BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pendidikan agama Islam merupakan usaha secara sistematis dan pragmatis dalam membantu anak didik supaya mereka hidup sesuai dengan ajaran Islam.1 Dengan pendidikan agama diharapkan anak didik supaya kelak setelah selesai pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaranajaran agama Islam serta menjadikannya sebagai way of life (jalan kehidupan). Pendidikan merupakan kunci pembuka suatu bangsa.2 Pada saat ini kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat, sehingga kemajuan dalam pendiddikan mutlak diperlukan.3 Salah satu bentuk perubahan yang terjadi di dunia pendidikan adalah usaha peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) sebagai subjek atau pelaku pendidikan khususnya yang bersentuhan langsung dengan peserta didik. Pendidikan agama juga diharapkan mampu mendorong peserta didik untuk memelihara diri sendiri dan meningkatkan hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, masyarakat dan lingkungan.4 Adapun peran serta guru dalam pendidikan sangat signifikan sebagai pihak yang terlibat langsung dalam proses pembelajaran dengan segala tugasnya yaitu sebagai perencana,
1
Zainudin Dja’far, Dedaktik Metodik (Pasuruan: Garoeda Buana Indah, 1995), 21. H. A. R. Tilaar, Paradigma Baru Pendidikan Nasional (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), 1. 3 Nasution, Sosiologi Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 1999), 21. 4 http.//www.dik menum.go.id. 2
2
pelaksanaan dan sekaligus mengevaluasi KBM. Dengan demikian, dalam era reformasi sekarang ini telah terjadi perubahan peranan guru. Seorang guru tidak lagi berperan sebagai satu-satunya sumber belajar (learning resources), akan teapi lebih berperan sebagai pengelola pembelajaran (manager of intruction), sehingga antara siswa dan guru terjadi suatu kegiatan yang saling membelajarkan.5 Inilah makna proses pembelajaran berpusat kepada siswa (student oriented) siswa tidak dianggap sebagai sebagai objek belajar melainkan siswa ditempatkan sebagai subjek yang belajar sesuai bakat, minat dan kemampuan yang dimiliki. Maka seorang guru harus mampu menciptakan suasana pembelajaran yang inovatif, kreatif, sosialis dan sekaligus menyenangkan agar siswa termotivasi untuk lebih bersemangat belajar dan proses pembelajaran dapat berjalan efektif. Seorang guru diharapkan memiliki model atau strategi yang tepat uunuk menciptakan interaksi guru dan siswa secara sinergis. Agar pelaksanaan pembelajaran berjalan efisien dan efekif, diperlukan perencanaan yang tersusun secara sistematis dalam proses belajar mengajar menjadi lebih bermakna dan mengaktifkan siswa secara direncanakan ke dalam skenario yang jelas.6 Metode mengajar merupakan suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang dipergunakan oleh seoragn guru atau instruktur.7 Di dalam
5
Wina Sanjaya, Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Bebasis Kompetensi (Jakarta: Kencana, 2008), 73. 6 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), 69. 7 Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, Stategi Belajar Mengajar (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2005), 52.
3
lembaga pendidikan, orang lain yang disebut sebagai siswa atau murid, yang dalam proses belajar agar dapat menerima, menguasai, dan lebih-lebih mengembangkan bahan pelajaran itu. Maka cara-cara mengajar serta cara belaajar haruslah setepat-tepatnya dan seefisien serta seefektif mungkin.8 Dari uraian di atas jelaslah bahwa metode mengajar itu mempengaruhi belajar. Metode belajar guru yang kurang baik akan mempengaruhi belajar siswa yang tidak baik pula. Metode mengajar yang kurang baik itu dapat terjadi misalnya karena guru kurang persiapan dan kurang menguasai bahan pelajaran sehingga guru kurang kurang menguasai materi, sehingga siswa kurang senang terhadap pelajaran atau gurunya. Yang perlu diperhatikan dalam memilih metode pembelajaran adalah metode pembelajaran harus sesuai dengan tujuan, jenis dan sifat materi pelajaran serta kemampuan dalam memahami dan melaksanakan model pembelajaran tersebut. Berdasarkan penjajagan awal di lapangan, telah ditemukan kurang lebih 30% siswa-siswi kelas XII IPA 3 SMA Negeri 1 Ponorogo kurang memperhatikan pelajaran, seperti ramai sendiri.9 Mereka juga merasa bosan dengan strategi yang monoton (ceramah). Dengan demikian, pemilihan metode pembelajaran yang tepat adalah menjadi salah satu alternatif dalam mencapai tujuan belajar agar menjadi lebih efektif, yaitu dengan
8 Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003), 65. 9 Hasil Observasi selaku peserta PPLK pada tanggal 05 Nopember 2008 pukul 08:2009:40.
4
menggunakan model pembelajaran kooperatif (the student group) salah satunya. Bertolak dari masalah di atas, penelitian ini berbasis PTK (Penelitian Tindakan Kelas) dengan judul Efektifitas Pembelajaran PAI Melalui Strategi The student group di Kelas XII IPA 3 SMA Negeri I Ponorogo Semester Gasal Tahun Pelajaran 2008/2009.
B. Fokus Penelitian Penelitian ini difokuskan pada upaya guru PAI dalam meningkatkan efektifitas pembelajaran siswa kelas XII IPA 3 SMA Negeri I Ponorogo dan implementasi model pembelajaran kooperatif The student group dalam bidang studi PAI semester gasal tahun pelajaran 2008-2009.
C. Rumusan Masalah Berdasarkan dari latar belakang dan fokuus penelitian yang telah diuraikan di atas dalam skripsi ini terdapat beberapa rumusan masalah yang perlu dirumuskan, yaitu: 1. Bagaimana pembelajaran PAI di Kelas XII IPA 3 SMA Negeri I Ponorogo tahun pelajaran 2008/2009 ? 2. Bagaimana pembelajaran PAI melalui strategi The student group di Kelas XII IPA 3 SMA Negeri I Ponorogo tahun pelajaran 2008/2009 ? 3. Bagaimana efektivitas pembelajaran PAI melalui strategi The student group di Kelas XII IPA 3 SMA Negeri I Ponorogo tahun pelajaran 2008/2009 ?
5
D. Tujuan PTK Tujuan PTK ini adalah sebagai uupaya untuk meningkatkan efektifitas pembelajaran siswa kelas XII IPA 3 SMA Negeri I Ponorogo. Selain itu juga untuk menambah ayau upaya meningkatkan prestasi belajar siswa. Tujuan yang hendak dicapai secara terperinci : 1. Untuk mendeskripsikan dan menjelaskan pembelajaran PAI di Kelas XII IPA 3 SMA Negeri I Ponorogo tahun pelajaran 2008/2009. 2. Untuk mendeskripsikan dan menjelaskan pembelajaran PAI melalui strategi The student group di Kelas XII IPA 3SMA Negeri I Ponorogo tahun pelajaran 2008/2009. 3. Untuk mengetahui sejauh mana efektivitas pembelajaran PAI melalui strategi The student group di Kelas XII IPA 3 SMA Negeri I Ponorogo tahun pelajaran 2008/2009.
E. Hipotesis Tindakan Kelas Hipotesis tindakan kelas dalam PTK ini adalah: 1. Aktifitas siswa akan meningkat dengan kegiatan belajar bersama dalam kelompok dan juga saling membantu antara teman dalam belajar, sehingga tercipta solidaritas antar siswa. 2. Hasil belajar PAI akan meningkat dengan model pembelajaran kooperatif The student group dalam bidang studi PAI. 3. Pembelajaran PAI menjadi efektif dengan model pembelajaran kooperatif “The student group”.
6
F. Manfaat Hasil Penelitian Tindakan Kelas Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat yang berarti bagi: 1. Siswa a. Siswa lebih berperan aktif dalam proses pembelajaran. b. Melatih siswa untuk saling menghargai sesama siswa yang lain. c. Meningkatkan kepahaman tentang ketuntasan belajar. 2. Guru a. Memperkaya wawasan pembelajaran dalam proses pembelajaran. b. Meningkatkan ketetapan dalam pemilihan strategi pembelajaran. c. Memperoleh seperangkat pengalaman dan inovasi pembelajaran PAI. d. Memepermudah mentransfer materi kepada siswa. e. Meningkatkan kemampuan guru untuk memecahkan masalah. 3. Sekolah a. Mendapatkan informasi tentang strategi pembelajaran yang tepat untuk diterapkan oleh guru lain. b. Dapat meningkatkan kualitas sekolah.
G. Sistematika Pembahasan Dalam rangka mempermudah penulisan skripsi, maka pembahasan dalam laporan penelitian ini, penulis membagi ke dalam lima Bab, yang masing-masing terdiri dari sub-sub bab yang berkaitan. Adapun sistematika pembahasan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
7
BAB I Pendahuluan, memuat latar belakang masalah, fokus penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian tindakan kelas, hipotesis tindakan kelas, manfaat hasil penelitian tindakan kelas dan sistematika pembahasan. BAB
II
Menguraikan
landasan
teoritik
tentang
efektivitas
pembelajaran pendidikan agama islam, metode pendidikan agama, strategi pembelajaran aktif (salah satunya strategi the student group) dan model pembelajaran kooperatif. BAB III, Berisi tentang metodologi penelitian mencakup gambaran umum objek tindakan kelas, setting/ lokasi penelitian tindakan kelas, metode pengumpulan data, metode analisa data dan tahap-tahap penelitian. BAB IV, menguraikan tentang hasil penelitian dan pembahasannya yang meliputi gambaran setting penelitian, penjelasan per siklus, proses analisa data per siklus, pembahasan dan pengambilan kesimpulan. pembahasan yang menjelaskan latar belakang diterapkan model pembelajaran kooperatif dan juga salah satu cara pembelajaran aktif yaitu menggunakan strategi the student group, serta efektivitas pembelajaran pendidikan agama. Setelah menerapkan strategi tersebut di Kelas XII IPA 3 SMA Negeri I Ponorogo. BAB V Penutup merupakan bab terakhir dalam skripsi ini berisi kesimpulan dan saran.
8
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Ruang Lingkup Efektivitas Pembelajaran Pendidikan Agama Islam 1. Efektivitas Pembelajaran Pendidikan Agama Islam a. Pengertian Efektivitas Efektivitas mempunyai akar kata yaitu efektif yang berasal dari bahasa Inggris "Effective". Menurut kamus bahasa Inggris, effective berarti manjur, berhasil dan tepat. Dari kata sifat tersebut terbentuklah kata benda yaitu efektivitas (Effectivity). Kata benda dasar sifatnya abstrak tetapi dapat diukur. Efektif adalah dapat membawa hasil, berhasil guna (tata, usaha dan tindakan).10 Efektif adalah dapat mencapai tujuan, sangkut, mengena.11 Efektif adalah tepat pada sasaran, mempunyai akibat yang tepat.12 Secara umum, teori keefektifan berorientasi pada tujuan. Hal ini sesuai dengan beberapa pendapat yang dikemukakan ahli tentang keefektifan seperti yang diketengahkan Elzioni, bahwa keefektifan adalah derajat di mana suatu organisasi mencapai tujuannya dan
10 Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), 219. 11 Mohammad Ngefenan, Kamus Kesustraan (Surabaya: Ef Har Offcet, 1990), 45. 12 Ys. Marjo, Kamus Terminologi (Surabaya: Bringin Jaya, 1994), 99.
9
menurut Surgevoni, keefektifan organisasi adalah kesesuain hasil yang dicapai organisasi dengan tujuan.13 Dengan demikian, efektivitas belajar juga berorientasi pada sasaran dan tujuan, bukan hanya menilai hasil belajar siswa, tetapi semua upaya yang menyebabkan anak belajar. Artinya, kualifikasi guru dan personel lainnya, kinerja guru dan personel lainnya, kepemimpinan dan kebijakan sekolah, iklim sekolah, budaya yang berkembang,
hubungan
dengan
masyarakat,
layanan-layanan
penunjang siswa belajar dan sebagainya menjadi indikator yang turut menentukan efektivitas belajar.14 Adapun ukuran efektivitas bukan berarti tanpa problem, secara umum saat ini akan diterima bahwa apa yang dilakukan sekolah memiliki pengaruh besar terhadap pengembangan anak. Jadi sekolah yang efektif didefinisikan sebagai jika kemajuan pelajar lebih cepat dari pada apa yang diprediksi sebelumnya.15 Pembelajaran dikatakan efektif bila perlakuan atau metode (treatment) yang diterapkan dalam proses belajar mengajar sesuai atau cocok dengan perbedaan kemampuan (aptitude) siswa. Implikasinya adalah bahwa dalam melaksanakan pembelajaran di kelas yang harus diperhatikan guru bukan hanya kelompok siswa yang memiliki kemampuan rata-rata, tapi juga siswa yang lambat atau berkemampuan 13
Aan Komariah dan Cepi Triatna, Visionary Leadership Menuju Sekolah Efektif (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006), 7. 14 Ibid., 33. 15 Fahrurrozi, Manajemen Strategi Kepemimpimam Pendidikan, terj. (Yogyakarta: Ircisod. 2006), 151.
