BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pergaulan yang sangat bebas menyebabkan terjadinya dekadensi moral yang sangat hebat. Kini banyak para remaja dewasa yang pergi jauh dari rumah, baik laki-laki maupun perempuan untuk melanjutkan studi di luar kota. Demi mencapai cita-cita, mereka berhamburan ke kota tetangga untuk berjuang dan berusaha mewujudkannya. Perginya mereka (para remaja dewasa) dari rumah menyebabkan terjadinya perubahan kebiasaan, terutama kebiasaan mereka ketika masih bersama orang tua di rumah. Kini mereka harus berusaha untuk mandiri mengerjakan tugas-tugas rumah sehari-hari dan berfikir ke depan demi tercapainya cita-cita mereka. Hal itu tentu menjadi buah yang positif bagi perkembangan remaja dewasa, karena cepat atau lambat mereka akan menghadapi permasalahan-permasalahan kompleks yang harus mereka pecahkan. Dampak negatif yang justru lebih menonjol dari fenomena keluarnya remaja dewasa untuk belajar di luar kota adalah lemahnya kontrol dalam pergaulan mereka. Kontrol yang sebelumnya dilakukan oleh orang tua, setelah mereka keluar maka nilai-nilai di masyarakatlah yang menjadi kontrol bagi mereka. Selain itu banyak sekali sarjana-sarjana yang kemudian menjadi pengangguran terdidik dan sampah masyarakat dikarenakan kecakapan hidup mereka yang tidak terasah dengan baik ditambah dengan semakin ketatnya
1
persaingan. Selain itu perilaku-perilaku yang menyimpang di kalangan remaja akhir-akhir ini semakin meresahkan masyarakat, terutama berkaitan dengan seks bebas yang dilakukan remaja. Hal itu disebabkan oleh banyak hal di antaranya lemahnya peran sekolah dalam membangun sikap dan mental siswa terutama melalui pelajaran agama. Penelitian yang dilakukan oleh beberapa lembaga mengenai perilaku menyimpang
akibat pergaulan bebas sangat mengejutkan semua pihak.
Menurut laporan Young Adult Reproductive Health Survey (YAHRS) sejak tahun 1985 mewawancarai anak muda berusia 15-24 tahun di beberapa kota Amerika latin, usia remaja melakukan hubungan seks pertama kali adalah 15 tahun untuk laki-laki dan 17 tahun untuk perempuan. Sedangkan menurut Demographic and Health Survey (DHS) di Botswana, Ghana, Kenya, Liberia dan Togo, lebih dari separuh perempuan berusia 15 hingga 19 tahun mempunyai pengalaman sesuai dilaporkan belum menikah. Sementara itu untuk di Indonesia, satu dari lima perempuan yang statusnya menikah dan berusia 20-24 tahun melahirkan anak pertama yang merupakan buah dari hubungan seks sebelum menikah (ESCAP 1992:7) dan khusus di daerah yang sering dikunjungi turis seperti Bali (1989) menunjukkan bahwa prosentase remaja laki-laki di desa dan di kota yang telah melakukan hubungan seks sebelum menikah adalah masing-masing 23,6% dan 33,5%. Perilaku seks yang menyimpang seperti yang telah peneliti tulis di atas ternyata menjangkiti juga para mahasiswa kita. Hasil penelitian bertajuk “Persepsi Masyarakat tentang Fenomena Pornografi” yang dilakukan Pusat
2
Studi Wanita Universitas Negeri Yogyakarta (PSW-UNY) menemukan adanya pergeseran moral masyarakat di Yogyakarta yang sangat memilukan. Dari 455 responden (dominan mahasiswa) terdapat 59,1% responden dari kota Yogyakarta, Sleman dan Kulonprogo menganggap ciuman bahkan hubungan seksual pranikah tidak menjadi masalah. Alasan mereka ringan saja dan wajar jika seks bebas itu dilakukan atas dasar saling mencintai. Mereka yang menyatakan sebaliknya hanya 40,9%. Hanya responden dari kalangan gurudosen, tokoh agama dan tokoh masyarakat yang jelas-jelas menolak makna hubungan seks seperti yang digambarkan responden dari kalangan mahasiswa itu. Data yang ditemukan dalam penelitian