BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Naskah kuna mempunyai peran penting dalam peradaban umat manusia, karena naskah kuna berisi berbagai macam tulisan tentang: adat istiadat, cerita rakyat, sejarah, budi pekerti, piwulang, dll. (Nindya 2010:1). Manfaat dalam naskah dapat diperoleh setelah naskah tersebut diteliti. Salah satu cara menelitinya dengan ilmu filologi. Baried (1985: 3) menyebutkan filologi adalah suatu disiplin yang mendasarkan kerjanya pada bahan tertulis dan bertujuan mengungkapkan makna teks tersebut dalam segi kebudayaan. Objek kajian Filologi adalah bahan tertulis, yaitu teks dan naskah. Teks merupakan isi naskah, sedangkan naskah adalah wujud fisiknya (Mulyadi, 1994: 3). Teks yang berbahasa dan beraksara Jawa tidak dapat dipahami, tanpa mengerti bahasa dan aksara Jawa. Oleh sebab itu penyajian naskah dengan aksara dan bahasa Jawa menjadi aksara dan bahasa yang bisa digunakan pada zaman sekarang mutlak diperlukan, supaya khalayak umum dapat memahami isi teks tersebut. Teks Sewaka merupakan salah satu teks berbahasa dan beraksara Jawa. Teks Sewaka tergolong teks piwulang. Piwulang berarti ajaran yang baik (Poerwadarminta, 1939). Ajaran teks Sewaka berisi pengetahuan tentang tata cara menjadi pekerja yang baik. Dimungkinkan teks dapat dimanfaatkan oleh
1
2
masyarakat umum untuk meningkatkan kualitas kerja pada zaman sekarang. Hal ini selaras dengan permasalahan yang diungkapkan Menteri Pendidikan Indonesia 2014, Muhamad Nuh (2014) menyebutkan meskipun unggul dari sisi jumlah ternyata dari kualitas tenaga kerja Indonesia masih kalah bersaing, rendahnya kualitas itu terutama dari sisi jenjang pendidikan. Salah satu wujud pendidikan adalah pengetahuan cara bekerja yang baik. Pengetahuan tentang cara bekerja yang baik merupakan hal yang populer pada zaman dahulu. Hal ini dapat diketahui dari naskah yang memuat teks pengetahuan cara bekerja yang baik di berbagai tempat, seperti perpustakaan Pakualaman dan perpustakaan Sanabudaya. Selain itu dijumpai teks yang telah terbit dan dicetak dikalangan masyrakat tentang cara bekerja yang baik, Serat Nitisruti (1993) dan Serat Nitiprana (1994). Hal-hal tersebut memang menunjukan keberadaan sumber pengetahuan tentang cara bekerja yang baik memang populer pada zaman dahulu. Referensi mengenai tata cara menjadi tenaga kerja yang baik banyak ditemukan di zaman sekarang. Referensi dari zaman lampau seperti dalam teks Sewaka pada tahun 1803 koleksi perpustakaan Pakualaman, dapat menjadi pelengkap karena perbedaan suasana dengan zaman sekarang.
1.2 Permasalahan Teks Sewaka ditulis dengan aksara Jawa dan bahasa Jawa. Hal ini menjadi sebuah hambatan, jika teks ini hendak digunakan oleh masyarakat umum yang kurang mengerti dengan aksara dan bahasa Jawa
3
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan Penelitian ini adalah menyajikan teks Sewaka supaya dapat dibaca oleh masyarakat Indonesia dengan aksara Latin menggunakan metode suntingan diplomatik untuk menjaga keaslian sumber dan perbaikan bacaan untuk memudahkan pemahaman. Selanjutnya bahasa Jawa teks Sewaka diterjemahkan dalam bahasa Indonesia agar bisa dipahamai oleh masyarakat umum.
