BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pada awal penetapan hak dan kewajiban seseorang dalam hukum sebagai warga negara, hal yang amat fundamental adalah menetapkan terlebih dahulu perihal kewarganegaraannya. Kewarganegaraan seseorang merupakan suatu hal yang dianggap urgensi dan memiliki banyak kaitan terhadap hak dan kewajiban seseorang dimata hukum dan pemerintahan, seperti halnya hak politik dan hak dipilih dalam pemerintahan. Kewarganegaraan dalam arti yuridis adalah ikatan hukum (de rechtband) antara negara dengan orang – orang pribadi (natuurlijke personen) yang karena ikatan itu menimbulkan akibat, bahwa orang – orang tersebut jatuh di bawah lingkungan kuasa pribadi dari negara yang bersangkutan atau dengan kata lain warga dari negara itu. Jadi yang penting dari pengertian kewarganegaraan secara yuridis adalah adanya ikatan dengan negara dan tanda adanya ikatan tersebut antara lain dalam bentuk pernyataan secara tegas seorang individu untuk menjadi anggota suatu negara atau warga negara dari negara tersebut atau dalam bentuk konkritnya dapat dinyatakan dalam bentuk surat – surat, baik keterangan maupun keputusan sebagai bukti adanya keanggotaan dalam negara itu.1 Sebagaimana kita ketahui, pada masa kekuasaan orde baru kurang lebih pada tahun 1966 sampai dengan tahun 1998, kemerdekaan bersuara serta
Winarno, 2009, Kewarganegaraan Indonesia – Dari Sosiologis Menuju Yuridis, Alfabeta, Bandung, hlm. 52. 1
1
2
menyatakan suatu pendapat tidak sama sekali diperkenankan di Indonesia. Tidaklah mungkin suatu negara dapat berdiri tanpa adanya warga negara yang memiliki kebebasan untuk bersuara dan menentukan pilihannya. Apabila dalam suatu negara tidak mengkehendaki kebebasan warga negara untuk berbicara, maka secara psikologis warga negara tersebut tidak akan merasakan kenyamanan dalam menjalani kehidupan sehingga negara secara mendasar tidak melindungi kebebasan warga negaranya sehingga dapat menyebabkan negara tidak memiliki rakyat, dan negara tidak dapat dianggap sebagai suatu subjek hukum internasional seperti yang dijelaskan dalam pasal 1 Montevideo Convention 1933 : On The Rights and Duties of States, yang berbunyi :2 “The state as a person of international law shouldposses the following qualifications: a permanent population, a defined territory, a government, a capacity to enter into relations with other states. Negara sebagai subjek hukum internasional harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: rakyat yang permanen, wilayah yang tertentu, pemerintahan, kapasitas untuk terjun ke dalam hubungan dengan negara-negara lain.” Berangkat dari pengalaman tersebut, para reformis menyuarakan kebebasan, oleh karena itu sebabnya semangat perubahan Undang-Undang Dasar 1945 mulai disuarakan guna mengakomodir beberapa tindakan Pemerintah yang dianggap tidak menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia pada era tersebut. Pasal 28E Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 19453 dalam ketiga ayatnya menyatakan bahwa : (1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih 2
Koerniatmanto Soetoprawiro, 1996, Hukum Kewarganegaraan dan Keimigrasian Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3
kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali. (2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya. (3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Dalam ketentuan dan amanah Undang-Undang Dasar RI tahun 1945 diatas, kebebasan untuk memilih kewarganegaraan merupakan sesuatu hak yang diatur dengan tegas dalam Undang – Undang RI tahun 1945 memberikan hak untuk menentukan keluar atau tidak dari kewarganegaraan Indonesia. Hal tersebut menjadikan dasar bagi para warga negara Indonesia untuk menentukan keluar dari wilayah Indonesia, dan melepaskan kewarganegaraan Indonesia. Akan tetapi secara tegas harus digaris bawahi perihal kata – kata “memilih”. Secara harfiah, memilih memiliki arti bahwa terdapat dua hal, dan harus menentukan salah satu dari kedua pilihan tersebut, tidak dapat menentukan kedua - duanya. Namun pada kenyataannya, mereka yang telah menentukan melepaskan kewarganegaraan Indonesia menginginkan kembali kepada kewarganegaraan Indonesia tanpa melepaskan kewarganegaraan asingnya. Warga negara yang melepaskan kewarganegaraan Indonesia tersebut tetap membawa nama baik Indonesia diluar negeri, dan memberikan kontribusi positif terhadap bangsa Indonesia. Pada era saat ini, muncul-lah isu dan pergerakan warga negara Indonesia yang telah melepas warga negaranya dan menginginkan pengembalian kewarganegaraan Indonesia-nya tanpa melepas kewarganegaraan asingnya, mereka pada saat ini dikenal dengan nama “Diaspora”. Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Lestari P. Marsudi menyatakan bahwa Diaspora Indonesia menyebar diseluruh Indonesia dengan
4
perkiraan jumlah diaspora sebanyak 6-8 Juta orang yang hidup diberbagai belahan dunia, dengan berbagai profesi dari mahasiswa/ pelajar, akademisi, pengusaha hingga Tenaga Kerja Indonesia (TKI). 4 Diaspora pada mulanya dikemukakan dalam Alkitab Septuagint, kata diaspora mengacu pada disperse bersejarah (pergerakan dan penyebaran manusia di masa lampau) tetapi diterjemahkan dalam beberapa kata Yunani seperti apoikia (imigrasi), paroikia (penyelesaian di luar negeri), metoikia (emigrasi), metoikesia (transportasi), aikhmalosia (tahanan masa perang), dan apokalupsis (wahyu)5. Dalam alkitab tersebut mengemukakan bahwa diaspora ada berdasarkan hal – hal tersebut diatas. Berdasarkan pengertian diaspora menurut Wikipedia6 adalah istilah diaspora (bahasa Yunani kuno διασπορά, "penyebaran atau penaburan benih") digunakan (tanpa huruf besar) untuk merujuk kepada bangsa atau penduduk etnis manapun yang terpaksa atau terdorong untuk meninggalkan tanah air etnis tradisional mereka; penyebaran mereka di berbagai bagian lain dunia, dan perkembangan yang dihasilkan karena penyebaran dan budaya mereka. Istilah Diaspora mulai dikenal pada pertengahan abad ke-20, tepatnya pada tahun 1965 merupakan tahun kemunculan istilah Jewish Diaspora dan Black/African Diaspora. Pada tahun 1986, Gabriel Sheffer mendefinisikan diaspora modern, yaitu kelompok etnis minoritas migran asal yang bertempat tinggal dan bertindak di negara tuan
4 Imelda Bachtiar, 2015, Diaspora – Bakti Untuk Negeriku, Kompas Media Nusantara, Jakarta, hlm. ix. 5 M. Iman Santoso, 2014, Diaspora – Globalisme, Keamanan dan Keimigrasian, Pustaka Reka Cipta, Bandung, hlm. 2. 6 Wikipedia, Diaspora, https://id.wikipedia.org/wiki/Diaspora, diakses 05 Mei 2015.
5
rumah, tetapi mempertahankan hubungan sentimental dan material yang kuat dengan tanah air atau negara asal mereka.7 Istilah diaspora mulai dikenal dengan latar belakang yang dikemukakan oleh Robin Cohen dan dikelompokan dalam 5 (lima) kategori, ia membagi fenomena diaspora seperti terminologi berkebun. yaitu :8 1. Wedding (menyiangi) Diaspora model wedding merujuk pada fenomena penyebaran penduduk karena mereka menjadi korban atau mengungsi karena konflik sosial maupun politik. Diaspora orang – orang Yahudi, Afrika, Armenia, Palestina, dan Irlandia masuk dalam kategori ini; 2. Sowing (menabur benih) Sowing merujuk diaspora karena kolonialisme seperti yang terjadi pada orang – orang Yunani Kuno, Inggris, Rusia, Spanyol, Portugis, dan Belanda. 3. Transplanting (menyetek) Merupakan tipe diaspora yang berkaitan dengan tenaga kerja dan pelayanan seperti berlaku pada orang – orang India, China, Jepang, Sikh, Turki dan Italia. 4. Layering (melapisi) Diaspora Layering adalah penyebaran penduduk karena perdagangan, bisnis dan kerja professional, hal ini merujuk pada orang – orang Venesia, Lebanon, Cina, India dan Jepang. 5. Cross-pollinating (membiakan serbuk) Cross-pollinating adalah diaspora yang berkaitan dengan faktor budaya dan fenomena masyarakat postmodernisme seperti yang terjadi pada orang – orang Karibia, China, dan India. Isu diaspora telah merambah ke berbagai negara yang memiliki warga negara dengan jumlah yang cukup besar diluar negaranya. Amerika Serikat yang digadang – gadangkan sebagai negara superpower merupakan salah satu negara yang memiliki diaspora dan memberlakukan sistem hukum dwikewarganegaraan bagi warga negaranya.
Beberapa negara yang
mengizinkan adanya dwikewarganegaraan ialah Republik Tiongkok (Cina).