antara Mei-November 2003 di Sleman, Kulonprogo dan Kota Yogyakarta menjadi ujian tambahan bagi DIY apakah mampu mempertahankan citranya sebagai kota pendidikan. “saya prihatin dengan kelonggaran hubungan seks di masyarakat khususnya mahasiswa. Konteks itu mengisyaratkan ada pergeseran moral dan nilai dari target lima perilaku aktif yang hidup seks bebas, kami malah menemukan 11 mahasiswa/pelajar yang melakukan seks bebas,” ujar Kepala PSW-UNY, Nahiyah Jaidi F, dengan nada berat. (www.pikiran rakyat.com) Juni 2003, seperti dikutip dari majalah Gemari bahwa lembaga Swadaya Masyarakat Sahabat Anak dan Remaja Indonesia (Sahara Indonesia) melakukan polling yang hasilnya menyebutkan bahwa 44,8% mahasiswa dan remaja Bandung telah melakukan hubungan seks hampir sebagian besar
3
berada di wilayah kost-kostan bagi mahasiswa yang kuliah di PTN dan PTS terbesar di Bandung. (www.bkkbn.go.id) Dari beberapa data di atas jelaslah bahwa pendidikan formal saja tidaklah cukup untuk menanamkan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Terutama nilai agama Islam yang dipegang oleh mayoritas penduduk Indonesia ini. Pendidikan formal selalu lebih mengutamakan sisi akademik siswa dan kurang memperhatikan sisi spiritualitas siswa. Kekhawatiran semakin besar ketika semakin banyak remaja yang pergi ke luar kota untuk belajar di kampus pilihan mereka dan akhirnya harus menyewa tempat kost sebagai tempat ia tinggal untuk beberapa lama. Kebanyakan dari tempat kost yang ada tidak memberikan lingkungan kondusif bagi mahasiswa, ditambah pemahaman mahasiswa yang minim mengenai agama. Perhatian yang kurang oleh pihak orang tua maupun sekolah dalam hal keagamaan membuat rambu-rambu kehidupan menjadi hilang. Kurangnya perhatian siswa yang mayoritas muslim mempelajari agama mereka menyebabkan terjadinya degradasi moral dan produktifitas masyarakat muslim. Untuk itu diperlukan suatu komplemen bagi remaja sebagai benteng bagi mereka dalam mengarungi kehidupan ini. Pendidikan nonformal merupakan salah satu alternatif yang dipilih untuk melengkapi kekurangan pendidikan formal yang tidak dapat menangani secara mendalam permasalah spiritualitas keagamaan. Banyak jenis dari pendidikan nonformal yang bisa dipilih masyarakat, baik yang bentuknya berjenjang, seperti kejar paket A, B dan C maupun yang sifatnya praktis, seperti training
4
(pelatihan) yang diadakan suatu lembaga. Selain itu pendidikan nonformal dapat berupa bimbingan belajar (bimbel) atau program-program yang dibuat khusus karena kebutuhan masyarakat, seperti program pesantren mahasiswa. Pesantren sebagai salah satu jenis sistem pendidikan tanah air mempunyai keunikan tersendiri dibanding sistem pendidikan konvensional. Nilai-nilai agama lebih diutamakan kuantitas dan kualitasnya dibanding ilmu-ilmu lain. Dalam perkembangannya pesantren di Indonesia terbagi menjadi dua sistem, yaitu pesantren tradisional dan pesantren modern. Namun yang paling mendasar adalah penempatan siswa (santri) dalam satu asrama (boarding) dan memisahkan gedung serta kelas belajar antara santri dengan santriwatinya (siswa dan siswi). Hal itu ditujukan agar nilai-nilai keagamaan tidak terkontaminasi oleh lingkungan di luar pesantren, dan lebih dapat memfokuskan siswanya untuk belajar. Oleh sebab itu dalam sebuah pesantren biasanya sangat erat memegang nilai-nilai yang diajarkan. Terkadang sanksi yang diberikan akan sangat berat dibandingkan pada sekolah-sekolah konvensional. Salah satu pesantren modern yang didesain menjadi sebuah program khusus adalah PPM (Program Pesantren Mahasiswa) yang dilaksanakan di Pondok
Pesantren
Daarut
Tauhiid
Bandung.
