BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi, yang dapat hidup didunia luar, dari rahim melalui jalan lahir atau dengan jalan lain. Persalinan sangat di pengaruhi oleh ”3P” yaitu janin (passenger), jalan lahir (passage) dan tenaga (power) dan ”2P” yaitu position dan phsycologi (Manuaba, 2005). Persalinan dengan berat badan janin besar dapat meningkatkan resiko komplikasi kehamilan dan persalinan seperti hipertensi dalam kehamilan, polihidramnion (cairan ketuban berlebih), persalinan lama, persalinan sulit misalkannya karena bahu macet, perdarahan pasca persalinan dan Ruptur perineum (Krisnadi, 2009), selain itu resiko berat badan janin besar pada janin itu sendiri adalah terjadinya patah tulang selangka pada saat persalinan (Andro, 2012). Perdarahan postpartum merupakan penyebab kematian ibu , kematian ibu ini disebabkan oleh perdarahan postpartum (plasenta previa, solusio plasenta , kehamilan ektopik, plasenta previa, solusio plasenta, rupture uteri). Salah satu penyebab perdarahan adalah robekan jalan lahir (rupture perineum), robekan ini dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan pasca persalinan dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan karena serviks atau vagina (Saifudin, 2001).
1
2
Ruptur perineum adalah perlukaan jalan lahir yang terjadi pada saat kelahiran bayi baik menggunakan alat maupun tidak menggunakan alat. Ruptur perineum disebabkan paritas, jarak kelahiran, berat badan bayi, pimpinan persalinan tidak sebagaimana mestinya, ekstraksi cunam, ekstraksi fakum, trauma alat dan episiotomi. (Winkjosastro,2005). Ruptur perineum menjadi penyebab perdarahan ibu postpartum. Perdarahan postpartum menjadi penyebab utama 40% kematian ibu di Indonesia. Ruptur perineum dapat terjadi karena adanya robekan spontan maupun episiotomi. Ruptur perineum yang dilakukan dengan episiotomi itu sendiri harus dilakukan atas indikasi antara lain: bayi besar, perineum kaku, persalinan yang kelainan letak, persalinan dengan menggunakan alat baik forceps maupun vacum. Karena apabila episiotomi itu tidak dilakukan atas indikasi dalam keadaan yang tidak perlu dilakukan dengan indikasi di atas, maka menyebabkan peningkatan kejadian dan beratnya kerusakan pada daerah perineum yang lebih berat. Sedangkan luka perineum itu sendiri akan mempunyai dampak tersendiri bagi ibu yaitu gangguan ketidaknyamanan dan perdarahan, sedangkan Ruptur perineum spontan terjadi karena ketegangan pada daerah vagina pada saat melahirkan, juga bisa terjadi karena beban psikologis mengahadapi proses persalinan dan yang lebih penting lagi Ruptur perineum terjadi karena ketidaksesuaian antara jalan lahir dan janinnya, oleh karena efek yang ditimbulkan dari Ruptur perineum sangat kompleks (Partiwi, 2009).
3
Menurut Stefen, seorang tokoh WHO dalam bidang Obgyn, jumlah patah tulang osteoporotik meningkat dengan cepat. Di seluruh dunia pada tahun 2009 terjadi 2,7 juta kasus rupture perineum pada ibu bersalin. Angka ini diperkirakan mencapai 6,3 juta pada tahun 2050, seiring dengan semakin tingginya bidan yang tidak mengetahui asuhan kebidanan dengan baik. (Hilmy, 2010). Di Amerika 26 juta ibu bersalin yang mengalami rupture perineum, 40 % diantaranya mengalami rupture perineum karena kelalaian bidannya. 20 juta diantaranya adalah ibu bersalin. Dan ini akan membuat beban biaya untuk pengobatan kira-kira 10 juta dolar pertahun (Heimburger,2009). Menurut penelitian di Australia, setiap tahun 20.000 ibu bersalin akan mengalami rupture perineum ini disebabkan oleh ketidaktahuan bidan tentang asuhan kebidanan yang baik. Di Asia rupture perineum juga merupakan masalah yang cukup banyak dalam masyarakat, 50% dari kejadian rupture perineum didunia terjadi di Asia (Campion, 2009). Prevalensi ibu bersalin yang mengalami rupture perineum di Indonesia pada golongan umur 25 – 30 tahun yaitu 24 % sedang pada ibu bersalin usia 32–39 tahun sebesar 62 %. Ruptur perineum menjadi penyebab perdarahan ibu postpartum. Perdarahan postpartum menjadi penyebab utama 40% kematian ibu di Indonesia. Hasil studi dari Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Bandung, yang melakukan penelitian dari tahun 2009-2010 pada beberapa Propinsi di Indonesia didapatkan bahwa satu dari lima ibu bersalin yang mengalami rupture perineum akan meninggal dunia dengan persen ( 21,74 % ) ( Siswono, 2003 ).
4
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di rumah sakit ibu an anak bahwa angka kejadin rupture perineum yang pada tahun 2012 sebanyak 97 orang, dengan kriteri rupture tingkat 1 sebanyak 50 orang dengan berat badan lahir rata-rata>3100 gr, rupture tingkat2 sebnyak 46 orang dengan berat badan lahir rata-rata 2800 gr, rupture tingkat 3 sebanyak 1 orng dengan berat badan lahir rata-rata<3300 gr. Jumlah bayi yang lahir dengan berat>4000 gr sebanyak 2 orang, dan pada posisi persalinan dalam satu hari persalinan mencapai 10 persalinan normal/duduk, 2 jongkok,dan 2 lagi dibantu oleh suami untuk setengah duduk, hal ini yang melatar belakangi peneliti tertarik melakukan penelitian yang berjudul. “Hubungan Antara Posisi Partus, Berat Badan Lahir, Teknik Mengedan Dengan Terjadinya Rupture Perineum Banda Aceh Tahun 2013”.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah Ada Hubungan Antara Posisi Partus, Berat Badan Lahir, Teknik Mengedan dengan Rupture Perineum spontanBanda Aceh Tahun 2013”.
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan posisi partus, berat badan lahir, teknik mengedan dengan terjadinya rupture perineum spontan.
5
2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui posisi partus pada ibu bersalin di Rumah Sakit Ibu Dan Anak b. Untuk mengetahui berat badan lahir paa ibu bersalin di Rumah Sakit Ibu Dan Anak c. Untuk mengetahui teknik mengedan pada ibu bersalin di Rumah Sakit Ibu Dan Anak D. Manfaat Penelitian Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan nantinya dapat bermanfaat 1. Bagi peneliti Untuk menambahkan wawasan dan masukan dalam memahami dan menganalisa suatu masalah dalam hal ini yang berkaitan dengan hubungan berat badan lahir. 2. Bagi tempat penelitian Sebagai masukan dan bahan informasi bagi tenaga kesehatan setempat yang dapat digunakan untuk memberikan pelayanan persalinan secara optimal. 3. Bagi Institusi Pendidikan Hasil peneliti ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai bahan masukan dan informasi bagi mahasiswa jurusan Kebidanan sehingga dapat merncanakan dan mengembangkan penelitian selanjutnya. Meningkatkan sumber bacaan tentang bubungan berat badan lahir.
