BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Sekolah Menengah Pertama (SMP) adalah jenjang pendidikan pada pendidikan formal di Indonesia setelah lulus Sekolah Dasar (SD). Di Indonesia, SMP berlaku sebagai jembatan antara Sekolah Dasar (SD) dengan Sekolah Menengah Atas (SMA) dimana siswa yang berhak melanjutkan ke jenjang SMP adalah siswa yang telah lulus SD dan siswa yang dapat melanjutkan ke jenjang SMA adalah siswa yang telah lulus SMP. SMP dibagi menjadi dua yaitu SMP Negeri dan SMP Swasta. Perbedaannya adalah terletak dari hak otonominya. SMP Negeri merupakan sekolah milik pemerintah kebijakannya berasal dari pemerintah. Sedangkan SMP swasta merupakan sekolah milik perorangan atau lembaga swasta sehingga kebijakannya berasal dari orang atau lembaga yang menaunginya (http://www.kemdiknas.go.id). SMP “X” merupakan salah satu sekolah swasta di kota Bandung. Sekolah ini merupakan sekolah yang didasarkan pada nilai-nilai kristiani. SMP “X” Bandung berada di bawah yayasan “Y” yang banyak membawahi sekolah Kristen di beberapa kota di Indonesia. Pada tahun ajaran 2011-2012, SMP “X” terdiri dari 26 kelas dengan jumlah keseluruhan 878 siswa. Menurut Kepala Sekolah, SMP “X” merupakan salah satu sekolah unggulan di kota Bandung. Hal ini dibuktikan pada tahun ajaran 2009-2010, SMP “X”
1
Universitas Kristen Maranatha
2
menjuarai UN se Jawa Barat. Para siswanya juga banyak memenangkan kompetisi baik dari tingkat sekolah sampai ke tingkat dunia, misalnya kompetisi Mulan Quan di Malaysia, Olimpiade Matematika dan Fisika, Kontes Robot tingkat Nasional dan berbagai pertandingan lainnya. Sekolah ini juga termasuk sekolah yang selektif dalam menerima siswanya karena untuk dapat diterima di sekolah ini, calon siswa harus melewati beberapa tahapan seleksi seperti psikotes, tes akademik dan juga tes keajegan berdasarkan standar yang diberikan oleh yayasan dengan tujuan untuk melihat kemampuan dari masing-masing siswanya. Kurikulum yang digunakan di sekolah ini adalah KTSP seperti kurikulum yang berlaku di Indonesia saat ini namun terdapat pengembangan dalam metode pembelajarannya. SMP “X” memiliki tuntutan yang harus dipenuhi oleh para siswanya. Hal ini tidak terlepas dari pandangan bahwa SMP “X” adalah sekolah unggulan di kota Bandung. Siswa SMP “X” dididik agar dapat berprestasi dalam bidang akademik maupun non akademik. Selain itu para siswanya pun diharapkan dapat memiliki karakter yang sesuai dengan nilai-nilai kristiani yaitu kejujuran, keramahan dan integritas. Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas 8 SMP “X” Bandung. hal ini dikarenakan siswa kelas 8 masih dihadapkan dengan tugas-tugas akademik yang cukup banyak. Selain itu siswa kelas 8 diharapkan telah terbiasa dengan sistem yang berlaku di sekolah dan juga tuntutan yang harus diselesaikan oleh siswa tersebut. Sedangkan siswa kelas 7 masih beradaptasi dengan lingkungan sekolah yang baru dan juga sistem yang baru sehingga masih
Universitas Kristen Maranatha
3
belum terlihat apakah siswa tersebut melakukan penundaan karena terbiasa atau karena belum dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Sementara, siswa kelas 9 sudah tidak lagi disibukkan dengan tugas-tugas sekolah karena lebih difokuskan untuk mengerjakan latihan persiapan ujian nasional. Untuk itulah peneliti mengambil sampel siswa kelas 8 SMP “X” Bandung. Tuntutan penting yang harus dipenuhi oleh siswanya antara lain siswa harus menghadiri kegiatan belajar setiap hari, mengikuti kegiatan praktikum, mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh guru seperti pekerjaan rumah dan tugas kelompok, mengikuti kegiatan ekstrakurikuler dan kegiatan lainnya. Selain itu siswa juga dituntut untuk mencapai nilai KKM (kriteria ketuntasan minimal) yang sudah ditetapkan oleh sekolah untuk setiap mata pelajaran. Nilai KKM untuk setiap mata pelajaran dapat berbeda-beda seperti nilai KKM