1.4 Manfaat Penelitian Teks Sewaka dapat menjadi salah satu referensi tentang cara, sikap, dan sifat bekerja. Pengalaman di dalam teks Sewaka dapat memberikan pelajaran bagi masyarakat Indonesia untuk menjadi lebih baik
1.5 Tinjuan Pustaka Katalog Naskah-naskah Perpustakaan Pura Pakualaman menyebutkan bahwa teks Sewaka merupakan ajaran untuk para abdi, berisi tata cara, sikap, dan sifat yang sebaiknya dimiliki oleh seorang yang akan mengabdi pada seorang atasan. Disebutkan pula tentang manfaat mengabdi (Saktimulya, 2005:75) Penelitian tentang teks yang berisi tentang cara bekerja, sikap bekerja, dan menempatkan diri dalam pekerjaan sudah pernah dilakukan oleh Arsanti Wulandari dari UGM dalam thesisnya. Penelitan tersebut adalah serat Niti Praja: Suntingan Teks, Terjemahan, dan Analisis Semiotik Berdasarkan Naskah-naskah
4
di Perpustakaan Museum Sanabudaya (2002). Meskipun thesis Arsanti (2002) sama dalam hal isi yang terkandung, tetapi objek penelitian dan tempat penyimpanan naskahnya berbeda dengan penelitian dalam skripsi ini. Penelitian teks Sewaka sudah pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian tersebut adalah alih aksara dari naskah dalam peninggalan ilmiah Dr. Brandes, no. 149 persis sama dengan lor 6687, keduanya berasal dari koleksi perpustakaan Sanabudaya. Alih aksara tersebut dibuat pada tahun 1934 atas perintah Dr. Th. Pigeud (Behrend, 1990). Studi katalog naskah perpustakaan Sanabudaya dan perpustakaan Pakualaman menunjukkan bahwa isi dalam teks Sewaka perpustakaan Sanabudaya berbeda dengan teks Sewaka perpustakaan Pakulaman yang menjadi objek penelitian ini. Teks yang bicara tentang piwulang, beberapa telah beredar di masyarakat. Serat Nitisruti (Karanggayam, 1993) dan Serat Nitiprana (Yasadipura, 1994) dari Surakarta merupakan penelitian tentang piwulang cara mengabdi yang telah dicetak dan terbit menggunakan aksara Latin dan bahasa Indonesia, sehingga dapat dipahami oleh masyarakat umum. Selain nama objek, perbedaan terhadap penelitian ini adalah tentang isi teks. Serat Nitiprana berisi pedoman hati untuk mengarungi kehidupan yang sebaik-baiknya (Yasadipura, 1993: 3). Serat Nitisruti berisi tentang aturan-aturan hidup demi kebaikan umat manusia (Karanggayam, 1994: 6) Beberapa penelitian terhadap teks kuna berisi cara bekerja yang baik di atas menunjukkan keberadaan teks kuna penting untuk diteliti. Penelitian terhadap
5
teks kuna berisi cara bekerja yang baik dan belum pernah diteliti akan menambah referensi pengetahuan yang diperlukan masyarakat. Penelitian ini mempunyai objek teks yang berbeda, yakni teks Sewaka dalam naskah Kempalan Serat Piwulangan dari perpustakaan Pakualaman, Yogyakarta. Suntingan teks dan terjemahan teks Sewaka ini belum pernah dilakukan sebelumnya dan perlu diteliti lebih lanjut.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian Kebanyakan penelitian naskah memang bersifat filologis; menransliterasi, menerjemahkan, dan mengkaji naskah. Pendeknya, kebanyakan studi naskah sesuai dengan tujuan filologi, yaitu membuat edisi teks (Pudjiastuti 2006: 109). Ruang lingkup data pada penelitian ini adalah teks Sewaka, yang berada di dalam naskah Kempalan Serat Piwulang dari Perpustakaan Pakualaman dengan kode 0032/PP/73 (Pi 8). Penelitian mengambil 50 bait pertama pada halaman 160-173, dari total 106 bait dengan akhir pada halaman 188. Ruang lingkup pembahasan pada penelitian ini adalah menyajikan teks Sewaka menjadi teks yang bisa dibaca oleh masyarakat umum. Proses penyajiannya adalah suntingan teks dan terjemahan. 1.7 Landasan Teori Filologi adalah suatu pengetahuan tentang sastra-sastra dalam arti yang luas yang mencakup bidang kebahasaan, kesastraan, dan kebudayaan (Barried dkk., 1985: 1). Untuk kepentingan tertentu, filologi memandang ilmu-ilmu yang lain sebagai ilmu bantunya; sebaliknya ilmu-ilmu yang lain, juga untuk
6