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Posisi Partus Posisi dalam persalinan adalah posisi yang digunakan untuk persalinan yang dapat mengurangi rasa sakit pada saat bersalin dan dapat mempercepat proses persalinan (Syarifuddin, 2012). Posisi persalinan memegang peranan penting ketika seorang ibu dinyatakan sudah siap untuk proses persalinan. Ada beberapa posisi yang di rekomendasikan dengan berbagai macam pertimbangan segi manfaat dan efektifitas selama proses persalinan berlangsung. Namun pada pelaksanaannya dapat pula dilakukan kombinasi berbagai macam posisi persalinan. Misalnya anjuran miring ke kiri, ke kanan, telentang atau posisi jongkok (Romana, 2012). Pada saat memasuki proses persalinan, seorang ibu hamil boleh memilih posisi yang paling nyaman sembari menunggu pembukaan lengkap. Bahkan ketika ketuban masih utuh ( belum merembes atau pecah) maka seorang ibu hamil yang akan melahirkan boleh melakukan aktifitas berjalan - jalan di sekitar ruang bersalin dan di bawah pemantau seorang bidan agar setiap saat dapat dilakukan monitoring kondisi detak jantung bayi maupun kontraksi rahim (Diah, 2012). Posisi dalam persalinan dan kelahiran sangat penting,karena akan membantu menjadi lebih nyaman selama proses persalinan. Beberapa posisi juga akan membantu mempercepat proses persalinan. Banyak dari posisi ini dapat dilakukan dengan atau tanpa bantuan pasangan, suami, doula atau perawat. Dengan mengenal
7
dan melatihnya sebelum persalinan akan membuat posisi-posisi ini lebih familier serta lebih nyaman dalam persalinan (Romana, 2012). Tidak ada posisi yang sempurna untuk persalinan, tetapi sering perubahan posisi selama persalinan dapat membantu menjadi rileks dan tetap dapat mengendalikan rasa sakit. Cobalah berbagai posisi sampai menemukan satu yang membuat ibu merasa paling nyaman. 1. Macam-macam posisi persalinan dan manfaatnya Menurut (Diah, 2012). Ada beberapa macam posisi yang dapat digunakan pada saat bersalin diantaranya adalah : a. Terlentang Posisi ini juga menyebabkan waktu persainan menjadi lebih lama, besar kemungkinan terjadinya laserasi perineum dan dapat mengakibatkan kerusakan pada syaraf kaki dan punggung. Dan juga menyebabkan beberapa hal seperti :
Dapat menyebabkan hipotensi karena bobot uterus dan isinya menekan aorta, vena cava inferior serta pembuluh-pembuluh darah lain sehingga menyebabkan suplai darah ke janin menjadi berkurang, dimana akhirnya ibu dapat pingsan dan bayi mengalami fetal distress ataupun anoksia janin.
Ibu mengalami gangguan untuk bernafas.
Buang air kecil terganggu.
8
Mobilisasi ibu kurang bebas.
Ibu kurang semangat.
Resiko laserasi jalan lahir bertambah.
Dapat mengakibatkan kerusakan pada syaraf kaki dan punggung.
Rasa nyeri yang bertambah.
b. Berdiri Manfaatnya : Dapat membantu membuat kontraksi/ rasa mules tidak begitu sakit, membantu janin segaris dengan sudut panggul, dapat meningkatkan desakan untuk mengejan pada kala dua c. Bejalan – jalan Manfaatnya : Menyebabkan terjadinya perubah sendi panggul, posisi ini hanya dapat dilakukan bila ketuban belum pecah dan bila ibunya masih mampu untuk melakukannya, dapat mempercepat turunnya kepala janin. Perhatian : Dengan posisi ini dapat menyebabkan ibu cepat menjadi lelah d. Duduk tegak Manfaatnya: Memperlebar satu sisi panggul (satu kaki diangkat keatas kursi) merangsang rotasi ubun – ubun posterior dari janin, dapat juga dilakukan pada posisi berdiri atau berlutut. e. Setengah duduk Pada posisi ini, ibu duduk dengan punggung bersandar bantal, kaki ditekuk dan paha dibuka ke arah samping. Posisi ini cukup membuat ibu nyaman.
9
Manfaatnya : 1. Posisi yang digunakan untuk pemeriksaan vagina ( alat kemaluan ) 2. Dapat meningkatkan rasa nyeri pinggang 3. Merupakan posisi yang mudah dilakukan 4. Suplai oksigen dari ibu ke janin pun juga dapat berlangsung secara maksimal f. Merangkak Manfaatnya: 1. Membantu meredahkan sakit pinggang 2. Dapat membantu janin kalau ada masalah dengan tali pusat 3. Membantu rotasi bayi dalam osiput posterior 4. Memungkinkan panggul digerakan mengayun 5. Meredakan tekanan pada wasir 6. Mengurangi desakan mengejan yang terlalu dini g. Posisi menungging Manfaatnya: 1. Mendorong kepala bayi keluar dari panggul dari panggul selama kontraksi 2. Kadang-kadang dianjurkan pada persalinan dini jika kontraksi sering terjadi dan untuk mengurangi nyeri pinggang 3. Mengurangi tekenan pada leher rahim yang bengkak
10
h. Berbaring miring Ibu berbaring miring ke kiri atau ke kanan dengan salah satu kaki diangkat, sedangkan kaki lainnya dalam keadaan lurus. Posisi ini umumnya dilakukan bila posisi kepala bayi belum tepat. Manfaatnya: 1. Dapat mengurangi nyeri pinggang 2. Membantu menurunkan tekanan darah yang tinggi 3. Dapat mempercepat perkembangan persalinan bila dilakukan silih berganti dengan berjalan-jalan 4. Meredakan tekanan pada wasir, dan peredaran darah balik ibu dapat mengalir lancar 5. Pengiriman oksigen dalam darah dari ibu ke janin melalui plasenta juga tidak terganggu. Sehingga proses pembukaan akan berlangsung secara perlahan-lahan sehingga persalinan berlangsung lebih nyaman. i. Berjongkok Biasanya ibu berjongkok di atas bantalan empuk yang berguna menahan kepala dan tubuh bayi. Manfaatnya : 1. Dapat meredakan nyeri pada pinggang 2. Memperlebar rongga panggul 3. Dapat meningkatkan rotasi dan turunnya bayi yang posisinya sulit
11