7 8
M. Iman Santoso, Op.Cit,, hlm. 2-3. Ibid, hlm. 7.
6
Banyak ahli hukum berpendapat bahwa Republik Tiongkok tidak mempunyai undang - undang kewarganegaraan sendiri serta nampaknya Republik Tiongkok melanjutkan penerapan Undang-undang Kewarganegaraan 1929. Dalam Undang-undang itu tidak ada cara bagi seorang Tionghoa untuk dapat menanggalkan kewarganegaraan Cina kecuali meminta izin dari Menteri Dalam Negeri Cina, tetapi kementerian hanya akan memberikan izin kalau calon telah memenuhi kewajiban terhadap Angkatan Bersenjata Cina.9 Artinya setiap orang yang terlahir dari orang tua berkewarganegaraan Cina atau hanya keturunan Cina dapat memperoleh kewarganegaraan Cina tersebut. Pada hakikatnya, mayoritas latar belakang diaspora adalah terletak pada proses perpindahan manusia dari satu tempat ke tempat lain, dan lebih terfokus terhadap perpindahan dari satu negara ke negara lain yang bukan merupakan negaranya (Transnational Migration). Migrasi orang merupakan cikal bakal tumbuhnya diaspora itu. Isu diaspora Indonesia mulai dikenal dan diekspos melalui berbagai media massa baik lokal maupun internasional yang mengangkat mengenai diaspora Indonesia di dunia. Awal mula munculnya dan mencuatnya istilah diaspora Indonesia adalah pada saat dilakukannya Congress of Indonesian Diaspora pertama di Los Angeles, Amerika Serikat pada bulan Juli 2012. Diaspora mulai menjadi isu yang ditanggapi serius oleh pemerintah Indonesia, baik dalam kekuasaan eksekutif maupun kekuasaan legislatif. Isu diaspora
9
memang
saat
ini
masih
menjadi
pembahasan
politik
Syaidin Simbolon, Kewarganegaraan Ganda Yang Dianut Oleh RRC, http://rajawalinews.com/8066/kewarganegaraan-ganda-yang-dianut-oleh-rrc/, diakses pada tanggal 20 September 2015.
7
dikalangan kekuasaan Legiaslatif, isu yang dibicarakan hanya mengenai potensi yang diberikan diaspora Indonesia yang memegang paspor Indonesia diluar negeri yang memberikan kontribusi penerimaan devisa negara sekitar 7, 1 Miliar dollar Amerika Serikat ( sekitar 70 triliun rupiah) per tahun berupa Remittance yang dikirim oleh sekitar 2,5 juta Tenaga Kerja Indonesia (World Bank, 2011).10 Kemudian isu diaspora diperkuat oleh Dino Patti Djalal yang pada saat tahun 2010 – 2013 menjadi Duta Besar Indonesia di Washington DC, Amerika Serikat. Dino Patti Djalal mengatakan dalam tulisan yang dimuat dalam kolom Media Massa Kompas dengan judul “Diaspora Indonesia” tanggal 2 Juli 2012 sebagai berikut : “ Diaspora Indonesia mancakup setiap orang Indonesia yang berada di luar negeri, baik yang berdarah maupun yang berjiwa Indonesia, apapun status hukum, bidang pekerjaan, latar belakang etnis dan kesukuannya dan tidak membedakan antara pribumi maupun nonpribumi. Ciri Diaspora Indonesia dijabarkan setiap orang yang berada di luar negeri dan memegang paspor Indonesia, setiap orang yang berdarah Indonesia dan bukan Warga Negara Indonesia, orang Indonesia yang menikah dengan bangsa asing, maupun yang bukan orang Indonesia sama sekali – baik ikatan darah maupun kewarganegaraan – namun memiliki kepedulian dan ikatan batin dengan Indonesia.” Dengan jumlah Diaspora Indonesia yang mencapai 6-8 Juta berdasarkan pernyataan Menteri Luar Negeri Indonesia diatas, maka efek atas permintaan kebutuhan materiil maupun immateriil secara politik dan hukum menjadikan pemerintah sebagai penentu kebijakan memberikan fokusnya terhadap keinginan – keinginan yang disuarakan para diaspora Indonesia tersebut. Rasa cinta terhadap Indonesia serta rasa pamrih yang telah diberikan kepada
10
Ibid., hlm. iii.
