BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permainan sepak bola merupakan salah satu olahraga endurance beregu yang membutuhkan daya tahan jantung paru. Kesegaran jasmani yang rendah diikuti dengan penurunan daya tahan jantung paru dapat menyebabkan penurunan kecepatan dan keterampilan bermain sepak bola (Pertiwi, 2012). Daya tahan adalah kemampuan untuk bekerja atau berlatih dalam jangka waktu yang lama, dan setelah melakukan latihan dalam jangka waktu yang lama tidak mengalami kelelahan yang berlebihan (Whitney, 2008). Daya tahan dapat diukur melalui kadar VO2 maksimal yang merupakan jumlah maksimum oksigen yang diambil selama melakukan olahraga. Durasi permainan sepak bola yang cukup lama yaitu 2 x 45 menit, sangat membutuhkan kapasitas paru-paru yang maksimal untuk mempertahankan
kualitas
permainan
(Andhika,
2010).
Hasil
penelitian
menunjukkan bahwa atlet dengan nilai VO2 maksimal sebesar 80 mL/ kg BB/menit dapat berlari 5000 m lebih cepat dibandingkan dengan atlet yang hanya memiliki 40 mL/ kg BB/menit. Semakin tinggi nilai VO2 maksimal maka semakin baik pula daya tahan jantung paru, sehingga atlet yang membutuhkan daya tahan dalam olahraganya, akan memiliki prestasi yang baik pula (Pertiwi, 2012).
1
Kemampuan daya tahan bergantung pada energi aerobik yang tersedia yaitu karbohidrat dan lemak karena peningkatan lemak dan penurunan karbohidrat akan menurunkan daya tahan. Kelelahan dihubungkan dengan menurunnya kadar glikogen otot dan glukosa darah selama pertandingan (Stump, 2012). Kelelahan juga dihubungkan dengan indeks masa tubuh yang berkaitan erat dengan komposisi lemak tubuh. Asam lemak bebas berperan dalam terjadinya resistensi insulin yaitu terganggunya aktifitas mitokondria yang menyebabkan konsumsi glukosa dan oksigen akan terganggu. Hal ini akan berdampak pada kemampuan seseorang untuk memiliki tingkat kebugaran yang baik dan nilai VO2 maksimal akan rendah (Sukawati, 2010). Secara umum, baik glukosa maupun asam lemak memberikan energi saat berolahraga tergantung pada intensitas dan durasi olahraga. Selama latihan dengan intensitas rendah hingga sedang (maksimal 60% asupan oksigen, VO2 maksimal) dengan durasi panjang seperti jalan kaki atau lari-lari kecil, sumber tenaga utama berasal dari asam lemak. Pembakaran lemak akan berkontribusi lebih besar dibandingkan dengan pembakaran karbohidrat dalam hal produksi energi tubuh. Walaupun lemak menjadi sumber utama dalam olahraga dengan intensitas
rendah,
ketersediaan
karbohidrat
sangat
penting
untuk
menyempurnakan pembakaran dan untuk menjaga tingkat glukosa darah. Karbohidrat menjadi sumber energi utama apabila intensitas olahraga meningkat
2
(85%-90% asupan oksigen, VO2 maksimal) seperti pada sprint dan olahraga beregu contohnya sepakbola dan basket (Stump, 2012). Pada saat berolaharaga yang bersifat endurance, protein dapat memberikan kontribusi sebesar 3-5% dalam produksi energi tubuh dan dapat meningkat melebihi 5% apabila simpanan glikogen dan glukosa darah sudah semakin berkurang sehingga tidak mampu lagi untuk mendukung kerja otot. Asam amino yang dilepaskan berasal dari jaringan tubuh melalui proses glukoneogenesis, mengkonversi asam amino menjadi glukosa yang akan diedarkan ke dalam darah agar tingkat glukosa darah tetap dalam keadaan normal. Tetapi penggunaan protein sebagai sumber energi akan mengurangi fungsi yang seharusnya adalah