B. Berat Badan Lahir 1. Pengertian Berat Badan Lahir Berat bayi lahir adalah berat badan bayi yang di timbang dalam waktu 1 jam pertama setelah lahir. Hubungan antara berat lahir dengan umur kehamilan, berat bayi lahir dapat dikelompokan : bayi kurang bulan (BKB),yaitu bayi yang dilahirkan dengan masa gestasi < 37 minggu (259 hari). Bayicukup bulan (BCB), bayi yang dilahirkan dengan masa gestasi antara 37-42 minggu (259 - 293 hari), dan Bayi lebih bulan (BLB), bayi yang dilahirkan dengan masa gestasi > 42 minggu (294 hari) (Kosim dkk, 2009). 2. Klasifikasi Berat bayi lahir berdasarkan berat badan dapat dikelompokkan menjadi a) Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Berat yang dilahirkan dengan berat lahir <2500 gram tanpa memandang usia gestasi, BBLR adalah neonatus dengan berat badan lahir pada saat kelahiran kurang dari 2500 gram (sampai 2499 gram). Dahulu bayi ini dikatakan prematur kemudian disepakati disebut low birth weight infant atau Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR). Karena bayi tersebut tidak selamanya prematur atau kurang bulan tetapi dapat cukup bulan maupun lebih bulan. Penelitian oleh gruendwald, menunjukkan bahwa sepertiga bayi berat lahir rendah adalah bayi aterm. Bayi dengan BBLR dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu Prematur murni dan Dismaturitas :
12
1. Prematur murni adalah neonatus dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu dan mempunyai berat badan sesuai dengan berat badan untuk masa kehamilan, atau biasa disebut neonatus kurang bulan sesuai masa kehamilan. 2. Dismaturitas atau Kecil untuk masa kehamilan adalah bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan sesungguhnya untuk masa kehamilan (Adnan, 2012). Bayi berat lahir rendah merupakan masalah penting dalam pengelolaannya karena mempunyai kecenderungan ke arah peningkatan terjadinya infeksi, kesukaran mengatur nafas tubuh sehingga mudah untuk menderita hipotermia. Selain itu bayi dengan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) mudah terserang komplikasi tertentu seperti ikterus, hipoglikomia yang dapat menyebabkan kematian. Kelompok bayi berat lahir rendah yang dapat di istilahkan dengan kelompok resiko tinggi, karena pada bayi berat lahir rendah menunjukan angka kematian dan kesehatan yang lebih tinggi dengan berat bayi lahir cukup (moehji sjahmien, 2003). a. Bayi Berat Lahir Normal Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dari kehamilan sampai 42 minggu dan berat badan lahir > 2500 - 4000 gram (Tsyania, 2012). b. Bayi Berat Lahir Lebih
13
Bayi berat lahir lebih adalah Bayi yang dilahirkan dengan berat lahir lebih > 4000 gram. Bayi dengan berat lahir lebih bisa disebabkan karena adanya pengaruh dari kehamilan posterm, bila terjadi perubahan anatomik pada plasenta maka terjadi penurunan janin, dari penelitian Vorher tampak bahwa sesudah umur kehamilan 36 minggu grafik ratarata pertumbuhan janin mendatar dan tampak adanya penurunan sesudah 42 minggu. Namun seringkali pula plasenta masih dapat berfungsi dengan baik sehingga berat janin bertambah terus sesuai dengan bertambahnya umur kehamilan. Zwerdling menyatakan bahwa rata-rata berat janin > 3600 gram sebesar 44,5% pada kehamilan posterm, sedangkan pada kehamilan term sebesar 30,6 %. Risiko persalinan bayi dengan berat >4000 gram pada kehamilan posterm meningkat 2-4 kali lebih besar dari kehamilan term (Prawirohardjo, 2008). Selain itu faktor resiko bayi berat lahir lebih adalah ibu hamil dengan penyakit diabetes militus, ibu dengan DMG 40% akan melahirkan bayi dengan BB berlebihan pada semua usia kehamilan (Prawirohardjo, 2007). Ruptur merupakan bagian permukaan dari pintu bawah panggul yang terletak dari vulva dan anus . perineum terdiri dari otot dan fascia urogenetalis serta diafragma pelvisa. Rupture perineum adalah robekan yang terjadi pada saat bayi lahir baik secara spontan maupun dengan alat atau tindakan. Robekan terjadi pada hamper pada semua primigravida (wiknjosastro, 2003). Faktor janin yang menjadi penyebab terjadinya
14
ruptur perineum adalah berat badan lahir, posisi kepala yang abnormal, distosia bahu, kelainan bokong dan lain-lain. Berat badan lahir yang lebih dari 4000 gram dapat meningkatkan resiko terjadinya ruptur perineum hal ini disebabkan oleh karena perineum tidak cukup kuat menahan regangan kepala bayi dengan berat badan bayi yang besar (Wiknjosastro, 2007). b) Faktor Yang Mempengaruhi Berat Badan Lahir Berat lahir merupakan hasil interaksi dari berbagai faktor melalui suatu proses yang berlangsung selama berada dalam kandungan. Faktorfaktor yang dapat mempengaruhi berat bayi lahir adalah sebagai berikut (Anynemous, 2011). 1. Umur Ibu hamil Umur ibu erat kaitannya dengan berat bayi lahir, kehamilan dibawah umur 20 tahun merupakan kehamilan berisiko tinggi, 2-4 kali lebih tinggi di bandingkan dengan kehamilan pada wanita yang cukup umur. Pada umur yang masih muda, perkembangan organ-organ reproduksi dan fungsi fisiologinya belum optimal. Selain itu emosi dan kejiwaannya belum cukup matang, sehingga pada saat kehamilan ibu tersebut belum dapat menanggapi kehamilannya secara sempurna dan sering terjadi komplikasi. Selain itu semakin muda usia ibu hamil, maka anak yang dilahirkan akan semakin ringan. Meski kehamilan dibawah umur sangat berisiko tetapi kehamilan diatas usia 35 tahun juga tidak dianjurkan, sangat berbahaya. Mengingat mulai usia ini sering muncul
15
penyakit seperti hipertensi, tumor jinak peranakan, atau penyakit degeneratif pada persendian tulang belakang dan panggul. Kesulitan lain kehamilan diatas usia 35 tahun ini yakni bila ibu ternyata mengidap penyakit seperti diatas yang ditakutkan bayi lahir dengan membawa kelainan. Dalam proses persalinan sendiri, kehamilan di usia lebih ini akan menghadapi kesulitan akibat lemahnya kontraksi rahim serta sering timbul kelainan pada tulang panggul tengah. Mengingat bahwa faktor umur memegang peranan penting terhadap derajat kesehatan dan kesejahteraan ibu hamil serta bayi, maka sebaiknya merencanakan kehamilan pada usia antara 20-35 tahun. Ibu sebaiknya ibu hamil pada umur 20-35 tahun, karena masa tersebut merupakan masa yang aman untuk hamil alasanya, mulai umur 20 tahun rahim dan bagian-bagian lainya sudah benar-benar siap untuk untuk menerima kehamilan. Pada umur tersebut biasanya wanita sudah merasa siap untuk menjadi ibu. Dan sebaiknya tidak hamil pada usia >35 tahun, karena kesehatan tubuh ibu sudah tidak sebaik pada umur 20-35 tahun, biasanya ibu sudah mempunyai dua anak atau lebih, kemungkinan memperoleh anak cacat lebih besar. Menurut Depkes RI (2009) menyatakan bahwa kehamilan pada umur dibawah 20 tahun rahim dan panggul ibu belum berkembang dengan baik, hingga perlu diwaspadai kemungkinan mengalami persalinan yang sulit dan keracunan hamil, sedangkan kehamilan pada
