BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pajak merupakan iuran dari rakyat untuk kas Negara berdasarkan Undang-Undang yang dapat dipaksakan dengan tiada mendapatkan jasa timbal (kontrapretasi) yang langsung ditunjukan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum Negara (Soemitro 2002). Dalam hal ini pengeluaran umum Negara adalah untuk kegiatan pembangunan. Pembangunan adalah sebuah kegitan yang berkesinambungan dan bertujuan utama adalah untuk menciptakan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Di Indonesia sendiri pembangunan masih tergolong rendah atau kurang merata. Oleh karena itu, Indonesia berusaha untuk lebih meningkatkan penerimaan Negara dari dalam negeri salah satunya adalah pajak. Pajak berperan penting dalam penerimaan Negara. Ini terbukti dengan adanya penerimaan Negara yang mencapai 80% dari sektor pajak (Supramono dan Damayanti 2009). Secara umum sistem pemungutan pajak yang dijalankan oleh pemerintah Indonesia dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu official assessment system, dan self assessment system. Namun sejak diadakannya reformasi perpajakan tahun 1983, sebagaimana telah diubah dengan undang-undang Nomor 9 Tahun 1994 dan undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sistem
1
pemungutan pajak di Indonesia berubah dari official assessment system menjadi self assessment system. Official assessment system merupakan sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada Fiskus untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Self assessment system merupakan suatu pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan besarnya pajak terutang (Resmi, 2007). Dalam Sistem Official Assessment, pelaksanaan kewajiban perpajakan dalam banyak hal menjadi sangat tergantung pada pelaksanaan administrasi perpajakan yang dilakukan oleh aparat perpajakan. Hal ini menyebabkan wajib pajak kurang mendapatkan pembinaan dan bimbingan terhadap kewajiban perpajakannya. Untuk menjaga keefektifan dari sistem pemungutan ini (Official Assessment), berarti secara tidak langsung adalah dengan memperkuat struktur fiskus dan administrasi perpajakan keseluruhan (Ilyas dan Burton, 2004). Kondisi tersebut di atas jelas berbeda dengan sistem Self Assessment yang mengikutsertakan Wajib Pajak sebagai partisipan aktif dalam pelaksanaan administrasi perpajakan dengan kewajiban yang dibebankan kepada mereka. Namun dari sisi kelebihannya, sistem Official Assessment menjadikan pihak fiskus dapat lebih mengontrol kepatuhan dari pihak Wajib Pajak, karena pemeriksaan kepatuhan yang dilakukan hanya sebatas pada kepatuhan wajib pajak akan pembayaran jumlah pajak terutangnya saja. Dalam sistem Self Assessment terdapat tambahan biaya (dalam arti luas) bagi Wajib Pajak karena Wajib Pajak akan relatif mengorbankan lebih banyak
2
waktu dan usaha serta biaya. Selain itu Self Assessment menunjukkan proporsi yang lebih kecil dari yang telah ditetapkan sebelumnya, sehingga sesuai dengan kenyataan yang ada, jumlah pajak yang dianggarkan akan menurun pula (Ilyas dan Burton, 2004). Di lain pihak, sistem Self Assessment mempunyai beberapa keunggulan, yaitu mendorong Wajib Pajak untuk memahami dengan baik atas sistem perpajakan yang berlaku terhadapnya (Ilyas dan Burton, 2004), adanya kepastian hukum, sederhana perhitungannya, mudah pelaksanaannya, lebih adil dan merata, dan perhitungan pajak dilakukan oleh wajib pajak (Zein, 2003). Namun demikian menurut Zain (2003), bahwa tata sistem pemungutan pajak dengan menggunakan self assessment system akan berhasil dengan baik jika masyarakat mempunyai pengetahuan dan disiplin pajak yang tinggi Terlepas dari keunggulan dan kelemahan kedua sistem pemungutan pajak yang diberlakukan oleh pemerintah Indonesia, pada dasarnya tujuan dan arah perubahan serta penyempurnaan dari sistem pemungutan pajak dari official assessment system menjadi self assessment system dalam undangundang pajak tersebut adalah untuk lebih meningkatkan keadilan pengenaan pajak, dan lebih memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak, selain itu untuk lebih memberikan kesederhanaan administrasi perpajakan, lebih memberikan kepastian hukum, konsistensi, dan transparansi, dan menunjang kebijaksanaan pemerintah dalam rangka meningkatkan daya saing dalam menarik investasi langsung di Indonesia baik penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri di bidang-bidang usaha tertentu dan