10
rendah dan siswa yang pandai, sehingga setiap mereka berkembang sesuai dengan kecepatan masing-masing.16 Efektivitas pembelajaran, menurut Hunt pembelajaran itu efektif jika pembelajar mengalami berbagai pengalaman baru dan perilakunya menjadi berubah menuju titik akumulasi kompetensi yang dikehendaki. Akan tetapi, idealis tersebut tidak akan tercapai jika tidak melibatkan siswa dalam perencanaan dan proses pembelajaran. Jika semuanya berjalan dengan baik, maka akan tercapai kompetensi harapannya, kecintaan mereka pada sekolah akan tumbuh dan mereka benar-benar menjadi anak terpelajar, beradab dan menaati berbagai aturan yang berlaku di masyarakat. Menciptakan kelas efektif dengan peningkatan efektivitas proses pembelajaran tidak bisa dilakukan dengan parsial, tetapi harus holistik (menyeluruh), yang mana dalam teori Hunt ada lima bagian penting
dalam
peningkatan
efektivitas
pembelajaran,
yaitu:
perencanaan, komunikasi, pengajaran, pengaturan dan evaluasi.17 Dalam keseluruhan proses pendidikan, khususnya proses pembelajaran di sekolah dan madrasah, guru memegang peran utama dan sangat penting. Perilaku guru dalam proses pendidikan dan belajar, akan memberikan pengaruh dan corak yang kuat bagi pembinaan perilaku dan kepribadian anak didiknya.
16
Safruddin Nurdin, Model Pembelajaran yang Memperhatikan Keragaman Individu Siswa dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (Jakarta: PT. Ciputat Press, 2005), 243. 17 Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis (Jakarta: Kencana, 2004), 120.
11
Guru mempunyai peranan yang amat luas baik di sekolah, keluarga dan di masyarakat. Di sekolah guru berperan sebagai perancang atau perencana, pengelola pengajaran dan pengelola hasil pembelajaran siswa. Guru yang baik dan efektif adalah guru yang dapat memainkan peranan-peranan baik di sekolah, keluarga di dalam masyarakat. Tingkat efektivitas keberhasilan belajar siswa ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain pendekatan (approach), strategi dan metode. Dalam kaitannya dengan belajar mengajar, pemakaian istilah strategi dimaksudkan sebagai daya upaya guru dalam menciptakan suatu sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar mengajar. Maksudnya agar tujuan pengajaran yang telah dirumuskan dapat tercapai secara berdaya guna dan berhasil guna, guru dituntut memiliki kemampuan mengatur secara umum komponen-komponen pengajaran sedemikian rupa sehingga terjalin keterkaitan fungsi antar komponen pengajaran yang dimaksud. Dengan rumusan lai dapat juga dikemukakan bahwa strategi berarti pilihan pola kegiatan belajar mengajar yang diambil untuk mencapai tujuan secara efektif. Untuk melaksanakan tugas secara profesional, guru memerlukan wawasan yang mantap tentang kemungkinan-kemungkinan strategi belajar
12
mengajar yang sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan secara eksplisit dan implisit.18 Dalam kegiatan belajar mengajar terdapat dua hal yang turut menentukan
keberhasilannya,
yakni
pengaturan
proses
belajar
mengajar dan pengajaran itu sendiri yang keduanya mempunyai saling ketergantungan. Kemampuan mengatur proses belajar mengajar yang baik akan menciptakan situasi yang memungkinkan anak belajar sehingga mencapai titik awal keberhasilan pengajaran. Siswa dapat belajar dalam suasana yang wajar. Dalam kegiatan belajar mengajar, siswa memerlukan sesuatu yang memungkinkan untuk berkomunikasi secara baik dengan guru, teman maupun dengan lingkungannya. Kebutuhan akan bimbingan, bantuan dan perhatian guru yang berbeda untuk setiap individu siswa. Untuk menciptakan suasana yang menumbuhkan gairah belajar dan meningkatkan prestasi belajar siswa, mereka membutuhkan pengorganisasian proses belajar yang baik. Proses belajar mengajar merupakan suatu rangkaian kegiatan guru untuk menumbuhkan dan mempertahankan organisasi belajar mengajar yang efektif, yang meliputi: tujuan pengajaran, pengaturan penggunaan waktu luang, pengaturan ruang dan alat perlengkapan pelajaran di kelas serta pengelompokan siswa dalam mengajar.
18
Abu Ahmadi dan Joko Prasetyo, Strategi Belajar Mengajar (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997), 12.
13
Dalam proses belajar mengajar disebut efektif bila tujuan pengajaran yang dirumuskan dapat tercapai. Selain menggunakan strategi belajar mengajar yang tepat, guru harus memperhatikan beberapa faktor yang lain, antara lain faktor situasi interaksi antara guru, murid dan bahan pelajaran untuk mencapai tujuan. Jadi untuk mengajar yang efektif, di samping menggunakan strategi belajar mengajar yang tepat juga harus memperhatikan dan melaksanakan prinsip-prinsip mengajar. Tugas utama guru sebagai pengelola proses belajar mengajar, tidaklah cukup ditunjang oleh penguasaan materi saja. Mengelola proses belajar mengajar merupakan proses yang kompleks yang melibatkan berbagai faktor baik yang bersifat intern maupun ekstern yang semuanya saling berinteraksi dan saling mempengaruhi. Oleh karena itu, agar guru dapat melaksanakan tugas mengajar dengan baik, mau tidak mau dituntut untuk menguasai materi yang akan disampaikan kepada siswa, metode yang tepat dan pemahaman tentang berbagai karakteristik yang dimiliki anak. Pemahaman ini diperlukan agar guru dapat memberikan pengajaran sesuai dengan berbagai kekhususan yang dimiliki oleh setiap anak. Tugas guru pada dasarnya terbagi menjadi dua kelompok, yaitu:
14
1) Tugas sebagai pengajar Dalam tugas sebagai pengajar, guru bertanggung jawab atas hasil kegiatan belajar anak, khususnya melalui interaksi edukatif. Untuk menjalankan fungsinya guru harus dapat menciptakan suasana
dan kondisi belajar yang sebaik-baiknya
dengan
menggunakan berbagai metode agar anak dapat mencapai hasil belajar secara maksimal. Di samping itu, guru juga dituntut mempunyai kemampuan utama yaitu menguasai seperangkat materi
yang
akan
ditransfer
kepada
anak
dalam
proses
pembelajaran, sehingga tugas guru sebagai pengajar akan lebih banyak
menyikapi anak
sebagai anggota kelompok
yang
diperlakukan sama, di mana sekelompok siswa diajar oleh guru yang sama, dengan materi dan metode yang sama dalam tempat dan waktu yang sama pula, sehingga kemampuan guru sebagai pengajar lebih mengarah pada berbagai kompetensi seperti telah disinggung di bagian pertama yang secara khusus menyangkut kemampuan dan keterampilan dalam: a) Perencanaan dan persiapan mengajar b) Penyajian pelajaran c) Penilaian hasil belajar anak d) Membina hubungan dengan peserta didik e) Memiliki sikap profesional
15
2) Tugas guru sebagai pendidik Tugas
guru
sebagai
pendidik
nampaknya
memang
merupakan tugas yang lebih sulit untuk dapat didiskripsikan dan diteorikan, mengingat bahwa dalam menjalankan tugasnya, di satu pihak guru harus menerima anak sebagaimana adanya. Serta mampu menyelami pikiran, kemampuan, kemauan dan perasaan anak, di lain pihak guru dituntut harus pula dapat mendorong dan memotivasi anak untuk berkembang secara maksimal, yang secara lebih jauh diharapkan dapat mengatasi berbagai kekurangan yang mereka miliki untuk dapat mencapai kehidupan yang lebih sempurna.19 b. Pengertian Pembelajaran Akhir-akhir ini muncul istilah baru yaitu pembelajaran terdapat perbedaan pengertian antara pengajaran dan pembelajaran. Pengajaran terpusat pada guru, sedangkan pembelajaran terpusat pada siswa. Beberapa ahli merumuskan pengertian pembelajaran. 1) Pembelajaran adalah membelajarkan siswa mengenai azaz pendidikan maupun teori belajar yang merupakan penentu utama keberhasilan
pendidikan,
pembelajaran
merupakan
proses
komunikasi dua arah.20 2) Pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam 19
Endang Poerwati dan Nur Widodo, Perkembangan Peserta Didik (Malang: UMM Press, 2002), 9-10. 20 Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), 72.
16
tingkah laku dalam kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu. 3) Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi. Material pasilitas, perlengkapan dan prosedur
yang
saling
mempengaruhi
mencapai
tujuan
pembelajaran.21 Dari teori-teori yang dikemukakan banyak ahli tentang pembelajaran. Ada tiga rumusan penting dalam pembelajaran, yaitu: 1) Pembelajaran adalah upaya mengorganisasi lingkungan untuk menciptakan kondisi belajar bagi peserta didik. Disini sekolah berfungsi menyediakan lingkungan yang dibutuhkan siswa antara lain menyiapkan program belajar, bahan pengajaran, metode mengajar, dan lain-lain. 2) Pembelajaran adalah upaya mempersiapkan peserta didik untuk menjadi warga masyarakat yang baik 3) Pembelajaran adalah suatu proses membantu siswa menghadapi kehidupan masyarakat sehari-hari. Proses pembelajaran tidak hanya terbatas dalam ruangan saja, tetapi dapat dilaksanakan dengan cara membaca buku, belajar di kelas, atau di laboratorium. Karena diwarnai oleh organisasi dan interaksi
21
Oemar Hamalik. Kurikulum dan Pembelajaran (Jakarta: Bumi Aksara, 2003). 72.
17
antara
berbagai
komponen
yang
saling
berkaitan,
untuk
membelajarkan peserta didik.22 c. Pengertian Pendidikan Agama Islam Pendidikan Agama Islam ialah usaha-usaha secara sistematis dan pragmatis dalam membantu anak didik supaya mereka hidup sesuai dengan ajaran Islam. Menurut Drs. H. Abdul Rachman , Pendidikan Agama Islam ialah usaha berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik supaya kelak setelah selesai pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam serta menjadikannya sebagai way of life (jalan kehidupan). Menurut Zakiah Daradjat dalam bukunya Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi. Pendidikan Agama Islam adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh. Lalu menghayati tujuan, yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan hidup. Sedangkan menurut A. Tafsir, pendidikan agama Islam adalah bimbingan yang diberikan seseorang kepada seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam. Mata
pelajaran
pendidikan
agama
Islam
itu
secara
keseluruhannya dalam lingkup al-Qur’an dan al-Hadits, keimanan, akhlak, fiqih atau ibadah dan sejarah, sekaligus menggambarkan
22
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2006), 240.
18
bahwa ruang lingkup pendidikan agama Islam mencakup perwujudan keserasian, keselarasan dan keseimbangan hubungan manusia dengan Allah SWT, diri sendiri, sesama manusia, makhluk lainnya maupun lingkungannya (Hablun minallah wa hablun minannas).23 Jadi pendidikan agama Islam merupakan usaha sadar yang dilakukan pendidik dalam rangka mempersiapkan peserta didik untuk meyakini, memahami dan mengamalkan ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau pelatihan yang telah ditentukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pengertian pendidikan agama Islam lebih jauh dari itu, sebab pendidikan agama Islam tidak saja menyampaikan "science" tentang Islam
kepada
anak
didik,
tetapi
yang
lebih
penting
ialah
menyampaikan aspek pendidikannya, yakni: menanamkan dan meningkatkan keimanan anak didik kepada agama Islam, supaya menjadi
penganut-penganut
agama
Islam
yang
taat
dalam
kehidupannya sehari-hari.24 Maka sesuai dengan pengertian pendidikan agama Islam sedemikian itu, suatu pendidikan agama Islam baru dapat dikatakan berhasil jika anak didik yang dihasilkannya selain memiliki ilmu-ilmu tentang Islam, yang lebih penting adalah mereka mengamalkan ilmu-ilmu Islam dalam kehidupan sehari-hari
23 Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004, 130. 24 Mahfudh Shalahuddin, et.al, Metodologi Pendidikan Agama (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1987), 10.
