1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pesatnya perkembangan ilmu pegetahuan dan teknologi sekarang ini telah menimbulkan kemajuan di berbagai bidang. Munculnya internet sebagai hasil dari adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang informasi dan komunikasi telah membuat perubahan yang sangat besar dalam kehidupan kita. Internet dapat dianggap sebagai sumber informasi yang sangat besar yang dapat membantu kita dalam melakukan interaksi dan komunikasi. Penggunaan internet tidak terbatas pada pemanfaatan informasi yang dapat diakses melalui media ini saja, melainkan juga dapat menciptakan jenis-jenis dan peluang bisnis yang baru dimana transaksi-transaksi bisnis makin banyak dilakukan secara elektronika. Dari uraian di atas, dapat diperhatikan bahwa perkembangan teknologi informasi, sadar atau tidak telah memberikan dampak terhadap perkembangan hukum, ekonomi, sosial, budaya, dan politik. Hal ini merupakan tantangan sekaligus peluang yang harus dihadapi pada awal abad modern. Khusus di bidang perekonomian, perkembangan teknologi informasi telah melahirkan transaksi baru dalam dunia perdagangan. Internet juga sering digunakan sebagai sarana untuk melakukan sebuah perdagangan elektronik atau electronic commerce. Secara umum peranan internet dalam electronic commerce antara lain adalah: 1. Media utama untuk terjadinya transaksi bisnis secara online.
2
2. Memeungkinkan web site perusahaan dapat diketahui oleh konsumen di seluruh dunia. 3. Memungkinkan pihak merchant/perusahaan/instansi menjual produk atau jasa secara online. 4. Memungkinkan pihak merchant/perusahaan/instansi yang menjual produk atau jasa mempunyai pasar global. 5. Memungkinkan pihak merchant/perusahaan/instansi yang menjual produk atau jasa berkomunikasi secara cepat dengan konsumen. 1 Electronic commerce atau yang lebih dikenal e-commerce merupakan bentuk perdagangan secara elektroonik baik berupa penyebaran, pembelian, penjualan, pemasaran barang dan jasa melalui sistem elektronik seperti internet. Fasilitas internet yang telah memicu perkembangan di bidang bisnis telah memberikan keyakinan akan pentingnya teknologi di dalam pencapaian tujuan financial suatu perusahaan melalui efisiensi proses bisnis yaitu dengan menggunakan transaksi elektronik. Jual beli atau perdagangan melalui transaksi elektronik merupakan suatu pilihan bisnis yang sangat menjanjikan untuk diterapkan saat ini, karena jual beli melalui transaksi elektronik memberikan banyak kemudahan bagi kedua belah pihak, baik dari pihak penjual maupun dari pihak pembeli di dalam melakukan transaksi meskipun para pihak berada di dua tempat yang berbeda. Dalam tahap negosiasi, jual beli melalu transaksi elektronik ini tidak memerlukan pertemuan secara tatap muka antara penjual maupun pembeli. Keuntungan bisnis di internet antara lain memudahkan komunikasi intern dan ekstern, globalisasi bisnis dan keunggulan kompetitif, mengurangi biaya komunikasi dan mendapat feedback, memperluas jaringan kerja sama, marketing, dan sales, memudahkan pencarian informasi yang cepat dan murah, dapat mempelajari perilaku visitor, menambah image atau
1
Jonathan Sarwono dan Tutty Martadireja, Teori E-commerce Kunci Sukses Perdagangan di Internet, Ctk. Pertama, Gava Media, Yogyakarta, 2008, hlm. 17
3
performance perusahaan dan website adalah showroom termurah dan paling praktis.2 Rancangan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik belum lama disetujui DPR RI menjadi Undang-Undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE) tepatnya pada tanggal 25 Maret 2008 dan mulai berlaku sejak tanggal 12 April 2008. Undang-undang ini mancakup segala pranata hukum dan ketentuan-ketentuan yang mengakomodasi tentang pedagangan elektronik yang merupakan salah satu ornamen utama dalam bisnis. Adanya regulasi khusus yang mengatur perjanjian virtual ini, maka secara otomatis perjanjian-perjanjian di internet tersebut tunduk pada UUITE dan hukum perjanjian yang berlaku. Sebagaimana dalam perdagangan konvensional, ecommerce menimbulkan perikatan antara para pihak untuk memberikan suatu prestasi. Implikasi dari perikatan itu adalah timbulnya hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh para pihak yang terlibat. Seiring dengan perkembangan masyarakat dan teknologi, kenyataan saat ini yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi tidak dapat lagi dilakukan
