BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Penelitian Perdagangan bebas yang terjadi pada Indonesia dewasa ini menyebabkan
persaingan bisnis antar perusahaan menjadi semakin ketat. Kondisi ini mengharuskan setiap perusahaan harus dapat berinovasi dan beradaptasi agar dapat bertahan menghadapi gesekan ekonomi yang ditimbulkan oleh kompetitor lainnya. Sesuai asumsi going concern, perusahaan harus mempunyai strategi yang tepat dan efektif untuk dapat memimpin pasar. Menurut Kuryanto dan Syafruddin (2008), agar perusahaan terus bertahan, perusahaan-perusahaan harus dengan cepat mengubah strateginya dari bisnis yang didasarkan pada tenaga kerja (laborbased business) menuju bisnis berdasarkan pengetahuan (knowledge based business) sehingga karakteristik utama perusahaannya menjadi perusahaan berbasis ilmu pengetahuan. Dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi maka akan diperoleh bagaimana cara menggunakan sumber daya lainnya secara efisien dan ekonomis yang nantinya akan memberikan keunggulan kompetitif (Rupert dalam Sawarjuwono dan Kadir, 2003). Keunggulan kompetitif ini merupakan suatu nilai bagi perusahaan, salah satunya berupa informasi yang ada pada perusahaan tersebut. Dikarenakan bahwa informasi ini akan memberikan gambaran mengenai keadaan perusahaan.
1
Informasi merupakan sesuatu yang amat vital dan perusahaan harus mengungkapkannya secara lengkap (full disclosure) dan dapat diandalkan (reliable). Hal ini dikarenakan Informasi ini memiliki pengaruh yang sangat besar bagi pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholder) terhadap perusahaan, terutama dalam proses pembuatan keputusan (decision making) yang berkaitan dengan perusahaan. Informasi yang disampaikan perusahaan berupa laporan keuangan
yang
harus
dipublikasikan
kepada
stakeholder
sebagai
alat
pertanggungjawaban manajemen dalam mengelola perusahaan. Menurut PSAK No.1 revisi 1998, par 1, penyajian laporan keuangan untuk tujuan umum disusun dan disajikan sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Laporan keuangan ini terdiri dari laporan keuangan yang bersifat wajib (mandatory) dan bersifat sukarela (voluntary). Laporan keuangan mandatory terdiri dari neraca, laporan laba-rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan (PSAK No.1 revisi 1998, par 7). Laporan keuangan yang bersifat sukarela (voluntary) tidak diharuskan untuk disusun dan disajikan sesuai dengan PSAK, namun perusahaan dianjurkan membuat laporan voluntary untuk mengungkapkan informasi lain guna menghasilkan penyajian yang wajar walaupun tidak diharuskan oleh PSAK (PSAK No.1 revisi 1998, par 10). Dalam hal tersebut maka perusahaan harus memberikan tambahan pengungkapan informasi yang relevan sehingga laporan keuangan dapat disajikan secara wajar (PSAK No.1 revisi 1998, par 12). Perusahaan dianjurkan untuk menyajikan laporan tahunannya yang mengandung informasi yang diperlukan para stakeholder, tidak hanya terbatas pada laporan 2
