1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pesatnya komunikasi dan interaksi global telah menempatkan bahasa Inggris sebagai salah satu media yang mutlak kebutuhannya. Tanpa kemampuan berbahasa Inggris yang memadai, para lulusan MTs akan menghadapi banyak masalah dalam menjalin interaksi global tersebut. Crystal (2000: 1) menyatakan “English is a global language”. Pernyataan ini memiliki makna bahwa bahasa Inggris adalah bahasa global. Bahasa global ini digunakan oleh berbagai bangsa untuk berkomunikasi dengan bangsa di seluruh dunia. Karena salah satu bahasa internasional sebagai bahasa global yang banyak digunakan selama ini adalah bahasa Inggris, media pembelajaran dan pemahaman bahasa Inggris menjadi kebutuhan yang tidak dapat dihindari. Bahasa Inggris merupakan alat untuk berkomunikasi secara lisan dan tulisan. Pengertian berkomunikasi dimaksudkan adalah memahami dan mengungkapkan informasi, pikiran, perasaan serta mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya dengan menggunakan bahasa Inggris. Kemampuan berkomunikasi dalam pengertian yang utuh adalah kemampuan berwacana (Depdiknas, 2003:13). Demikian pula dalam konteks pendidikan, bahasa Inggris berfungsi sebagai alat untuk berkomunikasi dalam rangka mengakses informasi, dan dalam konteks sehari hari, sebagai alat untuk membina hubungan interpersonal, bertukar informasi serta menikmati estetika bahasa dalam budaya Inggris. Lebih khusus lagi, bahasa Inggris merupakan
2
bahasa internasional yang dianggap sangat penting sebagai alat atau media untuk penyerapan, transfer, dan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni budaya, dan pembinaan hubungan dengan bangsa lain. Dengan mempelajari bahasa Inggris maka seseorang akan terbuka wawasan dan pengetahuannya secara internasional. Oleh karena itu, mempelajari bahasa Inggris menjadi sangat penting mengingat semakin globalnya dunia informasi saat ini. Mengingat pentingnya penguasaan bahasa Inggris bagi masyarakat Indonesia umumnya dan lulusan sekolah menengah pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs) khususnya, bahasa Inggris diajarkan pada siswa dari sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sampai dengan sekolah menengah atas. Untuk sekolah dasar, bahasa Inggris diberikan sebagai mata pelajaran muatan lokal, sedangkan untuk sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas, bahasa Inggris diberikan sebagai mata pelajaran wajib dan bahkan termasuk mata pelajaran yang diujikan dalam ujian nasional (UN). Suatu realita sehari-hari, pengalaman dan pengamatan peneliti sendiri di dalam kelas ketika proses pembelajaran bahasa Inggris berlangsung, sebagian besar siswa belum terlihat belajar dengan aktif sewaktu guru bahasa Inggris mengajar. Demikian pula guru bahasa Inggris belum sepenuhnya melaksanakan kinerjanya. Hal ini bersesuaian pula dengan pernyataan Madya (2004:1), “sebagai faktor penentu keberhasilan pembelajaran, guru bahasa Inggris pada jenjang sekolah lanjutan tingkat pertama/Madrasah Tsanawiyah (SLTP/MTs) dan sekolah lanjutan tingkat atas/Madrasah Aliah (SLTA/MA) belum menampakkan sosok guru sejati”. Pengajaran mereka masih terpaku pada materi dari buku pelajaran tanpa peduli terhadap pikiran, perasaan, dan kemajuan belajar siswanya. Selama
3
proses pembelajaran, guru bahasa Inggris belum memberdayakan seluruh potensi dirinya sehingga sebagian besar siswa belum mampu mencapai kompetensi individu yang diperlukan untuk mengikuti pelajaran bahasa Inggris lanjutan. Sebagian besar siswa belum belajar sampai pada tingkat komunikasi dalam menggunakan bahasa Inggris secara maksimal. Siswa baru mampu mempelajari, membaca, menghafal kosa kata, menulis, dan mengingat kaidah-kaidah bahasa Inggris. Demikian pula gagasan inovatif pada tingkat ingatan, mereka belum dapat menggunakan
dan
menerapkan
bahasa
Inggris
secara
efektif
dalam
