BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Perusahaan-perusahaan Badan Usaha Milik Negara atau BUMN
merupakan salah satu pelaku ekonomi dengan misi dan peran yang dimilikinya saat ini adalah menghadapi tantangan kompetensi global. Dengan begitu, perusahaan-perusahaan BUMN memiliki tanggung jawab yang semakin besar pula untuk menjaga keseimbangan perekonomian Indonesia. (Shandy, 2012) Di Indonesia, pembentukan fungsi audit internal di perusahaan-perusahaan semakin menjadi tumpuan dalam mewujudkan organisasi yang sehat dan berhasil. Kewajiban untuk mengembangkan, menjaga dan melaporkan sistem pengawasan dan pengendalian internal merupakan ketentuan bagi perusahaan-perusahaan. (Shandy, 2012) Halim (2004:8) mengemukakan bahwa : “Dalam pelaksanaan pengawasan tersebut dilakukan secara langsung oleh perusahaan (Auditor Internal). Auditor internal yang ada pada suatu perusahaan bertugas sebagai penilai kegiatan yang berkaitan dengan bisnis yang ada di perusahaan. Hal tersebut berdasarkan peranan auditor internal yang dapat diuraikan sebagai kegiatan penilaian yang independen di dalam suatu organisasi yang dilakukan dengan cara memeriksa akuntansi, keuangan, dan kegiatan lain untuk memberikan jasa kepada manajemen”. Memasuki era globalisasi ini terdapat cukup banyak kecurangankecurangan yang dikarenakan kurangnya pengawasan dan pengendalian internal. Perusahaan-perusahaan diharuskan membuat kebijakan dan strategi yang tepat untuk meningkatkan keefektifan pengawasan dan pengendalian internal secara langsung terhadap jalannya operasi. Sistem pengawasan dan pengendalian internal 1
2
yang memadai, etika bisnis, independensi, akuntabilitas dari seluruh pihak termasuk sistem pelaporan dan pengungkapan yang akurat dan tepat waktu sangat diperlukan, sehingga kegiatan perusahaan dapat berjalan dengan baik, tercapainya tingkat efisiensi yang tinggi, hasil yang efektif, serta terciptanya mekanisme yang dapat memastikan adanya tindak lanjut yang seksama jika terjadi pelanggaran dalam perusahaan. (Wibowo, 2012) Perusahaan-perusahaan yang harus meningkatkan sistem pengawasan dan pengendalian internalnya secara langsung terhadap jalannya operasi tersebut adalah salah satunya perusahaan-perusahaan BUMN di kota Bandung. Perusahaan-perusahaan BUMN tersebut merupakan perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang jasa dan perdagangan. Tidak bisa dipungkiri keberadaan auditor internal di perusahaan-perusahaan BUMN tersebut perlu diamati karakteristik individunya, karena karakteristik individu auditor internal tersebut sangat mempengaruhi hal-hal
yang berkaitan dengan pengawasan dan
pengendalian internal perusahaaan. Apabila auditor internal di perusahaanperusahaan
BUMN
memiliki
kinerja
yang
baik
dalam
memenuhi
tanggungjawabnya, maka pengendalian internal dalam perusahaan tersebut akan berjalan dengan lebih baik, mampu memberikan hasil kerja yang optimal dan menciptakan mekanisme pengawasan yang dapat memastikan bahwa penggunaan dan pemanfaatan sumber daya yang ada di dalam perusahaan telah digunakan secara efektif dan efisien. Dengan demikian sumber daya dalam suatu organisasi merupakan penentu yang sangat penting bagi keefektifan kinerja perusahaan. (Oktavian, 2010)
3
Engko dan Gudono (2007) mengemukakan bahwa secara etimologi, kinerja berasal dari kata prestasi kerja (performance). Mangkunegara (2007:67) mengemukakan bahwa kinerja (prestasi kerja) adalah : “Hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”. Sedangkan pengertian kinerja auditor menurut Mulyadi dan Puradiredja (1998:9) adalah : “Akuntan publik yang melaksanakan penugasan pemeriksaan (examination) secara obyektif atas laporan keuangan suatu perusahaan atau organisasi lain dengan tujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan tersebut menyajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, dalam semua hal yang material, posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan”. Larkin (1990) dalam Trisnaningsih (2007) menyatakan bahwa terdapat empat dimensi personalitas dalam mengukur kinerja auditor, antara lain : kemampuan (ability), komitmen