keuangan yang mandatory tetapi juga laporan yang bersifat voluntary. Salah satu informasi penting yang bersifat voluntary adalah informasi tentang Intellectual capital (IC) (dalam Bangkit Nugroho, 2011). Pemerintah telah menegaskan peraturan mengenai perlakuan dan pengungkapan Intellectual capital yang dituangkan dalam IAS 38 atau PSAK pasal 19, namun pada kenyataannya sampai saat ini masih terdapat keterbatasan atas kesadaran dari pemangku kepentingan mengenai pentingnya pelaporan Intellectual capital (IC). Hal ini dapat lihat dari masih minimnya perusahaan yang telah terdaftar pada Bursa Efek Indonesia (BEI) yang telah melakukan pengungkapan Intellectual capital. Penelitian Sir et al (2010) menyebutkan bahwa hanya sebagian kecil saja perusahaan yang telah melakukan pengungkapan Intellectual capital. Menurut Stewart (1997), modal intelektual adalah material intelektual pengetahuan, informasi, properti intelektual, pengalaman yang dapat digunakan untuk menciptakan kekayaan. Pengungkapan modal intelektual didefinisikan oleh Abeysekera dan Guthrie (2002) sebagai sebuah laporan yang dimaksudkan untuk memenuhi informasi yang dibutuhkan secara umum kepada pengguna yang tidak mempunyai wewenang untuk memberikan perintah dalam penyusunan laporan mengenai modal intelektual (Meizaroh dan Jurica, 2012). Dalam beberapa tahun terakhir ini Intellectual capital dianggap penting untuk diungkap dan diperbincangkan, karena mengandung intangible asset yang digunakan dalam menentukan nilai perusahaan. Selain itu pengungkapan 3
Intellectual capital juga dianggap perlu oleh manajemen perusahaan untuk memenuhi kebutuhan pengguna informasi, sehingga kemungkinan terjadinya asimetri informasi antara keduanya dapat diminimalisir. Pengungkapan IC menjadi penting bagi investor karena menjelaskan berbagai macam aktivitas, terutama pada perusahaan yang taraf persaingannya atau kompetisi bisnisnya sudah secara global. Intellectual capital memiliki kaitan yang erat terhadap permasalahan yang sering terjadi di dalam sebuah perusahaan, contohnya agency problem. Munculnya IC memiliki persamaan dengan masalah “Insider trading” pada sebuah perusahaan. Dimana pihak internal perusahaan mengetahui suatu informasi penting, kemudian mengambil keuntungan dengan menggunakan informasi tersebut untuk kepentingannya (Abeysekera 2008 dalam Dista Amalia 2012). Pendekatan kinerja Intellectual capital digunakan sebagai alat ukur efisiensi aktivitas penciptaan nilai perusahaan yang tidak digambarkan dalam laporan keuangan (Saleh et al., 2008). Intellectual capital seringkali menjadi faktor penentu utama perolehan laba suatu perusahaan dan dianggap sebagai suatu kekuatan dalam mencapai kesuksesan dalam dunia bisnis. Salah satu faktor yang mempengaruhi pengungkapan Intellectual capital yang dilihat dari tata kelola perusahaan berupa struktur kepemilikan. Menurut Saleh, et al., (2008) pengaruh struktur kepemilikan terhadap kinerja Intellectual capital bersifat tidak langsung yaitu melalui perwakilan dewan direksi. Struktur kepemilikan mencerminkan pihak-pihak yang mempunyai kekuasaan untuk menentukan kebijakan sebagai pedoman dewan direksi dalam menjalankan perusahaan. Kebijakan tersebut salah 4
satunya berupa keputusan pengelolaan Intellectual capital yang dimiliki oleh perusahaan.