16
usia > 35 tahun kesehatan dan keadaan rahim tidak sebaik seperti pada umur 20-35 tahun sebelumnya, hingga perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya persalinan lama, perdarahan dan risiko cacat bawaan. Selain itu semakin muda dan semakin tua umur seorang ibu yang sedang hamil, akan berpengaruh terhadap kebutuhan gizi yang diperlukan. Umur yang muda perlu tambahan gizi yang banyak karena selain digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan dirinya sendiri juga harus berbagi dengan janin yang dikandungnya. Sedangkan umur yang tua perlu energi yang besar juga karena fungsi organ yang semakin melemah dan diharuskan untuk bekerja maksimal maka memerlukan tambahan energi yang cukup guna mendukung kehamilan yang sedang berlangsung. 2. Jarak Kehamilan/Kelahiran Jarak kelahiran adalah rentang waktu antara kelahiran anak sekarang dengan kelahiran anak sebelumnya. Jarak kelahiran kurang dari dua tahun tergolong resiko
tinggi karena dapat menimbulkan
komplikasi pada persalinan. Jarak kelahiran 2-3 tahun merupakan jarak kelahiran yang lebih aman bagi ibu dan janin. Begitu juga dengan keadaan jalan
lahir
yang mungkin pada persalinan terdahulu
mengalami robekan perineum derajat tiga atau empat, sehingga pemulihan belum sempurna dan robekan perineum dapat terjadi (Depkes, 2004).
17
Menurut anjuran yang dikeluarkan oleh badan koordinasi keluarga berencana (BKKBN) jarak kelahiran yang ideal adalah 2 tahun atau lebih, karena jarak kelahiran yang pendek akan menyebabkan seorang ibu belum cukup untuk memulihkan kondisi tubuhnya setelah melahirkan sebelumnya. Ini merupakan salah satu faktor penyebab kelemahan dan kematian ibu serta bayi yang dilahirkan. Risiko proses reproduksi dapat ditekan apabila jarak minimal antara kelahiran 2 tahun. Menurut William (2008) terdapat beberapa definisi penting untuk menghasilkan rekam medis yang perinatal dan akurat : a. Primipara
: seorang wanita yang pernah sekali melahirkan janin
yang mencapi viabilitas b. Multipara
: seorang wanita yang pernah dua kali sampai dengan
tiga kali sampai usia viabilitas c. Grandemulti : seorang wanita yang pernah empat kali atu lebih hamil sampai usia viabilitas C. Tehnik Meneran Beberapa cara meneran menurut berbagai sumber yang dapat dilakukan yaitu 1. Menurut Manuaba (2003), cara meneran yaitu : a. Anjurkan ibu untuk meneran sesuai dengan dorongan alamiahnya selama kontraksi. b. Jangan anjurkan untuk menahan nafas pada saat meneran (atur nafas jangan terengah-engah).
18
c.
Anjurkan ibu untuk berhenti meneran dan beristirahat diantara kontraksi.
d. Jika ibu berbaring miring atau setengah duduk, ibu mungkin merasa lebih mudah untuk meneran jika ia menarik lutut kearah dada dan menempelkan dagu ke dada. e. Anjurkan ibu untuk tidak mengangkat bokong saat meneran.
2. Menurut JNPK-KR (2007), dorongan pada fundus meningkatkan resiko distosia bahu dan rupture uteri. Cegah setiap anggota keluarga yang mencoba melakukan dorongan pada fundus. Untuk mengkoordinasikan semua kekuatan menjadi optimal saat his dan mengejan dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut a. Pasien diminta untuk merangkul kedua pahanya, sehingga dapat menambah pembukaan pintu bawah panggul. b. Badan ibu dilengkungkan sampai dagu menempel di dada, sehingga arah kekuatan menuju jalan lahir. c. His dan mengejan dilakukan bersamaan sehingga kekuatannya optimal. d. Saat mengejan ditarik sedalam mungkin dan dipertahankan dengan demikian diafragma abdominal membantu dorongan kearah jalan lahir. e. Bila lelah dan his masih berlangsung, nafas dapat dikeluarkan dan selanjutnya ditarik kembali untuk dipergunakan mengejan.
19
3. Menurut Sarwono (2005), ada 2 cara mengejan yaitu : a. Wanita tersebut dalam letak berbaring merangkul kedua pahanya sampai batas siku, kepala sedikit diangkat sehingga dagu mendekati dadanya dan dapat melihat perutnya. b. Sikap seperti diatas, tetapi badan dalam posisi miring kekiri atau kekanan tergantung pada letak punggung janin, hanya satu kaki dirangkul, yakni kaki yang berada diatas. Posisi yang menggulung ini memang fisiologis. c. Posisi ini baik dilakukan bila putaran paksi dalam belum sempurna.
D. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Menurut Sarwono (2002), juga ada beberapa hal yang harus diperhatikan pada saat mengejan, yaitu : 1. Mengejan hanya diperbolehkan sewaktu ada his dan pembukaan lengkap. 2. Pasien tidur terlentang, kedua kaki difleksikan, kedua tangan memegang kaki atau tepi tempat tidur sebelah atas, bila kondisi janin kurang baik, pasien mengejan dalam posisi miring. 3. Pada permulaan his, pasien disuruh menarik nafas dalam, tutup mulut, mengejan sekuat-kuatnya dan selama mungkin, bila his masih kuat menarik nafas pengejanan dapat diulang kembali. Bila his tidak ada, pasien istirahat, menunggu datangnya his berikutnya.
20
E. Rupture Perineum 1. Pengertian Rupture Perineum Perineum merupakan bagian permukaan dari pintu bawah panggul yang terletak dari vulva dan anus. Perineum terdiri dari otot dan fascia urogenitalis serta diafragma pelvis. Ruptur perineum adalah robekan yang terjadi pada saat bayi lahir baik secara spontan maupun dengan alat atau tindakan. Robekan perineum umumnya terjadi pada garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat. Robekan terjadi pada hampir semua primipara (Wiknjosastro, 2005). Perineum adalah bagian yang terletak diantara kedua belah paha, vulva dan anus.