8
Indonesia menjadi latar belakang munculnya desakan pemberian dwi kewarganegaraan bagi diaspora Indonesia di berbagai belahan dunia. Dari pernyataan Dino Patti Djalal yang dimuat dalam kompas tanggal 17 Mei 2012 dinyatakan bahwa “pada tahun ini tercatat ada 150.000 orang Indonesia di Amerika Serikat, mereka tersebar diberbagai kota, mulai dari Washington DC, New York, Boston, Houston, Chicago, Los Angeles, sampai San Fransisco. Dari data yang dikemukakan Oleh United Nations, Department of Economics and Social Affairs, Population Division (2013). Trends in International Migrant Stock : Migrants by Destination and Origin tentang Indonesian-Born Population Overseas menjumlahkan besaran perkiraan sebaran orang kelahiran Indonesia diseluruh dunia yaitu sebagai berikut : Tabel 1 Jumlah Besaran Orang Kelahiran Indonesia11 Wilayah Amerika Utara Amerika Latin dan Karibia Eropa Afrika Asia Ocenia dan Pasifik Total
Jumlah 124.117 1.898 185.512 22.855 2.558.631 99.537 2.992.550
Pergerakan demi pergerakan telah terjadi dalam menyuarakan pemberian dwikewarganegaraan bagi para diaspora Indonesia diluar negeri, dalam suatu artikel yang memuat tentang keuntungan – keuntungan negara – negara yang telah merubah asas kewarganegaraannya menjadi dwikewarganegaraan (dual
11
Imelda Bachtiar, Op. Cit., hlm. 16.
9
citizenship), antara lain adalah bukti kenaikan Pendapatan Produk Domestik Bruto (PDB). PDB ialah nilai keseluruhan semua barang dan jasa yang diproduksi di dalam wilayah tersebut dalam jangka waktu tertentu (biasanya per tahun)12, adapun negara – negara dimaksud antara lain13 : 1. Ghana (Negara kecil di Afrika) – kenaikan sekitar $4-8 milyar per tahun; 2. India di tahun 2009 – tercatat kenaikan sekitar $35-$40 milyar per tahun. Jumlah tersebut sekitar 35% dari total PDB India; 3. Jamaica – mengalami kenaikan sekitar 40% total PDB per tahun; 4. Sri Lanka juga telah mengikuti Kewarganegaraan Ganda dan mengabulkannya pada tanggal 17 may 2012 dan saat ini sudah menunjukkan kenaikan sekitar 5% total PDB per tahun; 5. Zambia – mengalami kenaikan sekitar 7.1% total PDB per tahun; 6. Haiti – mengalami kenaikan sekitar 23% total PDB per tahun; 7. Pakistan – mengalami kenaikan sekitar 20% total PDB per tahun. Data tersebut merupakan suatu penyajian data secara ilmiah yang menyatakan bahwa suatu kebijakan tentang sistem hukum kewarganegaraan yang menganut dwikewarganegaraan merupakan hal yang membawa keuntungan terhadap bangsa dan negara melalui sektor ekonomi. Kemudian muncul suatu pergerakan dengan menggunakan pemberian petisi secara elektronik dalam laman http://www.petisidkindonesia.com/ dengan jumlah petisi sebanyak 6000 petisi yang telah diserahkan kepada Wakil Ketua DPR RI. Dalam laman tersebut dipampang secara jelas mengenai visi dan misi para diaspora Indonesia, antara lain dikatakan bahwa misinya ialah “Diaspora Indonesia tetap menjadi bagian, dan mempertahankan hubungan yang kuat
12 Wikipedia, Produk domestik bruto, https://id.wikipedia.org/wiki/Produk_domestik_bruto, diakses pada tanggal 12 September 2015. 13 Renny Damayanti Mallon, Kenaikan PBD Sejak Diberlakukannya Dwi Kewarganegaraan di Beberapa Negara, http://www.petisidkindonesia.com/kenaikan-pbd-sejak-diberlakukannya-dwikewarganegaraan-di-beberapa-negara/, diakses pada tanggal 12 September 2015.