19
d. Fungsi Pendidikan Agama Islam Kurikulum pendidikan agama Islam untuk sekolah atau madrasah berfungsi sebagai berikut: 1) Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta didik kepada Allah SWT yang telah ditanamkan dalam lingkungan keluarga. Pada dasarnya dan pertama-tama kewajiban menanamkan keimanan dan ketakwaan dilakukan oleh setiap orang tua
dalam
keluarga.
Sekolah
berfungsi
untuk
menumbuhkembangkan lebih lanjut dalam diri anak secara optimal sesuai dengan tingkat perkembangannya. 2) Penanaman
nilai,
sebagai pedoman
hidup untuk
mencari
kebahagiaan hidup di dunia dan di akherat. 3) Penyesuaian
mental,
untuk
menyesuaikan
diri
dengan
lingkungannya baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dan dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran agama Islam. 4) Perbaikan,
yaitu
untuk
memperbaiki
kesalahan-kesalahan,
kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan, pemahaman dan pengalaman ajaran dalam kehidupan sehari-hari. 5) Pencegahan,
yaitu
untuk
menangkal
hal-hal
negatif
dari
lingkungannya atau dari budaya lain yang dapat membahayakan
20
dirinya atau menghambat perkembangannya menuju manusia Indonesia seutuhnya. 6) Pengajaran, tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum (alam nyata dan nir nyata), sistem dan fungsionalnya. 7) Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki bakat khusus di bidang agama Islam agar bakat tersebut berkembang secara optimal. Feisal (1999) berpendapat bahwa terdapat beberapa pendekatan yang digunakan dalam memainkan fungsi agama Islam di sekolah: 1) Pendekatan nilai universal (makro), yaitu suatu program yang dijabarkan dalam kurikulum. 2) Pendekatan meso, artinya pendekatan program pendidikan yang memiliki kurikulum, sehingga dapat memberikan informasi dan kompetisi pada anak. 3) Pendekatan ekso, artinya pendekatan program pendidikan yang memberikan
kemampuan
kebijakan
pada
anak
untuk
membudidayakan nilai agama Islam. Pendekatan makro, artinya pendekatan program pendidikan yang memberikan kemampuan kecukupan keterampilan seseorang sebagai profesional yang mampu mengemukakan ilmu teori, informasi yang diperoleh dalam kehidupan sehari-hari.25
25
Abdul Majid dan Dian, Pendidikan Agama, 134.
21
e. Tujuan Pendidikan Agama Islam 1) Tujuan Umum Tujuan umum ialah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan, baik dengan pengajaran atau dengan cara yang lainnya. Tujuan ini meliputi aspek kemanusiaan, seperti sikap, tingkah laku, penampilan, kebiasaan dan pandangan. Tujuan umum pendidikan Islam harus sejajar dengan pandangan Islam pada manusia, yaitu makhluk Allah yang mulia dengan akalnya, perasaannya, ilmunya dan kebudayaannya, pantas menjadi khalifah di bumi. Tujuan umum pendidikan agama Islam harus dikaitkan pula dengan tujuan pendidikan nasional negara tempat pendidikan Islam itu dilaksanakan serta harus dikaitkan pula dengan tujuan institusional lembaga yang menyelenggarakan pendidikan. 2) Tujuan Sementara Tujuan sementara adalah sasaran sementara yang harus dicapai oleh umat Islam yang melaksanakan pendidikan Islam. Tujuan sementara di sini, yaitu tercapainya berbagai kemampuan seperti kecakapan jasmaniah, pengetahuan membaca, menulis, pengetahuan ilmu-ilmu kemasyarakatan, kesusilaan, keagamaan, kedewasaan jasmani, rohani dan sebagainya.
22
3) Tujuan Akhir Adapun tujuan akhir pendidikan Islan yaitu terwujudnya kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang seluruh aspekaspeknya merealisasikan atau mencerminkan ajaran Islam. Menurut
Drs.
Ahmad
D.
Marimba,
aspek-aspek
kepribadian itu dapat dikelompokkan ke dalam tiga hal, yaitu: a) Aspek-aspek kejasmaniahan b) Aspek-aspek kejiwaan c) Aspek-aspek kerohanian yang luhur.26 f. Kedudukan Pendidikan Islam dalam Pendidikan Nasional Adakalanya sebagai Mata Pelajaran dan Adakalanya sebagai Lembaga 1) Sebagai mata pelajaran Istilah pendidikan agama Islam di Indoesia dipergunakan untuk nama suatu pelajaran di lingkungan sekolah-sekolah yang berada di bawah Departemen Pendidikan Nasional. Pendidikan Agama, dalam hal ini agama Islam termasuk dalam struktur kurikulum. Maksudnya termasuk dalam kelompok mata pelajaran wajib dalam setiap jalur jenis dan jenjang pendidikan, berpedoman dengan mata pelajaran lain seperti pendidikan kewarganegaraan, bahasa, matematika, sosial dan budaya.
26
Hamdani Ihsan dan A. Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1998), 62.
23
2) Sebagai lembaga Apabila pendidikan agama Islam di lingkungan lembaga pendidikan yang berada di bawah nauangan Departemen Pendidikan Nasional terwujud sebagai mata pelajaran. Maka di lingkungan
Departemen
Agama
terwujud
sebagai
satuan
pendidikan yang terjenjang naik mulai dari taman kakak-kakak (Raudhat al-Athfal). Sampai ke Perguruan Tinggi (Al-Jami'at).27 2. Cara Meningkatkan Efektivitas Pembelajaran a. Guru harus menyusun perencanaan pembelajaran yang bijak Dalam upaya meningkatkan efektivitas proses pembelajaran untuk mencapai hasil belajar terbaik sesuai harapan. Perencanaan pembelajaran merupakan sesuatu yang mutlak harus dipersiapkan guru, setiap akan melaksanakan proses pembelajaran, walaupun belum tentu semua yang direncanakan akan dapat dilaksanakan. Karena bisa terjadi kondisi kelas dalam merefleksikan sebuah permintaan yang berbeda dari rencana yang sudah dipersiapkan. Khususnya tentang stategi yang sifatnya operasional. Namun demikian, guru tetap diharapkan mampu menyusun perencanaan yang lebih sempurna sesuai dengan kebutuhan siswa, sehingga semua siswa bisa mengikuti proses kegiatan belajar sesuai harapan. Semua siswa bisa memperoleh berbagai pengalaman baru dan menambah kompetensinya sesuai hasil belajar mereka.
27
Ramayulis. Ilmu Pendidikan , 41-42.
24
b. Guru harus mampu berkomunikasi secara efektif dengan siswasiswanya Guru menyampaikan
adalah
seorang
komunikator,
rencana-rencana
karena
pembelajarannya
dia
pada
akan siswa.
Kemudian akan mengatur siswa dalam kelasnya dari awal masuk sampai mengakhiri kelas. Semua aktifitas guru terkait dengan komunikasi. Oleh sebab itu guru harus mengetahui teori-teori komunikasi efektif. Dalam konteks komunikasi kelas, pesan adalah bahan ajar yang akan disampaikan dalam proses pembelajaran. Jadi, semakin konkret bahasa yang digunakan, maka akan semakin efektif pesan itu tersampaikan. c. Guru harus mengembangkan strategi yang membelajarkan Selain harus diawali dengan perencanaan yang bijak, serta didukung dengan kemampuan komunikasi yang baik, pembelajaran efektif juga harus didukung dengan pengembangan strategi yang mampu membelajarkan siswa. Untuk itulah, maka guru sebaiknya terus mengubah dan mengembangkan strategi agar mampu membuat siswa-siswa itu belajar. d. Guru harus mampu menguasai kelas Di era demokratisasi saat ini, kekuatan guru bukan pada posisi sebagai penguasa kelas, tapi pada kecakapan, kemampuan keilmuwan serta kemampuan mereka mengelola kelas sehingga siap untuk belajar secara efektif. Guru juga harus cerdas, menguasai bahan ajar dengan
25
baik. Selalu tampil energik, ceria dan optimistik, sehingga senantiasa menarik bagi siswa untuk belajar dengannya. e. Guru harus melakukan evaluasi secara benar Kelas yang baik tidak cukup hanya didukung oleh perencanaan pembelajaran yang sangat menentukan kebijakan, selanjutnya adalah evaluasi atau tes. Jika tidak dilakukan tes setiap akhir dari sebuah proses pembelajaran, dengan menggunakan instrumen tes yang baik dan benar. Kemudian dari itu, dalam konteks pengembangan kelas efektif, langkah yang paling pokok adalah guru harus mampu mengukur kompetensi yang telah dicapai siswa dari setiap tatap muka atau sekelompok belajar kegiatan proses pembelajaran. Dengan demikian, evaluasi itu diperlukan oleh semua pihak yang terkait dengan pendidikan, bahkan termasuk para peneliti pendidikan.28 3. Proses Pembelajaran Agama Islam Banyak para pakar memberikan istilah tentang "bagaimana cara mengerjakan sesuatu, termasuk cara mengajarkan agama dengan cara yang berlainan. Maka harus dapat dipahami bahwa pengajaran agama adalah suatu sistem dalam arti suatu kesatuan dalam unsur-unsurnya yaitu tujuan,
28
Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan, 119-188.
26
materi, metode/strategi alat/sumber belajar dan penilaiannya yang saling berkaitan satu dengan yang lain.29 Dilihat dari segi pemahaman suatu mata pelajaran, sebenarnya agama Islam itu bukan suatu Mata Pelajaran. Islam adalah suatu agama yang berisi ajaran tentang tata hidup yang diturunkan Allah kepada umat manusia melalui para rasul-Nya, sejak dari Nabi Adam sampai Kepada Nabi Muhammad SAW. Kalau pada para Rasul sebelum Nabi Muhammad, ajaran itu berwujud prinsip atau pokok-pokok yang disesuaikan menurut keadaan dan kebutuhan pada waktu itu. Ajaran Islam yang dibawa oleh Muhammad SAW dari Allah SWT ini berisi pedoman pokok yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya (Allah), dengan dirinya sendiri dengan manusia sesamanya, dengan makhluk bernyawa yang lain, dengan benda mati dan alam semesta ini.30 Dengan demikian berarti bahwa ruang lingkup pengajaran agama Islam itu luas sekali meliputi seluruh aspek kehidupan. Dalam mata pelajaran yang tergabung dalam pengajaran agama Islam, seperti mata pelajaran ketauhidan dan Akhlak, Al-Qur'an, tafsir. Hadis, sejarah Islam, dan sebagainya, semuanya sudah berkembang menjadi mata pelajaran yang berdiri sendiri di madrasah. Akan tetapi pengajaran agama Islam ditingkat sekolah menengah atas menjadi satu kesatuan dari unsur-unsur tersebut (tidak berdiri sendiri). Yang jelas ruang 29
Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang bekerja sama dengan Pustaka Pelajar, PBM. PAI di Sekolah Eksistensi Proses Belajar-Mengajar PAI (Yogyakarta, Anggota IKAPI, 1998), 142. 30 Zakiyah Daradjat, et. All, Metode Khusus Pengajaran Agama Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), 60.