Program
ini
khusus
diperuntukkan bagi para mahasiswa tingkat 1 hingga tingkat 3 yang ingin menambah wawasan keagaman, keilmuan dan kecakapan hidup lebih dibanding mahasiswa biasa. Kegiatan-kegiatan di dalamnya sangat menunjang mahasiswa untuk bisa lebih meningkatkan potensi yang dimiliki, selain
5
pemahaman agama. Di antaranya adalah penanaman nilai-nilai kedisiplinan lewat rutinitas ibadah, kebersamaan, kemampuan berkomunikasi (public speaking). Dari hasil pengamatan penulis selama dua tahun mengikuti program di pesantren ini ada beberapa permasalah yang berujung pada ketidaksesuaian antara hasil dan tujuan yang diharapkan. Program ini sendiri baru diadakan selama satu setengah tahun, dimulai pada tahun akademik 2007-2008. Permasalahan-permasalah yang muncul di permukaan seperti penurunan prestasi belajar mahasiswa di kampus, pengkondisian waktu belajar dan kondisi asrama. Menjadi sebuah pertanyaan besar ketika dipertanyakan mengenai faktor-faktor yang menyebabkan hal itu bisa terjadi. Permasalahan-permasalah yang kemudian timbul menjadi penting untuk kemudian diteliti apa penyebab dari permasalah tersebut. Dengan pengamatan yang mendalam terutama melalui pengalaman, maka dapat ditemukan faktorfaktor yang mempengaruhi berhasil atau tidaknya kegiatan-kegiatan pada program pesantren mahasiswa ini dalam menunjang keberhasilan mahasiswa. Terutama kaitannya dengan tujuan dibukanya program ini yaitu untuk menambah wawasan keagamaan mahasiswa sekaligus menambah kecakapan hidup yang harus dimiliki mahasiswa ketika hendak terjun ke masyarakat. Kaitannya dengan bidang studi yang diteliti adalah mendeskripsikan peran teknologi pendidikan, terutama dalam hal strategi belajar, kecakapan hidup, media belajar dan lingkungan belajar. Dalam dunia pendidikan dan pelatihan, teknologi pendidikan mempunyai peran yang sangat besar terutama dalam
6
mengembangkan kualitas dan kuantitas lembaga maupun peserta pendidikan dan latihan itu sendiri. Berdasarkan latar belakang dan hasil penelitian Iman Kurniawan yang meneliti program SSG (Santri Siap Guna) Daaut Tauhiid dengan judul “Implementasi Strategi Pembelajaran Outbound dalam Membangun Karakter Peserta Pelatihan di Pendidikan dan Pelatihan (DIKLAT) Santri Siap Guna ke XVI (SSG ke XVI)”. Peneliti ingin mengetahui program lain yang diadakan di pesantren Daarut Tauhiid selain Santri Siap Guna (SSG), dan peneliti tertarik untuk meneliti Program Pesantren Mahasiswa (PPM) yang termasuk ke dalam golongan santri mukim (santri yang tinggal di asrama). Dari beberapa pertimbangan atas latar belakang permasalahan, maka peneliti memberi judul skripsi ini “Pelaksanaan Program Pesantren Mahasiswa dalam Rangka Meningkatkan Pemahaman Agama Islam dan Kecakapan Hidup (Life Skill) Mahasiswa”.
B. Rumusan Masalah Tujuan dari dibukanya program ini adalah untuk menambah wawasan keagamaan sekaligus menyediakan lingkungan belajar yang kondusif untuk mahasiswa, sehingga diharapkan mahasiswa dapat mengamalkan ilmu agama yang mereka dapat di kehidupan sehari-hari dan mendakwahkannya (menyampaikannya) kepada orang lain. Selain itu dengan program ini diharapkan mahasiswa mendapatkan lingkungan yang kondusif untuk belajar, baik yang berkaitan dengan pelajaran kuliah maupun pesantren.
