BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Perkembangan dunia usaha di Indonesia memberikan dampak bagi
peningkatan kegiatan usaha perusahaan. Peningkatan kegiatan usaha tersebut disertai dengan semakin kompleksnya kegiatan perusahaan yang menimbulkan persaingan
didalam
dunia
usaha,
sehingga
perusahaan
dituntut
untuk
mengembangkan kemampuan bersaingnya. Untuk memberikan keyakinan bahwa laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen bebas dari salah saji material, maka perusahaan membutuhkan jasa akuntan publik karena laporan keuangan yang teruji secara independen dapat menunjang pembuatan keputusan bisnis (Hidayat, 2011). Akuntan publik merupakan akuntan yang telah memperoleh izin dari menteri keuangan untuk memberikan jasa akuntan publik di Indonesia. Ketentuan mengenai akuntan publik di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2011 tentang Akuntan Publik dan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor
17/PMK.01/2008
tentang
Jasa
Akuntan
Publik
(www.ppajp.depkeu.go.id). Setiap akuntan publik wajib menjadi anggota Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), asosiasi profesi yang diakui oleh Pemerintah. Kantor Akuntan Publik (KAP) adalah suatu bentuk organisasi akuntan publik yang memperoleh ijin sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berusaha di bidang pemberian jasa profesional dalam praktik akuntan publik
1
berupa jasa audit operasional, audit kepatuhan, dan audit laporan keuangan (Arens dan Loebbeck, 2003:4). Perilaku profesional akuntan publik salah satunya diwujudkan dalam bentuk menghindari perilaku menyimpang dalam audit. Perilaku menyimpang yang dimaksud di sini adalah perilaku yang dilakukan oleh seorang auditor dalam bentuk manipulasi, kecurangan ataupun penyimpangan terhadap standar audit. Manipulasi atau kecurangan dalam konteks auditing akan muncul dalam bentuk perilaku disfungsional. Perilaku tersebut dilakukan oleh auditor dalam rangka meraih target kinerja individual auditor. Perilaku ini pada gilirannya dapat memiliki pengaruh, baik langsung maupun tidak langsung terhadap kualitas audit (O Bryan, et al., 2005). Para pengguna laporan dapat mengalami krisis kepercayaan atas hasil laporan audit yang dihasilkan oleh auditor (Wahyudin, dkk.,2011). Krisis kepercayaan akan profesi ini semakin terasa saat terjadinya kasus Enron pada tahun 2002 dan menjadi salah satu contoh keterpurukan nama akuntan di pandangan masyarakat. Arthur Andersen adalah sebuah perusahaan jasa akuntansi yang berbasis di Chicago, Illinois, Amerika Serikat. Pada tahun 2002, perusahaan ini secara sukarela menyerahkan izin praktiknya sebagai Kantor Akuntan Publik setelah dinyatakan bersalah dan terlibat dalam skandal Enron dan menyebabkan 85.000 orang kehilangan pekerjaannya. Laporan keuangan Enron yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik Arthur Andersen menjadi bukti kebohongan publik yang menurunkan citra Akuntan Publik. Dengan kata lain bisa dikatakan bahwa KAP Arthur Anderson melanggar kode etik profesi dan tidak
2
independen dalam penugasannya sebagaimana yang seharusnya sebagai seorang akuntan. Selain itu, di Indonesia pun terjadi kasus runtuhnya perusahaan dan membawa akuntan publik terseret serta dinyatakan bersalah. Pada bulan November tahun 2006, Depkeu juga melakukan pembekuan izin terhadap Akuntan Publik Justinus Aditya Sidharta. Dalam kasus ini, Justinus terbukti telah melakukan pelanggaran terhadap SPAP berkaitan dengan Laporan Audit atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT Great River International Tbk (Great River) tahun 2003. Kasus Great River sendiri mencuat ke publik seiring terjadinya gagal bayar obligasi yang diterbitkan perusahaan produsen pakaian tersebut. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) mengindikasikan terjadi praktik overstatement (pernyataan berlebihan) penyusunan laporan keuangan yang melibatkan auditor independen, yakni akuntan publik Justinus Aditya Sidharta. Berbagai penelitian menyatakan bahwa penyimpangan perilaku dalam penugasan telah menjadi permasalahan yang serius (Kelley dan Margheim, dkk., 1990) dalam (Hartati, 2012). Manipulasi ataupun kecurangan auditor yang berdampak
negatif
terhadap
kualitas
audit
umumnya
dikenal
sebagai
dysfunctional audit behavior (Khan et al., 2013). Perilaku yang mempunyai pengaruh langsung terhadap kualitas audit diantaranya adalah penghentian prosedur audit secara dini (premature sign-off) dan mengubah atau mengganti tahapan-tahapan audit (replacing or altering audit procedurs). Sedangkan yang dapat mereduksi kualitas audit secara tidak langsung underreporting of time (Silaban, 2011).