pendekatan
melalui
sistem
hukum
konvensional,
mengingat
kegiatannya tidak lagi bisa dibatasi oleh teritorial suatu negara, aksesnya dengan mudah dapat dilakukan dari belahan dunia mana pun, kerugian dapat terjadi baik pada pelaku internet maupun orang lain yang tidak pernah berhubungan sekalipun misalnya dalam pencurian kartu kredit melalui pembelanjaan di internet. Di samping itu, masalah pembuktian merupakan faktor yang penting, mengingat data
2
Dwi commerce.html
S,
E-commerce?,
dalam
http://spiritualfinancial.blogspot.com/2008/05/e-
4
elektronik belum terakomodasi dengan baik dalam sistem hukum acara Indonesia, karena itu diperlukan UUITE tersebut. Perkembangan ilmu pengetahuan didapati sebagai penyebab utama kenapa standar hidup dan pertumbuhan ekonomi negara jauh lebih baik pada masa sekarang dibandingkan dengan masa silam. Islam telah menegaskan bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan salah satu faktor terpenting bagi manusia untuk mewujudkan kesejahteran dalam hidup. Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW selain mengatur umat manusia untuk berhubungan dengan khaliqnya, juga mengatur hubungan umat manusia dengan sesamanya. Mengenai hubungan dengan manusia lain yang disebut muamalat, Allah telah menetapkan aturan-aturan atau patokan-patokan yang bersifat dan berlaku umum. Muamalat dengan pengertian pergaulan hidup tempat setiap orang melakukan perbuatan dalam hubungannya dengan orang lain, yang menimbulkan hubungan hak dan kewajiban itu merupakan bagian terbesar dalam hidup manusia, sehingga hukum islam memberikan aturan-aturan dalam bidang ini sangat longgar, guna memberi kesempatan perkembangan hidup manusia di kemudian hari, manusia di beri kebebasan untuk mengatur segala kebutuhan hidup yang serba dinamis, asalkan aturan-aturan yang dibuatnya tidak bertentangan dengan syariat. Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan pertukaran barang dengan persetujuan antara kedua belah pihak dalam suatu transaksi dagang sebagai suatu yang halal atau dibolehkan, dan melarang mengambil benda orang lain tanpa
5
persetujuan dan izin dari mereka. 3 Penerapan prinsip syariah secara lengkap dan utuh dalam suatu kegiatan ekonomi haruslah sesuai dengan landasan-landasan yang bersumber pada ajaran islam. Landasan-landasan tersebut berasal dari AlQuran dan Hadist Nabi SAW, ataupun berasal dari hasil ijtihad para ahli hukum islam.4 Kita dapat melihat bahwa yang membedakan bisnis online dengan bisnis offline yaitu pada proses transaksi (akad) dan media utama dalam proses tersebut. Akad merupakan unsur yang sangat penting dalam suatu bisnis. Secara umum, bisnis dalam islam menjelaskan adanya transaksi yang bersifat fisik, dengan menghadirkan benda tersebut ketika transaksi, atau tanpa menghadirkan benda yang dipesan, tetapi dengan ketentuan harus dinyatakan sifat benda secara konkret. E-commerce sangat memungkinkan timbulnya suatu kesamaran yang sering mengakibatkan adanya ketidakpastian dan kekaburan. Objek jual beli yang tidak nyata serta kurangnya informasi mengenai barang-barang yang diperjual belikan merupakan suatu hal yang lazim terjadi pada e-commerce. Jual beli yang mengandung unsur kesamaran (gharar) ini mengandung permainan atau untunguntungan , meragukan dan mengandung unsur penipuan. 5 Jual beli ini tidak jarang menimbulkan penyesalan pada pihak pembeli yang disebabkan karena adanya kecacatan atau ketidaksempurnaan pada objek yang diperjualbelikan. Mengingat prinsip berlakunya jual beli adalah atas dasar
3
Haris Faulidi Asnawi, Transaksi Bisnis E-commerce Perspektif Islam, Ctk. Pertama, Magistra Insania Press bekerjasama dengan MSI UII, Yogyakarta, 2004, hlm. 74 4 Ibid. 5 Ibid. hlm 87
6
suka sama suka, maka syariat memberi kesempatan kepada kedua belah pihak yang melakukan akad jual beli untuk memilih antara dua kemungkinan , yaitu melangsungkan
jual
beli
atau
mengurungkannya.