Sehingga,
pada
akhirnya
pengelolaan
tersebut
juga
akan
menghasilkan kinerja Intellectual capital yang berbeda pula (Saleh et al., 2008) dan akan berpengaruh terhadap tujuan akhir perusahaan yaitu profit motive yang tercermin dengan adanya kinerja yang bagus. Maka bagaimanapun pengujian terhadap hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan Intellectual capital, terutama struktur kepemilikan tidak lengkap tanpa memperhatikan faktor pengungkapan Intellectual capital sebagai pendukung hubungan tersebut. Dalam penelitian Petty dan Guthrie (2000), Ecles et al (2001), Roslender dan Fincham (2004) yang menyatakan bahwa Intellectual capital yang ada ini masih belum dipahami secara mendalam, hal ini berakibat pada pengukuran, penilaian dan pelaporannya masih belum mencukupi dan tidak konsisten, sehingga pengungkapan yang ada sekarang ini masih tergolong kurang mencukupi dan penjelasannya kurang memadai yang kemudian menyebabkan pelaporan tersebut dianggap kurang memenuhi kebutuhan dari para pengguna informasi tersebut. Purnomosidhi (2006) menemukan bahwa rata-rata jumlah atribut IC yang diungkapkan dalam laporan tahunan perusahaan publik di Indonesia sebesar 56%. Dari rata-rata atribut yang diungkapkan terlihat bahwa sebagian besar perusahaan yang telah melakukan pengungkapan pun masih kurang menyeluruh dalam mengungkapkan
informasi
mengenai
Intellectual
capital
yang
dimiliki
perusahaan. Hal ini disebabkan karena masih terbatasnya informasi yang menginformasikan bahwa IC memiliki pengaruh yang signifikan terhadap hal-hal 5
penting dalam perusahaan, diantaranya adalah kinerja keuangan dan nilai perusahaan. Smedlund dan Polyhonen (2005) menjelaskan bahwa IC adalah suatu kapabilitas atau kemampuan organisasi untuk menciptakan, melakukan transfer pengetahuan dan kemudian menerapkan pengetahuan tersebut. IC adalah salah satu modal penting dalam menjalankan kegiatan ekonomi yang dapat digunakan untuk menciptakan terobosan-terobosan baru pemanfaatan sumber daya yang ada dan kemudian menerapkan hasil dari penciptaan dan pengembangan tersebut. Informasi mengenai IC semakin penting bagi pihak internal maupun pihak eksternal perusahaan karena dalam kurun waktu beberapa tahun kebelakang terlihat beberapa perusahaan mulai mengambil kebijaksanaan untuk melakukan dan memperluas jangkauan pengungkapan IC. Beberapa temuan empiris menunjukan adanya kecenderungan perusahaan untuk meningkatkan luas pengungkapan IC dalam laporan tahunan perusahaan ( Petty 2000; White et al. 2007; Bruggen et al. 2005; Vandemaele et al. 2005; Abdolmohammadi 2005; Bukh et al. 2005; Garcia- Meca et al. 2005; Bozzolan et al. 2003; Purnomosidhi 2006; serta Sihotang dan Winata 2008). Meskipun sampai saat ini pengungkapan Intellectual capital di Indonesia masih relatif terbatas, namun fenomena mengenai Intellectual capital sudah mulai mendapat perhatian pihak-pihak yang berkepentingan sejak munculnya PSAK 19 (revisi 2000) tentang aktiva tidak berwujud tersebut, sehingga hal ini mengakibatkan adanya peningkatan mengenai pengakuan terhadap Intellectual capital. Hal ini membuktikan bahwa informasi mengenai IC semakin penting bagi stakeholder perusahaan, baik dari pihak 6
regulator dan pemerintah yang menindak lanjuti dengan mempertegas peraturan dalam PSAK dan merealisasikannya sebagai pengungkapan sukarela. Gan et al. (2008) mengatakan teori yang banyak digunakan dalam literatur akuntansi untuk mencari faktor pendorong pengungkapan modal intelektual antara lain stakeholders, teori legitimasi, teori politik ekonomi dan teori keagenan. Tetapi teori yang paling banyak digunakan adalah teori keagenan (Depoers, 2000), teori tersebut dikenalkan oleh Berle and Means (1932) yang berargumen bahwa skandal yang terjadi dikarenakan meskipun manajer perusahaan telah diberikan tanggung jawab untuk bertindak dalam pemegang saham terbaik, mereka tetap mampu bertindak untuk kepentingan mereka. Instrumen yang digunakan perusahaan untuk mengontrol biaya keagenan ini antara lain corporate governance. Corporate governance merupakan konsep yang luas dan kompleks yang mengatur keseluruhan aspek perusahaan. Keasey dan Wright (1993) menyatakan bahwa corporate governance merupakan sebuah struktur, proses, budaya dan sistem untuk menciptakan kondisi operasional yang sukses bagi suatu organisasi. Penelitian yang dilakukan Khomsiyah (2003) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara penerapan corporate governance dengan pengungkapan informasi dalam laporan tahunan perusahaan. Semakin tinggi indeks implementasi corporate governance, semakin banyak informasi yang diungkapkan oleh perusahaan dalam laporan tahunan. Namun pengungkapan yang diteliti oleh Khomsiyah (2003) tersebut tidak spesifik membahas mengenai pengungkapan modal intelektual.