agama, PKN, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris adalah 70, sedangkan nilai KKM IPA, IPS, Bahasa Mandarin, Bahasa Sunda adalah 65 (untuk lebih jelasnya lihat di lampiran G). Jika ada siswa yang belum memenuhi nilai KKM maka siswa tersebut harus mengikuti remedial. Remedial yang diadakan dibagi menjadi dua bagian yaitu remedial teaching dan remedial tes. Selanjutnya nilai-nilai yang diperoleh siswa tersebut dari nilai ulangan harian, tugas, MID, pra ULUM dan ULUM akan dimasukan ke dalam rumus perhitungan rapor. Rumus perhitungan rapornya adalah 25 % nilai ulangan harian, 15 % nilai tugas, 20% nilai MID dan 40 % nilai ULUM. Total nilai tersebut akan dibandingkan dengan nilai KKM dari tiap mata
Universitas Kristen Maranatha
4
pelajaran. Jadi jika ada satu mata pelajaran yang nilai rapornya belum mencapai nilai KKM maka siswa tersebut dinyatakan tidak naik kelas. Biasanya tiap tahun ada beberapa orang yang dinyatakan tidak naik kelas. Agar dapat mencapai nilai yang maksimal maka dalam proses belajarnya, siswa diharapkan dapat menyelesaikan semua tugas-tugas dan tanggung jawab yang diberikan guru di sekolah. Pada kenyataannya, tidak semua siswa melakukan dan menyelesaikan semua tanggungjawabnya. Berdasarkan keterangan dari guru bimbingan konseling, didapatkan data bahwa beberapa siswa tidak dapat menyelesaikan tugas-tugas akademiknya, misalnya mereka terlambat menyerahkan PR sesuai batas waktu yang ditetapkan gurunya karena belum selesai mengerjakan PR tersebut. Untuk itu guru tersebut biasanya akan memberikan perpanjangan waktu yaitu mulai dari satu hari sampai satu minggu agar tugas tersebut selesai. Namun kurang lebih sepertiga persen dari siswa-siswa tersebut belum juga menyelesaikan PR sampai batas pengumpulan kedua habis. Akhirnya guru akan memberikan hukuman dengan tidak memberikan nilai kepada siswa tersebut atau memberikan tugas tambahan yang baru sebagai hukuman karena tugas pertama tidak diselesaikan. Perilaku siswa yang menunda untuk mengerjakan tugas-tugas akademiknya dalam psikologi disebut prokrastinasi akademik. Prokrastinasi akademik adalah suatu kebiasaan atau pola perilaku berupa penundaan, dimana penundaan yang dilakukan sudah merupakan respon tetap yang selalu dilakukan seseorang dalam menghadapi tugas akademik (Ferrari dkk, 1995).
Universitas Kristen Maranatha
5
Ferrari (dalam Rizvi dkk, 1997) membagi prokrastinasi menjadi dua yaitu functional procrastination dan disfungsional procrastination. functional procrastination adalah penundaan mengerjakan tugas yang bertujuan untuk memperoleh informasi yang lebih lengkap dan akurat, seperti siswa menunda menyelesaikan tugas karena siswa mencari informasi melalui Koran, buku pelajaran, internet dan sebagainya agar didapatkan hasil yang lebih baik. Sedangkan disfungsional procrastination adalah penundaan yang tidak bertujuan, berakibat jelek dan menimbulkan masalah, seperti siswa menunda menyelesaikan PR atau tugas karena waktu yang ada digunakan untuk bermain game. Menurut Ellis dan Knaus (dalam Ferarri, 1995) jika perilaku penundaan itu dibiarkan maka akan menjadi trait atau sifat yang menetap. Dalam penelitian ini, yang dimaksud sebagai
prokrastinasi adalah
disfungsional procrastination. Jika dilihat dari perkembangan psikologisnya, usia 13 sampai 15 tahun menjadi masa stres bagi siswa. Hal ini karena adanya tuntutan yang harus dipenuhi oleh siswa tersebut, misalnya siswa diharapkan untuk tidak lagi bertingkah seperti anak-anak, siswa harus lebih mandiri dan bertanggung jawab. Siswa cenderung merasa bingung dalam menghadapi perubahan yang terjadi. Di satu sisi siswa menginginkan kebebasan seperti mengatur waktu belajar sendiri atau mengerjakan PR sendiri, tetapi di sisi lain siswa merasa sulit melakukan tanggung jawabnya sehingga siswa tersebut melakukan hal yang tidak seharusnya dilakukan, misalnya tidak membuat PR, tidak mencatat materi pelajaran dan sebagainya (Papalia dan Olds, 2001).