Karena bagian luar dari dasar panggul. Rupture perineum adalah luka
perineum yang terjadi Karena sebab-sebab tertentu tanpa dilakukan tindakan perobekan atau disengaja. Luka ini terjadi pada saat persalinan dan biasanya tidak teratur (Prawirohardjo, 2006). Trauma jalan lahir harus mendapatkan perhatiaan karena dapat menyebabkan difungsi organ bagian paling luar sampai alat reproduksi vital, sebagai sumber perdarahan yang berakibat fatal, dan sumber atau jalan masuknya infeksi. Oleh karena itu, setiap trauma jalan lahir memerlukan tindakan yang cepat dan tepat dengan tujuan melakukan operasi rekontruksi, mengangkat perdarahan dan sumber infeksi sehingga jiwa penderita dapat diselamatkan (Manuaba, 2008).
21
2. Klasifikasi Jenis robekan perineum berdasarkan luasnya adalah sebagai berikut: a. Derajat satu: robekan ini terjadi pada mukosa vagina, vulva bagian depan, kulit perineum b. Derajat dua: robekan ini terjadi pada mukosa vagina, vulva bagian depan, kulit perineum dan otot-otot perineum c. Derajat tiga: robekan ini terjadi pada mukosa vagina, vulva bagian depan, kulit perineum, otot-otot perineum, dan sfingter ani eksterna d. Derajat empat: robekan dapat terjadi pada seluruh perineum dan sfingter ani yang meluas sampai ke mukosa (Sumarah, 2009). Terjadinya ruptur perineum disebabkan oleh faktor ibu (jumlah paritas, jarak kelahiran, berat badan bayi), pimpinan persalinan tidak sebagaimana semestinya, riwayat persalian, ekstraksi cunam, ekstraksi vacum, trauma alat dan episiotomi (Wiknjosastro, 2005).
22
BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN A. Kerangka Konsep Kerangka konsep penelitian ini dikembangkan berdasarkan teori Winkjosastro (2005) terjadinya rupture perineum. Maka kerangka konsep dapat dijadikan sebagai berikut :
Variable Independen
Variable Dependent
Posisi partus
Berat badan lahir
Teknik Mengedan
Gambar 3.1 Kerangka konsep
Rupture perineum spontan
23
B. Definisi operasional Tabel 3.1 Definisi operasional No Variable independen
Definisi
Cara ukur
Alat ukur
Hasil ukur
operasional
Skala ukur
Dependen 1
Rupture
Robekan
Observasi register
Register rekam
- Tingkat
perineum
jalan lahir
rekam medik
medik
sedang
spontan
yang
dengan kriteria
( I dan II)
dialami ibu
- Tingkat sedang
- Tingkat Berat
bersalin
bila, (Ibu rupture
setalah
TK I dan II)
melahirkan
Ordinal
( III dan IV)
- Tingkat berat bila
secara tidak
ibu rupture
sengaja
tingkat III dan IV
independen 1
Posisi
Posisi yang
partus
dilakukan
kuesioner, dengan
ibu untuk
kriteria
kenyamana
Membagikan
– telentang bila
n dirinya
memilih posisi
saat
litotomi/supine
persalinan
– tidak terlentang bila ibu memilih posisi lain seperti semi fauler, jongkok, berdiri, berbaring miring
-
Kuesioner
- Telentang - Tidak terlentang
Nominal
24
2.
Berat
Berat badan
Observasi rekam
Register rekam
-
BBLR
badan
lahir saat
medik dengan
medik
-
Normal
lahir
dilahirkan
kriteria penilaian
-
Baik
-
kurang
Ordinal
BBLR : <2500 gr Normal : 2500-4000 gr 3.
Teknik
Cara
Membagikan
mengedan
mengedan
kuesioner dengan
ibu dalam
kriteria :
persalinan
- baik bila
-
Kuesioner
melakukan semua teknik yang dianjurkan - Kurang bial salah satu teknik yang dianjurkan tidak dilakukan
C. Hipotesa 1. Ha : Ada hubungan antara posisi partus dengan terjadi rupture perineum spontan pada persalinan normal 2. Ha : Ada hubungan antara berat badan lahir dengan terjadi rupture perineum spontan pada persalinan normal 3. Ha : Ada hubungan antara teknik mengedan dengan terjadi rupture perineum spontan pada persalinan normal
Ordinal
25
BAB IV METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan coss sectional study yang variabel independent dan dependent di ukur secara bersamaan. B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di RSIA Banda Aceh 2. Waktu penelitian Penelitian ini dilakukan mulai dari tanggal 29 Juli-2 Agustus 2013 C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti. Adapun yang menjadi objek penelitian ini adalah ibu-ibu yang bersalin di RSIA. 2. Sampel Sampel adalah sebagian dari jumlah populasi yang ada dalam penelitian. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode accidental sampling (yaitu sampel yang diteliti secara kebetulan)
26
D. Teknik Pengumpulan Data 1. Data Primer Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dilokasi penelitian mengenai perbedaan berat badan lahir dengn terjadinya rupture perineum pada persalinan normal di rumah sakit ibu dan anak. 2. Data sekunder Data yang diperoleh dari RSIA Banda Aceh di ruang bersalin. E. Cara Pengolahan Data Dalam proses pengolahan data terdapat langkah-langkah yang harus ditempuh, diantaranya (Hidayat, 2007). a. Editing Adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan. b. Coding Adalah merupakan kegiatan pemberian kode numerik(angka)terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. c. Transfering Dimana data yang diberi kode disusun secara berturut-turut dari responden pertama sampai responden terakhir untuk dimasukkan kedalam tabel. d. Tabulating Yaitu data yang diperoleh dari hasil kuesioner yang telah diolah dan dipindahkan kedalam tabel untuk masing- masing tabel dan untuk masing- masing variabel.