7
Penelitian-penelitian yang telah dilakukan oleh Cerbioni dan Parbonetti (2007), Li et al. (2007), White et al. (2007), Gan et al (2008), serta Abeysekera (2009)
mengenai
pengaruh
mekanisme
corporate
governance
terhadap
pengungkapan IC menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara mekanisme corporate governance terhadap pengungkapan IC, meskipun tingkat pengaruh masing-masing mekanisme terhadap tingkat pengungkapan sangat beragam, namun komponen pengungkapan IC relatif tidak berbeda jauh. Cerbioni dan Parbonetti (2007) menyatakan bahwa secara keseluruhan mekanisme corporate governance yang terdiri dari keindependensian komisaris independen, ukuran dewan, CEO duality, dan struktur dewan secara kuantitas mempunyai pengaruh yang positif terhadap pengungkapan IC, sedangkan secara kualitas hanya keindependensian komisaris independen yang berpengaruh terhadap
pengungkapan
IC.
Dengan
memasukkan
besaran
perusahaan,
kepemilikan saham oleh pendiri, profitabilitas, proporsi modal sendiri dengan modal asing (tingkat utang), pertumbuhan perusahaan, status perusahaan terbuka, penegakan hukum, dan umur sebagai variabel pengendali, Cerbioni dan Parbonetti (2007) menemukan bahwa secara umum profitabilitas (ROE) berpengaruh pada kebijakan pengungkapan perusahaan karena ROE berhubungan dengan tingkat pengungkapan secara total, internal capital, human capital, dan forward looking. Berdasarkan jumlah informasi yang diungkap, tingkat utang, kepemilikan saham oleh pendiri, status perusahaan terbuka, penegakan hukum, serta pertumbuhan perusahaan tidak mempunyai dampak sama sekali, sedangkan besaran perusahaan dan ROE berpengaruh terhadap kuantitas pengungkapan. 8
Li et al. (2007) menemukan bahwa yang berpengaruh positif terhadap pengungkapan IC adalah ukuran komite audit dan kepemilikan saham direktur, sedangkan yang berpengaruh negatif adalah proporsi dewan komisaris dan konsentrasi kepemilikan, dengan ukuran dan jenis industri sebagai variabel kontrol yang berpengaruh terhadap pengungkapan IC. Hal berbeda dikemukakan oleh White et al. (2007) yang menyatakan bahwa diantara mekanisme corporate governance yang ada, hanya proporsi komisaris independen dan variabel lainnya seperti umur perusahaan, ukuran perusahaan, dan tingkat utang yang berpengaruh positif terhadap pengungkapan IC. Diantara mekanisme corporate governance yang ditelitinya, Gan et al. (2008) menemukan bahwa hanya variabel pertemuan komite audit yang berpengaruh terhadap pengungkapan IC. Hasil penelitian yang berbeda disampaikan oleh Abeysekera (2009) yang mengungkapkan bahwa hanya ukuran dewan direksi yang berpengaruh positif terhadap pengungkapan IC, sedangkan jumlah komisaris independen, jumlah komisaris independen pada komite audit, ukuran, dan jenis perusahaan tidak ada pengaruh yang signifikan terhadap pengungkapan IC. Penelitian ini juga menambahkan variabel kinerja keuangan dan umur perusahaan untuk melihat pengaruhnya terhadap pengungkapan modal intelektual. Menurut teori biaya politik, perusahaan dengan keuntungan yang besar mempunyai lebih banyak pengungkapan, untuk menunjukkan kepada pasar sumber keuntungan mereka. Teori signaling juga mengatakan perusahaan dengan keuntungan yang lebih besar cenderung untuk mengungkapkan kabar baik untuk 9