10
dengan negara Indonesia. Ini dilakukan baik secara sosial dan budaya maupun sebagai salah satu aktor dalam memajukan ekonomi, bisnis, pendidikan, kesehatan, dan teknologi di Indonesia; serta meningkatkan hubungan bilateral antara Indonesia dengan negara dimana mereka berdomisili”, kemudian misi para diaspora Indonesia ialah “Mendapatkan Dwi Kewarganegaraan Indonesia sesuai dengan Hukum Hak Asasi Manusia yang diakui secara Internasional dan memelihara serta menjaga rasa cinta terhadap Indonesia untuk generasigenerasi selanjutnya”.14 Diterangkan bahwa merubah sistem hukum kewarganegaraan Indonesia menjadi dwikewarganegaraan memiliki 2 (dua) sisi yang berbeda, Pro dan Kontra, antara lain :15 1. Pro : o Pemegangnya mempunyai kesempatan untuk bekerja, membangun karir, dan membuka usaha di negara tempat ia tinggal; o Penyatuan keluarga; o Kemudahan perjalanan; o Brain circulation and asset circulation o Promosi pembangunan ekonomi dan investasi negara jangka panjang melalui brain circulation, potensi u-turn migration, dan asset/networks circulation 2. Kontra: o Kewajiban ganda dalam hal pajak, pelayanan militer, namun hal ini biasanya diselesaikan melalui perjanjian bilateral; o Berpotensial untuk membuat migran bingung, yang berakibat pada rendahnya tingkat partisipasi dalam segala bidang (Yang, 1994); o Potensi mensponsori orang lain untuk bermigrasi lebih besar; o Loyalitas yang terbagi pada negara asal dan negara baru.
14 http://www.petisidkindonesia.com/category/artikel-indonesia/, diakses pada tanggal 12 September 2015. 15 Nuning Hallet, Prinsip dasar Dwi Kewarganegaraan (DK), http://www.petisidkindonesia.com/prinsip-dasar-dwi-kewarganegaraan-dk/, diakses pada tanggal 12 September 2015
11
Dari seluruh data yang disajikan diatas, timbul permasalahan ketika ditautkan pada pertanyaan bagaimana status kewarganegaraan mereka dilihat dari perspektif norma hukum kewarganegaraan di Indonesia apabila terdapat desakan terhadap pemerintah Indonesia bagi mereka yang telah kehilangan kewarganegaraan Indonesia-nya akan tetapi berharap mendapatkan kembali kewarganegaraan Indonesia tanpa melepaskan kewarganegaraan asing-nya (dwikewarganegaraan). Jauh sebelum munculnya isu hukum tentang diaspora Indonesia, Isu dwikewarganegaraan di Indonesia mulai dikenal pada saat dilakukannya perjanjian Dwikewarganegaraan oleh Republik Indonesia dengan RRT yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1958 tentang Persetujuan Antara Republik Indonesia Dan Republik Rakyat Tiongkok Mengenai Soal Dwikewarganegaraan yang disetujui pada tanggal 11 Januari 1958. Peraturan hukum pertama Republik Indonesia yang mengatur perihal kewarganegaraan diatur dalam ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 3 tahun 1946 tentang Warganegara dan penduduk Indonesia. Kemudian setelah masa kemerdekaan, dalam konferensi antara Indonesia dengan Belanda dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) tanggal 27 desember 1949 disepakati beberapa hal mengenai warga negara, antara lain adalah :16 1. Orang Belanda yang tetap berkewargaan Belanda, tetapi terhadap keturunannya yang lain dan bertempat tinggal di Indonesia kurang lebih 6 bulan sebelum 27 desember 1949 setelah penyerahan kedaulatan dapat memilih kewarganegaraan Indonesia yang disebut juga “Hak Opsi” atau hak untuk memilih kewarganegaraan; 2. Orang – orang yag tergolong kawula Belanda (orang Indonesia asli) berada di Indonesia memperoleh kewarganegaraan Indonesia kecuali tidak tinggal 16
Asas Kewarganegaraan, https://pungkiindriyonoblog.wordpress.com/2014/05/04/bab-iasas-kewarganegaraan/, diakses pada tanggal 12 September 2015.