Universitas Kristen Maranatha
6
Berdasarkan survei awal yang dilakukan kepada 10 orang siswa kelas 8 SMP “X” Bandung, didapatkan hasil bahwa 3 orang siswa berusaha untuk menyelesaikan tugas-tugas akademiknya dengan cara mencicil PR atau tugas kelompok agar penyelesaiannya tidak terburu-buru. Siswa tersebut berusaha mengatur pembuatan atau penyelesaian PR agar waktu yang ada dapat digunakan untuk menyelesaikan semua PR tepat pada waktunya. Satu orang siswa selalu mencatat semua PR dari setiap mata pelajaran di buku agenda agar tidak lupa. Sepulang sekolah siswa tersebut langsung membuka agendanya dan mulai mengerjakan PR karena takut tidak dapat selesai tepat waktu. Sebanyak 5 orang siswa mengatakan bahwa siswa lebih senang menyelesaikan PR secara mendadak karena hari-hari sebelumnya bisa dipakai untuk bersantai. Siswa merasa lelah dengan kegiatan yang telah dilakukan di sekolah sehingga sepulang sekolah lebih banyak digunakan untuk bersantai. Namun ketika waktu pengumpulan sudah dekat, siswa akan mengerjakan dengan terburu-buru. Bahkan 2 orang siswa mengatakan orang tua harus marah-marah karena siswa tidur hingga larut malam demi menyelesaikan PRnya. Sedangkan 2 orang siswa mengatakan dengan sengaja menyelesaikan PR-nya di sekolah karena lebih mudah menyalin pekerjaan temannya. Satu orang siswa mengatakan bahwa alasan melihat pekerjaan teman adalah karena siswa malas mencari jawaban PR tersebut di buku pelajaran atau mencarinya di internet. Jika teman mereka pun belum mengerjakan PR tersebut maka siswa akan meminta waktu tambahan kepada guru untuk menyelesaikan PRnya atau jika tidak diberikan waktu tambahan maka siswa akan menerima
Universitas Kristen Maranatha
7
hukuman dari guru seperti diberi nilai nol, diberi teguran secara lisan, diminta mengerjakan PR namun nilainya hanya sama dengan nilai KKM. Berdasarkan survei awal tersebut terdapat perbedaan dalam hal mengerjakan PR yang dapat terkait pada perilaku prokrastinasi akademik siswa. Berdasarkan fakta dan data di atas, peneliti tertarik untuk melihat lebih dalam bagaimana gambaran prokrastinasi akademik pada siswa kelas 8 SMP “X” Bandung.
1.2. Identifikasi Masalah Dari penelitian ini ingin diketahui bagaimana gambaran prokrastinasi akademik pada siswa kelas 8 SMP “X” Bandung.
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1. Maksud Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran prokrastinasi akademik pada siswa kelas 8 SMP “X” Bandung. 1.3.2. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran derajat prokrastinasi akademik pada siswa kelas 8 SMP “X” Bandung.
Universitas Kristen Maranatha
8
1.4. Kegunaan Penelitian 1.4.1. Kegunaan Teoretis
Memberikan informasi yang diharapkan dapat memperkaya penelitian dan pemahaman kajian Ilmu Psikologi Pendidikan terutama mengenai prokrastinasi akademik pada siswa SMP.
Memberikan masukan bagi peneliti lain yang berminat melakukan penelitian lanjutan mengenai prokrastinasi akademik, khususnya pada siswa SMP.