kepentingan tertentu memandang filologi sebagai ilmu bantunya (Barried dkk., 1985: 9) Sebelum ilmu lain dapat memanfaatkan teks, filologi menjadi ujung tombak untuk menyajikan teks dengan bahasa yang dapat dipahami oleh masyarakat umum. Disebutkan oleh Robson (1994:12) bahwa sebuah teks dapat terbaca/dimengerti, pada dasarnya ada dua hal yang harus dilakukan yaitu menyajikan dan menafsirkannya. Menyajikan yang dimaksud adalah transliterasi, sedangkan menafsirkan adalah penerjemahan. Transliterasi sangat penting unutk memperkenalkan teks-teks lama yang tertulis dengan tulisan daerah, karena kebanyakan masyarakat umum sudah tidak mengenal atau tidak akrab lagi dengan tulisan daerah. Transliterasi artinya penggantian jenis tulisan, huruf demi huruf dari abjad yang satu ke abjad yang lain (Barried dkk., 1985: 65). Penerjemahan sangat berguna untuk pemahaman masyarakat dan disiplin ilmu lain. Hal tersebut disampaikan oleh Robson (1994:2) “... bagaimanapun jelas penyajiannya, mungkin masih tidak dapat dimengerti pembacanya dan diskusi tidak ada penjelasan yang ekstensif; dan tidak ada komentar dan diskusi yang akan membuat kita mengerti tanpa memiliki teks yang menjadi dasar pembahasan.” Kutipan di atas menunjukkan teks yang menjadi dasar pembahasan dalam bentuk terjemahan mutlak diperlukan sebelum teks didiskusikan atau diteliti lebih lanjut oleh disiplin ilmu lain. Terjemahan dalam penelitian ini menggunakan teori Larson (1984), via Simatupang (2000) yaitu membagi terjemahan menjadi terjemahan yang
7
berdasarkan makna (meaning based translation) dan terjemahan berdasarkan bentuk (form based translation). Penerjemahan makna adalah penerjemahan bebas, sedangkan penerjemahan bentuk merupakan penerjemahan harfiah. Penelitian ini menggunakan kombinasi dari kedua jenis terjemahan tersebut.
1.8 Metode Penelitian Dalam penelitian filologi menurut Ikram (1997: 5), katalog manuskrip merupakan kebutuhan yang mendasar. Studi katalog Katalog Naskah-naskah Perpustakaan Pura Pakualaman (Saktimulya, 2005) menjadi awal dari penelitian ini. Studi katalog untuk menemukan teks yang akan diteliti. Setelah menemukan teks, selanjutnya dilakukan transliterasi atau suntingan teks. Terdapat penyamaan istilah dari beberapa di dalam metode penelitian ini. Beberapa istilah tersebut adalah pengertian transliterasi sama dengan suntingan, serta edisi standar sama dengan perbaikan bacaan. Proses transliterasi menggunakan metode edisi naskah tunggal (Barried dkk., 1985:69). Metode edisi naskah tunggal dapat ditempuh dengan dua jalan, yaitu edisi diplomatik dan edisi standar. Barried (1985:69) menyebutkan Edisi diplomatik yaitu, “... menerbitkan satu naskah seteliti-telitinya tanpa mengadakan perubahan. Edisi diplomatik yang baik adalah hasil pembacaan yang teliti oleh seorang pembaca yang ahli dan berpengalaman. Dalam bentuknya yang paling sempurna, edisi diplomatik adalah naskah asli direproduksi fotografis. Dapat juga penyunting membuat transliterasi setepat-tepatnya tanpa menambahkan sesuatu dari segi teoritis, metode ini paling murni karena tidak ada unsur campur tangan dari pihak editor.”
8
Edisi diplomatik digunakan untuk memperlihatkan gambaran nyata mengenai konvensi pada waktu dan tempat tertentu, dan juga memperlihatkan secara tepat cara penggunaan tanda baca di dalam teks itu (Robson 1994: 24). Transliterasi diplomatik berguna untuk menjaga kemurnian teks sumber dengan menggunakan aksara Latin, sekaligus memudahkan masyarakat umum yang ingin mengetahui suasana teks sebelum diterjemahkan. Wiryamartama (1990: 30) menyebutkan suntingan diplomatik tidak mungkin menghilangkan sama sekali jarak pembaca terbitan dengan naskah itu sendiri. Suntingan diplomatik teks Sewaka menggunakan sedikit intepretasi peneliti, yakni pemenggalan kata. Hal ini untuk menguraikan aksara, pembagian “scripto continua” dari yang aksara asli menjadi aksara sasaran (Robson, 1994). Selanjutnya, atas dasar terbitan teks diplomatik dilakukan perbaikan bacaan, disertai dengan terjemahan dan catatan (Wiryamartama 1990: 14). Suntingan edisi standar atau perbaikan bacaan menurut Barried (1985) yaitu, menerbitkan naskah dengan membetulkan kesalahan-kesalahan kecil dan ketidakajegan, sedang ejaannya disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku. Edisi standar atau perbaikan bacaan ini diadakan pembagian kata, pembagian kalimat, digunakan huruf besar, dan pungtuasi, serta diberikan pula komentar mengenai kesalahan-kesalahan teks. Semua perubahan yang diadakan dicatat ditempat yang khusus agar selalu dapat diperiksa dan diperbandingkan dengan bacaan teks sehingga masih memungkinkan penafsiran lain oleh pembaca (Barried dkk., 1985:69). Penelitian ini menyajikan suntingan dan terjemahan dengan sejajar,
9
sehingga pembenaran berupa penggunaan huruf besar, ejaan, dan pembagian kata. Tempat khusus sebagai perbadingan dapat dilihat langsung dalam sajian yang sejajar tersebut. Dalam suntingan perbaikan bacaan teks Sewaka mengikuti aturan Wiryamartama dimaksudkan
(1990) sebagai
menyebutkan rekonstruksi
suntingan yang
perbaikan
tuntas.