profesional, motivasi, dan kepuasan kerja. Seorang auditor yang mempunyai kemampuan dalam hal auditing, maka akan cakap dalam menyelesaikan pekerjaannya. Auditor yang memiliki komitmen terhadap profesinya, maka akan loyal terhadap profesinya seperti yang dipersepsikan oleh auditor tersebut. Motivasi yang dimiliki seorang auditor akan mendorong keinginan individu auditor tersebut untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu untuk mencapai suatu tujuan. Adapun kepuasan kerja auditor adalah tingkat kepuasan individu auditor dengan posisinya dalam organisasi secara relatif dibandingkan dengan teman sekerja atau teman seprofesi lainnya. Berdasarkan definisi di atas dapat diyakini bahwa auditor internal dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan selalu berusaha meningkatkan kualitasnya dalam bekerja, maka auditor internal tersebut memiliki kinerja yang
4
baik. Dengan kinerja yang baik dari auditor internal akan membuat kinerja organisasi semakin meningkat dan tugas bagi semua level serta akuntan publik akan semakin terbantu. (Oktaviani, 2010) Kinerja yang kurang baik dari auditor internal dapat memicu terjadinya permasalahan yang saat ini tengah menimpa perusahaan-perusahaan BUMN di Indonesia. Kurang efektifnya kinerja auditor internal atau unit SPI tersebut tercermin pada proses pencatatan yang tidak/belum dilakukan secara akurat, tepat waktu dan tidak menaati ketentuan dan prosedur yang ada, belum adanya kebijakan dan perlakuan akuntansi yang jelas, ketidakcermatan dalam melakukan perencanaan,
belum
dilakukannya
koordinasi
dengan
pihak
terkait,
penetapan/pelaksanaan kebijakan yang tidak tepat, belum ditetapkannya prosedur kegiatan, serta lemahnya sistem pengawasan dan pengendalian. Hal tersebut didasarkan atas informasi tentang temuan BPK yang berkaitan dengan bentuk lemahnya sistem pengendalian internal BUMN yang dijelaskan sebagai berikut : Tabel 1.1 Daftar Kelompok dan Jenis Temuan BPK-Kelemahan SPI
No 1 2 3 4 5 6 7
Kelompok dan Jenis Temuan Pencatatan tidak/belum dilakukan atau tidak akurat Proses penyusunan laporan tidak sesuai ketentuan Perencanaan kegiatan tidak memadai Penyimpangan terhadap ketentuan intern organisasi Hilangnya potensi penerimaan/pendapatan Peningkatan biaya/belanja Entitas tidak memiliki SOP untuk suatu prosedur atau keseluruhan prosedur
Jumlah Kasus
%
3
3,84
1
1,28
6
7,69
3
3,84
18
23,07
19
24,35
8
10,25
5
8 9 10
SOP pada suatu entitas tidak berjalan secara optimal atau tidak ditaati Tidak ada pemisahan tugas dan fungsi yang memadai Kelemahan SPI lainnya Total Kelemahan Sistem Pengendalian Internal
17
21,79
2
2,61
1
1,28
78
100
(Sumber: Ikhtisar Laporan Hasil Pemeriksaan BPK Semester II Tahun 2011)
Hasil pemeriksaan BPK RI Semester II Tahun 2011 mengungkapkan bahwa terdapat temuan kelemahan Sistem Pengendalian Internal (SPI) dan administrasi yang tidak memiliki implikasi nilai uang tetapi memerlukan perbaikan SPI dan tindakan administrasi. Sedangkan berdasarkan laporan hasil pemeriksaan BPK semester I tahun 2012, BPK menemukan 51 kasus kelemahan yang berkaitan dengan pengendalian internal. Dalam hal ini, BPK telah merekomendasikan agar pimpinan entitas yang diperiksa segera menetapkan prosedur dan kebijakan yang tepat, meningkatkan koordinasi, melakukan perencanaan dengan lebih cermat, meningkatkan sistem pengawasan dan pengendalian dalam pelaksanaan kegiatan, serta memberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku. (Ikhtisar Laporan Hasil Pemeriksaan BPK Semester II Tahun 2011) Fenomena-fenomena yang diuraikan di atas dapat terjadi karena dipengaruhi oleh faktor luar pribadi auditor internal seperti komitmen organisasi. Karena keberhasilan dan kinerja seseorang dalam suatu bidang pekerjaan, salah satunya ditentukan oleh tingkat komitmen organisasi. Komitmen organisasi menunjukkan suatu kekuatan yang bersifat relatif dari individu dalam mengidentifikasi keterlibatannya di suatu organisasi (Mowday, Porter, dan Steers, 1982 dalam Trisnaningsih, 2004). Meyer dan Allen (1991,1997) dalam Ikhsan dan
6
M. Ishak (2005:36) mengemukakan tiga komponen mengenai komitmen organisasi antara lain : 1.
2.
3.