Memilih
antara
dua
kemungkinan inilah yang dinamakan khiyar dalam akad jual beli. Hak untuk memilih antara dua kemungkinan tersebut sepanjang masing-masing pihak masih dalam keadaan mempertimbangkan. Hak khiyar yang diatur dalam islam ini jarang sekali terjadi dalam sebuah transaksi e-commerce, sehingga hal tersebut dapat membatalkan sebuah akad dalam sebuah transaksi jual beli dalam islam dan tak jarang barang yang diterima oleh si pembeli tidaklah sama seperti yang telah dideskripsikan oleh penjual. Melihat fenomena jual beli dengan media internet yang terurai diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : “IMPLEMENTASI PRINSIP KHIYAR DALAM E-COMMERCE”.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimanakah implementasi jual beli melalui transaksi elektronik? 2. Bagaimanakah implementasi prinsip khiyar dalam e-commerce?
7
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang ingin dicapai oleh penulis dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui bagaimana implementasi atau pelaksnaan jual beli melalui transaksi elektronik. 2. Untuk mendeskripsikan dan menjelaskan implementasi prinsip khiyar dalam e-commerce.
D. Tinjauan Pustaka Perdagangan secara elektronik sangat bergantung pada keberadaan internet sebagai media utama dalam melakukan transaksi didalamnya. Tanpa adanya internet, jual beli melalui transaksi elektronik tidak akan pernah bisa untuk dilakukan. Internet sebagai sumber daya bisnis membuat para pedagang, perusahaan barang dan jasa dapat menjalankan bisnisnya secara online. Bisnis online ini tidak terbatas ruang dan waktu serta dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja. Penggunaan internet sebagai media perdagangan terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan oleh berbagai manfaat yang di dapat oleh perusahaan ataupun konsumen dengan melakukan transaksi melalui internet. Media elektronik baru (cyberspace) menuntut reaksi yang cepat terhadap masalah
8
hukum yang muncul secara terus-menerus dalam konteks dan yurisdiksi yang berbeda. 6 Jual beli merupakan suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. 7 Jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, seketika setelahnya orang-orang ini mencapai sepakat tentang kebendaan tersebut dan harganya, meskipun kebendaan itu belum diserahkan, maupun harganya belum dibayar. 8 Penjualan merupakan transaksi paling kuat dalam dunia perniagaan bahkan secara umum adalah bagian yang terpenting dalam aktivitas usaha. 9 Aktivitas jual beli sangat berkembang pesat dengan adanya kemajuan di bidang teknologi informasi dan komunikasi yaitu berupa internet. Jual beli tiada lain persesuaian kehendak (wisovereensteeming) antara penjual dan pembeli mengenai barang dan harga. Barang dan hargalah yang menjadi esensi perjanjian jual beli. Tanpa ada barang yang hendak dijual tidak mungkin terjadi jual beli. Sebaliknya jika barang objek jual beli tidak dibayar dengan sesuatu harga, jual beli dianggap tidak ada. Jual beli melalui internet adalah transaksi electronic money (uang elektronik). Ia tidak nyata tetapi memiliki sifat dan ukuran tertentu, sehingga dengan sifat dan ukuran itu seolah-olah nampak atau nyata karena pada akhirnya kita pun dapat mewujudkannya dalam nilai yang riil, yaitu disaat transaksi 6