sebagai pembangun tubuh dan memperbaiki jaringan yang rusak. Selain itu pembakaran protein akan menyebabkan dehidrasi karena menghasilkan produk sisa yaitu nitrogen yang harus dikeluarkan oleh tubuh melalui urin. Oleh karena itu pembakaran protein secara berlebihan harus dicegah dengan mengkonsumsi karbohidrat yang cukup untuk meningkatkan simpanan glikogen dan menjaga kadar glukosa darah tetap dalam keadaan normal (Irawan, 2007). Kreider (2003) dalam Mahan (2008) mengatakan bahwa kebutuhan normal zat gizi makro adalah 45% - 55% kalori berasal dari karbohidrat (3-5 gr/kg BB/hari), 10% - 15% kalori berasal dari protein (0,8 – 1 gr/kg BB/hari) dan 25% 35% kalori berasal dari lemak (0,5-1 gr/kg BB/hari). Tetapi atlet dengan
3
intensitas latihan sedang-tinggi membutuhkan lebih banyak karbohidrat dan protein untuk mecukupi asupan zat gizi makro. Sebesar 60%-70% dari total kalori berasal dari karbohidrat (5-8 gr/kg BB/hari), 10%-15% berasal dari protein dan lemak 20%-30%. Selama masa pertumbuhan dan pubertas (usia 12-16 tahun), diperoleh tambahan tinggi badan sekitar 15% dan masa skelet sebesar 48%. Oleh karena itu asupan gizi anak-anak pubertas yang aktif harus sesuai dengan meningkatnya kebutuhan energi, vitamin, mineral dan zat gizi lainnya. Survey gizi menunjukkan bahwa anak-anak pubertas pola makannya tidak teratur dan sebagian besar asupan gizinya diperoleh dari makanan kecil (snack) diantara waktu-waktu makannya yang tidak teratur, bahkan melewatkan waktu sarapan dan makan siang. Asupan makan yang tidak mencukupi dan kualitas makanan yang kurang baik mengakibatkan kekurangan zat gizi makro dan zat gizi mikro. Salah satu zat gizi mikro yang sering diketemukan dalam keadaan tidak mencukupi adalah zat besi (Giriwijoyo, 2012). Latihan akan meningkatkan proses hemolisis sehingga untuk memulihkan kondisi tersebut atlet membutuhkan zat besi sebagai bahan dasar pembentukan sel darah merah (Bean, 2009). Anemia pada atlet berhubungan dengan menurunnya konsentrasi kadar hemoglobin dalam darah. Hemoglobin terdapat di dalam sel darah merah dan merupakan protein yang berfungsi untuk mengangkut oksigen
4
ke berbagai jaringan-jaringan tubuh sedangkan mioglobin terdapat di dalam sel otot dan berfungsi untuk menyimpan dan mendistribusikan oksigen ke dalam selsel otot. Ketika terjadi keadaan kekurangan zat besi akan berpengaruh terhadap perilaku hidup seperti tidak ada motivasi, tidak bugar, dan tidak produktif (Whitney et all, 2008). Seorang atlet hendaknya mempunyai kadar hemoglobin yang normal karena jika mengalami anemia akan menyebabkan menurunnya daya tahan atau ketahanan atlet pada saat latihan atau pertandingan (Smith, 1989). Perencanaan makan yang baik akan mendukung berbagai program latihan, baik itu latihan untuk fitness ataupun untuk pertandingan. Asupan makan yang mencukupi akan mempercepat pemulihan diantara waktu latihan, mengurangi resiko cidera atau latihan yang berlebih, dan membantu mencapai penampilan terbaik. (Bean, 2009). Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik melakukan penelitian mengenai “Hubungan Asupan Karbohidrat, Lemak, Protein, Zat Besi dan Kadar Hemoglobin terhadap Daya Tahan Atlet Sepak Bola Usia 14-16 Tahun di Sekolah Sepak Bola UNI Bandung”. Sekolah sepak bola UNI merupakan sekolah sepak bola tertua di Indonesia yang berdiri pada tahun 1903 dan memiliki prestasi yang cukup baik.