27
lingkup pembahasan pengajaran agama itu luas sekali. Tidak benar bahwa pengajaran agama itu hanya membicarakan masalah keimanan, ibadah, akhlak, nikah, warisan dan sebangsa dengan ini saja.31 Karena ajaran agama Islam itu bersumber pada Al-Qur'an dan sunnah Rasulullah. Maka semua ketentuan yang digariskan dalam kedua sumber itu, harus menjadi pembahasan pengajaran Agama Islam, dan harus dapat berkembang sesuai dengan tuntutan kebutuhan dan zaman. Belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat pengalaman dan latihan. Tanpa pengalaman dan latihan sangat sedikit proses belajar dapat berlangsung secara maksimal. Dalam interaksi itulah seseorang belajar.32 Dengan demikian belajar senantiasa merupakan kegiatan yang berlangsung di dalam suatu proses dan terarah kepada pencapaian suatu tujuan tertentu. Pada hakikatnya belajar merupakan suatu proses yang dilakui oleh individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungan. Perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dapat terjadi melalui usaha mendengar, membaca mengikuti petunjuk, mengamati, memikirkan, menghayati, meniru, melatih atau mencoba sendiri dengan pengajaran atau latihan. Tingkah laku mengalami perubahan menyangkut semua aspek kepribadian baik perubahan pengetahuan, menyangkut semua
31 32
Ibid., 62. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2006), 129.
28
aspek
kepribadian,
baik
perubahan
pengetahuan,
kemampuan,
ketrampilan, kebiasaan, sikap dan aspek perilaku lainnya.33 Proses pembelajaran dalam pendidikan Islam sebenarnya sama dengan proses pembelajaran pada umumnya, namun yang membedakan adalah bahwa dalam pendidikan Islam proses maupun hasil belajar selalu intern, dengan keIslaman. KeIslaman melandasi aktivitas keIslaman, menafasi perubahan yang terjadi serta menjiwai aktivitas berikutnya. Secara sistematis hakikat belajar dalam kerangka pendidikan Islam dapat digambarkan sebagai berikut.34 Proses Pembelajaran
Masukan (input)
Perubahan Kognitif Afektif Psikomotorik
Keluaran (out-put)
Ibadat khalifah Islami Gambar 2.1 Proses Pembelajaran
33 34
Ibid., 235. Ibid., 241.
29
B. Metode Proses Pendidikan Islam 1. Pengertian Metode Pendidikan Agama Metode sering dipahami sebagai cara atau jalan yang ditempuh seseorang dalam melakukan suatu kegiatan.35 Bertitik tolak pada pengertian metode pengajaran yaitu suatu cara penyampaian bahan pelajaran untuk mencapai tujuan yang ditetapkan, maka fungsi metode mengajar tidak dapat diabaikan.36 Karena metode mengajar tersebut turut menetukan berhasil tidaknya suatau proses belajar mengajar dan merupakan bagian yang integrl dalam suatu sistem pengajaran. Metode megajar adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang dipergunakan oleh seseorang guru atau instruktur.37 Pengertian lain adalah teknik penyajian yang dikuasai guru untuk mengajar atau menyajikan bahan individu atau secara kelompok, agar pelajaran itu mudah diserap, dipahami dan dimafaatkan oleh siswa dengan baik. Semakin tepat penggunaan metode, semakin efektif pula terhadap keberhasilan proses pembelajaran. Metode dalam bahasa Arab, dikenal dengan istilah thoriqah yang berarti langkah-langkah strategi yang dipersiapkan untuk melakukan suatu pekerjaan.38 Apabila dihubungkan dengan pendidikan, maka metode itu
35
Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (Berbasis Integrasi dan Kompetensi), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), 24. 36 Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam (Jakarta: Ciputat Pres, 2002), 31. 37 Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetyo, Strategi Belajar Mengajar (Bandung: CV Pustaka Setia, 1997), 52. 38 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, 184.
30
harus diwujudkan dalam proses pendidikan, agar peserta didik mudah menerima pelajaran, efektif dan dapat dicerna dengan baik. Metode berasal dari dua rata yaitu meta yang artinya melalui dan hodos yang berarti jalan atau cara. Jadi metode artinya suatu jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan.39 Metode pendidikan agama adalah suatu cara yang dilakukan oleh guru agama secara sadar, teratur dan bertujuan untuk meyampaikan bahan pendidikan agama kepada siswa.40 Jadi, pusat orientasi metode poendidikan agama bukan hanya penyajian pengetahuan, tetapi lebih dari itu untuk merangsang kondisi sehingga terjadi perubahan setiap dan perbuatan siswa menurut atauran ajaran agama Islam. 2. Tujuan Metode Pendidikan Agama Tujuan metode pendidikan agama adalah : a.
Terjadinya proses dan hasil belajar mengajar agama lebih berdaya guna dan berhasil guna
b.
Termotivasinya kegairahan belajar siswa pada agama
c.
Siswa dapat dan mampu mengamalkan ketentuan agaran agama.41
3. Dasar-Dasar Metode Pendidikan Agama Metode pendidikan Islam dalam penerapannya banyak menyangkut permasalahan individual atau sosial peserta didik dan pendidik itu sendiri, dalam menggunakan metode seorang pendidik harus memperhatikan
39
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka Setia, 1997), 99. Mahfudh Shalahuddin, et.all, Metodologi Pendidikan Agama (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1987), 23. 41 Ibid., 24. 40
31
dasar-dasar umum metode pendidikan Islam. Dalam hal ini tidak bisa terlepas dari dasar-dasar berikut : a. Dasar Agamis Al-Qur’an dan Hadits tidak bida dilepaskan dari pelaksanaan metode pendidikan Islam. Dalam kedudukannya sebagai dasar dan sumber ajaran Islam. Dalam pelaksanaannya metode tersebut disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik dilandasai nilai-nilai al-Qur’an dan al-Hadits. b. Dasar Biologis Perkembangan biologis manusia, mempunyai pengaruh dalam perkembangan
intelektualnya.
Maka
dapat
dikatakan
bahwa
pertumbuhan jasmani dan kondisi jasmani, memegang peran yang sangat
penting
menggunakan
dalam
metode
proses
pendidikan,
pendidikan
haruslah
sehingga seorang
dalam pendidik
memperhatikan kondisi biologis peserta didiknya. c. Dasar Psikologis Metode pendidikan Islam baru dapat diterapkan secara efektif, bila didasarkan pada perkembangan dan kondisi psikis peserta didik. Sebab perkembangan dan kondisi psikis peserta didik memberikan pengaruh yang besar terhadap internalisasi nilai dan transformasi ilmu.
32
d. Dasar Sosiologis Dengan
dasar
sosiologis
seorang
pendidikd
alam
menginternalisasikan nilai yang sudah ada dalam masyarakaat (sosial value) diharapkan dapat menggunakan metode pendidikan Islam agar proses pembelajaran tidak menyimpang jauh dari tujuan pendidikan Islam sendiri.42 4. Kedudukan Pemilihan dan Penentuan Metode Dalam Proses Pembelajaran Kegiatan belajar mengajar yang melahirkan interaksi unsur-unsur manusiawi adalah sebagai suatu proses dalam rangka mencapai tujuan pengajaran. Guru dengan sadar berusaha mengatur lingkungan belajar agar bergairah bagi anak didik. Dengan seperangkat teori dan pengalamannya. Salah satunya adalah memahami kedudukan metode dan pemilihan metode yang sesuai dengan materi yang akan diajarkan kepada siswa merupakan salah satu komponen yang ikut ambil bagian bagi keberhasilan kegiatan belajar mengajar dan selanjutnya efektivitas proses pembelajaran akan tercapai. Dari hasil analisis yang dilakukan, lahirlah pemahaman tentang kedudukan metode sebagai alat motivasi ekstrinsik, sebagai strategi pengajaran, dan sebagai alat motivasi ekstrinsik, sebagai strategi pengajaran dan sebagai alat untuk mencapai tujuan.
42
Ramanyulis, Ilmu Pendidikan Islam, 186-188.
33
a. Metode sebagai alat motivasi ekstrinsik Sebagai salah satu usaha yang tidak pernah guru tinggalkan adalah metode menempati urutan yang tidak kalah pentingnya dari komponen lainnya dalam kegiatan belajar mengajar. Tidak ada satupun kegiatan
belajar
mengajar
yang
tidak
menggunakan
metode
pengajaran. Ini berarti guru memahami benar kedudukan metode sebagai alat motivasi ekstrinsik dalam kegiatan belajar mengajar. Motivasi ekstrinsik menurut Sardiman. A.M. adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena adanya perangsang dari luar. Karena itu, metode berfungsi sebagai alat perangsang dari luar yang dapat membangkitkan belajar seseorang. Dalam penggunaan metode terkadang seorang guru harus menyesuaikan dengan kondisi dan suasana kelas, jumlah anak mempengaruhi penggunaan metode. Dengan begitu mudahlah bagi guru menentukan metode yang bagaimana yang dipilih guna menunjang pencapaian tujuan yang telah dirumuskan tersebut. Dalam mengajar, guru jarang sekali menggunakan satu metode, karena mereka menyadari bahwa semua metode ada kebaikan dan kelemahannya.
Penggunaan
satu
metode
lebih
cenderung
menghasilkan kegiatan belajar mengajar yang membosankan bagi anak didik. Jalan pengajaran pun tampak kaku. Akhirnya dapat dipahami bahwa penggunaan metode yang tepat dan bervariasi akan dapat
34
dijadikan sebagai alat motivasi ekstrinsik dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. b. Metode sebagai strategi pengajaran Dalam kegiatan belajar mengajar tidak semua anak didik mampu berkonsentrasi dalam waktu yang relatif sama. Daya serap anak didik terhadap materi yang akan diberikan juga bermacammacam, ada yang cepat, ada yang sedang dan ada yang lambat. Faktor intelegensi mempengaruhi daya serap anak didik terhadap bahan pelajaran yang diberikan oleh guru.43 Menanggapi hal tersebut, diperlukan strategi pengajaran yang tepat. Metodelah yang menjadi solusinya. Misalnya, untuk sekelompok anak didik boleh jadi mereka mudah menyerap bahan pelajaran bila guru menggunakan metode kelompok belajar (the student group), tetapi untuk sekelompok anak didik lain mereka lebih mudah menyerap pelajaran bila guru menggunakan metode aktif yang lain. Karena itu dalam kegiatan belajar mengajar, menuruyt Dra. Roestiyah, N.K, guru harus memiliki strategi agar anak didik dapat belajar secara efektif dan efisien, mengenai apa yang diharap. c. Metode sebagai alat untuk mencapai tujuan Tujuan adalah suatu cita-cita yang akan dicapai dalam kegiatan belajar mengajar. Tujuan adalah pedoman yang memberi arah kemana kegiatan belajar mengajar akan dibawa. Tujuan dari kegiatan belajar 43
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002), 84.
35
mengajar tidak akan pernah tercapai selama komponen-komponen lainnya tidak diperlukan. Salah satunya adalah komponen metode.44 Metode sering dipahami sebagai cara atau jalan yang ditempuh seseorang dalam melakukan suatu kegiatan. Berkaitan dengan psikologi pembelajaran pendidikan agama Islam, metode-metode tertentu juga diperlukan untuk menggali informasi penting yang berkaitan dengan kegiatan proses pembelajaran.45 Metode adalah pelicin jalan pengajaran menuju tujuan. Artinya metode harus menunjang pencapaian tujuan pengajaran. Bila tidak, maka akan sia-sia perumusan tujuan yang telah ditetapkan. Jadi, guru sebaiknya menggunakan metode yang dapat menunjang kegiatan belajar mengajar, sehingga dapat dijadikan sebagai alat yang efektif untuk mencapai tujuan pengajaran. 5. Efektivitas Penggunaan Metode Ketika dalam proses pembelajaran timbul permasalahan, seperti anak didik tidak mampu berkonsentrasi. Ketika sebagian besar berbuat gaduh, ketika anak didik tidak semangat, bosan, mengantuk, serta tidak menguasai bahan yang telah guru sampaikan. Ketika itulah guru harus mencari solusi dan apa faktor penyebabnya. Karena bila tidak, maka apa yang akan disampaikan oleh guru akan sia-sia. Boleh jadi dari sekian keadaan tersebut, salah satu penyebabnya adalah faktor metode. Jadi
44 45
Ibid., 85. Tohirin, Psikologi Pembelajaran PAI (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), 25.