Komitmen Afektif (affective commitment), terjadi apabila karyawan ingin menjadi bagian dari organisasi karena adanya ikatan emosional (emotional attachment) atau psokologis terhadap organisasi. Komitmen Kontinu (continuance commitment), muncul apabila karyawan tetap bertahan pada suatu organisasi karena membutuhkan gaji dan keuntungan-keuntungan lain atau karena karyawan tersebut tidak menemukan pekerjaan lain. Komitmen Normatif (normative commitment), timbul dari nilai-nilai diri karyawan. Karyawan bertahan menjadi anggota suatu organisasi karena memiliki kesadaran bahwa komitmen terhadap organisasi merupakan hal yang memang seharusnya dilakukan.
Hal di atas menunjukkan komitmen organisasi menimbulkan rasa ikut memiliki (sense of belonging) bagi karyawan terhadap organisasi. Komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan kunci ke arah peningkatan kualitas terhadap kinerja dan pencapaian tujuan organisasi (Fauzi, 2009). Marganingsih dan Dwi Martani (2010) menemukan bahwa komitmen organisasi mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja. Hasil penelitian Marganingsih dan Dwi Martani (2010) tersebut konsisten dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang membuktikan bahwa komitmen organisasi dapat meningkatkan kinerja. (Fernando et al., 2005 dalam Marganingsih dan Dwi Martani, 2010) Faktor individu lain yang dapat digunakan untuk menguatkan kinerja adalah variabel/kepribadian (personality) yang didefinisikan sebagai keyakinan individu terhadap mampu tidaknya mengontrol nasib (destiny) sendiri (Kreitner dan Kinicki, 2005: 179 yang dialih-bahasakan oleh Erly Suandy), di mana variabel tersebut adalah Locus of Control. Robbins (2003: 132) yang dialih bahasakan oleh Benyamin Molan mengemukakan bahwa Locus of Control adalah
7
persepsi seseorang tentang sumber nasibnya. Locus of control adalah cara pandang seseorang terhadap suatu peristiwa apakah dia merasa dapat atau tidak dapat mengendalikan peristiwa yang terjadi padanya (Rotter, 1966 dalam Engko dan Gudono, 2007). Locus of Control dibedakan menjadi internal locus of control dan external locus of control (Engko dan Gudono, 2007). Auditor yang mempunyai internal locus of control akan lebih mempunyai kontribusi positif pada kinerja dalam melaksanakan tugas audit. Hal ini dikarenakan kontrol internal akan tampak melalui kemampuan kerja dan tindakan kerja yang berhubungan dengan keberhasilan dan kegagalan pada saat melakukan pekerjaannya. Sedangkan auditor dengan external locus of control merasakan bahwa terdapat kontrol di luar dirinya yang mendukung hasil pekerjaan yang dilakukan. Auditor yang mampu mengontrol aktivitas dan perilakunya dalam penugasan audit, akan dapat mempengaruhi kinerja dalam memenuhi tanggungjawabnya. (Khikmah dan Priyanto, 2009) Pengujian pengaruh kompleksitas tugas terhadap kinerja juga bersifat penting karena kecenderungan, bahwa tugas melakukan audit adalah tugas yang banyak menghadapi persoalan yang kompleks (Mahdy, 2012). Dalam hal ini, Penugasan audit yang terstandar memiliki langkah-langkah yang panjang, kompleks serta terstruktur. Idealnya, tugas melakukan audit dikatakan berjalan lancar apabila pelaksanaan audit dari penerimaan perikatan, perencanaan audit, pelaksanaan pengujian audit hingga pelaporan audit dilakukan sesuai tahapannya. Ketika auditor dihadapkan pada kompleksitas tugas, seperti banyaknya informasi yang harus diproses dalam setiap tahapannya, ini akan mempengaruhi tugas
8
auditnya. Dengan demikian, kompleksitas yang tinggi dapat menjadi beban jika kurangnya kapabilitas dan kemampuan dari auditor itu sendiri. (Astriningrum, 2012) Bonner (1994) dalam Khikmah dan Priyanto (2009) mengemukakan ada tiga alasan yang cukup mendasar mengapa pengujian terhadap kompleksitas tugas untuk sebuah situasi audit perlu dilakukan. Pertama, kompleksitas tugas ini diduga berpengaruh signifikan terhadap kinerja seorang auditor. Kedua, sarana dan teknik pembuatan keputusan dan latihan tertentu diduga telah dikondisikan sedemikian rupa ketika para peneliti memahami keganjilan pada kompleksitas tugas audit. Ketiga, pemahaman terhadap kompleksitas dari sebuah tugas dapat membantu tim manajemen audit perusahaan menemukan solusi terbaik bagi staf audit dan tugas audit. Menurut Libby dan Lipe (1992) dan Kennedy (1993) dalam Mahdy (2012) menyatakan bahwa kompleksitas penugasan audit dapat digunakan sebagai alat untuk meningkatkan kualitas kerja. Hal tersebut dapat mempengaruhi usaha auditor untuk mencapai hasil audit yang berkualitas dengan meningkatkan kualitas kerjanya. Sedangkan menurut Tan, dkk (2002) dalam Marganingsih dan Dwi Martani
(2010),
kinerja
auditor
tidak
dipengaruhi
oleh
meningkatnya
kompleksitas tugas pada saat auditor memiliki pengetahuan dan akuntabilitas tinggi, atau memiliki pengetahuan dan akuntabilitas rendah. Penelitian yang dilakukan oleh Marganingsih dan Dwi Martani (2010) juga menunjukkan bahwa kompleksitas tugas audit berpengaruh negatif terhadap kinerja auditor.