1.4.2. Kegunaan Praktis
Memberikan informasi kepada Kepala Sekolah mengenai gambaran prokrastinasi akademik di SMP “X” Bandung. Informasi ini bertujuan agar dapat menjadi pertimbangan dalam membuat program belajar dan rencana pembelajarannya.
Memberikan informasi kepada guru mata pelajaran mengenai gambaran prokrastinasi akademik siswa sehingga guru dapat memiliki pertimbangan dalam memberikan tugas kepada siswanya.
Memberikan informasi kepada guru Bimbingan Konseling tentang gambaran prokrastinasi akademik sehingga guru Bimbingan konseling memiliki pertimbangan dalam memberikan konseling yang tepat bagi siswa yang sering melakukan penundaan.
Universitas Kristen Maranatha
9
1.5. Kerangka Pemikiran Siswa kelas 8 SMP “X” berada pada usia 13-15 tahun, yang merupakan tahap remaja (Papalia dan Olds, 2001). Pada tahapan ini seseorang akan memasuki fase dimana mereka biasanya sedang berada pada masa sekolah yaitu jenjang SMP. Pada masa ini siswa memiliki tugas-tugas sekolah yang harus diselesaikan agar mendapatkan nilai yang maksimal. Namun ketika siswa tersebut melaksanakan tugas-tugas sekolahnya, tidak semua siswa dapat menyelesaikannya dengan baik. Kesulitan yang dialami antara lain rasa malas untuk mengerjakan tugas-tugas sekolah, kesulitan mencari bahan tugas, pengaturan waktu yang kurang baik, melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan, dan sebagainya. Sebagian siswa berhasil mengatasi tantangan maupun kesulitan yang ada sehingga dapat mengerjakan dan menyelesaikan tugas-tugas sekolah tepat waktu. Namun sebagian lainnya mengalami kesulitan dan hambatan dalam mengerjakan dan menyelesaikan tugastugasnya sehingga tugas-tugas tersebut tidak selesai dan mendapat sanksi dari guru mata pelajaran tersebut. Cara siswa mengerjakan tugas pun berbedabeda. Sebagian siswa mengerjakan tugasnya dengan cara mencicil namun sebagian siswa lainnya menunda-nunda dalam penyelesaian tugas-tugas sekolahnya. Perilaku menunda-nunda mengerjakan tugas akademik disebut dengan prokrastinasi akademik (Ferarri, 1995). Jika prokrastinasi akademik dilakukan berulang-ulang dan sudah merupakan respon tetap yang selalu dilakukan siswa dalam menghadapi tugas-tugas penting di sekolahnya maka perilaku ini merupakan perilaku
Universitas Kristen Maranatha
10
disfunctional procrastination. Ferrari (dalam Rizvi dkk, 1997) membedakan prokrastinasi menjadi dua bagian yaitu functional procrastination dan disfunctional procrastination. Functional procrastination adalah penundaan yang dilakukan oleh siswa kelas 8 SMP “X” dalam mengerjakan tugas yang bertujuan untuk memperoleh informasi yang lebih lengkap dan akurat. Misalnya untuk mengerjakan tugas mengarang Bahasa Indonesia, siswa mencari dan mengumpulkan data dari berbagai sumber seperti internet, majalah, koran dan lainnya. Setelah bahan terkumpul, barulah siswa mengerjakan tugasnya hingga tuntas dan mengumpulkannya tepat waktu. Sedangkan disfunctional procrastination adalah penundaan yang dilakukan oleh siswa kelas 8 SMP “X” yang tidak bertujuan, berakibat jelek dan dapat menimbulkan masalah. Misalnya, siswa ketika diberikan tugas matematika untuk tiga hari kemudian, siswa dengan sengaja tidak mau membuatnya karena malas atau tidak mau berusaha. Pada saat harus mengumpulkan tugasnya, siswa menyalin PR temannya di pagi hari di kelas sebelum pelajaran dimulai. Perilaku ini jika dilakukan berulang kali akan menjadi perilaku menetap sehingga menjadi disfunctional procrastination. Dalam penelitian ini, prokrastinasi dibatasi sebagai disfunctional procrastination. Salomon dan Rothblum (1984) menyebutkan ada enam area akademik yang sering ditunda, yaitu tugas mengarang, belajar menghadapi ujian, membaca, tugas administratif, menghadiri pertemuan, dan kinerja akademik secara keseluruhan. Bagi siswa SMP “X” tugas mengarang yang dimaksud adalah tugas mengarang dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris seperti