12
di Suriname / Antiland Belanda dan dilahirkan di wilayah Belanda dan dapat memilih kewarganegaraan Indonesia; 3. Orang – orang Eropa dan Timur Asing, maka terhadap mereka dua kemungkinan yaitu: jika bertempat tinggal di Belanda, maka dtetapkan kewarganegaraan Belanda, maka yang dinyatakan sebagai WNI dapat menyatakan menolak dalam kurun waktu 2 tahun; 4. Berdasarkan undang – undang nomor 62 tahun 1958. Sebelum adanya Konferensi Meja Bundar, Presiden membuat suatu aturan hukum yang mendefinisikan seseorang yang dimaksud sebagai warga Negara Indonesia adalah sebagai berikut :17 a. Orang yang aseli dalam daerah Negara Indonesia; b. Orang yang tidak masuk dalam golongan tersebut diatas akan tetapi turunan dari seorang darigolongan itu, yang lahir dan bertempat kedudukan dan kediaman di dalam daerah NegaraIndonesia, dan orang bukan turunan dari golongan termaksud, yang lahir dan bertempatkedudukan dan kediaman selama sedikitnya 5 tahun berturut-turut yang paling akhir di dalamdaerah Negara Indonesia, yang telah berumur 21 tahun, atau telah kawin, kecuali jika iamenyatakan keberatan menjadi Warga Negara Indonesia karena ia adalah warga negaraNegeri lain; c. Orang yang mendapat kewargaan Negara Indonesia dengan cara naturalisasi; d. Anak yang sah, disahkan atau diakui dengan cara yang sah oleh bapanya, yang pada waktulahirnya bapanya mempunyai kewargaan Negara Indonesia; e. Anak yang lahir dalam 300 hari setalah bapanya, yang mempunyai kewargaan NegaraIndonesia, meninggal dunia; f. Anak yang hanya oleh ibunya diakui dengan cara yang sah, yang pada waktu lahirnya ibunyamempunyai kewargaan Negara Indonesia; g. Anak yang diangkat dengan cara yang sah oleh seorang Warga Negara Indonesia; h. Anak yang lahir di dalam daerah Negara Indonesia, yang oleh bapaknya ataupun oleh ibunya tidak diakui dengan cara yang sah; Berbicara tentang pengertian tersebut, maka kita berbicara tentang suatu norma hukum yang mengikat dalam hal kewarganegaraan. Hukum memiliki definisi sendiri, definisi hukum sendiri Menurut Jan Gijssels dan Mark Van
17
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1946 Tentang Warga Negara dan Penduduk Negara Indonesia.
13
Hoecke, adalah hukum sebagai lembaga normatif adalah merupakan bagian dari proses sosial yang lebih besar dan dengan demikian merupakan penekanan dari hubungan-hubungan yang berlangsung dalam masyarakat. Hukum tidak otonom. Analisis mengenai isi ideologi dari hukum merupakan salah satu topik sentral teori hukum dewasa ini.18 Artinya suatu aturan hukum yang terbentuk merupakan
suatu
proses
bagaimana
masyarakat
memandang
suatu
kesepahaman sikap, tindakan dan cara sehingga menciptakan aturan yang disetujui secara bersama (komunal). Sehingga, Hukum positif negara harus dibentuk melalui proses yang cukup panjang serta menyelaraskan kesepakatan bersama masyarakat itu sendiri. Hukum wajib memberikan keamanan dan kenyamanan atas intuisi kebersamaan masyarakat secara mayor. Satjipto Rahardjo mengatakan bahwa konsep tentang orang dalam hukum memegang kedudukan sentral, oleh karena semua konsep yang lain, seperti hak, kewajiban, penguasaan, pemilikan, hubungan hukum dan seterusnya, pada akhirnya berpusat pada konsep mengenai orang ini. Orang inilah yang menjadi pembawa hak, yang bisa dikenai kewajiban dan seterusnya, sehingga tanpa ia semuanya tidak akan timbul.19 Oleh karenanya, diaspora Indonesia memiliki kedudukan dan status dalam hubungannya secara batiniyah dengan Indonesia dapat mendorong pergerakan perubahan Undang-Undang Kewarganegaraan Indonesia yaitu Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang
18
Satjipto Rahardjo, 2010, Sosiologi Hukum (Perkembangan Metode dan Pilihan Masalah), Genta Publishing, Yogyakarta, hlm. 74. 19 Satjipto Rahardjo, 2012, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 66.
14
Kewarganegaraan yang masih menganut sistem kewarganegaraan tunggal menjadi sistem kewarganegaraan dwikewarganegaraan. Hukum kewarganegaraan Indonesia dari masa ke masa hingga sampai saat ini telah mengalami banyak perubahan. Peraturan yang telah lahir mengenai kewarganegaraan sejak era pasca kemerdekaan antara lain Undang-undang No. 3 tahun 1946 tentang Warganegara dan penduduk Indonesia sebagaimana telah diubah melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1947 yang secara eksplisit merubah perihal siapakah warga negara Indonesia, kemudian lahir UndangUndang Nomor 2 tahun 1958 tentang Persetujuan antara RI-RRT mengenai Dwi kewarganegaraan dimana secara garis besar mengatur antara kewarganegaraan Indonesia atau Cina kemudian dicabut dengan UndangUndang Nomor 4 tahun 1969, lalu dibuat Undang-Undang No. 62 tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Indonesia yang secara garis besar mengatur mengenai