9
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Khikmah dan Priyanto (2009) dengan menggunakan variabel yang sama namun objek yang berbeda. Dimana objek yang digunakan dari penelitian sebelumnya adalah BAWASDA (Badan Pengawasan Daerah) di Kabupaten Sleman sedangkan objek yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah peusahaan-perusahaan BUMN di Kota Bandung. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Khikmah dan Priyanto (2009) bahwa Komitmen Organisasi, Locus of Control, dan Kompleksitas Tugas berpengaruh positif terhadap Kinerja Auditor Internal. Hasil ini mengindikasikan bahwa Kinerja Auditor Internal dapat ditingkatkan dengan adanya Komitmen Organisasi, Locus of Control, dan Kompleksitas Tugas. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka penulis mengambil judul “Pengaruh Komitmen Organisasi, Locus of Control, dan Kompleksitas Tugas Terhadap Kinerja Auditor Internal (Survei penelitian pada Perusahaan-perusahaan BUMN di Kota Bandung)” .
1.2
Identifikasi Masalah Berdasarkan pada latar belakang yang telah diuraikan diatas maka dapat
dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1.
Apakah Komitmen Organisasi memiliki berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Auditor Internal pada Perusahaan-perusahaan BUMN di Kota Bandung?
2.
Apakah Locus of Control berpengaruh signifikan terhadap kinerja Auditor Internal pada Perusahaan-perusahaan BUMN di Kota Bandung?
10
3.
Apakah Kompleksitas Tugas berpengaruh sigifikan terhadap Kinerja Auditor Internal pada Perusahaan-perusahaan BUMN di Kota Bandung?
4.
Apakah Komitmen Organisasi, Locus of Control, dan Kompleksitas Tugas secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Auditor Internal pada Perusahaan-perusahaan BUMN di Kota Bandung?
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah :
1.
Mengetahui pengaruh Komitmen Organisasi terhadap Kinerja Auditor Internal pada Perusahaan-perusahaan BUMN di Kota Bandung.
2.
Mengetahui pengaruh Locus of Control terhadap Kinerja Auditor Internal pada Perusahaan-perusahaan BUMN di Kota Bandung.
3.
Mengetahui pengaruh kompleksitas tugas terhadap Kinerja Auditor Internal pada Perusahaan-perusahaan BUMN di Kota Bandung.
4.
Mengetahui pengaruh Komitmen Organisasi, Locus of Control, dan Kompleksitas Tugas terhadap Kinerja Auditor Internal pada Perusahaanperusahaan BUMN di Kota Bandung secara simultan.
11
1.4
Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian yang akan dilakukan ini diharapakan dapat
bermanfaat untuk berbagai pihak, yaitu : 1.
Bagi Perusahaan Penelitian ini dapat digunakan oleh pihak perusahaan sebagai bahan masukan untuk
memperbaiki
kinerja
para
internal
auditornya,
dengan
cara
mengarahkan pada keputusan penempatan pekerjaan yang lebih baik, baik oleh perusahaan maupun oleh individu yang berada di lingkungan audit dan perusahaan diharapkan dapat lebih selektif dalam perekrutan internal auditor ke dalam perusahaan mereka, juga bermanfaat untuk memperbaiki struktur audit yang diterapkan pada perusahaan. 2.
Bagi Auditor Penelitian ini juga bermanfaat bagi auditor mengenai hubungan pengaruh Komitmen Organisasi, Locus of Control, Kompleksitas Tugas dan kinerja. Bahwa dengan adanya Komitmen Organisasi, Locus of Control, maupun Kompleksitas Tugas yang tinggi dalam bekerja maka ini akan menghasilkan kinerja yang baik sehingga tujuan dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan.
3.
Bagi penelitian selanjutnya Penelitian ini sebagai masukan dan sumber acuan bagi pembaca atau penelitian lain untuk menjadi perbandingan terhadap masalah-masalah yang sama sebagaimana terdapat di atas.
12
1.5
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dan pengumpulan data dilakukan pada Perusahaan-perusahaan
BUMN yang berada di Kota Bandung. Waktu penelitian akan dilaksanakan pada bulan Oktober 2012 hingga selesai.