Banyak
bacaan bagian
tidak teks
dipertahankan, sejauh sesuai dengan kaidah metrum dan memungkinkan pemahaman. Setelah suntingan edisi diplomatik dan standar dikerjakan, langkah selanjutnya adalah penerjemahan. Teks Sewaka berbentuk puisi, dalam menerjemahkannya mengikuti pemaham dari (Teeuw, 1983; Culler,1977) via Pradopo (1987: 5), bahwa pada waktu sekarang niat pembacalah yang menjadi ciri sastra yang utama, termasuk dalamnya puisi, kalau tidak satu-satunya ciri; ini mengingat bahwa pembacalah yang memberikan makna. Setiap orang dapat menafsirkan puisi sesuai persepsinya sehingga makna puisi itu berbeda-beda tergantung pembacanya. Julia Kristeba (tokoh semiotik terkenal), via Pradopo (2009, 215) menyebutkan bahwa dalam puisi, arti tidak terletak di balik penanda (tanda bahasa: kata), seperti sesuatu yang diperlukan oleh pengarang, melainkan tanda itu menjanjikan sebuah arti yang harus diusahakan diproduksi oleh pembaca. Larson (1984) via Simatupang (2000) mendefinisikan terjemahan yang baik menjadi tiga hal. Pertama adalah terjemahan memakai bentuk-bentuk bahasa yang wajar. Kedua, terjemahan mengkomunikasikan makna dari bahasa sumber
10
kepada penutur bahasa sasaran. Ketiga, mempertahankan dinamika teks bahasa sumber, untuk mendapatkan kesan yang sama diantara penulis teks dengan penutur bahasa sasaran. Barried, dkk. (1985:65-66) menyebutkan, dalam menerjemahkan kiranya dapat dipakai metode harfiah apabila mungkin dan metode bebas apabila mutlak perlu untuk menjaga kemurnian segala lapisan penciptaan teks dalam bahasa asalnya. Penerjemahan dilakukan dengan harfiah menggunakan Baoesastra Djawa (Poerwadarminta, 1939) di setiap kata hasil suntingan, selanjutnya disesuaikan dengan gramatikal bahasa Indonesia. Penggunaan metode bebas dilakukan jika mengalami kesulitan penerjemahan harfiahnya.
1.9 Sistematika Penyajian Sistematika penelitian “Teks Sewaka, Suntingan dan Terjemahan” berisi 4empat bab. Isi dari masing-masing bab adalah sebagai berikut: Bab I memaparkan latar belakang, permasalahan, tinjauan pustaka, ruang lingkup pembahasan, landasan teori, dan metode penelitian, serta sistematika penyajian. Bab II memaparkan deskripsi teks Sewaka. Bab ini memaparkan kondisi fisik dan kondisi non fisik teks Sewaka Bab III adalah pembahasan suntingan diplomatik, perbaikan bacaan dan terjemahan. Sebelumnya dipaparkan pengantar suntingan dan terjemahan terkebih dahulu.
11
Bab IV berisi tentang ajaran cara bekerja yang baik dalam teks Sewaka. Bab ini menyebutkan ajaran-ajaran yang sebaiknya dilakukan dan ditinggalkan, disebutkan pula manfaatnya. Bab V merupakan penutup penelitian. Bab IV memaparkan poin penting dari tiap bab dan ringkasan dari teks Sewaka dalam bentuk prosa berbahasa Indonesia.