3
daerah-daerah tertentu yang mendapat prioritas. Sebab bagaimanapun juga masalah keadilan, kesederhanaan dan kepastian hukum diharapkan akan meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar pajak. Hal tersebut sejalan dengan apa yang dikemukan oleh Suandy (2008), bahwa salah satu dari tujuan dilakukannya reformasi perpajakan adalah agar beban pajak akan semakin adil dan wajar, sehingga di satu pihak mendorong Wajib Pajak melaksanakan dengan kesadaran kewajibannya membayar pajak. Selain itu Mansury
(1996)
juga
menyatakan,
bahwa
untuk
terselenggaranya
administrasi perpajakan yang baik, maka diperlukan kejelasan dan kesederhanaan dari ketentuan undang-undang yang memudahkan bagi wajib pajak. Pernyataan tersebut didukung oleh Abuyamin (2010), bahwa salah satu faktor penyebab Wajib Pajak secara pasif tidak membayar pajak (tidak patuh) adalah kurangnya pemahaman terhadap hukum pajak. Dengan demikian jelas bahwa perubahan sistem pemungutan pajak dari official assessment system menjadi self assessment system merupakan alternatif yang diambil oleh pemerintah agar lebih mampu mengakomodasi keadilan, kesederhanaan dan kepastian hukum bagi Wajib Pajak sehingga akan lebih meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar pajak. Salah satu pajak yang pemungutannya berdasarkan self assessment system adalah pajak penghasilan pasal 25. Pajak penghasilan pasal 25 adalah angsuran Pajak Penghasilan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak setiap bulan dalam tahun berjalan (Waluyo dan Ilyas, 2009). Pajak ini mempunyai peranan yang sangat strategis dalam menjaga likuiditas keuangan
4
Negara. Sejalan dengan diterapkannya self assessment system sebagai sebuah sistem dalam pemungutan pajak, pada beberapa tahun terakhir ini telah terjadi kenaikan yang signifikan terhadap jumlah wajib pajak Orang Pribadi yang terdaftar. Hal tersebut tentu dapat menjadikan salah satu bukti nyata, bahwa pemungutan pajak melalui self assessment system dipandang cukup efektif dalam usaha meningkatkan kesadaran wajib pajak orang pribadi dalam membayar pajak. Namun disisi lain, hal ini tidak begitu berdampak signifikan terhadap penerimaan pajak khususnya orang pribadi. Tidak semua wajib pajak orang pribadi tersebut memenuhi kewajiban untuk membayar Pajak Penghasilan pasal 25 dan melaporkannya dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Penghasilan pasal 25 ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak Orang Pribadi terdaftar sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Kondisi tersebut di atas sejalan dengan hasil penelitian terdahulu yang menunjukkan beberapa hasil yang berbeda berkenaan dengan penerapan self assessment system terhadap kepatuhan wajib pajak. Penelitian yang dilakukan oleh Sanjaya (2007), menunjukkan bahwa self assessment system, sanksi perpajakan, peraturan perpajakan, dan tarif pajak pajak dapat memberikan tingkat kepatuhan yang baik. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Setiawan (2011) menunjukkan, bahwa kepatuhan wajib pajak yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Metro dalam melaporkan SPT Masa PPh Pasal 25 jika dibandingkan dengan Daftar WP OP PPh Pasal 25 pada tahun tersebut dapat dinilai cukup baik, tetapi tingkat kepatuhan masih sangat
5
fluktuatif, hal ini dapat dilihat dari banyaknya SPT yang terbit setiap tahun berfluktuatif menunjukan bahwa tingkat kepatuhan wajib pajak yang terus berubah. Penelitian ini akan melihat kembali bagaimana hubungan self assessment system terhadap kepatuhan Wajib Pajak untuk membayar pajak. Oleh karena itu judul yang diajukan dalam penelitian ini adalah “HUBUNGAN
SELF
KEPATUHAN
WAJIB
ASSESMENT PAJAK
UNTUK
SYSTEM
TERHADAP
MEMBAYAR
PAJAK
PENGHASILAN PASAL 25 PEMILIK UMKM DESA CENGEK KELURAHAN TINGKIR LOR KOTA SALATIGA”.