36
keefektivitasan penggunaan metodelah yang harus dicari dan kemudian diterapkan. Guru yang selalu menggunakan metode ceramah sementara tujuantujuan pengajarannya adalah agar anak didik dapat memperagakan shalat, adalah penggunaan metode yang kurang kondusif. Seharusnya penggunaan metode dapat menunjang pencapaian tujuan pengajaran, bukannya tujuan yang harus menyesuaikan diri dengan metode.46 Jadi, efektivitas penggunaan metode dapat terjadi bila ada kesesuaian antara metode dengan semua komponen pengajaran yang telah diprogramkan dalam satuan pelajaran sebagai persiapan tertulis. Misalnya, tujuan pengajaran adalah agar anak didik dapat memahami ilmu mawaris serta dapat menghitung permasalahan tentang mawaris. Maka seorang guru bisa menggunakan metode kelompok belajar (the student group), diskusi, serta active learning yang lainnya. Tidaklah tepat jika menggunakan ceramah saja. Dalam
penggunaan
metode-metode
pengajaran
tentunya
mempunyai sifat masing-masing baik mengenai kebaikan-kebaikannya maupun mengenai kelemahan-kelemahannya. Adapun salah satu untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif adalah menggunakan model pembelajaran kooperatif yang mana siswa dapat bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil untuk menyelesaikan suatu permasalahan atau tugas yang diberikan oleh guru, sehingga dengan penggunaan model 46
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, 86.
37
pembelajaran kooperatif juga akan menumbuhkan sikap kebersamaan, solidaritas antar teman. 6. Macam-macam Metode a. Metode Ceramah Metode ini dikenal dengan metode tradisional, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengana anak didik dalam proses belajar mengajar. Metode ini mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan: 1) Kelebihan metode ceramah a) Guru mudah menguasai kelas b) Dapat diikuti oleh jumlah siswa yang besar c) Mudah mempersiapkan dan melaksanannya d) Guru mudah menerangkan dengan baik 2) Kelemahan metode ceramah a) Mudah menjadi vervalisme (kata-kata) b) Membosankan c) Siswa menjadi pasif.47 b. Metode musyawarah atau diskusi Adalah suatu kegiatan kelompok dalam memecahkan masalah untuk mengambil kesimpulan.
47
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002), 110.
38
1) Kelebihan-kelebihan metode diskusi a) Murid dapat belajar bertukar pikiran atau pendapat b) Dapat memperkuat rasa kekeluargaan dan saling mengenal lebih baik antara sesama teman. c) Anak didik dapat dibina untuk menyatakan pendapatnya secara sistematis dan logis 2) Kekurangan metode diskusi a) Ada kemungkinan terjadi keramaian apabila tidak diorganisasi dengan baik b) Kelompok disukdi hendaknya tidak terlalu besar.48 c. Metode Kerja Kelompok Adalah suatu cara mengajar dimana guru membagi muridmuridnya ke dalam kelompok belajar tertentu dan setiap kelompok diberi
tugas-tugas
tertentu
dalam
rangka
mencapai
tujuan
pembelajaran.49 1) Kelebihan metode kerja kelompok a) Anak didik dapat mengeluarkan argumennya b) Menimbulkan sikap solidaritas antara sesama 2) Kekurangan metode kerja kelompok Ada kemungkinan terjadi keramaian atau kekacauan apabila tidak diorganisir dengan baik.
48 49
Mahfudh Shalahuddin, dkk, Metodologi, 51. Ramanyulis, Ilmu Pendidikan Islam, 196.
39
d. Metode Tanya Jawab Metode tanya jawab ialah penyampaian pesan pengajaran dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan siswa menjawab atau sebaliknya. 1) Kelebihan metode tanya jawab a) Siswa menjadi lebih aktif b) Siswa terlatih berani c) Dapat membuka ingatan pelaaran yang lalu 2) Kekurangan metode tanya jawab a) Waktu yang digunakan tersita dan kurang dapat dikontrol b) Kemungkinan terjadi penyimpangan perhatian siswa c) Kurang terkoordinir secara baik jalannya pengajaran.50 e. Metode Drill Metode drill atau latihan dimaksudkan utnuk memperoleh ketangkasan atau ketrampilan latihan terhadap apa yang dipelajari karena hanya dengan melakukannya secara praktis. Cocok bila digunakan untuk memperoleh : 1) Kecakapan motorik 2) Kecakapan mental 3) Asosiasi yang dibuat, seperti hubungan huruf-huruf dalam ejaan, penggunaan simbol dan membaca peta 4) Guru harus, mengetahui sifat kecakapan itu sendiri.
50
Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam , 44.
40
Kelebihan metode latihan siap (drill) antara lain : 1) Siswa akan memperoleh ketangkasand an kekemahiran dalam melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dipelajari 2) Dapoat menimbulkan rasa percaya diri bahwa para siswa yang berhasil dalam belajarnya. 3) Guru lebih mduah mengontrol dan dapat membedakan nama siswa yang disiplin dalam belajarnya. Kelemahan metode latihan drill anatara lain : 1) Dapat menhambat inisiatif siswa 2) Menimbuilkan penyesuaian secara statis kepada lingkungan 3) Membentuk kebiasaan yang kaku
C. Efektivitas Pembelajaran PAI melalui Strategi Pembelajaran Aktif 1. Pengertian Strategi Pembelajaran Aktif Strategi mempunyai pengertian suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah dilakukan. Kata strategi bisa diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan guru dan anak didik dalam mewujudkan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan.51 Demikian juga halnya dalam proses pembelajaran. Untuk mencapai tujuan pembelajaran perlu disusun suatu strategi agar tujuan itu
51
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, 5.
41
tercapai dengan optimal. Tanpa suatu strategi yang cocok, tepat dan jitu, tidak mungkin tujuan dapat tercapai.52 Strategi dapat dikatakan sebagai pola umum yang berisi tentang rentetan kegiatan yang dapat dijadikan pedoman (petunjuk umum) agar kompetensi sebagai tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal. Pola atau cara yang ditetapkan sebagai hasil dari kajian strategi itu dalam proses pembelajaran dinamakan dengan metode pembelajaran.53 Jadi dengan demikian metode pada dasarnya berangkat dari suatu strategi tertentu, bagaimana caranya untuk menjalankan metode yang ditetapkan dengan teknik atau taktik penerapan metode. Teknik dan taktik itu pada dasarnya menunjukkan cara yang dilakukan seseorang yang sifatnya lebih bertumpuk pada kemampuan dan pribadi seseorang. Proses
pembelajaran
harus
dipandangan
sebagai
usaha
mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki siswa. Pembelajaran bukan hanya mengembangkan kemampuan kognitif saja, akan tetapi juga meliputi pengembangan aspek afektif dan aspek psikomotor. Pembelajaran aktif adalah suatu pembelajaran yang mengajak anak didik untuk belajar secara aktif. Ketika siswa belajar aktif, berarti mereka yang mendominasi aktifitas pembelajaran. Dengan ini mereka secara
aktif
menggunakan
otak,
memecahkan
persoalan,
atau
mengaplikasikan kedalam kehidupan nyata. Dengan belajar aktif ini, siswa diajak untuk turut serta dalam semua prose pembelajaran, tidak hanya 52
Wina Sanjaya, Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (Jakarta: Prenada Media Group), 99. 53 Ibid.
42
mental tetapi juga melibatkan fisik. Dengan cara ini siswa akan merasakan suasana yang lebih menyenangkan sehingga hasil belajar dapat dimaksimalkan. Untuk dapat mengkomandir kebutuhan tersebut adalah dengan menggunakan variasi strategi pembelajaran yang beragam yang melibatkan indera belajar yang banyak.54 2. Macam-Macam Strategi Pembelajaran Aktif a. Trading Places (tempat-tempat perdagangan) Strategi ini merupakan cara yang baik untuk mengembangkan penyikapan diri atau sebuah pertukaran aktif terhadap berbagai sudut pandang. Prosedur: 1) Peserta didik diberi beberapa catatan post-it, Apakah kegiatan tersebut akan berjalan lebih baik dengan membatasi para peserta didik terhadap satu atau beberapa kontribusi. 2) Peserta didik disuruh menulis salah satu tentang : a) Sebuah nilai yang mereka pegang b) Sebuah pengalaman yang mereka miliki saat ini c) Sebuah ide / solusi kreatif d) Suatu pertanyaan tentang materi pelajaran e) Sebuah opini 3) Peserta didik disuruh menempelkan catatan tersebut pada pakaian dan mengelilingi ruangan sambil membacakan milik peserta lain. 54
Hisyam Zaini, et.all, Strategi Pembelajaran Aktif di Perguruan Tinggi (Yogyakarta: CTSD, 2002), XII.
43
4) Peserta didik berkumpul dan saling menukar catatan 5) Peserta didik melakukan sharing.55 b. Active Knowledge Sharing (berbagi pengetahuan secara aktif) Prosedur : 1) Siapkan sebuah daftar pertanyaan yang berkaitan dengan materi pelajaran yang akan disampaikan 2) Peserta didik disuruh menjawab berbagai pertanyaan sebaik yang mereka bisa 3) Peserta didik disuruh berkeliling ruangan, dengan mencari peserta didik lain yang dapat menjawab berbagai pertanyaan yang tidak mereka ketahui bagaimana menjawabnya. 4) Kumpulkan kembali seisi kelas dan ulaslah jawaban-jawabannya.56 c. Active Debate (perbedaan Aktif) Prosedur : 1) Kembangkan suatu pertanyaan yang berkaitan dengan sebuah isu kontroversial yang berkaitan dengan mata pelajaran anda. 2) Bagilah kelas menjadi dua tim debat. Tugaskan (secara acak) posisi “pro” dan posisi kontra. 3) Selanjutnya, buatlah dua atau empat sub kelompok di dalam masing-masing tim debat itu.
55
Mel Silberman, Active Learning 101 Strategi Pembelajaran Aktif. Terj. Sarjuli et. Al (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 1996), 44. 56 Ibid., 82.
44
4) Aturlah dua sampai empat kursi untuk para juru bicara kelompok pro, dan menghadap mereka, jumlah kursi yang sama untuk para juru bicara kelompok kontra. 5) Setelah setiap orang mendengar argumen-argumen pembuka, hentakkan perdebatan dan gabungkan kembali sub-sub kelompok semula. 6) Mulailah perdebatan itu 7) Mintalah peserta didik mengidentifikasi apa yang mereka pikirkan merupakan argumen-argumen terbaik yang dibuat oleh kedua kelompok debat tersebut.57 d. Learning Tournamen (Turnamen Belajar) Prosedur : 1) Bagilah peserta didik dalam tim yang terdiri atas 2-8 orang anggota 2) Berilah materi untuk dibahas bersama 3) Kembangkan beberapa pertanyaan untuk menguji pemahaman dan mengingat materi pelajaran 4) Mintalah tim mempelajari lagi turnamen pada babak kedua. 5) Anda dapat melakukan beberapa ronde seperti yang anda sukai.58 e. Team Quiz (Quiz kelompok) Prosedur : 1) Pilihlah topik yang dapat disampaikan dalam tiga segmen 2) Bagi mahasiswa menjadi tiga kelompok (A,B, dan C)
57 58
Ibid., 127. Ibid., 159.
45
3) Sampaikan kepada siswa format pembelajaran kemudian presentasi (maksimal 10 menit) 4) Kemudian kelompok A untuk menyiapkan pertanyaan-pertanyaan berkaitan dengan materi yang baru saja disampaikan 5) Minta kelompok A untuk memberi pertanyaan kepada kelompok B 6) Kelompok A memberi pertanyaan kepada kelompok C 7) Kesimpulan. 59 f. The Student Group (Kelompok Belajar) Metode ini memberikan kepada peserta didik tanggung jawab untuk mempelajari materi pelajaran dan menjelaskan isinya dalam kelompok tanpa kehadiran pengajar. Tugas perlu spesifik untuk menjamin bahan hasil sesi belajar akan efektif dan kelompok akan mampu mengatur diri. 60 Prosedur : 1) Guru memberikan apresiasi dan memberikan motivasi. 2) Guru membagi kelas menjadi beberpa kelompok yang terdiri dari 3 atau 4 siswa. 3) Setelah siswa terbentuk, guru meminta siswa untuk duduk bersama dengan teman sekelompoknya. 4) Setelah siswa duduk bersama kelompoknya, guru membagikan tugas atau soal yang berisi pokok-pokok materi yang akan dipelajari. 59 60
Hisyam Zaini, et.al, Strategi Pembelajaran, 54. Mel Silberman, Active Learning, 152.