3
disebut perilaku
Kantor Akuntan Publik sebelum melakukan audit, perlu pula untuk mengestimasi waktu yang dibutuhkan (time budget) atau membuat anggaran waktu dalam kegiatan
pengauditan. Anggaran waktu dibutuhkan guna
menentukan kos audit dan mengukur efektifitas kinerja auditor (Andin & Priyo, 2007). Namun seringkali anggaran waktu tidak realistis dengan pekerjaan yang harus dilakukan, akibatnya muncul perilaku yang menyebabkan kualitas audit cenderung menjadi lebih rendah. Anggaran waktu yang sangat terbatas ini salah satunya disebabkan oleh tingkat persaingan yang semakin tinggi antar kantor akuntan publik (KAP) (Irene,2007) dalam (Andin & Priyo, 2007). Time budget pressure telah menjadi masalah yang serius bagi auditor berkaitan degan penugasan audit. Tingkat time budget pressure yang tinggi akan mendorong auditor untuk menerima perilaku disfungsional (Supriyanto, 2009). Efektivitas audit dapat berdampak negatif sebagai akibat dari auditor terlibat dalam perilaku disfungsional (misalnya, premature sign-off dan underreporting of time) dalam rangka memenuhi anggaran waktu mereka (Margheim et al., 2005). Supriyanto (2009) dalam jurnalnya meneliti tentang pengaruh time budget pressure terhadap perilaku disfungsional auditor (audit quality reduction behavior & underreporting of time). Penelitian ini menunjukkan bahwa time budget pressure berpengaruh positif terhadap perilaku disfungsional auditor yaitu audit quality reduction behaviour dan underreporting of time. Yuliana, dkk., (2009) mengungkapkan time budget pressure dapat mendorong auditor untuk cenderung melakukan tindakan disfungsional. Tekanan anggaran waktu (time budget
4
pressure) yang tidak sewajarnya dalam pencapaian anggaran waktu dan biaya terbukti potensial sebagai praktik perilaku disfungsional. Situasi semacam ini dapat menjadi hambatan atau sebaliknya merupakan tantangan tersendiri bagi seorang auditor. Karakteristik personal auditor merupakan salah satu faktor penentu yang membedakan penerimaan auditor akan perilaku disfungsional. Karakteristik personal auditor yang mempengaruhi penerimaan dysfunctional behavior diantaranya
locus of control, komitmen
organisasi, turnover invention, dan kinerja (Donelly et al., 2003). Locus of control merupakan salah satu aspek karakteristik kepribadian yang dimiliki oleh setiap individu dan dapat dibedakan atas locus of control internal dan locus of control eksternal. Individu dengan internal locus of control memiliki kemampuan untuk menghadapi ancaman-ancaman yang timbul dari lingkungan dan berusaha memecahkan permasalahan dengan optimis dan yakin dengan kemampuan mereka sendiri, sedangkan individu dengan external locus of control lebih mudah terancam dan penyelesaian masalah cenderung reaktif (Febriana, 2012:24). Seorang auditor yang memiliki locus of control eksternal lebih dapat terlibat dalam perilaku disfungsional karena perilaku disfungsional disini dipandang sebagai alat atau cara yang digunakan untuk meraih tujuan (Wahyudin, dkk., 2011). Auditor yang memiliki kecenderungan locus of control eksternal akan memiliki kinerja yang rendah dan auditor yang memiliki kinerja yang rendah akan lebih menerima dysfunctional audit behavior (Kartika & Wijayanti, 2007). Solar & Bruehl dalam Donelly et al. (2003) menyatakan bahwa individu yang
5
melakukan sebuah kinerja di bawah ekspektasi atasannya akan cederung terlibat untuk melakukan perilaku disfungsional karena mereka tidak melihat dirinya sendiri dapat mencapai tujuan yang diperlukan untuk bertahan dalam sebuah perusahaan melalui usahanya sendiri, sehingga perilaku disfungsional dianggap perlu dalam situasi ini. Maryanti (2005) meneliti tentang analisis penerimaan auditor atas dysfunctional audit behavior dengan pendekatan karakteristik personal auditor pada kantor akuntan publik di Jawa. Hasil pengujian hubungan locus of control terhadap dysfunctional audit behavior bahwa locus of control tidak mempengaruhi dysfunctional audit behavior. Kartika dan Wijayanti (2007) meneliti tentang locus of control and accepting behavior on public auditors of Development
and
Financial
Absolut
Based
(DFAB).