7
Dari kegiatan-kegiatan yang ada, mahasiswa diberikan peluang untuk dapat mengasah potensi yang dimilikinya. Ditambah lagi dengan fasilitas yang disediakan diharapkan dapat menunjang keberhasilan mahasiswa untuk mencapai tujuan dari program ini. Penting juga bagi mahasiswa untuk kemudian mengatur waktu yang dimiliki agar tetap seimbang antara kegiatan di kampus dan kegiatan di pesantren, karena manajemen waktu yang buruk akan memberikan dampak yang besar terutama pada ketidakberhasilan dalam mencapai cita-cita. Permasalahan yang ingin dijawab melalui penelitian ini mengacu pada fokus penelitian, yaitu bagaimana pelaksanaan program pesantren mahasiswa dalam rangka meningkatkan pemahaman agama Islam dan kecakapan hidup (life skill)? Sesuai dengan fokus permasalahan diatas, maka dirumuskan suatu pokok masalah dalam beberapa pertanyaan deskriptif sebagai berikut: 1) Bagaimana kurikulum Program Pesantren Mahasiswa di Pesantren Daarut Tauhiid dilihat dari: a. Bagaimana kerangka kurikulum yang dikembangkan oleh Program Pesantren Mahasiswa dalam rangka meningkatkan pemahaman Agama Islam dan kecakapan hidup mahasiswa? b. Apa saja konten yang dikembangkan bagi mahasiswa oleh Program Pesantren Mahasiswa dalam meningkatkan pemahaman Agama Islam dan kecakapan hidup?
8
c. Bagaimana metode pelaksanaan Program Pesantren Mahasiswa dalam rangka meningkatkan pemahaman Agama Islam dan kecakapan hidup mahasiswa? 2) Bagaimana persepsi pemahaman Agama Islam mahasiswa setelah mengikuti Program Pesantren Mahasiswa Daarut Tauhiid Bandung? 3) Bagaimana persepsi kecakapan hidup (life skill) yang dimiliki mahasiswa setelah mengikuti Program Pesantren Mahasiswa Daarut Tauhiid Bandung? 4) Faktor-faktor apa saja yang menghambat dan mendukung pelaksanaan Program Pesantren Mahasiswa di Pesantren Daarut Tauhiid Bandung?
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran dan informasi tentang pelaksanaan program pesantren mahasiswa sebagai alternatif pendidikan nonformal komplemen dalam rangka meningkatkan pemahaman agama mahasiswa. Secara rinci tujuan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1) Mendeskripsikan kurikulum Program Pesantren Mahasiswa di Pesantren Daarut Tauhiid Bandung. 2) Mengetahui persepsi pemahaman Agama Islam yang dimiliki mahasiswa setelah mengikuti Program Pesantren Mahasiswa Daarut Tauhiid Bandung.
9
3) Mengetahui persepsi mahasiswa mengenai kecakapan hidup setelah mengikuti Program Pesantren Mahasiswa Daarut Tauhiid Bandung. 4) Mengetahui faktor-faktor penghambat dan pendukung pelaksanaan Program Pesantren Mahasiswa Daarut Tauhiid Bandung.
D. Manfaat Penelitian Jika tujuan penelitian yang dikemukakan di atas dapat tercapai, penelitian ini akan memberikan manfaat bagi: 1) Mahasiswa Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi mahasiswa yang ingin memiliki kemampuan lebih dibanding mahasiswa yang lainnya dan mempunyai perhatian terhadap perbaikan moral bangsa. Dengan penelitian ini diharapkan adanya tindak lanjut dari pihak mahasiswa yang telah mempelajari dengan seksama hasil penelitian ini dan tergerak untuk melakukan penelitian lebih lanjut. 2) Pondok Pesantren Daarut Tauhiid Hasil penelitian ini diharapakan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam perbaikan program ini ke depan agar Program Pesantren Mahasiswa ini dapat memberikan kontribusi yang positif bagi perbaikan kualitas sumber daya manusia Indonesia.
10
3) Perguruan Tinggi Penelitian ini diharapakan dapat memberikan pencerahan kepada pihak penyelenggara Perguruan Tinggi, baik Negeri maupun swasta dalam upaya membentuk SDM (Sumber Daya Manusia) Indonesia yang berkualitas,
baik
dari
segi
intelektual
maupun
spiritual
untuk
mengedepankan nilai-nilai keagamaan mahasiswa yang menjadi pondasi dasar terbentuknya kualitas manusia Indonesia yang sesungguhnya.
E. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode analisis deskriptif yakni suatu penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang realitas pada obyek yang diteliti secara obyektif. Penelitian ini menekankan pada tiga variabel yakni Program Pesantren Mahasiswa, Pemahaman Agama Islam dan Kecakapan Hidup. Pendekatan kuantitatif dengan metode analisis deskriptif
ini dianggap sesuai untuk
permasalahan ini dengan beberapa pertimbangan sebagai berikut: 1) Desain pada metode kuantitatif bersifat khusus, jelas dan rinci. 2) Pendekatan kuantitatif dengan metode analisis deskriptif bertujuan untuk memberi uraian mengenai fenomena atau gejala sosial yang diteliti dengan mendeskripsikan nilai variable mandiri, baik satu variable atau lebih tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan antar variable. 3) Peneliti hendak mendeskripsikan pengamatan di lapangan tanpa menguji hipotesis, karena peneliti tidak merumuskan hipotesis deskriptif dan hanya
11
mengutarakan rumusan masalah deskriptif yang akan dijawab dengan menggunakan data kuantitatif. 4) Instrumen yang digunakan adalah kuesioner untuk
mendeskripsikan
pelaksanaan program. 5) Pengumpulan data menggunakan teknik wawancara, observasi dan penyebaran angket. 6) Kesimpulan penelitian merupakan hasil analis data sesuai dengan prosedur. Jadi secara ringkas metode yang digunakan dalam meneliti pelaksanaan program mahasiswa dalam rangka meningkatkan pemahaman agama Islam dan kecakapan hidup (life skill) mahasiswa ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode analisis deskriptif (deskriftif analitik). Proses penelitian ini secara garis besar diawali dengan menggali data, mengolah data, membahasnya dan diakhiri dengan menafsirkan data hasil dari kegiatan-kegiatan : wawancara dan penyebaran angket. Adapun analisis data menggunakan statistik deskriptif.
F. Lokasi dan Sampel Penelitian Latar atau setting dalam penelitian ini adalah Pondok Pesantren Daarut Tauhiid karena merupakan tempat diselenggarakannya program yang menjadi judul penelitian. Adapun yang menjadi sampel dalam penelitian (sumber primer) ini adalah mahasiswa yang telah satu tahun atau lebih mengikuti program pesantren mahasiswa, dan disebut sebagai santri mukim mahasiswa.
12
Santri
mukim
mahasiswa
sebagai
subjek
dari
pelaksana
pengembangan model pembelajaran merupakan aspek input bagi ustadz (guru) dalam pelaksanaan model pembelajaran yang diterapkan oleh gurunya tersebut. Ketercapaian hasil yang dilaksanakan oleh santri merupakan penentu bagi kesuksesan ustadz/guru tersebut dalam pelaksanaan model pembelajaran. Adapun yang menjadi sumber penelitian sekunder adalah 1) Kepala Departemen Pendidikan Kepala departemen pendidikan merupakan pengambil segala kebijakan
yang
berada
di
lingkungan
sekolahnya
(pesantren).
Kebijakannya mengunakan model pembelajaran yang tepat merupakan penentu dari kualitas kegiatan belajar mengajar di pesantren dan mutu lulusan di lingkungan pesantren. Aspek-aspek pengembangan model pembelajaran yang digunakan di pesantren tidak lepas dari apa yang diputuskan oleh kepala departemen pendidikan. 2) Penanggung Jawab Program Penanggung jawab program adalah orang yang bertanggung jawab menjalankan dan mengontrol program secara teknis. Penanggung jawab juga yang mengetahui sejauh mana program ini sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan. 3) Ustadz (guru/pengajar) Ustadz merupakan unsur utama pelaksana teknis di lapangan. Selain sebagai pelaksana teknis, pengembangan model pembelajaran
13
merupakan salah satu tugas guru dalam pelaksanaan kurikulum yang saat ini diterapkan. Kemampuan guru bisa meneliti semua peserta didiknya dan mendapatkan suatu model pembelajaran yang tepat bagi peserta didiknya merupakan hal yang mutlak dimiliki oleh guru.