46
5) Setelah selesai guru meminta untuk mengumpulkan. 6) Guru meminta siswa mempresentasikan membuka sesi tanya jawab. 7) Guru menyampaikan kembali ulasan materi yang sedang dipelajari tersebut. 61 g. Jigsaw Learning Langkah-langkah pembelajarannya, yaitu: 1) Memilih materi menjadi beberapa segmen. 2) Membagi peserta menjadi beberapa kelompok. 3) Sikap kelompok mendapat tugas membaca dan memahami materi yang berbeda. 4) Sikap kelompok mengirimkan anggotanya ke kelompok lain untuk menyampaikan apa yang telah dipelajari. 5) Mengembalikan suasana kelas seperti semula. 6) Memberi pertanyaan untuk mengecek pemahaman peserta terhadap materi. h. Group Resume Langkah-langkah pembelajarannya, yaitu: 1) Fasilitator membagi siswa ke dalam kelompok-kelompok. 2) Fasilitator memberi tugas kepada masing-masing kelompok untuk mengidentifikasi dan membuat resume kelompok.
61
Karim Zulvi dan Sholeh Zuhri, Fiqih untuk Madrasah Aliyah Kelas 2.
47
3) Fasilitator memberi kertas plano dan spidol kepada kelompok untuk menulis resume. 4) Kelompok mempresenttasikan resume. 5) Fasilitator memberikan klarifikasi. i. Numbered Heads Together Langkah-langkah pembelajarannya, yaitu: 1) Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa mendapatkan nomor. 2) Guru
memberikan
tugas
dan
masing-masing
kelompok
mengerjakannya. 3) Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memasikan tiap
kelompok
dapat
mengerjakannya
atau
mengetahui
jawabannya. 4) Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang dipanggil melapoorkan hasil kerjasama mereka. 5) Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain. j. Student Teams Achrevement Divisions (STAD) Langkah-langkah pembelajarannya, yaitu: 1) Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, dan lain-lain). 2) Guru menyajikan pelajaran.
48
3) Guru memberi tugas pada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok. Anggotanya yang sudah mengerti dapat menjelaskan pada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti. 4) Guru memberi kuis atau pertanyaan kepada seluruh siswa, pada saat menjawab kuis tidak boleh saling membantu. 5) Memberi evaluasi. 6) Kesimpulan. k. Cooperative Integrated Reading and Composittion (CIRC) Langkah-langkah pembelajarannya, yaitu: 1) Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang yang secara heterogen. 2) Guru memberikan wacana atau kliping sesuai dengan topik pembelajaran. 3) Siswa bekerjasama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberi tanggapan terhadap wacana atau kliping dan ditulis pada lembar kertas. 4) Mempresentasikan hasil kelompok. 5) Guru membuat kesimpulan bersama. 6) Penutup. 62 3. Efektivitas Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
62
Modul. 2 Pembekalan Mahasiswa PPLK II, PAI STAIN Ponorogo, 2008.
49
Dalam proses pendidikan Islam, metode mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam upaya pencapaian tujuan, karena ia menjadi sarana yang membermaknakan materi pelajaran yang tersusun dalam kurikulum pendidikan sedemikian rupa sehingga dapat dipahami atau diserap oleh anak didik. Tanpa metode atau strategi suatu materi pelajaran tidak akan dapat berproses secara efektif dan efisien dalam kegiatan belajar mengajar menuju tujuan pendidikan. Metode yang tidak tepat guna akan menjadi penghalang kelancaran jalannya pembelajaran sehingga banyak tenaga dan waktu terbuang sia-sia. Oleh karena itu, metode yang ditetapkan oleh seorang guru dapat berdayaguna dan berhasil guna jika mampu dipergunakan untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Penggunaan metode dalam mata pelajaran pendidikan agama Islam, juga perlu menerapkan sebuah strategi belajar aktif. Biasanya dalam penyampaian materi pendidikan agama Islam kepada siswa guru masih menggunakan cara yang konvensional sehingga proses pembelajaran kurang maksimal. Hal ini dikarenakan banyak yang bosan, terhadap strategi yang digunakan. Ketika anak belajar dengan aktif, berarti merekalah yang mendominasi aktifitas pembelajaran. Dengan ini mereka secara aktif menggunakan otak baik untuk menemukan ide pokok dari permasalahan, atau mengaplikasikan apa yang baru mereka pelajari ke dalam satu persoalan yang ada dalam kehidupan nyata. Dengan belajar
50
aktif ini, siswa diajak untuk turut serta dalam semua proses pembelajaran.63 Dengan cara belajar aktif siswa akan merasakan suasana yang lebih menyenangkan sehingga hasil belajar dapat dimaksimalkan. Ketika siswa pasif, atau hanya menerima dari guru, maka akan ada kecenderungan untuk cepat melupakan apa yang telah diterima dari guru. Oleh sebab itu diperlukan perangkat tertentu, seperti cara pembelajaran aktif yang melibatkan seluruh siswa. Antara metode, kurikulum dan tujuan pendidikaan Islam mengandung keterkaitan (relevansi) ideal dan operasional dalam proses kependidikan. Ini karena proses pendidikan Islam mengandung makna internalisasi dan tranformasi nilai-nilai Islam ke dalam pribadi anak didik dalam upaya membentuk pribadi muslim yang beriman, bertakwa dan berilmu pengetahuan yang amaliah mengacu pada tuntunan agama dan tuntunan hidup bermasyarakat pandangan demikian bersumber pada ayat al-Qur'an sebagai berikut:
q ِ rْ\s َ ]ِ m َ Yْ [ِ nْ oَ p َ RَU`ْ \َl َ س َ Rja]َاde َ Sَ hِi]j اf ِ تا ِ dَ e ْ Sِ Rً_`ْ aِ b َ X ِ Yْ [ِّ \ِ] T َ Uَ V ْ ْ َوNPِ RَSَ .ن َ ْ{|ُ \َ}ْ Yَ p َ س ِ Rja]َاdxَ َا ْآX j wِ ]َ َوNُ `ِّvَ ]ْ اX ُ Yْ [ِّ ] اT َ ]ِ َذf ِ ا Artinya: "Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus: tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui".64
63
Hisyam Zaini, et.all, Strategi Pembelajaran Aktif dan Perguruan Tinggi (Yogyakarta: CTSD, 2002), XIII. 64 Depag RI, Al-Qur'an dan Tafsirnya (Yogyakarta: PT. Dana Bakti, 1990), 570.
51
Metode atas strategi adalah cara tertentu yang paling tepat digunakan untuk menyampaikan suatu bahan pelajaran, sehingga tujuan dapat tercapai. Dalam pengajaran agama, guru berusaha agar siswa dapat memahami maksud dan makna agama. Maka, pembelajaran PAI akan menjadi lebih efektif jika guru menggunakan strategi-strategi pembelajaran aktif dalam kegiatan belajar mengajar.
D. Model Pembelajaran Kooperatif 1. Pengertian Model Pembelajaran Model diartikan sebagai kerangka konseptual yang dipergunakan sebagai pedoman atau acuan dalam melakukan suatu kegiatan.65 Sedangkan menurut Degeng, pembelajaran atau pengajaran adalah upaya untuk membelajarkan siswa. Dalam pengertian ini secara implisit dalam pembelajaran terdapat kegiatan memilih menetapkan dan mengembangkan metode untuk mencapai hasil belajar yang diinginkan, pemilihan, penetapan dan pengembangan didasarkan pada kondisi pembelajaran yang ada.66 Itulah sebabnya dalam pembelajaran siswa tidak hanya berorientasi dengan guru sebagai salah satu sumber belajar, tetapi juga berinteraksi dengan keseluruhan sumber belajar yang mungkin dipakai untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Pembelajaran menaruh pada 65 Muhaiman, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), 221. 66 Hamzah B. Uno, Orientasi Baru Dalam PsikologiPembelajaran (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006), 135.
52
”bagaimana membelajarkan siswa” dan bukan pada ”apa yang dipelajari siswa.” Apabila semua tujuan sudah dapat dicapai, maka efektivitas pelaksanaan kegiatan pembelajaran dalam mata pelajaran tertentu dianggap
berhasil
dengan
baik.
Jadi
apabila
dalam
rancangan
pembelajaran ini dapat memberlakukan strategi dengan baik, kemudian aktivitas berjalan siswa meningkat. Maka dari segi keberhasilan dapat tercapai. Menurut Joice dan Efendi, mengemukakan model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran serta mengarahkan kita dalam mendesain untuk membantu siswa sedemikian rupa sehingga tujuan atau kompetensi pembelajaran yang telah ditetapkan dapat tercapai.67 2. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Model pembelajaran kooperatif merupakan teknik-teknik kelas praktis yang dapat digunakan guru setiap hari untuk membantu siswanya belajar setiap mata pelajaran. Mulai dari ketrampilan dasar sampai pemecahan masalah yang kompleks.68 Hal yang serupa diungkapkan
67 Widyaiswara Madya Tru VEDC Teknologi Malang, Model Pembelajaran (4 September 2007), 2. 68 Mohamad Nur, Pembelajaran Kooperatif (Surabaya: pusat Sain dan Matematika Sekolah UNESA, 2005), 1.
53
Thompson dan Swith, yakni dalam pembelajaran kooperatif, siswa bekerjasama dalam kelompok-kelompok kecil untuk mempelajari materi akademik dan ketrampilan antar pribadi. Anggota-anggota bertanggung jawab atas ketuntasan tugas-tugas kelompok dan untuk mempelajari materi itu sendiri.69 Cooperative learning adalah belajar yang dilakukan bersama, saling membantu satu sama lain dan mereka telah menyepakati tujuan atau kompetensi yang akan dicapai, masing-masing memiliki akuntabilitas individual, dan masing-masing harus mempunyai kesempatan yang sama untuk mencapai sukses.70 3. Elemen Dasar Pembelajaran Kooperatif Menurut Johnson ada empat elemen dasar pembelajaran kooperatif: a. Saling ketergantungan positif Dalam pembelajaran kooperatif guru menciptaka suasana yang mendorong anak-anak merasa sailing membutuhkan satu sama lain. Hubungan yang saling membutuhkan inilah yang dimaksud dengan saling ketergantungan positif, dan dapat dicapai melalui saling ketergantungan tujuan, tugas, sumber atau bahan ajar dan peran.
69
Ratumanan, Belajar dan Pembelajaran, 30. Dede Rosyada, paradigma Pendidikan Demokratis Sebuah Model (Jakarta Kencana, 2004), 169. 70
54
b. Interaksi tatap muka Interaksi antaranak dalam kelompok belajar membuat mereka saling bertatap muka sehingga mereka dapat berdialog tidak hanya dengan guru tetapi juga dengan teman sesamanya. c. Akuntabilitas individual Pembelajaran
kooperatif
menampilkan
wujud
dalam
belajar kelompok. Dengan demikian, setiap anggota kelompok mengetahui siapa anggota yang perlu mendapatkan bantuan dan siapa yang diharapkan memberi bantuan. Nilai kelompok didasarkan atas rata-rata belajar semua anggota dan karena itu tiap kelompok harus aktif atau memberikan sumbangan demi kemajuan kelompok. d. Keterampilan menjalin hubungan interpersonal Pada pembelajaran kooperatif, keterampilan sosial seperti tenggang rasa, bekerja sama, mengkriik orang lain, berani mempertahankan pikiran logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri dan berbagai sifat lain yang bermanfaat untuk menjalin hubungan interpersonal tidak hanya diasumsikan tetapii juga diajarkan secara sengaja. 71 4. Tujuan Pembelajaran Kooperatif Ada beberapa alasan dipilihnya interaksi kooperatif (kelompok belajar) dalam pembelajaran, yaitu: 71
Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003), 121.
55
a. Meningkatkan prestasi belajar siswa. b. Meningkatkan motivasi intrinsik c. Meningkatkan hubungan antar siswa satu dengan yang lain d. Meningkatkan sikap anak yang positif terhadap guru e. Meningkatkan sikap anak yang positif terhadap sekolah. f. Meningkatkan harga diri anak. g. Meningkatkan perilaku penyesuaian sosial yang positif. h. Meningkatkan keterampilan hidup bergotong royong.72
72
Ibid., 124.