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa locus of control berpengaruh positif terhadap penerimaan dysfunctional audit behavior. Selain time budget pressure dan locus of control, terdapat sejumlah faktor yang dapat mempengaruhi dysfunctional audit behavior dan salah satunya adalah kompleksitas tugas (task complexity) yang dihadapi auditor. Pengujian dengan variabel ini juga dirasa bersifat penting karena kecenderungan bahwa tugas melakukan audit adalah tugas yang banyak menghadapi persoalan yang kompleks. Dengan anggaran waktu yang terbatas, mereka dituntut untuk menghasilkan laporan audit yang berkualitas. Terdapat tiga alasan mendasar mengapa pengujian task complexity untuk sebuah situasi audit perlu dilakukan. Pertama, task complexity
diduga berpengaruh signifikan terhadap kinerja seorang auditor.
Kedua, sarana dan teknik pembuatan keputusan dan latihan tertentu diduga telah
6
dikondisikan sedemikian rupa ketika para peneliti memahami keganjilan pada audit task complexity. Ketiga, pemahaman terhadap kompleksitas dari sebuah tugas dapat membantu tim manajemen audit perusahaan menemukan solusi terbaik bagi staf dan tugas audit (Widiarta, 2013:5). Namun, bagaimanapun juga masih sedikit penelitian dalam bidang audit yang telah meneliti bagaimana task complexity berinteraksi dengan sifat – sifat auditor untuk mempengaruhi perilaku audit disfungsional (dysfunctional audit behavior).
Karena terbatasnya studi
sebelumnya yang menguji pengaruh task complexity terhadap dysfunctional audit behavior secara eksplisit, maka tujuan dari studi ini ialah untuk menguji pengaruh task complexity pada dysfunctional audit behavior Akuntan Publik di Bali.
1.2
Rumusan Masalah Penelitian Dari latar belakang yang telah diungkapkan, maka dapat dirumuskan
pokok permasalahan dalam penelitian ini, yaitu 1) Apakah time budget pressure berpengaruh positif pada dysfunctional audit behavior Akuntan Publik di Bali? 2) Apakah locus of control berpengaruh positif pada dysfunctional audit behavior Akuntan Publik di Bali ? 3) Apakah task complexity berpengaruh positif pada dysfunctional audit behavior Akuntan Publik di Bali ?
7
1.3
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan pokok permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah 1) Untuk mengetahui pengaruh time budget pressure pada dysfunctional audit behavior Akuntan Publik di Bali. 2) Untuk mengetahui pengaruh locus of control pada dysfunctional audit behavior Akuntan Publik di Bali. 3) Untuk mengetahui pengaruh task complexity pada dysfunctional audit behavior Akuntan Publik di Bali.
1.3.2 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan baik secara teoritis maupun praktis. 1) Kegunaan Teoritis Penelitian ini diharapkan memberikan tambahan pengetahuan dan gambaran tentang faktor-faktor yang mempengaruhi dysfunctional audit behavior serta dapat mengetahui hubungan teoritis auditing yang diperoleh di bangku kuliah dalam kondisi sebenarnya di lapangan. 2) Kegunaan Praktis Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan kontribusi praktis, yaitu bagi Kantor Akuntan Publik dan para auditor, memberikan gambaran nyata tentang dysfunctional audit behavior sehingga para
8
auditor merencanakan prosedur dan penugasan audit dengan lebih matang pada audit berikutnya, serta sebagai acuan umpan balik yang bermanfaat dalam usaha evaluasi profesi akuntan publik demi peningkatan kualitas audit dan profesionalitasnya, serta untuk mendukung usaha pengedukasian masyarakat, khususnya pemakai laporan keuangan audit.
1.4
Sistematika Penulisan Skripsi ini terdiri dari lima bab dimana kelima bab tersebut saling
berkaitan dapat yang diuraikan sebagai berikut Bab I :
Pendahuluan Bab ini menguraikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan, manfaat serta sistematika penulisan.
Bab II:
Kajian Pustaka dan Hipotesis Penelitian Bab ini menguraikan tentang teori-teori yang relevan dengan penelitian, hasil penelitian sebelumnya yang terkait serta rumusan hipotesis penelitian.
Bab III:
Metode Penelitian Bab ini menguraikan tentang desain penelitian, lokasi penelitian, objek penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, jenis data, sumber data, populasi, sampel, metode penentuan sampel, metode pengumpulan data, pengujian instrument penelitian, uji asumsi klasik dan teknik analisis data.
9
Bab IV:
Pembahasan Hasil Penelitian Bab ini menguraikan mengenai gambaran umum kantor akuntan publik, karakteristik responden, deskripsi dari masing-masing variabel yang diteliti, hasil dari pengolahan data penelitian, serta menguraikan mengenai pembahasan hasil penelitian.
Bab V:
Simpulan dan Saran Bab ini menguraikan mengenai simpulan penelitian yang diperoleh dari hasil analisis dalam bab pembahasan hasil penelitian sesuai dengan tujuan penelitian serta saran yang diberikan sesuai dengan simpulan yang diperoleh dari penelitian serta keterbatasan penelitian untuk peneliti selanjutnya, pendidikan, dan organisasi khususnya kantor akuntan publik.
10