berkomunikasi sehari-hari yang kontekstual dengan menggunakan bahasa Inggris baik secara lisan maupun secara tulisan. Kurangnya pengetahuan guru bahasa Inggris tentang pengelolaan pembelajaran bahasa Inggris membuat proses pembelajaran bahasa Inggris kurang efektif sehingga lulusan SMP/MTs tidak banyak yang dapat berkomunikasi dalam bahasa Inggris. Di era globalisasi sekarang ini, pengetahuan dan keanekaragaman keterampilan sangat diperlukan oleh para siswa agar mereka mampu memberdayakan dirinya untuk menemukan, menafsirkan, menilai, menggunakan informasi, dan melahirkan gagasan kreatif untuk menentukan sikap dalam pengambilan keputusan, serta untuk menghadapi masa depan yang penuh tantangan. Peneliti
sendiri
sebagai
guru
bahasa
Inggris
telah
mengamati
permasalahan yang dialami oleh para lulusan MTs secara langsung ketika mereka diajak berbincang-bincang dalam bahasa Inggris. Para lulusan MTs tidak banyak yang dapat berkomunikasi dalam bahasa Inggris secara lisan maupun secara
4
tulisan. Permasalahan ini disebabkan oleh kurang maksimalnya proses pembelajaran bahasa Inggris. Kellaghan & Greaney (2001: 22) mengemukakan pernyataan sebagai berikut: “Education has many purposes and components, questions regarding quality may reasonably be posed about any important aspect of a system: infrastructure, school buildings, administration, teacher training, educational materials, teaching, or student achievements. All these elements, it will be noted, are interrelated, and a serious deficit in one is likely to have implications for quality in others.” Di dalam proses pembelajaran bahasa Inggris, komponen yang paling dominan adalah kinerja guru bahasa Inggris, kepribadian guru bahasa Inggris, fasilitas yang mendukung pembelajaran bahasa Inggris, dan sikap siswa terhadap pembelajaran bahasa Inggris. Semuanya saling mendukung untuk mencapai tujuan pembelajaran bahasa Inggris secara maksimal. Proses pembelajaran bahasa Inggris yang dilaksanakan secara maksimal diharapkan menghasilkan lulusan MTs yang dapat berkomunikasi dalam bahasa Inggris secara lisan maupun tuliasan. Berbicara adalah proses membangun dan berbagi makna melalui penggunaan verbal dan non-verbal simbol. Berbicara adalah bagian penting dari bahasa kedua belajar dan mengajar. Namun, dunia masa kini menuntut bahwa tujuan pengajaran berbicara harus meningkatkan siswa dapat mengekspresikan diri dan belajar bagaimana menggunakan bahasa. Saat ini, banyak guru setuju bahwa siswa harus belajar untuk berbicara dengan bahasa kedua dengan berinteraksi kepada orang lain. Untuk kasus ini, siswa harus menguasai beberapa komponen berbicara
seperti: pemahaman,
5
pelafalan, tata bahasa, kosa kata, dan kefasihan. Singkatnya, guru bahasa Inggris harus kreatif dalam mengembangkan proses belajar mengajar untuk menciptakan suasana yang baik, meningkatkan keterampilan berbahasa siswa, memberikan perhatian terhadap komponen berbicara dan membuat pelajaran bahasa Inggris lebih baik. Untuk alasan ini, guru bahasa Inggris di MTsN harus menerapkan metode yang tepat dan teknik mengajar berbicara. Metode digunakan oleh guru adalah pendekatan komunikatif. Dalam pendekatan komunikatif, bahasa pada dasarnya merupakan suatu alat komunikasi. Dengan demikian, belajar bahasa berarti belajar untuk melakukan tindak wicara komunikatif (Brickerton. 1996: 1). Akan tetapi kecenderungan siswa untuk melakukan komunikasi selalu mengalami banyak kendala biasanya disebabkan: 1. Sulitnya mengungkapkan ide secara lisan, sehingga siswa bingung untuk berbicara. 2. Terbatasnya kosakata (vocabulary), sehingga siswa sulit berbicara lancar dan lama. 3. Terbatasnya kemampuan tata bahasa (grammar), sehingga sulit berbicara dengan aturan yang benar. 4. Terbatasnya
melafalkan
kata-kata
(pronounciation),
sehingga
sulit
mengucapkan kata yang diucapkannya dengan benar. 5. Kurangnya keberanian untuk berbicara karena takut salah. Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan tersebut guru harus dapat memberikan metode yang dapat memberikan rasa nyaman, senang dan tidak membosankan salah satunya adalah dengan menggunakan Computer Assisted Language Learning (CALL). Karena bahasa transaksional (dialog) yang