27
F. Teknis Analisis Data a. Analisa univariat Analisa univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian. Pada umumnya penelitian ini hanya menghasilkan distribusi dan presentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2002). Analisa yang digunakan adalah analisa uraian yaitu yang dimaksudkan untuk mengetahui distribusi frekuensi dari variabel yang diamati, sehingga dapat mengetahui karakteristik atau gambaran dari variabel yang di teliti. Dalam analis univariat ini digunakan rata-rata mean untuk menganalisa hasil rata-rata hitung dari semua hasil pengamatan yang telah dilakukan, analisa ini digunakan karena kemungkinan ditemukan adanya kesamaan pada hasil pengukuran/pengamatan, sedangkan standar deviasi digunakan untuk memperoleh gambaran adanya hasil nilai tengah secara berbeda. Adapun rumus yang digunakan sebagai berikut : 1. Rata-rata(mean) ̅= Ket: ̅
: Mean rata-rata
x
: Nilai X ke 1 sampai ke n
n
: Jumlah Sampel
28
b. Analisa bivariat Analisa bivariat merupakan hasil dari variabel independen yang diduga mempunyai hubungan dengan variabel dependen. Analisa yang digunakan adalah tabulasi silang. Untuk menguji hipotesa di lakukan analisa statistic dengan menggunakan uji data chi-square test pada tingkat kemeknaannya adalah 95% (P<0,05), sehingga dapat diketahui ada tidaknya hubungan yang bermakna secara statistik dengan menggunakan program perhitungan uji chi-square selanjutnya ditarik suatu kesimpulan bila P lebih kecil dari alpha (P<0,05) maka Ho ditolak dan Ha diterima, menunjukkan ada hubungan bermakna antara variabel dependen dengan variabel independen. Perhitungan yan digunakan pada uji chi-square untuk program komputerisasi seperti program SPSS adalah sebagai berikut (Hartono, 2005) : 1. Bila pada table 2x2 dijumpai nilai e (harapan) kurang dari 5, maka uji yang digunakan adalah fisher exact 2. Bila pada table 2x2, dan tidak ada nilai E<5, maka uji yang dipakai sebaiknya Continuity correction. 3. Bila table lebih dari 2x2 masih juga terdapat frekuensi (harapan) e kuarang dari 5, maka dialkukan koreksi dengan menggunakan rumus yate’s correction contunity. 4. Pada uji chi-square hanya digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan tiga variabel.
29
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Secara Demografi lokasi Rumah Sakit Ibu dan Anak berada di jalan Prof. A. Majid Ibrahim no.13.Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Pemerintah Aceh yang dibentuk berdasarkan Qanun (Perda) Pemerintah Aceh nomor 5
tahun 2006
tentang susunan organisasi dan tata kerja badan pelayanan kesehatan Rumah Sakit Ibu dan Anak Provinsi Aceh ,selanjutnya dengan Qanun nomor 5 tahun 2007 terjadi perubahan nomenklatur menjadi Rumah Sakit Ibu dan Anak Provisi Aceh . RSIA Pemerintah Aceh adalah rumah sakit dengan tipe B
khusus,kapasitas
tempat tidur 98 TT, berdiri pada area seluas 9.307 m dengan luas bangunan 8.575 m, sesuai dengan fungsinya RSIA Pemerintah Aceh bertugas menyenggarakan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat khususnya kesehatan Ibu dan Anak
dengan jenis pelayanan meliputi Pelayanan Medik yaitu pelayanan gawat darurat, pelayanan rawat jalan, pelayanan rawat inap, kamar bedah, rawat intensif, penunjang medik, Rawat Jalan yaitu pelayanan dokter umum, pelayanan kesehatan ibu dan anak, pelayanan KB, pelayanan imunisasi. Rawat Inap yaitu perawatan kebidanan, perawat penyakit anak, perawatan bedah, perawatan penyakit dalam. Gawat Darurat yaitu pelayanan trauma, pelayanan non trauma. Perawatan intensif yaitu NICU /PICU,ICU.
30
Di tinjau dari segi geografis Rumah Sakit Ibu dan Aank Provinsi Aceh di batasi oleh : 1. Bagian Barat berbatasan dengan sungai 2. Bagian Timur berbatasan dengan jln.Prof A.Masjid Ibrahim 3. Bagian Selatan berbatasan dengan rumah panglima Kodam Iskandar Muda 4. Bagian Utara berbatasan dengan lorong bonsai
B. Pelaksanaan Penelitian Pengumpulan data penelitian dilaksanakan dari tanggal 29 Juli-2 Agustus 2013 di Rumah Sakit Ibu dan Anak Banda Aceh. Jumlah sampel yang diperoleh sebagai responden yaitu 40 orang. Teknik pengumpulan data yang dilakukan terhadap responden menggunakan observasi untuk mengukur Rupture Perineum Spontan dan Berat Badan Lahir. Untuk mengukur Posisi partus menggunakan kuesioner yang terdiri dari 1 pertanyaan dengan mencantumkan gambar-gambar posisi dalam persalinan. Untuk mengukur tehnik mengedan
menggunakan
kuesioner yang terdiri dari 5 pertanyaan.
C. Analisa Univariat Analisa univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dari variabel independen dan variabel dependen yang terdiri dari Posisi Partus, Berat Badan Lahir, Tehnik mengedan dan Rupture Perineum Spontan.
31
a. Posisi Partus Tabel : 5.1 Distribusi Frekuensi Posisi Partus di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Banda Aceh Tahun 2013
No
Posisi Partus
Frekuensi(F)
Persentase(%)
1
Tidak Terlentang
33
82,5
2
Terlentang
7
17,5
40
100
Jumlah Sumber Data Primer diolah Tahun 2013
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa dari 40 responden mayoritasnya menggunakan posisi partus secara tidak terlentang sebanyak 33 orang (82,5%).
b. Berat Badan Lahir Tabel : 5.2 Distribusi Frekuensi Berat Badan Lahir Dirumah Sakit Ibu Dan Anak Banda Aceh Tahun 2013
No 1 2
Berat Badan Lahir Normal BBLR
Jumlah Sumber Data Primer diolah Tahun 2013
Frekuensi (F)
Presentase (%)
36
90
4
10
40
100
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa dari 40 responden, yang memiliki Berat Badan Lahir Normal sebanyak 36 Orang (90%).
32
c. Teknik Mengedan Tabel : 5.3 Distribusi Frekuensi Teknik Mengedan Dirumah Sakit Ibu Dan Anak Banda Aceh Tahun 2013
No
Teknik Mengedan
Frekuensi (F)
Presentase (%)
1
Baik
32
80
2
Kurang
8
20
40
100
Jumlah Sumber Data Primer diolah Tahun 2013
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa dari 40 responden yang memiliki teknik mengedan yang baik sebanyak 32 Orang (80%).
d. Rupture Perineum Spontan Tabel : 5.4 Distribusi Frekuensi Rupture Perineum Spontan Dirumah Sakit Ibu Dan Anak Banda Aceh Tahun 2013
No 1
Rupture perineum spontan Sedang
2
Berat
Frekuensi (F)
Presentase (%)
33
82,5
7
17,5
40
100
Jumlah Sumber Data Primer diolah Tahun 2013
33
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa dari 40 responden yang memiliki rupture perineum spontan dengan tingkat sedang sebanyak 33 Orang (82,5%).
D. Analisa Bivariat 1. Hubungan Posisi Partus Terhadap Rupture Perineum Spontan Analisa Bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen yaitu hubungan posisi partus terhadap rupture perineum spontan pada persalinan dengan melakukan uji statistik chisquare dengan menggunakan uji Fisher’s Exact Test dengan tingkat kemaknaan 95% dan nilai P<0,05.
