kegiatan produksi yang efisien maka dapat memberikan keuntungan pada produsen
10
ubi jalar Cilembu dan juga kesejahteraan masyarakat setempat karena dapat menyerap tenaga kerja dan juga sekaligus membantu pengembangan dan pembangunan desa-desa yang memproduksi ubi jalar Cilembu.