6
dilakukan orang-orang yang di tampilkan di CALL akan membantu siswa dalam berbicara, lafal, intonasi dan stres seperti asli pembicara. B. Rumusan Masalah. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas dan untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai masalah yang diteliti, maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: “ SEJAUHMANA MODEL COMPUTER ASSISTED LANGUAGE LEARNING (CALL) DAPAT MENINGKATKAN KOMPETENSI VOCABULARY SISWA DALAM
PEMBELAJARAN
SPEAKING
PADA
MATA
PELAJARAN
BAHASA INGGRIS ? “ Permasalahan
tersebut
diperinci
ke
dalam
pertanyaan-pertanyaan
penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimanakah kondisi pembelajaran bahasa Inggris di MTs 2. Bagaimanakah desain pengembangan model Computer Assisted Language Learning (CALL) yang dapat meningkatkan kompetensi vocabulary siswa dalam pembelajaran speaking pada mata pelajaran bahasa Inggris? 3. Sejauhmanakah kompetensi vocabulary siswa dalam pembelajaran speaking dapat ditingkatkan pada mata pelajaran bahasa Inggris dengan model Computer Assisted Language Learning (CALL)? 4. Daya dukung dan kendala-kendala apakah yang berpengaruh terhadap pengembangan model Computer Assisted Language Learning (CALL) untuk meningkatkan kompetensi vocabulary siswa dalam pembelajaran speaking pada mata pelajaran bahasa Inggris?
7
C. Tujuan Penelitian. 1. Tujuan Umum Mengingat luas dan kompleksnya cakupan materi yang disampaikan dalam Bahasa Inggris, maka secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model CALL yang dapat menigkatkan kompetensi vocabulary siswa dalam pembelajaran speaking secara komprehensif, baik berupa kesiapan mental dan pemahaman akan konsep dasar, aturan atau prinsip-prinsip bahasa Inggris, maupun pola pikir dari para siswa MTsN pada kelas VII. 2. Tujuan Khusus. Berdasarkan penjelasan di atas, selanjutnya permasalahan ini dapatlah kita fokuskan pada tujuan yang lebih mengarah pada pokok pikiran penelitian, dimana secara lebih khusus, tujuan penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut: a. Untuk mendeskripsikan kondisi kompetensi vocabulary siswa dalam pembelajaran speaking di MTsN. b. Untuk mendeskripsikan desain model CALL yang dapat meningkatkan kompetensi vocabulary siswa dalam pembelajaran speaking di MTsN pada mata pelajaran bahasa Inggris. c. Mengidentifikasi serta mendeskripsikan kompetensi vocabulary siswa dalam pembelajaran speaking yang dapat ditingkatkan dengan pendekatan model Computer Assisted Language Learning. d. Menemukan daya dukung dan kendala terhadap pengembangan model Computer Assisted Language Learning dan menemukan solusinya.
8
D. Manfaat Penelitian. Dengan penelitian mengenai pengembangan model CALL ini, diharapkan dapat banyak memberikan manfaat kepada berbagai pihak, baik secara teoritis, maupun praktis terhadap pemangku kepentingan pembelajaran khususnya, yaitu sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Manfaat teoritis yang dapat diambil dari penelitian ini yaitu: menemukan konsep
dan
prinsip
tentang
model
pembelajaran
yang
relevan
diimplementasikan dan dikembangkan, untuk efektivitas pembelajaran bahasa Inggris berdasarkan kerangka berpikir baru untuk meningkatkan pemahaman melalui model CALL di MTsN. 2. Manfaat Praktis Memperhatikan kondisi, motivasi, dan keterampilan (skill) maupun respon belajar dari sebagian besar siswa MTsN yang belum optimal, maka penelitian ini sangat bermanfaat untuk meningkatkan kompetensi dan kreatifitas belajar, serta kualitas proses maupun hasil pembelajaran bahasa Inggris di Madrasah, yang secara signifikan akan berpengaruh pada mutu pendidikan itu sendiri secara lebih luas. a. Bagi para siswa akan berdampak pada motivasi, aktivitas, dan pola pikirnya dalam belajar bahasa Inggris yang semakin berkompeten, logis dan realistis, meningkat serta lebih terampil, bahkan potensi ini akan berpengaruh juga terhadap kemampuan pembelajaran untuk mata pelajaran yang lain.