56
BAB III H. METODE PENELITIAN
Objek Tindakan Kelas Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri I Ponorogo, dengan mengambil kelas eksperimen kelas XII IPA 3. penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Adapun jenis tindakan yang diteliti adalah sebagai berikut: 1. Pembelajaran PAI di Kelas XII IPA 3 SMA Negeri I Ponorogo tahun pelajaran 2008/2009. 2. Pembelajaran PAI melalui strategi The Student Group di Kelas XII IPA 3 SMA Negeri I Ponorogo tahun pelajaran 2008/2009. 3. Efektivitas pembelajaran PAI melalui strategi The Student Group di Kelas XII IPA 3 SMA Negeri I Ponorogo tahun pelajaran 2008/2009.
Setting/Subjek Penelitian Tindakan Kelas Setting atau lokasi Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini adalah SMA Negeri I Ponorogo kelas XII IPA 3, dengan jumlah siswa 42 anak terdiri dari 28 perempuan dan 14 laki-laki. Mata Pelajaran PAI dengan aspek Fiqih Pokok Bahasan Ilmu Mawaris, Semester I (Gasal), Tahun ajaran 2008/2009. SMA Negeri I Ponorogo mempunyai letak geografis yang sangat strategis karena berada di sebelah Timur Kota Ponorogo. Sekolah ini sangat mudah dijangkau oleh kendaraan umum ataupun pribadi karena berada pada
57
jalur angkutan kota dan angkutan keluar kota (Pacitan, Trenggalek, dan Blitar). Sekolah ini tepatnya di Jl. Budi Utomo No. 1 Kelurahan Ronowijayan Kecamatan Siman Kabupaten Ponorogo. Atau tepatnya di sebelah timur dari SDN Ronowijayan Siman Ponorogo. SMA Negeri I Ponorogo didirikan di atas sebidang tanah seluas ± 21.110 m2.73
Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah dengan menggunakan logika pelaksanaan PTK melalui proses pengkajian berdaur yang terdiri dari empat tahap, yaitu perencanaan, tindakan, observasi, refleksi perencanaan. Logika empat tahap tersebut dapat digambarkan pada gambar 3.1 sebagai berikut: Identifikasi Masalah
Perencanaan (Planning) Refleksi
Siklus I Tindakan (Acting) Siklus II
Observasi Perencanaan (Planning) Dst. Gambar: 3.1 Logika Empat Tahap Pelaksanaan PTK
73
Lihat transkip dokumentasi nomor; 02/D/F.1/12.XI/2008.
Siklus III
58
Dan juga dapat diperoleh dengan cara-cara penggunaan alat monitoring. Yaitu, tes, pengamatan, catatan jurnal, analisa dokumen, kartu portofolio, kuesioner (angket), rekaman suara atau gambar (video), sosiometri, dan slide. Data-data tersebut dihimpun karena diperlukan sebagai bahan pertimbangan mengenai keberhasilan suatu bentuk tindakan yang dilakukan sebagai alternatif pemecahan masalah sesuai dengan indikator-indikator yang sudah ditetapkan.74 Catatan observasi dipergunakan untuk mengetahui peningkatan aktivitas siswa dan ketrampilan kooperatif siswa. Sedangkan evaluasi dilakukan untuk mengukur peningkatan efektivitas belajar siswa.
Metode Analisa Data Untuk mengetahui hasil dari suatu penelitian, perlu diadakan analisa data. Data hasil observasi pembelajaran dianalisa, kemudian ditafsirkan berdasarkan kajian pustaka dan pengalaman guru.75 Semua data yang dihimpun perlu dianalisis dalam tiga tahapan. Pertama, melakukan reduksi data dengan memilah-milah data mana saja yang sekiranya bermanfaat dan data mana saja yang dapat diabaikan, sehingga data yang terkumpul dapat memberikan informasi yang bermakna. Kedua, paparan data bisa ditampilkan dalam bentuk narasi, grafis, tabel, dan matrik yang berfungsi untuk menunjukkan informasi tentang sesuatu hal berkaitan dengan variabel yang satu dengan yang lain, dan ketiga, adalah penyimpulan, yaitu proses menarik
74
Susilo, Panduan Penelitian Tindakan Kelas (Yogyakarta: Pustaka Boox Publisher,
2007), 12.
75
Sugiono, Metode Penelitian Bisnis (Bandung: Alvabeta, 2000), 73.
59
intisari atas sajian data dalam bentuk pernyataan yang singkat dan padat tetapi mengandung pengertian yang luas. 76 Dalam hal ini analisa data dilakukan sejak proses pelaksanaan siklus I sampai siklus III, analisa dilakukan terhadap perencanaan pembelajaran yang difokuskan pada pemahaman materi mawaris melalui strategi pembelajaran the student group pada pelajaran PAI siswa kelas XII IPA 3 SMA Negeri I Ponorogo. Dan pada siklus III lebih ditekankan pada penerapan terhadap materi yang telah didapat dari siklus I dan II, sehingga lebih mudah dan cepat dalam menjawab soal hitungan mawaris terkait dengan harta yang ditinggalkan si mayit. Dari keseluruhan data yang didapat dapat disimpulkan bahwa pembelajaran peningkatan efektivitas pemahaman bab mawaris melalui strategi pembelajaran the student group menunjukkan hasil yang baik. Dengan menggunakan lembar analisis per indikator dan observasi.
Tahap-Tahap Penelitian Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap, terdiri dari studi pendahuluan dan pelaksanaan penelitian: 1. Studi Pendahuluan Tahap awal penelitian tindakan kelas ini dilakukan dengan cara mencari fakta di lapangan, terutama masalah yang berkaitan dengan pembelajaran pendidikan agama Islam pada aspek fiqih yaitu bab ilmu
76
Susilo, Panduan Penelitian Tindakan Kelas, 13.
60
mawaris. Temuan-temuan di lapangan dianalisis untuk dijadikan bahan penyusunan rencana tindakan. Pada tahap ini pengamatan dilakukan pada pelaksanaan pembelajaran PAI ilmu mawaris di kelas XII IPA 3 SMA Negeri I Ponorogo. Berdasarkan pengamatan maka dapat diketahui bahwa pada saat pembelajaran berlangsung siswa-siswi kurang memperhatikan, banyak yang ramai, merasa bosan (terkait dengan penggunaan strategi) dan sifat individual. Oleh karena itu, peneliti lebih menitikberatkan pada pembelajaran PAI agar menjadi efektif dan menyenangkan. Hal yang dikemukakan tadi merupakan salah satu masalah yang perlu segera diatasi supaya tujuan pembelajaran tercapai dengan baik. Dan peneliti mengajukan
salah
satu solusi yang diperkirakan dapat
meningkatkan efektivitas pembelajaran PAI di kelas XII IPA 3 SMA Negeri I Ponorogo, yaitu dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif “The Student Group”. Istilah The Student Group yang mana berbasis
kerjasama
dalam
kelompok
juga
sama
dengan model
pembelajaran kooperatif lainnya, misalnya Jigsaw Learning, Cooperative Integrated Reading dan Composition (CIRC), STAD, Numbered Head Together dan sebagainya. Secara umum peneliti akan berusaha menerapkan alternatif tindakan agar dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi tadi. Hasil rancangan pembelajaran tersebut dikemas dalam siklus. Rancangan tindakan siklus satu disusun dari hasil refleksi dari studi pendahuluan, rancangan siklus dua sebagai hasil refleksi siklus satu dan seterusnya.
61
2. Pelaksanaan Penelitian i.
Pelaksanaan Tindakan Proses pelaksanaan tindakan dilakukan oleh penulis dengan cara peneliti sebagai guru kelas dan kelas yang dijadikan obyek penelitian,
walaupun
begitu
peneliti
berupaya
keras
dalam
melaksanakan tindakan sesuai dengan prosedur dan rencana tindakan yang telah ditetapkan. Pelaksanaan pemberian tindakan ditujukan untuk memberi pemahaman tentang materi mawaris dengan strategi The Student Group. Sebelumnya telah diuraikan bahwa masalah yang akan dipecahkan pada penelitian ini adalah yang berkaitan dengan efektivitas pemahaman serta hasil belajar dalam pelajaran pendidikan agama Islam siswa kelas XII IPA 3 SMA Negeri I Ponorogo. Proses tindakan dilakukan selama 3 siklus dengan pengaturan jadwal sebagai berikut: Siklus I (05 Nopember 2008) Siklus II (12 Nopember 2008) Siklus III (19 Nopember 2008) Setelah proses pembelajaran pada siklus I yang dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, kemudian diobservasi dan ditindaklanjuti dengan refleksi, maka berdasarkan hasil refleksi pada siklus I ini akan
62
dijadikan dasar penyusunan rencana tindakan selanjutnya, yaitu siklus III. Pada siklus II pembelajaran dilakukan dengan pematangan materi tentang mawaris agar mudah dalam mengerjakan soal-soal mawaris. Pada siklus III pembelajaran dilakukan untuk lebih terampil dalam mengerjakan soal-soal mawaris. ii.
Pengamatan Penelitian ini memerlukan kecermatan peneliti maka pada proses tindakan, peneliti melakukan pengamatan terhadap proses berlangsungnya pembelajaran dengan pemantauan yang menyeluruh terhadap pelaksanaan tindakan, menggunakan instrumen pengumpul data yang telah ditetapkan sehingga diperoleh data penting tentang pelaksanaan tindakan, kendala-kendala.
iii.
Rancangan Tindakan Tindakan yang dirancang pada siklus I dibuat berdasarkan refleksi hasil studi pendahuluan. Adapun rancangannya dalam PTK ini terdiri dari 3 siklus dengan tujuan membentuk pemahaman tentang mawaris dan permasalahan-permasalahan dalam mawaris (menghitung soal). Pada siklus satu dan dua lebih difokuskan pada pemahaman teoritik tentang mawaris, dengan tujuan agar mudah dalam
63
melanjutkan ke siklus 3, yaitu menghitung bagian-bagian yang berhak mendapatkan warisan. Langkah-langkah pembelajaran disajikan berdasarkan urutan seperti di bawah ini: 1. Perencanaan pembelajaran siklus satu: Menjelaskan materi tentang mawaris, meliputi pengertian, sebab-sebab mendapat warisan, ahli waris dan dzawil furudz. Pelaksanaan kegiatan dimulai dengan (1) Pembagian kelompok; (2) Memberikan pokok bahasan; (3) Diskusi dengan kelompok; (4) Presentasi; dan (5) Guru mengklarifikasi. 2. Perencanaan pembelajaran siklus dua: Masih sama pada siklus I, tentang materi mawaris meliputi ashobah, hajib, bagian-bagian ahli waris. Pembelajaran pada tahap dua ini bertujuan membuka daya imajinasi kreatif siswa serta pemahaman siswa terhadap materi. Mengenai urutan pembelajaran masih sama dengan siklus I hanya saja lebih ditingkatkan dalam mengkondisikan kelas. Pada tahap ini siswa akan memahami materi-materi mawaris sehingga akan mempermudah dalam menghitung soalsoal mawaris pada sikulus ke dua yang dihadapi, dan pemecahannya
yang
berkaitan
dengan
upaya
peningkatan
efektivitas pembelajaran melalui strategi the student group. Salah
64
satu model pembelajaran kooperatif dengan bahan yang telah disiapkan.
3. Perencanaan pembelajaran siklus tiga: Dalam siklus dua sudah disinggung sedikit tentang latihan soal mawaris dan pada siklus tiga lebih difokuskan agar siswa terampil dalam menjawab soal-soal mawaris. Pengamatan dilakukan secara terus menerus mulai dari siklus I tahap demi tahap sampai siklus III. Pengamatan di siklus I akan dijadikan bahan untuk penyusunan rencana tindakan di siklus II dan seterusnya. Dari tiga siklus pengamatan yang telah dilakukan baik proses maupun hasil dari tingkat ketercapaian hasil tindakan, maka dapat diambil kesimpulan dilanjutkan atau tidak, berhasil atau tidaknya proses tindakan yang telah dilakukan. d. Refleksi Refleksi adalah mengingat dan menerangkan suatu tindakan persis yang telah dicatat dalam observasi. Refleksi berusaha memahami proses, masalah, persoalan dan kendala yang nyata dalam tindakan strategis. Kegiatan refleksi itu terdiri dari atas empat aspek, yaitu: 1. Analisis data hasil observasi 2. Pemaknaan hasil analisis 3. Penjelasan hasil analisis
65
4. Penyimpulan, maka perencanaan berikutnya merupakan tindakan yang sudah revisi dan merupakan siklus ke dua dari siklus pertama.