Assafa Endeshaw, Hukum E-commerce Dan Internet Dengan Fokus Di Asia Pasifik, Ctk. Pertama, Pustaka Relajar, Yogyakarta, 2007, hlm. 243 7 R. Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Ctk. Ke-29, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1999, hlm. 366 8 Ibid. 9 Abdullah al-Mushlih dan.Shalah ash-Shawi, Jual Beli dan Hukum-Hukumnya, dalam http://irwin2007.wordpress.com/2008/01/28/jual-beli-dan-hukum-hukumnya-2/
9
pembeli akan memperoleh barang dalam bentuk yang nyata.10 Syarat sahnya suatu perjanjian dalam melakukan jual beli haruslah benar-benar diperhatikan untuk memenuhi sah atau tidaknya suatu hubungan dalam e-commerce. Kita tahu bahwa dalam e-commerce tidak berdasarkan atas adanya suatu objek yang nyata. Perdagangan elektronik yang sedang berkembang pesat saat ini seharus tidak bertentangan dengan aturan hukum yang ada maupun ketentuanketentuan dari ajaran islam. Berbisnis merupakan aktivitas yang sangat dianjurkan dalam ajaran Islam. Bahkan, Rasulullah SAW sendiri pun telah menyatakan bahwa 9 dari 10 pintu rezeki adalah melalui pintu berdagang (al-hadits).11 Jual beli merupakan salah satu bentuk muamalat yang mempunyai ketentuan-ketentuan yang bersifat umum dan longgar, sehingga selalu berkembang sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat. Quraish Shihab merumuskan prinsip-prinsip yang dapat digunakan dalam berbisnis dengan melihat perintah Al-Qur’an dan Sunah Nabi, yaitu : 1) Kejujuran; 2) Keramahtamahan; 3) Penawaran yang jujur atau fix price; 4) Pelanggan yang tidak sanggup membayar diberi waktu; 5) Penjual hendaknya tidak memaksakan pembeli dan tidak bersumpah dalam menjual; 6) Tegas dan adil dalam timbangan dan takaran; 7) Tidak dibenarkan monopoli; 8) Tidak dibenarkan adanya harga komoditi yang boleh dibatasi; 9) Kesukarelaan.12 Perdagangan atau jual beli dalam hukum islam juga tidak terlepas akan pentingnya sebuah akad. Akad adalah suatu perikatan antara ijab dan kabul dengan cara yang dibenarkan syariat yang menetapkan adanya akibat hukum pada
10
Iman, Hukum Jual Beli Melalui Internet, dalam http://imamwardany.com/hukum-jualbeli-melalui-internet/ 11 Bisnis Online Dalam Hukum Islam,dalam http://www.tomdonyet.co.cc/2009/04/bisnisonline-dalam-hukum-islam.html 12 Haris Faulidi Asnawi, Transaksi ... op.cit., hlm. 82
10
objeknya. 13 Ditinjau dari segi pelaku akad (subjek), jual beli terbagi menjadi tiga bagian, dengan lisan, dengan perantara, dan dengan perbuatan.14 Jual beli dalam hukum islam ialah suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara sukarela diantara kedua belah pihak, yang satu menerima benda-benda dan pihak lain menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan syariat dan disepakati.15 Menurut terminologi ilmu fiqih, artinya: bentuk usaha penukaran terhadap yang bukan fasilitas atau kenikmatan. Asal dari jual beli adalah mubah, kecuali bila ada dalil yang mengharamkannya. 16 Allah berfirman:
Artinya: Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Rabbnya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka
13
Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam), Ctk. Kedua, UII Press Yogyakarta, Yogyakarya, 2004, hlm. 65 14 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 77 15 Ibid. hlm. 68 16 .Abdullah al-Mushlih dan.Shalah ash-Shawi, Jual Beli Dan Hukum-Hukumnya, dalam http://irwin2007.wordpress.com/2008/01/28/jual-beli-dan-hukum-hukumnya-2/
11
orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS. 2:275)17 Islam melihat konsep jual beli itu sebagai suatu alat untuk menjadikan manusia itu semakin dewasa dalam berpola pikir dan melakukan berbagai aktivitas, termasuk aktivitas ekonomi. 18 Pasar sebagai tempat aktivitas jual beli harus, dijadikan sebagai tempat pelatihan yang tepat bagi manusia sebagai khalifah di muka bumi. Namun demikian, masalah muamalat yang selalu berkembang tersebut tetap perlu mendapat perhatian agar perkembangan itu jangan sampai menimbulkan kesempitan-kesempitan hidup pada satu pihak yang disebabkan adanya paksaan-paksaan dari pihak lain. Imam Malik berpendapat boleh melakukan transaksi jual beli barang yang tidak nyata dengan syarat diterangkan sifat dan ukurannya.19 Pendapat ini sangatlah bertentangan dengan pendapat yang di keluarkan oleh Imam Syafi’i. Menurut Imam Syafi’i tidak boleh jual beli barang yang tidak nyata, tidak boleh menjual barang yang tidak nyata dalam keadaan bagaimana pun, baik disifati ataupun tidak.20 Nabi shalallahu 'alaihi wasallam bersabda "Dua orang yang saling berjual beli punya hak untuk saling memilih selama mereka tidak saling berpisah, maka jika keduanya saling jujur dalam jual beli dan menerangkan keadaan barang-barangnya (dari aib dan cacat), maka akan diberikan barokah jual beli bagi keduanya, dan apabila keduanya saling berdusta dan saling menyembunyikan aibnya maka akan dicabut barokah jual beli dari keduanya"
17
http://quran.kawanda.net/ayat.php?surat=2&ayat=275 Muhammad Imaduddin, Jual Beli Dalam Pandangan Islam, dalam http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&task=view&id=1062&Itemid=5 19 Imam, Hukum Jual Beli Melalui Internet, dalam http://imamwardany.com/hukum-jualbeli-melalui-internet/ 20 Imam, Hukum Jual Beli Melalui Internet, dalam http://imamwardany.com/hukum-jualbeli-melalui-internet/ 18
12
(Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Nasa'i, dan shahihkan oleh Syaikh Al Bany dalam shahih Jami no. 2886)21 Sesungguhnya agama Islam adalah agama yang penuh kemudahan dan syamil (menyeluruh) meliputi segenap aspek kehidupan, selalu memperhatikan berbagai maslahat dan keadaan, mengangkat dan menghilangkan segala beban umat. Termasuk dalam maslahat tersebut adalah sesuatu yang Allah syariatkan dalam jual beli berupa hak memilih bagi orang yang bertransaksi, supaya dia puas dalam urusannya dan dia bisa melihat maslahat dan madharat yang ada dari sebab akad tersebut sehingga dia bisa mendapatkan yang diharapkan dari pilihannya atau membatalkan jual belinya apabila dia melihat tidak ada maslahat padanya. Khiyar (memilih) dalam jual beli maknanya adalah memilih yang terbaik dari dua perkara untuk melangsungkan atau membatalkan akad jual beli. Khiyar mempunyai kedudukan yang penting dalam konsep jual beli secara islam karena ia menjadi dasar hukum dalam melindungi kepentingan pihak-pihak yang melakukan kontrak terhadap kemungkinan terjadinya kerugian yang dialami.