ketentuan-ketentuan
siapa
yang
menjadi
warga
negara
Indonesia,status anak dan cara-cara kehilnagan kewarganegaraan, lalu pada tahun 1976 dibuat Undang-Undang Nomor 3 tahun 1976 tentang Perubahan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 62 tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Secara garis besar diatur melalui Pasal 17 huruf k UndangUndang Nomor 62 tahun 1958 memberikan kewajiban bagi warganegara RI yang bertempat tinggal di luar negeri lain daripada untuk menjalankan dinas negara, guna menyatakan keinginan untuk tetap menjadi warga negara Republik Indonesia dalam jangka waktu 5 (lima) tahun yang pertama dan selanjutnya untuk setiap 2 (dua) tahun. Sehingga pada saat ini, segala hal yang
15
mengatur perihal kewarganegaraan diatur dalam ketentuan – ketentuan Undang – Undang RI Nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan sebagaimana yang telah dijelaskan diatas. Permasalahan diaspora Indonesia tidak akan jauh terlepas tentang bagaimana peraturan serta sistem hukum kewarganegaraan yang Indonesia jalankan dan diberlakukan. Keinginan diaspora yang dinyatakan oleh para diaspora dalam Congress of Indonesia Diaspora pertama di Los Angeles ialah diubahnya peraturan mengenai kewarganegaraan Indonesia khususnya tentang pengaturan sistem kewarganegaraan tunggal dengan memasukan ketentuan mengenai dwikewarganegaraan. Hal tersebut dilakukan dikarenakan diasora Indonesia menganggap bahwa keberadaan mereka di luar negeri akan membawa nama baik dan keuntungan – keuntungan lainnya bagi Indonesia seperti telah disebutkan penulis diatas, di ajang internasional baik dari segi pemikiran, modal, jaringan dan sebagainya. Keadaan dan desakan untuk memasukan dwikewarganegaraan bagi para diaspora Indonesia memiliki dampak positif dan negatif bagi negara Indonesia. Perdebatan lahir diseputaran dampak – dampak positif dan negatif bagi Indonesia dengan merubah sistem hukum kewarganegaraan Indonesia yang menganut asas kewarganegaraan tunggal, dengan beberapa pengecualian untuk kewarganegaraan ganda terbatas menjadi dwikewarganegaraan. Sistem kewarganegaraan Indonesia dalam Undang – Undang Nomor 12 Tahun
2006
tentang
dwikewarganegaraan,
Kewarganegaraan asas
yang
masih
belum
mengatur
digunakan
adalah
perihal asas
16
kewarganegaraan tunggal. Pemberian dwikewarganegaraan bagi para diaspora Indonesia tentu membawa berbagai polemik dan keuntungan bagi bangsa. Disatu sisi sebagai suatu polemik ialah apabila Indonesia mengusung sistem hukum kewarganegaraan dengan sistem dwikewarganegaraan maka tidak adanya lagi rasa nasionalitas dan cinta tanah air oleh para pemegang dwikewarganegaraan, dilain sisi dwikewarganegaraan sedikit banyak memberikan negara Indonesia pendapatan dari sektor ekonomi. Permasalahan lainnya yang penulis kutip dari media massa elektronik ialah penyataan Menteri Hukum dan HAM, Bapak Yasonna Laoly yang mengatakan bahwa “Resistensi dilatarbelakangi oleh berbagai alasan. Dari segi keamanan ada kekhawatiran bahwa kewarganegaraan ganda bisa mendatangkan potensi bahaya bagi Indonesia. "Teman-teman dari Polri dan BIN memandangnya dari aspek keamanan”.20 Hal – hal yang diterangkan diatas menjadikan dasar penulis melakukan penelitian ini. Permasalahan berikutnya adalah apabila kebijakan pemerintah yang tidak mengakomodir dwikewarganegaraan dikaitkan dengan Hak Asasi Manusia, dimana Pemerintah Republik Indonesia tidak mengakomodir sistem kewarganegaraan dengan asas kewarganegaraan ganda. Kemudian selain hal itu, permasalahan berikutnya adalah tentang bagaimana kedaulatan suatu negara apabila diberlakukan sistem kewarganegaraan ganda di Indonesia.
20
Triono Wahyu Sudibyo, Jalan Panjang Mengupayakan Dwi Kewarganegaraan Indonesia, http://news.detik.com/berita/2921957/jalan-panjang-mengupayakan-dwi-kewarganegaraanindonesia, diakses pada tanggal 12 September 2015.