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Hubungan Posisi Partus terhadap Rupture perineum Spontan Pada persalinan Normal Di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Banda Aceh Tahun 2013
Rupture Perineum Spontan No
Posisi Partus
Sedang
Berat
F
%
f
%
Jumlah
%
1
Terlentang
0
0
7
100
7
100
2
Tidak terlentang
33
100
0
0
33
100
33
82,5
7
17,5
40
100
Total
PValue
0.000
34
Tabel 5.5 menunjukkan bahwa dari 33 responden yang melakukan posisi partus tidak terlentang, semua responden 33(100%) mengalami Rupture perineum spontan sedang. Dan dari 7 orang responden yang melakukan posisi partus secara terlentang, semua
responden 7(100%) mengalami rupture
perineum spontan tingkat berat. Dari hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara posisi partus dengan rupture perineum spontan pada persalinan normal di Rumah Sakit Ibu dan Anak Banda Aceh dengan nilai P<0,05.
2. Hubungan berat badan lahir Terhadap Rupture Perineum Spontan Analisa Bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen yaitu hubungan berat badan lahir terhadap rupture perineum spontan pada persalinan dengan melakukan uji statistik chi-square dengan menggunakan uji Fisher’s Exact Test dengan tingkat kemaknaan 95% dan nilai P<0,05. Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Hubungan berat badan lahir terhadap Rupture perineum Spontan Pada persalinan Normal Di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Banda Aceh Tahun 2013
No
Berat Badan lahir
Rupture Perineum Spontan Sedang f
%
Berat f
%
Jumlah
%
PValue
35
1
Normal
30
83,3
6
16,7
36
100
2
BBLR
3
75,0
1
25,0
4
100
33
82,5
7
17,5
40
100
Total
0,552
Tabel 5.6 menunjukkan bahwa dari 36 responden yang berat badan lahir normal, sebanyak 30 responden
(83,3%) mengalami Rupture perineum
spontan sedang. Dan dari 4 orang responden yang berat badan lahir rendah, sebanyak 3 responden (75,0%) mengalami rupture perineum spontan tingkat sedang. Dari hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara berat badan lahir dengan rupture perineum spontan pada persalinan normal di Rumah Sakit Ibu dan Anak Banda Aceh dengan nilai P>0,05.
3. Hubungan teknik mengedan Terhadap Rupture Perineum Spontan Analisa Bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen yaitu hubungan teknik mengedan terhadap rupture perineum spontan pada persalinan dengan melakukan uji statistik chi-square dengan menggunakan uji Fisher’s Exact Test dengan tingkat kemaknaan 95% dan nilai P<0,05. Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Hubungan teknik mengedan terhadap Rupture perineum Spontan Pada persalinan Normal Di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Banda Aceh Tahun 2013
36
No
Teknik mengedan
Rupture Perineum Spontan Sedang
Berat
f
%
f
%
Jumlah
%
1
Baik
33
100
0
0
33
100
2
Kurang
0
0
7
100
7
100
33
82,5
7
17,5
40
100
Total
PValue
0,000
Tabel 5.7 menunjukkan bahwa dari 33 responden yang teknik mengedan baik, semua responden 33 (100%) mengalami Rupture perineum spontan sedang. Dan dari 7 orang responden yang teknik mengedannya kurang, semua responden 7(100%) mengalami rupture perineum spontan tingkat berat. Dari hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara teknik mengedan dengan rupture perineum spontan pada persalinan normal di Rumah Sakit Ibu dan Anak Banda Aceh dengan nilai P<0,005.
E. Pembahasan 1. Hubungan posisi partus dengan rupture perineum spontan Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 33 responden yang melakukan posisi partus tidak terlentang, semua
responden 33(100%)
mengalami Rupture perineum spontan sedang. Dan dari 7 orang responden yang melakukan posisi partus secara terlentang, semua responden 7(100%) mengalami rupture perineum spontan tingkat berat.
37
Dari hasil analisa data menunjukkan bahwa ada hubungan antara posisi partus dengan rupture perineum spontan pada persalinan normal di Rumah Sakit Ibu dan Anak Banda Aceh dengan nilai P= 0,000. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Winkjosastro(2005), mengemukakan bahwa rupture perineum selain disebabkan oleh faktor ibu , pimpinan persalinan yang tidak sebagaimana mestinya seperti posisi saat persalinan (Posisi partus) yang tidak benar yakni posisi terlentang dapat menyebabkan rupture perineum yang lebih berat, sehingga untuk menghindari terjadinya rupture yang berat dengan memimpin persalinan secara benar yakni sebaiknya posisi setengah duduk atau berbaring miring. Hasil penelitian Rahmi, F (2006), bahwa ada hubungan antara Posisi persalinan
dengan rupture perineum pada ibu primigraviga di Bps. Sri
Hariati Bandung. Dimana ibu ibu primigravida
yang melakukan posisi
persalinan secara tidak terlentang umumnya 13 responden (64,2%) mengalami rupture perineum
ringan, sedangkan ibu yang melahirkan
dengan posisi terlentang 18 (68,6%) responden yang mengalami rupture perineum berat. Berdasarkan asumsi peneliti bahwa posisi partus berhubungan dengan rupture perineum spontan karena jika ibu menggunakan posisi terlentang, hal ini disebabkan ibu dengan posisi terlentang akan lebih mudah mengangkat bokongnya, maka kemungkinan besar akan terjadinya rupture yang berat.
38
Namun jika ibu melakukan posisi yang benar maka rupture akan lebih ringan seperti setengah duduk posisi ini cukup membuat ibu nyaman, posisi ini juga digunakan untuk pemeriksaan vagina (alat kelamin), dan suplai oksigen dari ibu kejanin pun juga dapat berlangsung secara maksimal. Sehingga mengurangi frekuensi terjadinya rupture perineum.
2. Hubungan berat badan lahir Terhadap Rupture Perineum Spontan Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 36 responden yang berat badan lahir normal, sebanyak 30 responden (83,3%) mengalami Rupture perineum spontan sedang. Dan dari 4 orang responden yang berat badan lahir rendah, sebanyak 3 responden (75,0%) mengalami rupture perineum spontan tingkat sedang. Dari hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara berat badan lahir dengan rupture perineum spontan pada persalinan normal di Rumah Sakit Ibu dan Anak Banda Aceh dengan nilai P= 0,552. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Winkjosastro (2005), mengemukakan bahwa Berat Badan Lahir merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya rupture perineum. Bila berat badan lahir rendah kemungkinan lebih kecil frekuensi terjadinya rupture perineum. Namun paritas dan jarak kelahiran juga merupakan faktor terjadi rupture perineum, jarak kelahiran yang telalu dekat memungkinkan terjadi rupture perineum yang berat.