B. Identifiksi Masalah Berdasarkan Undang-undang no.36 tahun 2008 tentang perpajakan seorang Wajib Pajak harus membayar pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hasil observasi awal yang dilakukan oleh peneliti terhadap 10 orang UMKM di Desa Cengek Kelurahan Tingkir Lor Kota Salatiga pada dasarnya Wajib Pajak UMKM paham dan patuh dalam melakukan kewajiban perpajakan, namun demikian karena kurang terampilnya mereka dalam menyusun laporan keuangan, yang kemudian berdampak pada kesulitan cara menghitung pajak menjadikan mereka terkadang enggan untuk melaporkan pajak penghasilan pasal 25 sesuai dengan jumlah dan waktu yang sudah ditentukan. Padahal ketika seorang Wajib Pajak tidak membayar pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku maka akan dikenakan sanksi berupa denda
6
yang sudah diatur oleh Dirjen Pajak. Hal tersebut yang kemudian melandasi peneliti untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang hubungan self assessment system terhadap kepatuhan Wajib Pajak untuk membayar pajak.
C. Rumusan Masalah Dalam setiap penelitian perlu dirumuskan masalah penelitian yang jelas dan tepat, karena hal ini akan sangat membantu peneliti dalam mengkaji masalah yang akan diteliti. Masalah penelitian yang akan dibahas penulis adalah: Bagaimana hubungan self assessment system terhadap kepatuhan wajib pajak untuk membayar pajak penghasilan pasal 25 pemilik UMKM Desa Cengek Kelurahan Tingkir Lor Kota Salatiga.
D. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: Untuk mengetahui hubungan self assessment system terhadap kepatuhan wajib pajak untuk membayar pajak penghasilan pasal 25 pemilik UMKM Desa Cengek Kelurahan Tingkir Lor Kota Salatiga.
E. Signifikansi Penelitian 1.
Signifikansi Teoritis Secara teori hasil penelitian ini dapat memperkuat pelaksanaan self assessment system sebagai salah satu kebijakan yang diambil oleh
7
pemerintah dalam hal peningkatan kepatuhan wajib pajak khususnya pada pemilik UMKM dalam memenuhi kewajibannya untuk membayar pajak penghasilan pasal 25. 2.
Signifikansi Praktis a
Bagi Wajib Pajak, hasil penelitian ini diharapkan mampu membangun kepatuhan pemilik UMKM sebagai wajib pajak untuk membayar pajak.
b
Bagi Kantor Pajak Pratama Salatiga, hasil penelitian ini nantinya diharapkan akan memberikan masukan kepada Kantor Pajak Pratama Salatiga untuk mengetahui tingkat kepatuhan wajib pajak khususnya pemilik UMKM dalam hal membayar pajak penghasilan pasal 25 berkenaan dengan penerapan kebijakan self assessment system.
F. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan self assessment system terhadap kepatuhan wajib pajak untuk membayar pajak penghasilan pasal 25 dengan subyek penelitian pemlik UMKM Desa Cengek Kelurahan Tingkir Lor Kota Salatiga. Mengingat pajak penghasilan pasal 25 ditujukan kepada badan usaha, akan tetapi dalam penelitian ini terbatas pada UMKM yang dimiliki oleh pengusaha perseorangan. Penelitian ini membatasi pada kepatuhan dan kegiatan pembayaran pajak pasal 25 UMKM yang dilakukan oleh pemilik UMKM.
8