Universitas Kristen Maranatha
11
membuat laporan kegiatan pada pelajaran bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Belajar menghadapi ujian yang dimaksud adalah ketika siswa SMP “X” belajar dalam menghadapi ulangan harian, MID semester, pra ULUM dan juga ULUM. Tugas lain yang harus dilakukan oleh siswa SMP “X” adalah membaca buku pelajaran dan juga materi tambahan yang diberikan oleh guru di kelas. Selain itu ada tugas administratif yang harus dikerjakan antara lain melakukan absensi harian dengan menggunakan kartu pelajar yang harus di scan pada mesin absensi, mencatat tugas-tugas sekolah di agenda atau mencatat materi yang dijelaskan oleh guru di kelas. Siswa SMP “X” juga ditugaskan untuk menghadiri pertemuan. Pertemuan yang dimaksud di sini adalah masuk sekolah setiap hari, mengikuti kegiatan belajar mengajar di kelas, hadir pada jam praktikum di laboratorium, mengikuti kegiatan olah raga di aula olah raga, remedial atau juga kerja kelompok yang dapat dilaksanakan disekolah maupun di luar jam sekolah. Sementara kinerja akademik secara keseluruhan yang dimaksud adalah cara bekerja siswa SMP “X” dalam menyelesaikan seluruh tugas dan tanggung jawabnya di sekolah. Prokrastinasi akademik memiliki empat aspek (Ferrari, 1995) yaitu penundaan dalam memulai maupun menyelesaikan kerja pada tugas yang dihadapi, keterlambatan dalam mengerjakan tugas, kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja aktual dan melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan daripada melakukan tugas yang harus dikerjakan. Pada siswa SMP “X” menyadari bahwa tugas mengarang, belajar menghadapi ujian, tugas membaca, tugas administratif, menghadiri pertemuan dan kinerja
Universitas Kristen Maranatha
12
akademik secara keseluruhan yang diberikan penting dan harus diselesaikan namun siswa tersebut malah memilih untuk menunda untuk memulai mengerjakan atau menunda untuk menyelesaikannya. Selain itu siswa juga memerlukan waktu yang lama daripada waktu yang dibutuhkan sebenarnya dalam mengerjakan tugas-tugas tersebut. Siswa yang melakukan prokrastinasi cenderung merasa kesulitan untuk mengerjakan tugas-tugasnya sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan sebelumnya dan dengan sengaja melakukan kegiatan lain yang lebih menyenangkan seperti bermain dengan teman, membaca buku cerita, menonton, dan sebagainya
daripada
menyelesaikan tugas-tugasnya sehingga tugas-tugas tersebut terlambat diserahkan pada guru atau bahkan tidak selesai. Prokrastinasi pada siswa SMP “X” tidak terjadi dengan sendirinya, ada lima faktor yang mempengaruhinya. Salomon dan Rothblum (1984) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prokrastinasi akademik adalah takut gagal, tidak suka terhadap tugas, pengaturan waktu, memerlukan bantuan orang lain, dan pengaruh teman. Faktor takut gagal adalah ketika siswa SMP “X” merasa takut tidak dapat menyelesaikan tugas-tugasnya. Rasa takut tersebut menyebabkan siswa merasa kurang yakin dapat mengerjakan tugas-tugasnya. Ketika perasaan takut itu muncul, siswa cenderung membutuhkan waktu yang lama untuk mempersiapkan tugas tersebut sehingga melewati batas waktu yang ditentukan. Hal ini yang menyebabkan derajat prokrastinasi akademiknya meningkat.