9
b. Bagi
guru
akan
berdampak
pada
kreativitas,
serta
kualitas
pembelajarannya di kelas, yaitu akan semakin bervarisi, kreatif, dan intensif serta inovatif, sehingga hasil belajar siswa sebagai bahan feedback pada pembelajaran selanjutnya. c. Bagi mahasiswa sebagai peneliti akan berdampak pada peningkatan wawasan
pengetahuan
dan
kualitas
keilmuan,
berkembangnya
keterampilan serta pengalaman dalam melakukan penelitian, serta sekaligus untuk memenuhi tugas akhir perkuliahan. d. Bagi institusi pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), akan meningkatkan kualitas dan nama baik lembaga dengan memberikan sumbangsih pemikiran implementasi kurikulum dan
pengembangan
model pembelajaran bahasa Inggris dan keberhasilan dari penelitian ini. E. Definisi Oprasional. Berdasarkan rumusan masalah, pertanyaan dan variabel penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, beberapa istilah yang dipergunakan dalam penelitian ini didefinisikan secara oprasional sebagai berikut : 1. Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau katakata secara lisan untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan untuk menyampaikan pesan. 2. Pembelajaran berbicara, adalah cara bagi siswa untuk mengungkapkan emosi mereka, kebutuhan komunikatif, berinteraksi dengan orang lain dalam situasi apa pun, dan mempengaruhi orang lain. 3. Pembelajaran Speaking (berbicara) adalah suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang
10
berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa itu merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses pembelajaran. Interaksi dalam pristiwa pembelajaran mempunyai arti yang lebih luas, tidak hanya hubungan antara guru dan siswa, tetapi berupa interaksi edukatif. Dalam hal ini bukan hanya penyampaian pesan berupa materi pelajaran, melainkan penanaman sikap dan nilai pada diri siswa yang sedang belajar. Menurut Joyce & Weil (1996: 120), di dalam melaksanakan peranannya, guru atau siswa dapat menggunakan empat pola argumen berikut ini: a. Menyuruh siswa untuk mengidentifikasi hal-hal pada nilai yang melanggar; b. Mengklarifikasi nilai konflik melalui analogi; c. Menyuruh siswa untuk membuktikan konsekuensi suatu posisi yang diinginkan atau yang tidak diinginkan; dan d. Menyuruh siswa untuk menyusun prioritas nilai: menyatakan satu nilai diatas yang lainnya dan mendemonstrasikan kekurangan pelanggaran nilai kedua yang kasar. Dalam proses pembelajaran tersirat adanya suatu kesatuan kegiatan yang tak terpisahkan antara siswa yang belajar dan guru yang mengajar. Antara kedua kegiatan ini terjalin interaksi yang saling menunjang. 4. Computer adalah sekumpulan alat elektronik yang saling bekerja sama, dapat menerima data (input), mengolah data (proses) dan memberikan informasi
11
(output) serta terkoordinasi dibawah kontrol program yang tersimpan di memorinya. 5. Kegiatan pembelajaran dengan bantuan komputer atau lebih dikenal sebagai Computer Assisted Language Learning (CALL) merupakan istilah umum untuk segala kegiatan belajar yang menggunakan komputer, baik sebagian maupun secara keseluruhan. 6. Computer Assisted Language Learning (CALL) dalam penelitian ini adalah merupakan suatu pendekatan dalam kegiatan belajar mengajar bahasa dimana teknologi komputer digunakan sebagai media bantu untuk menampilkan, memberikan penguatan materi dan alat untuk mengukur materi yang dipelajari, biasanya ditampilkan dengan elemen yang interaktif. 7. Vocabulary adalah sekelompok atau stok kata-kata yang digunakan dengan cara tertentu oleh sekelompok orang tertentu mengenai bahasa mereka atau Sistem teknik atau simbol yang berfungsi sebagai sarana ekspresi 8. Kompetensi vocabulary adalah kemampuan seseorang untuk memahami dan menggunakan istilah yang mungkin dapat mencegah atau memperlambat penguasaan subjek