39
Hasil penelitian Suliswati (2010), bahwa tidak ada hubungan antara berat badan lahir dengan rupture perineum di Rumah Sakit Umum fauziah Bireuen. Dimana berat badan lahir dengan makrosomia yang menyebabkan terjadinya rupture perineum umumnya 15 responden (68,2%) mengalami rupture tingkat sedang, sedangkan ibu yang melahirkanbayi dalam kategori normal, 18 (61,6%) responden yang mengalami rupture perineum berat. Berdasarkan asumsi peneliti bahwa
berat badan lahir tidak
berhubungan dengan rupture perineum spontan karena dimana seorang ibu yang melahirkan dengan berat badan lahir rendah tidak menutupi kemungkinan ibu tersebut mengalami tingkat rupture perineum yang sama dengan ibu yang melahirkan dengan berat badan bayi dalam kategori normal. Begitu hal nya dengan Berat badan dengan makrosomia tapi mengalami rupture perineum yang kecil, bahkan bayi yang lahir dengan berat badan rendah bisa mengalami rupture yang besar, itubisa disebabkan oleh mengedan yang salah.
3. Hubungan teknik mengedan Terhadap Rupture Perineum Spontan Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 33 responden yang teknik mengedan baik, semua responden 33 (100%) mengalami Rupture perineum spontan sedang. Dan dari 7 orang responden yang teknik mengedannya kurang, semua responden 7(100%) mengalami rupture perineum spontan tingkat berat.
40
Dari hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara teknik mengedan dengan rupture perineum spontan pada persalinan normal di Rumah Sakit Ibu dan Anak Banda Aceh dengan nilai P= 0,000. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Manuaba (2003), mengemukakan bahwa mengedan
yang benar dengan
mengedan sesuai dengan dorongan alamiah selama kontaksi. Selain itu juga ibu tidak di anjurkan untuk menahan nafas pada saat mengedan atau nafas jangan terengah-engah. Teknik mengedan yang benar yakni dimana saat ibu mengedan tidak mengangkat bokongnya. Menurut asumsi peneliti bahwa ada hubungan teknik mengedan dengan rupture perineum, karena jika teknik mengedan salah maka rupture perineum juga bisa lebih berat dibandingkan dengan teknik mengedan secara benar. Hal ini disebabkan oleh cara seseorang dalam mengatur nafas saat mengedan dan juga cara melakukan dorongan saat mengedan. Sehingga diperlukan pengetahuan ibu dan bantuan dari penolong agar ibu dapat mengedan dengan benar untuk mengurangi rupture perineum.
41
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan antara posisi partus, berat badan lahir, teknik mengedan dengan terjadinya rupture perineum spontan pada persalinan normal di Rumah sakit Ibu dan Anak Banda Aceh dapat disimpulkan hasil pembahasan sebagai berikut: 1.
Ada hubungan antara posis partus dengan rupture perineum spontan pada persalinan normal di Rumah sakit Ibu dan Anak Banda Aceh tahun 2013.
2.
Tidak ada hubungan antara berat badan lahir dengan
rupture perineum
spontan pada persalinan normal di Rumah sakit Ibu dan Anak Banda Aceh tahun 2013. 3.
Ada hubungan antara teknik mengedan dengan rupture perineum spontan pada persalinan normal di Rumah sakit Ibu dan Anak Banda Aceh tahun 2013.
42
B. Saran 1.
Kepada ibu yang akan bersalin agar melakukan posisi persalinan secara tidak terlentang dan teknik mengedan secara benar untuk mengurangi resiko terjadinya rupture perineum spontan saat persalinan normal.
2.
Kepada Pegawai rumah sakit ibu dan anak agar menganjuurkan pasien untuk melakukan posisi tidak terlantang saat persalinan agar mengurangi frekuensi rupture perineum derajat 3 dan 4.
3.
Kepada institusi pendidikan agar dapat lebih meningkatkan pengetahuan mahasiswa tentang faktor yang mempengaruhi terjadinya rupture perineum.
43
DAFTAR PUSTAKA Adnan, 2012, Bayi Berat Badan Lahir Rendah, copyright 2011-2012 kesehatan masyarakat. Powered by blogger. Di akses tanggal 09 januari 2013 Alimul, 2005. Riset Dan Teknik Penulisan Ilmiah Edisi Pertama, Jakarta, Selemba Medika Andro, 2012, Hubungan Berat Badan Lahir Dengan Rupture Perineum Persalinan Normal Primigravida, @Androskripsi.blogspot.Com Di akses tanggal 24 desmber 2012 Arikunto, 2003. Prosedur Penelitian, Jakarta, Rinika Cipta Budiarto,E.2002. Biostatistik Untuk Kedokteran Dan Kesehatan Masyarakat, Jakrta, EGC Depkes, 2004. Rupture Perineum. //www.lestdtudy-ryny.blogspot.com. di akses pada tanggal 12 januari 2013 Diah Nur, 2012. Posisi Meneran Saat Persalinan. http ://www. Blogdiah. Blogspot. com.diakses pada tanggal 12 maret 2013 Heimburger, 2009. Rupture Perineum.http ://www.scribd.com. diakses pada tanggal 09 januari 2013 Hilmy, 2010. Rupture Perineum. http://scribd.com. Diakses pada tanggal 09 januari 2013 Krinadi, 2009. Hubungan Berat Badan Lahir Dengan Rupture Perineum Persalinan Nomal Pada Persalinan Primigravida.http://www. Androskripsi. Blogspot.com.diakses pada tanggal 09 januari 2013 Lia, 2012. Cara Mengejan. http ://www. Bidanlia.blogspot.com.diakses pada tanggal 12 maret 2013 Manuaba, 2005. Hubungan Berat Badan Lahir Dengan Rupture Perineum Persalinan Normal Pada Primigravida.http://www. skipsi.pediat.com.diakses pada tanggal 13 januari 2013 Notoatmodjo, S. 2005. Metode Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta : Jakarta
44
Pratiwi, 2006. Hubungan Berat Badan Lahir Dengan Terjadinya Rupture Perineum Spontan Pada Persalinan Normal, Yayasan Harapan Bangsa Banda Aceh Prawirohardjo, 2007. Acuan Asuhan Persalinan Normal. YBPS : Jakarta Sarifuddin, 2005. Posisi Meneran Saat Persalinan. Salemba medika Jakarta Sastroasmoro, 2002. Pendekatan Metode Penelitian. Rineka Cipta Jakarta Siswono, 2003. Rupture Perineum. Rajawali Press Jakarta Sjahmien moehji, 2003. Ilmu Gizi Dan Penanggulangan Gizi Buruk. Papas Sinar Sinanti Bhratara. Jakarta Sumarah, dkk. 2009. Perawatan Ibu Bersalin Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin. Fitramaya : Yogyakarta Susi salfianti. 2001. Analisis Perbedaan Berat Badan Sebelum Dan Sesudh Menggunkan Kontrasepsi Suntik Di Bidan Praktek Swasta Ratna Ramlah Banda Aceh, Yayasan U’budiyah Banda Aceh Tsyania, 2007. Bayi Baru Lahir. Rineka Cipta Jakarta Winkjosastro, 2005. Rupture Perineum, Fitramaya : Jakarta