Universitas Kristen Maranatha
13
Kemudian faktor yang kedua adalah rasa tidak suka terhadap tugas. Ketika siswa menghayati bahwa tugas yang diberikan oleh guru tidak menyenangkan, maka motivasi dalam diri siswa untuk menyelesaikan tugas tersebut cenderung lemah. Hal ini menyebabkan siswa malas mengerjakan tugasnya. Ketika siswa malas mengerjakan tugasnya maka siswa tersebut cenderung menunda mengerjakan tugas-tugasnya. Faktor yang ketiga adalah pengaturan waktu. Siswa SMP “X” yang memiliki derajat prokrastinasi tinggi memiliki pengaturan waktu yang buruk dimana siswa tersebut tidak dapat memprioritaskan pengerjaan tugastugasnya yang penting dibandingkan kegiatan lain. Siswa cenderung melakukan kegiatan lain seperti membaca buku cerita, bermain game, jalan ke mall bersama teman, menonton televisi dan kegiatan menyenangkan lainnya dibandingkan menyelesaikan tugas-tugasnya. Akhirnya batas waktu habis dan tugasnya tidak dapat diselesaikan. Faktor keempat adalah memerlukan bantuan orang lain. Semakin besar siswa SMP “X” memiliki ketergantungan terhadap orang lain maka akan menyebabkan semakin tinggi pula siswa tersebut melakukan prokrastinasi akademik. Hal ini karena siswa tidak akan mengerjakan tugas-tugasnya jika tidak ada orang lain yang membantu. Orang lain yang membantu dalam hal ini bias teman atau orang dewasa, seperti guru mata pelajaran, orang tua atau guru les. Faktor terakhir yang mempengaruhi prokrastinasi akademik adalah pengaruh dari teman. Peran teman sebaya menjadi hal yang penting dalam
Universitas Kristen Maranatha
14
pengambilan keputusan siswa. Siswa SMP “X” yang mudah dipengaruhi oleh teman untuk menghindari tugasnya akan merasa tidak mampu menolak ajakan temannya untuk melakukan kegiatan lain di saat ia sedang mengerjakan tugas-tugas sekolahnya. sehingga siswa tersebut menunda mengerjakan tugasnya dan lebih memilih melakukan kegiatan lain yang lebih menyenangkan.
Universitas Kristen Maranatha
15
Uraian di atas dapat digambarkan dalam bagan kerangka pemikiran sebagai berikut : Enam Area Prokrastinasi Akademik : 1. 2. 3. 4. 5.
Tugas mengarang Belajar menghadapi ujian Membaca Tugas administratif Menghadiri pertemuan 6. Kinerja akademik secara keseluruhan
ASPEK-ASPEK PROKRASTINASI AKADEMIK : 1. Penundaan untuk memulai maupun menyelesaikan kerja pada tugas yang dihadapi. 2. Keterlambatan dalam mengerjakan tugas. 3. Kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja aktual. 4. Melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan daripada melakukan tugas yang harus dikerjakan. TINGGI
SISWA KELAS 8 SMP”X” BANDUNG
PROKRASTINASI AKADEMIK
RENDAH
Faktor-faktor yang mempengaruhi : 1. 2. 3. 4. 5.
Takut akan kegagalan. Tidak menyukai tugas. Pengaturan waktu. Memerlukan bantuan. Pengaruh teman.
Bagan 1.5 Kerangka Pemikiran
Universitas Kristen Maranatha
16
1.6. Asumsi Berdasarkan kerangka pemikiran di atas dapat ditarik asumsi sebagai berikut :
Dalam mengerjakan tugas-tugas akademik di sekolah, siswa kelas 8 SMP “X” Bandung memiliki derajat prokrastinasi akademik yang bervariasi yaitu tinggi dan rendah.
Prokrastinasi akademik yang dilakukan oleh siswa kelas 8 SMP “X” dapat berupa penundaan dalam memulai dan menyelesaikan tugas-tugas sekolah, keterlambatan dalam mengerjakan tugas-tugas sekolah, kesenjangan waktu antara rencana dan kenyataan dalam mengerjakan tugas-tugas sekolah, dan kecenderungan untuk melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan dibandingkan mengerjakan tugas-tugas sekolah.
Prokrastinasi akademik pada siswa kelas 8 SMP “X” dipengaruhi oleh faktor-faktor takut gagal dalam mengerjakan tugas-tugas sekolah, perasaan tidak suka terhadap tugas-tugas yang diberikan, pengaturan waktu dalam mengerjakan tugas-tugas sekolah, memerlukan bantuan orang lain dan pengaruh dari teman.
Universitas Kristen Maranatha