menghindari penilaian yang rendah atas saham mereka. Dengan adanya biaya pengungkapan, perusahaan yang kinerjanya melebihi batas tertentu akan melakukan pengungkapan, sedangkan yang tidak menunjukkan kinerja yang baik tidak akan melakukan pengungkapan (Verrecchia 1983, 1990, Dye 1985, 1986). Penelitian mengenai pengaruh kinerja keuangan terhadap pengungkapan modal intelektual menghasilkan kesimpulan yang berbeda-beda. Penelitian yang dilakukan oleh Meca, Parra, Larran dan Martinez (2005) semakin memperkuat teori di atas, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Sonnier, Carson dan Carson
(2007)
meningkatkan
menemukan
bahwa
manajemen
pengungkapan
modal
intelektualnya
akan
lebih
dalam
cenderung
usaha
untuk
menjelaskan kinerja yang buruk atau untuk mengkompensasi kegagalan akutansi atau mengkompensasi kegagalan akutansi tradisional dalam mengkapitilisasi biaya yang berhubungan dengan pengembangan sumber daya modal intelektual. Penelitian Lang dan Lundholm (1993), investor pada perusahaan yang memiliki risiko lebih tinggi dapat mengurangi biaya informasi jika mereka diberikan informasi tambahan sesuai kebutuhan mereka. Cormier, Magnan dan Van Velthoven (2005) menemukan hubungan positif antara risiko dan panjangnya informasi yang diungkapkan oleh perusahaan. Penelitian Bukh, Nielsoen, Gormsen dan Mouritsen (2005) menunjukkan bahwa perusahaan yang telah lama berdiri lebih tidak berisiko, oleh sebab itu perusahaan yang lebih dulu didirikan akan menyediakan pengungkapan sukarela yang lebih sedikit dibandingkan perusahaan yang lebih muda. wallacwallacer dan Mora (1994) dan Li et al. (2008) menemukan hal yang berlawanan, semakin panjang umur perusahaan akan 10
memberikan pengungkapan informasi keuangan yang lebih luas dibanding perusahaan lain yang umurnya lebih pendek dengan alasan perusahaan tersebut memiliki pengalaman lebih dalam pengungkapan laporan tahunan. Penelitian ini menjadi menarik untuk dilakukan dalam konteks Indonesia, dikarenakan Indonesia juga belum terdapat pedoman yang baku untuk mengukur intellectual capital, bahkan pengungkapan intellectual capital merupakan hal baru yang belum mulai digalakkan oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia. Penelitian tersebut banyak merujuk pada penelitian yang dilakukan oleh Li, Pike dan Haniffa (2008). Pada penelitian ini menggunakan indeks pengungkapan yang terdiri dari 61 komponen modal intelektual seperti yang digunakan dalam li. Perumusan komponen modal intelektual tersebut didasarkan pada kesesuaiannya dengan perkembangan modal intelektual yang banyak digunakan di Malaysia. Penelitian ini menggunakan komponen-komponen tersebut didasarkan oleh keadaan Indonesia yang tidak jauh berbeda dengan Malaysia. Berdasarkan uraian diatas, maka penulisan skripsi ini diberi judul “Pengaruh Mekanisme Corporate governance, Kinerja Perusahaan dan Umur Perusahaan Terhadap Pengungkapan Intellectual capital Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode tahun 2009-2013”.