E. Metode Penelitian Adapun metodologi yang digunakan penulis dalam melakukan penelitian ini adalah: 1. Objek Penelitian Jual beli yang dilakukan melalui transaksi elekktronik atau media internet. 2. Subjek Penelitian
21
Team Zisonline.com, Hukum http://www.salafy.or.id/print.php?id_artikel=66
Jual
Beli
Dalam
Islam,
dalam
13
Para pelaku jual beli melalui transaksi elektronik. 3. Sumber Data a. Sumber Data Primer : Merupakan data-data yang diperoleh melalui hasil wawancara atau tanya jawab secara langsung dengan responden berupa pertanyaan-pertanyaan yang telah disiapkan oleh penulis sebelumnya untuk menanyakan atau mendapatkan suatu informasi atas suatu hal-hal yang dianggap penting, yang berhubungan erat dalam penelitian yang akan dilakukan oleh penulis. b. Sumber Data Sekunder : Ialah berupa data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan yang terdiri dari Al-Qur’an, Hadist, peraturan perundang-undangan, literature maupun artikel yang berkaitan dengan ruang lingkup permasalahan penelitian. 4. Teknik Pengumpulan Data a. Data Primer : Dilakukan dengan wawancara yang diperoleh secara langsung melalui pertanyaan kepada para responden atau informan yang berhubungan dengan penelitian ini. b. Data Sekunder : Melakukan pengumpulan data dengan cara melakukan studi terhadap dokumen-dokumen atau bahan pustaka yang berkaitan dengan ruang lingkup penelitian serta sumber-sumber yang berasal dari hukum islam. 5. Metode Pendekatan a. Pendekatan Normatif : yaitu mendekati masalah yang diteliti dengan berdasarkan
teks-teks
Al-Qur’an
dan
As-Sunnah
baik
untuk
14
pembenarannya maupun untuk pencarian norma atas masalah yang ada serta peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bedasar pada hukum positif. b. Pendekatan Sosiologis : yaitu analisa terhadap fakta-fakta dengan memperhatikan dan mempertimbangkan kondisi sosial dengan adanya pelaksanaan jual beli melalui transaksi elektronik yang dilakukan pada saat ini. c. Pendekatan ekonomis : yaitu analisa terhadap fakta-fakta dengan memperhatikan dan melihat kondisi keadaan ekonomi masyariatat pada saat ini dan seberapa banyak yang melakukan jual beli melalui transaksi elektronik. 6. Analisis Data Dalam penelitian ini, Peneliti menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif. Data-data yang diperoleh dari penelitian di analisa secara deskriptif kualitatif. Data diatur dan disusun secara sistematis agar menjadi suatu kesatuan sehingga dapat dipelajari secara mendalam. Hasil analisis data merupakan gambaran dan penjelasan yang sistematis tentang data atau informasi tentang subjek penelitian. Selanjutnya hasil analisis data akan merupakan kesimpulan yang mendalam yang dapat diuraikan tentang objek penelitian.
15
F. Kerangka Skripsi Untuk memudahkan para pembaca memahami materi penulisan ini, maka sistematika penulisanya disusun sebagai berikut: Bab tentang Pendahuluan, yang didalamnya dipaparkan mengenai Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian, dan Kerangka Skripsi. Bab tentang Khiyar dalam Jual Beli Islam, yang didalamnya meliputi Pengertian Jual Beli, Dasar Hukum Jual Beli, Syarat Jual Beli, Rukun Jual Beli, Macam-macam Jual Beli, serta Khiyar dalam Jual Beli. Bab tentang Tinjauan Umum E-commerce, Pengertian E-commerce, Karakteristik E-commerce, Macam-macam Transaksi E-commerce, dan Kelebihan dan Keterbatasan E-commerce. Bab tentang E-commerce dalam Hukum Islam, yang berisikan tentang Keabsahan Perjanjian melalui Internet, Tanggung Jawab Para Pihak dalam Jual Beli melalui Internet, dan Prinsip Khiyar dalam E-commerce. Bab tentang Penutup, yang meliputi Kesimpulan dan Saran.