17
B. Perumusan Masalah Pada umumnya, penelitian dilakukan guna mencapai sasaran tertentu. Suatu penelitian bisa mempunyai kegunaan praktis jika masalah penelitian yang dipilihnya adalah yang berkenaan dengan yang dijumpai peneliti dalam lingkungan di mana seseorang hidup. Masalah yang dimaksud dalam konteks ini ialah sesuatu hal yang dianggap negatif berdasarkan ukuran tertentu.21 Dalam ilmu hukum, kajian terhadap penerapan aturan hukum yang didukung oleh teori dan konsep-konsep di bidang hukum dihadapkan pada fakta hukum yang memunculkan ketidakpaduan antara kajian teoritis dengan dengan penerapan hukum positif tersebut. Ketidakpaduan antara keadaan yang diharapkan (das sollen) dengan kenyataan (das sein) menimbulkan tanda Tanya normatif.22 Oleh karena hal-hal tersebut diatas yang telah diterangkan, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah kedudukan dan status hukum diaspora dalam sistem hukum kewarganegaraan di Indonesia ?; 2. Apakah dimungkinkan diaspora Indonesia diberikan dwi kewarganegaraan ?
Apakah
kendala
dan
permasalahan
dalam
memberikan
dwi
kewarganegaraan ?.
21 Juliansyah Noor, 2011, Metode Penelitian-Skripsi, Tesis, Disertasi, & Karya Ilmiah, Kencana, Jakarta, hlm. 26. 22 Johnny Ibrahim, 2005, Teori & Metode Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publishing, Malang, hlm. 225.
18
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini dikaitkann dengan rumusan masalah adalah sebagai berikut : 1. Meneliti, mempelajari dan menganalisis guna mengetahui serta menjawab pertanyaan tentang bagaimanakah status dan kedudukan hukum diaspora dalam sistem hukum kewarganegaraan di Indonesia; 2. Meneliti, mempelajari dan menganalisis apakah dimungkinkan atau tidak diaspora Indonesia diberikan dwikewarganegaraan dalam sistem hukum kewarganegaraan Indonesia. Serta untuk mengetahui apakah kendala dan permasalahan Indonesia dalam memberikan dwikewarganegaraan dan mengetahui
rumusan
peraturan
perundang
–
undangan
tentang
dwikewarganegaraan. D. Manfaat Penelitian a. Manfaat Akademis Penulis mengharapkan agar penelitian ini dapat memberikan manfaat untuk memperkaya ilmu pengetahuan khususnya ilmu hukum dibidang Kewarganegaraan yang terkait pengaturan dwikewarganegaraan bagi diaspora serta sebagai referensi atau rujukan penelitian berikutnya. b. Manfaat Praktis Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran kepada dunia praktisi, bagi Pemerintah sebagai pengambil keputusan (regulation maker) dalam menentukan status dan kedudukan diaspora sebagai bahan referensi pengambilan keputusan atau pembuatan peraturan
19
perundang - undangan terkait sistem hukum kewarganegaraan di Indonesia, khususnya dwikewarganegaraan. E. Keaslian Penelitian Penulis menyatakan dalam bagian yang tidak terpisahkan dari penelitian ini, bahwa data-data dan penulisan ini dibuat dan dikutip berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis sendiri. Penulisan tentang diaspora dan kewarganegaraan memang telah banyak dilakukan oleh para penulis sebelumnya, akan tetapi rumusan masalah dan pembahasan yang penulis teliti berbeda secara substansi dan materi dari penelitian – penelitian terdahulu. Apabila penulis mengutip teori-teori dari referensi yang terkait dengan pembahasan ini, maka penulis akan menyebutkan sumber atau penulis teori tersebut, baik berupa literatur buku maupun dari sumber lainnya seperti internet dan sebagainya. Penulis mengetahui bahwa terdapat penelitian oleh peneliti sebelumnya yang membahas perihal diaspora dan kewarganegaraan akan tetapi penelitian – penelitian tersebut mengambil judul “diaspora orang Minangkabau di Yogyakarta” yang diteliti oleh saudari Yuhastina. Kemudian terdapat penelitian yang diteliti oleh Yuanita Aprilandini Siregar dengan judul “Diaspora India : Studi tentang Identitas, Etnisitas dan Jaringan Sosial Komunitas Peranakan Muslim India-Pakistan di Perkotaan”, kemudian dari referensi – referensi berupa literatur buku juga telah banyak mengemukakan tentang diaspora dan kewarganegaraan. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan diatas, penulis menegaskan hasil penelitian tersebut berbeda baik
20
judul maupun substansinya dengan penelitian yang sedang penulis lakukan saat ini. Sejauh ini sepengetahuan penulis, belum ada penulisan tesis yang dalam pembahasannya sama persis seperti yang penulis teliti, namun apabila dikemudian hari diketahui bahwa ternyata terdapat penelitian yang mengangkat judul dan substansi yang sama dengan apa yang sedang penulis teliti saat ini, maka penulis mengharapkan bahwasanya penelitian ini ditujukan sebagai penelitian yang menyempurnakan serta melengkapi penelitian sebelumnya.