G. Asumsi Menurut Komarudin (1984) yang dimaksud asumsi adalah :”…sesuatu yang dianggap tidak mempengaruhi dan konstan. Asumsi menetapkan faktafakta yang diawasi. Asumsi dapat berhubungan dengan syarat-syarat, kondisi dan tujuan. Asumsi memberikan hakekat, bentuk dan arah argumentasi”. Dengan demikian, berdasarkan pendapat tersebut maka asumsi dari penelitian ini adalah bahwa tujuan program pesantren mahasiswa yang berorientasi pada peningkatan pemahaman Agama Islam dan kecakapan hidup mahasiswa harus didukung oleh komponen program yang baik. Komponen ini berupa kurikulum yang terdiri dari materi, strategi belajar, metode, media dan juga sumber daya manusia yang kompeten dalam bidang keagamaan dan kecakapan hidup, kemudian dukungan dari sarana dan prasarana yang baik juga menunjang keberhasilan dari suatu program. Selain itu lingkungan yang mendukung kepada tujuan program memberikan pengaruh yang kuat bagi pelaksanaan program pesantren mahasiswa.
14
H. Definisi Operasional 1) Program pesantren mahasiswa Program Pesantren Mahasiswa (PPM) adalah sebuah program yang diselenggarakan oleh pondok pesantren Daarut Tauhiid Bandung melalui Direktorat Pendidikan DT, yang bergerak mengelola santri mukim (santri mondok) yang berstatus sebagai mahasiswa tingkat satu hingga tingkat tiga yang dilaksanakan selama satu tahun. Adapun pendekatan kurikulum program yang dilakukan adalah melalui peneladanan (suri tauladan), pendidikan, latihan dan pembinaan yang berkesinambungan, lingkungan yang kondusif dan kekuatan doa (kekuatan spiritual). 2) Pemahaman Agama Islam Pemahaman Agama Islam adalah suatu wawasan mendalam dan pengalaman atas ilmu-ilmu dalam Agama Islam yang terfokus pada bidang ilmu Aqidah Islam, Akhlak MQ (Manajemen Qalbu), Fiqih, Tahsin AlQur,an, Tafsir Al-Qur’an, dan Bahasa Arab. Adapun indikator keberhasilan dari beberapa bidang ilmu tersebut adalah: pada bidang ilmu Aqidah Islam mahasiswa mampu membedakan tauhiid Rububiyah, Uluhiyah, Asma wa Sifat dan Tauhiid Mulkiyah, sehingga mahasiswa mampu menghindari aliran-aliran yang menyimpang dari Agama Islam (sesat). Pada bidang ilmu akhlak mahasiswa mampu menyebutkan berbagai macam bentuk perilaku yang buruk dan cara menanggulanginya dan mempraktekannya dalam kehidupan sehari-hari.
15
Pada bidang ilmu Fiqih, mahasiswa diharapkan mampu memaparkan secara teori dan mempraktekkan tata cara ibadah yang benar sesuai dengan pemahaman salafus salih (orang salih terdahulu). Pada bidang ilmu Tahsin Al-Qur’an, mahasiswa diharapkan mampu untuk menyebutkan berbagai macam kaidah dalam ilmu tajwid dan mempraktekannya pada saat membaca Al-Qur’an. Pada bidang ilmu tafsir Al-Qur’an, mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan secara argumentatif ayat-ayat pada AlQur’an khusunya Juz ‘Amma (Juz ke 30) dengan berdasarkan pada sumber kitab / buku tafsir yang sesuai dengan pemahaman kaum salaf. Pada bidang ilmu Bahasa Arab, mahasiswa diharapkan mampu mempraktekkan bentuk percakapan dasar dan mampu membaca kitab-kitab berbahasa Arab. 3) Kecakapan Hidup Kecakapan hidup adalah keterampilan atau kemampuan untuk dapat beradaptasi dan berperilaku positif yang memungkinkan seseoran mampu menghadapi berbagai tuntutan dan tantangan kehidupan secara lebih efektif. Bentuk keberhasilan dari pendidikan kecakapan hidup ini diantaranya mahasiswa mampu berkomunikasi dengan baik, mampu berorganisasi dengan baik, memiliki jiwa leadership (kepemimpinan), Entrepreneurship (kemandirian), memiliki sikap kritis yang tidak merugikan orang lain, memiliki keterampilan yang sifatnya praktis dan memiliki rasa percaya diri dan keberanian yang tinggi.
16