11
B. Rumusan Masalah Penelitian Penelitian terdahulu memberikan hasil yang berbeda-beda sehingga perlu dilakukan penelitian ulang untuk melakukan verifikasi terhadap teori tentang pengaruh corporate governance, Kinerja Perusahaan dan Umur Perusahaan terhadap Pengungkapan Intellectual capital. Berdasarkan latar belakang penelitian di atas maka dapat dibuat suatu perumusan masalah yaitu: a. Apakah
kepemilikan
institusional
memiliki
pengaruh
terhadap
Pengungkapan Intellectual capital pada perusahaan yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia? b. Apakah
kepemilikan
manajerial
memiliki
pengaruh
terhadap
Pengungkapan Intellectual capital pada perusahaan yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia? c. Apakah komisaris independen memiliki pengaruh terhadap Pengungkapan Intellectual capital pada perusahaan yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia? d. Apakah ukuran komite audit memiliki pengaruh terhadap Pengungkapan Intellectual capital pada perusahaan yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia? e. Apakah kinerja perusahaan memiliki pengaruh terhadap Pengungkapan Intellectual capital pada perusahaan yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia? 12
f. Apakah umur perusahaan memiliki pengaruh terhadap Pengungkapan Intellectual capital pada perusahaan yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia? g. Apakah kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, komisaris independen, ukuran komite audit, kinerja perusahaan dan umur perusahaan secara bersama – sama memiliki pengaruh terhadap Pengungkapan Intellectual capital pada perusahaan yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia?
C. Tujuan dan Kontribusi Penelitian 1. Tujuan penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan sebelumnya maka tujuan yang ingin dicapai pada penulisan ini adalah a. Untuk
menganalisis
Pengungkapan
pengaruh
kepemilikan
institusional
terhadap
Intellectual capital pada perusahaan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia. b. Untuk
menganalisis
pengaruh
kepemilikan
manajerial
terhadap
Pengungkapan Intellectual capital pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
13
c. Untuk
menganalisis
pengaruh
komisaris
independen
terhadap
Pengungkapan Intellectual capital pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. d. Untuk
menganalisis
pengaruh
ukuran
komite
audit
terhadap
Pengungkapan Intellectual capital pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. e. Untuk menganalisis pengaruh kinerja perusahaan terhadap Pengungkapan Intellectual capital pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. f. Untuk menganalisis pengaruh umur perusahaan terhadap Pengungkapan Intellectual capital pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. g. Untuk menganalisis pengaruh kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, komisaris independen, ukuran komite audit, kinerja perusahaan dan umur perusahaan secara bersama – sama terhadap Pengungkapan Intellectual capital pada perusahaan yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia?
2. Kontribusi penelitian Berdasarkan penelusuran yang saya lakukan, belum ditemukan penelitian dengan jenis sampel dan periode yang sama di Indonesia untuk penelitian yang 14
saya lakukan. Kontribusi yang diharapkan dalam penelitian ini adalah agar dapat dijadikan acuan bagi pihak – pihak yang berkepentingan antara lain sebagai berikut : a. Bagi Investor Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi dan pertimbangan bagi investor dalam melakukan investasi. b. Bagi Kreditor Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu pertimbangan bagi kreditor dalam pengambilan keputusan pemberian pinjaman. c. Bagi Manajemen Perusahaan Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memahami peranan good corporate governance dalam mengungkapkan Intellectual capital yang dimiliki perusahaan. d. Bagi Pihak Akademis Dapat memberikan informasi dan memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan terutama penelitian yang berkaitan dengan hubungan good corporate governance dan Intellectual capital.
15
D. Sistematika Penulisan BAB I
PENDAHULUAN Pada Bab I ini menguraikan tentang latar belakang masalah, perumusan dan batasan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian dan sistematika pembahasan dari masing-masing bab yang merupakan uraikan singkat dari isi penelitian ini.
BAB II
KERANGKA TEORITIS Pada Bab II ini menguraikan tentang pandangan-pandangan secara teoritis berkaitan dengan masalah penelitian, penelitian sebelumnya yang telah di lakukan, dan kemudian kerangka pemikiran.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN Pada Bab III ini menguraikan tentang variabel penelitian dan definisi variable penelitian, populasi dan sampel penelitian, data dan sumber data, metode pengumpulan data, metode analisis dan analisis regresi.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada Bab IV ini menguraikan deskripsi objek penelitian, analisis data, interpretasi hasil dan argumentasi terhadap hasil penelitian. 16
BAB V
PENUTUP Pada Bab V ini merupakan bab terakhir penulisan skripsi yang memuat kesimpulan hasil penelitian, keterbatasan penelitian serta saran untuk penelitian berikutnya.
17