5
B. Identifikasi Masalah Olahraga sepak bola adalah jenis olahraga yang mengandalkan daya tahan dan kekuatan karena waktu pertandingan yang panjang yaitu 2 x 45 menit. Daya tahan dipengaruhi oleh asupan gizi, jenis kelamin, usia dan aktivitas fisik. Asupan gizi seimbang akan menunjang program latihan sekaligus daya tahan atlet. Atlet dengan usia 13-16 tahun memiliki kebutuhan gizi yang lebih tinggi terutama asupan protein karena selain untuk memperbaiki jaringan otot yang rusak karena latihan, protein juga digunakan untuk masa pertumbuhan. Asupan karbohidrat akan disimpan dalam otot dan hati sebagai cadangan energi. Glukosa yang disimpan dalam hati akan dikeluarkan ke dalam aliran darah jika cadangan glikogen otot menipis, sehingga level glukosa dan laju pembakaran glukosa dapat dipertahankan. Hal ini yang dapat membantu mengurangi kelelahan dan menjaga daya tahan tubuh pada olahraga yang berdurasi panjang. Energi yang dihasilkan dari lemak terjadi setelah tubuh kekurangan cadangan glikogen otot. Lemak menghasilkan energi yang lebih besar, pembakaran lemak menghasilkan asam lemak yang tak terbatas sehingga mengakibatkan terjadinya kelelahan. Komposisi gizi seimbang untuk latihan maupun pertandingan sangat diperlukan untuk menjaga daya tahan atlet agar tetap maksimal. Atlet pada usia ini juga rentan terjadi anemia karena pola makan yang tidak teratur dan istirahat yang kurang. Akibatnya terjadi kelelahan, daya tahan tidak maksimal dan prestasi atlet menurun.
6
C. Pembatasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada variabel asupan karbohidrat, protein, lemak, zat besi, kadar hemoglobin darah dan daya tahan atlet sepak bola UNI di Bandung usia 13-16 tahun D. Perumusan Masalah Bagaimana hubungan antara asupan karbohidrat, lemak, protein, zat besi dan kadar hemoglobin darah terhadap daya tahan atlet sepak bola usia 13-16 tahun di sekolah sepak bola UNI Bandung ? E. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Menegetahui bagaimana hubungan antara asupan karbohidrat, lemak, protein, zat besi dan kadar hemoglobin darah terhadap daya tahan atlet sepak bola usia 13-16 tahun di sekolah sepak bola UNI Bandung 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui karakteristik sampel yaitu berupa data usia b. Mengetahui asupan karbohidrat atlet sepak bola usia 13-16 tahun di sekolah sepak bola UNI Bandung
7
c. Mengetahui asupan protein atlet sepak bola usia 13-16 tahun di sekolah sepak bola UNI Bandung d. Mengetahui asupan lemak atlet sepak bola usia 13-16 tahun di sekolah sepak bola UNI Bandung e. Mengetahui asupan zat besi atlet sepak bola usia 13-16 tahun di sekolah sepak bola UNI Bandung f. Mengetahui kadar hemoglobin darah atlet sepak bola usia 13-16 tahun di sekolah sepak bola UNI Bandung g. Mengetahui daya tahan atlet sepak bola usia 13-16 tahun di sekolah sepak bola UNI Bandung h. Menganalisis hubungan antara asupan karbohidrat dengan daya tahan atlet sepak bola usia 13-16 tahun di sekolah sepak bola UNI Bandung i. Menganalisis hubungan antara asupan protein dengan daya tahan atlet sepak bola usia 13-16 tahun di sekolah sepak bola UNI Bandung j. Menganalisis hubungan antara asupan lemak dengan daya tahan atlet sepak bola usia 13-16 tahun di sekolah sepak bola UNI Bandung k. Menganalisis hubungan antara asupan zat besi dengan daya tahan atlet sepak bola usia 13-16 tahun di sekolah sepak bola UNI Bandung l. Menganalisis hubungan antara kadar hemoglobin darah dengan daya tahan atlet sepak bola usia 13-16 tahun di sekolah sepak bola UNI Bandung
8
F. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi: 1. Universitas Esa Unggul Sebagai pengembangan referensi mengenai hubungan antara asupan karbohidrat, protein, lemak dan kadar hemoglobin terhadap tingkat daya tahan para atlet sepak bola dan sebagai acuan untuk penelitian lanjutan. 2. Sekolah Sepak Bola UNI Bandung Mengetahui daya tahan atlet serta asupan gizi atlet sepak bola UNI Bandung usia 13-16 tahun sehingga pihak sekolah dapat bekerjasama dengan ahli gizi merencanakan asupan makan yang baik sebelum pertandingan, saat pertandingan maupun setelah pertandingan untuk menjaga endurance tetap dalam keadaan baik. 3. Peneliti Untuk mengaplikasikan ilmu yang telah di dapat dari perkuliahan mengenai kebutuhan gizi atlet, menguji teori yang diperoleh pada mata kuliah gizi olahraga mengenai daya tahan atlet, memperoleh pengalaman pada saat penelitian dan menambah wawasan pengetahuan peneliti dalam bidang gizi dan olahraga khususnya tentang asupan karbohidrat, protein, lemak dan kadar hemoglobin dan daya tahan atlet.
9