66
BAB III I. METODE PENELITIAN
Objek Tindakan Kelas Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri I Ponorogo, dengan mengambil kelas eksperimen kelas XII IPA 3. penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Adapun jenis tindakan yang diteliti adalah sebagai berikut: 4. Pembelajaran PAI di Kelas XII IPA 3 SMA Negeri I Ponorogo tahun pelajaran 2008/2009. 5. Pembelajaran PAI melalui strategi The Student Group di Kelas XII IPA 3 SMA Negeri I Ponorogo tahun pelajaran 2008/2009. 6. Efektivitas pembelajaran PAI melalui strategi The Student Group di Kelas XII IPA 3 SMA Negeri I Ponorogo tahun pelajaran 2008/2009.
Setting/Subjek Penelitian Tindakan Kelas Setting atau lokasi Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini adalah SMA Negeri I Ponorogo kelas XII IPA 3, dengan jumlah siswa 42 anak terdiri dari 28 perempuan dan 14 laki-laki. Mata Pelajaran PAI dengan aspek Fiqih Pokok Bahasan Ilmu Mawaris, Semester I (Gasal), Tahun ajaran 2008/2009. SMA Negeri I Ponorogo mempunyai letak geografis yang sangat strategis karena berada di sebelah Timur Kota Ponorogo. Sekolah ini sangat mudah dijangkau oleh kendaraan umum ataupun pribadi karena berada pada
67
jalur angkutan kota dan angkutan keluar kota (Pacitan, Trenggalek, dan Blitar). Sekolah ini tepatnya di Jl. Budi Utomo No. 1 Kelurahan Ronowijayan Kecamatan Siman Kabupaten Ponorogo. Atau tepatnya di sebelah timur dari SDN Ronowijayan Siman Ponorogo. SMA Negeri I Ponorogo didirikan di atas sebidang tanah seluas ± 21.110 m2.77
Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah dengan menggunakan logika pelaksanaan PTK melalui proses pengkajian berdaur yang terdiri dari empat tahap, yaitu perencanaan, tindakan, observasi, refleksi perencanaan. Logika empat tahap tersebut dapat digambarkan pada gambar 3.1 sebagai berikut: Identifikasi Masalah
Perencanaan (Planning) Refleksi
Siklus I Tindakan (Acting) Siklus II
Observasi Perencanaan (Planning) Dst. Gambar: 3.1 Logika Empat Tahap Pelaksanaan PTK
77
Lihat transkip dokumentasi nomor; 02/D/F.1/12.XI/2008.
Siklus III
68
Dan juga dapat diperoleh dengan cara-cara penggunaan alat monitoring. Yaitu, tes, pengamatan, catatan jurnal, analisa dokumen, kartu portofolio, kuesioner (angket), rekaman suara atau gambar (video), sosiometri, dan slide. Data-data tersebut dihimpun karena diperlukan sebagai bahan pertimbangan mengenai keberhasilan suatu bentuk tindakan yang dilakukan sebagai alternatif pemecahan masalah sesuai dengan indikator-indikator yang sudah ditetapkan.78 Catatan observasi dipergunakan untuk mengetahui peningkatan aktivitas siswa dan ketrampilan kooperatif siswa. Sedangkan evaluasi dilakukan untuk mengukur peningkatan efektivitas belajar siswa.
Metode Analisa Data Untuk mengetahui hasil dari suatu penelitian, perlu diadakan analisa data. Data hasil observasi pembelajaran dianalisa, kemudian ditafsirkan berdasarkan kajian pustaka dan pengalaman guru.79 Semua data yang dihimpun perlu dianalisis dalam tiga tahapan. Pertama, melakukan reduksi data dengan memilah-milah data mana saja yang sekiranya bermanfaat dan data mana saja yang dapat diabaikan, sehingga data yang terkumpul dapat memberikan informasi yang bermakna. Kedua, paparan data bisa ditampilkan dalam bentuk narasi, grafis, tabel, dan matrik yang berfungsi untuk menunjukkan informasi tentang sesuatu hal berkaitan dengan variabel yang satu dengan yang lain, dan ketiga, adalah penyimpulan, yaitu proses menarik
78
Susilo, Panduan Penelitian Tindakan Kelas (Yogyakarta: Pustaka Boox Publisher,
2007), 12.
79
Sugiono, Metode Penelitian Bisnis (Bandung: Alvabeta, 2000), 73.
69
intisari atas sajian data dalam bentuk pernyataan yang singkat dan padat tetapi mengandung pengertian yang luas. 80 Dalam hal ini analisa data dilakukan sejak proses pelaksanaan siklus I sampai siklus III, analisa dilakukan terhadap perencanaan pembelajaran yang difokuskan pada pemahaman materi mawaris melalui strategi pembelajaran the student group pada pelajaran PAI siswa kelas XII IPA 3 SMA Negeri I Ponorogo. Dan pada siklus III lebih ditekankan pada penerapan terhadap materi yang telah didapat dari siklus I dan II, sehingga lebih mudah dan cepat dalam menjawab soal hitungan mawaris terkait dengan harta yang ditinggalkan si mayit. Dari keseluruhan data yang didapat dapat disimpulkan bahwa pembelajaran peningkatan efektivitas pemahaman bab mawaris melalui strategi pembelajaran the student group menunjukkan hasil yang baik. Dengan menggunakan lembar analisis per indikator dan observasi.
Tahap-Tahap Penelitian Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap, terdiri dari studi pendahuluan dan pelaksanaan penelitian: 3. Studi Pendahuluan Tahap awal penelitian tindakan kelas ini dilakukan dengan cara mencari fakta di lapangan, terutama masalah yang berkaitan dengan pembelajaran pendidikan agama Islam pada aspek fiqih yaitu bab ilmu
80
Susilo, Panduan Penelitian Tindakan Kelas, 13.
70
mawaris. Temuan-temuan di lapangan dianalisis untuk dijadikan bahan penyusunan rencana tindakan. Pada tahap ini pengamatan dilakukan pada pelaksanaan pembelajaran PAI ilmu mawaris di kelas XII IPA 3 SMA Negeri I Ponorogo. Berdasarkan pengamatan maka dapat diketahui bahwa pada saat pembelajaran berlangsung siswa-siswi kurang memperhatikan, banyak yang ramai, merasa bosan (terkait dengan penggunaan strategi) dan sifat individual. Oleh karena itu, peneliti lebih menitikberatkan pada pembelajaran PAI agar menjadi efektif dan menyenangkan. Hal yang dikemukakan tadi merupakan salah satu masalah yang perlu segera diatasi supaya tujuan pembelajaran tercapai dengan baik. Dan peneliti mengajukan
salah
satu solusi yang diperkirakan dapat
meningkatkan efektivitas pembelajaran PAI di kelas XII IPA 3 SMA Negeri I Ponorogo, yaitu dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif “The Student Group”. Istilah The Student Group yang mana berbasis
kerjasama
dalam
kelompok
juga
sama
dengan model
pembelajaran kooperatif lainnya, misalnya Jigsaw Learning, Cooperative Integrated Reading dan Composition (CIRC), STAD, Numbered Head Together dan sebagainya. Secara umum peneliti akan berusaha menerapkan alternatif tindakan agar dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi tadi. Hasil rancangan pembelajaran tersebut dikemas dalam siklus. Rancangan tindakan siklus satu disusun dari hasil refleksi dari studi pendahuluan, rancangan siklus dua sebagai hasil refleksi siklus satu dan seterusnya.
71
4. Pelaksanaan Penelitian i.
Pelaksanaan Tindakan Proses pelaksanaan tindakan dilakukan oleh penulis dengan cara peneliti sebagai guru kelas dan kelas yang dijadikan obyek penelitian,
walaupun
begitu
peneliti
berupaya
keras
dalam
melaksanakan tindakan sesuai dengan prosedur dan rencana tindakan yang telah ditetapkan. Pelaksanaan pemberian tindakan ditujukan untuk memberi pemahaman tentang materi mawaris dengan strategi The Student Group. Sebelumnya telah diuraikan bahwa masalah yang akan dipecahkan pada penelitian ini adalah yang berkaitan dengan efektivitas pemahaman serta hasil belajar dalam pelajaran pendidikan agama Islam siswa kelas XII IPA 3 SMA Negeri I Ponorogo. Proses tindakan dilakukan selama 3 siklus dengan pengaturan jadwal sebagai berikut: Siklus I (05 Nopember 2008) Siklus II (12 Nopember 2008) Siklus III (19 Nopember 2008) Setelah proses pembelajaran pada siklus I yang dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, kemudian diobservasi dan ditindaklanjuti dengan refleksi, maka berdasarkan hasil refleksi pada siklus I ini akan
72
dijadikan dasar penyusunan rencana tindakan selanjutnya, yaitu siklus III. Pada siklus II pembelajaran dilakukan dengan pematangan materi tentang mawaris agar mudah dalam mengerjakan soal-soal mawaris. Pada siklus III pembelajaran dilakukan untuk lebih terampil dalam mengerjakan soal-soal mawaris. ii.
Pengamatan Penelitian ini memerlukan kecermatan peneliti maka pada proses tindakan, peneliti melakukan pengamatan terhadap proses berlangsungnya pembelajaran dengan pemantauan yang menyeluruh terhadap pelaksanaan tindakan, menggunakan instrumen pengumpul data yang telah ditetapkan sehingga diperoleh data penting tentang pelaksanaan tindakan, kendala-kendala.
iii.
Rancangan Tindakan Tindakan yang dirancang pada siklus I dibuat berdasarkan refleksi hasil studi pendahuluan. Adapun rancangannya dalam PTK ini terdiri dari 3 siklus dengan tujuan membentuk pemahaman tentang mawaris dan permasalahan-permasalahan dalam mawaris (menghitung soal). Pada siklus satu dan dua lebih difokuskan pada pemahaman teoritik tentang mawaris, dengan tujuan agar mudah dalam
73
melanjutkan ke siklus 3, yaitu menghitung bagian-bagian yang berhak mendapatkan warisan. Langkah-langkah pembelajaran disajikan berdasarkan urutan seperti di bawah ini: 4. Perencanaan pembelajaran siklus satu: Menjelaskan materi tentang mawaris, meliputi pengertian, sebab-sebab mendapat warisan, ahli waris dan dzawil furudz. Pelaksanaan kegiatan dimulai dengan (1) Pembagian kelompok; (2) Memberikan pokok bahasan; (3) Diskusi dengan kelompok; (4) Presentasi; dan (5) Guru mengklarifikasi. 5. Perencanaan pembelajaran siklus dua: Masih sama pada siklus I, tentang materi mawaris meliputi ashobah, hajib, bagian-bagian ahli waris. Pembelajaran pada tahap dua ini bertujuan membuka daya imajinasi kreatif siswa serta pemahaman siswa terhadap materi. Mengenai urutan pembelajaran masih sama dengan siklus I hanya saja lebih ditingkatkan dalam mengkondisikan kelas. Pada tahap ini siswa akan memahami materi-materi mawaris sehingga akan mempermudah dalam menghitung soalsoal mawaris pada sikulus ke dua yang dihadapi, dan pemecahannya
yang
berkaitan
dengan
upaya
peningkatan
efektivitas pembelajaran melalui strategi the student group. Salah
74
satu model pembelajaran kooperatif dengan bahan yang telah disiapkan.
6. Perencanaan pembelajaran siklus tiga: Dalam siklus dua sudah disinggung sedikit tentang latihan soal mawaris dan pada siklus tiga lebih difokuskan agar siswa terampil dalam menjawab soal-soal mawaris. Pengamatan dilakukan secara terus menerus mulai dari siklus I tahap demi tahap sampai siklus III. Pengamatan di siklus I akan dijadikan bahan untuk penyusunan rencana tindakan di siklus II dan seterusnya. Dari tiga siklus pengamatan yang telah dilakukan baik proses maupun hasil dari tingkat ketercapaian hasil tindakan, maka dapat diambil kesimpulan dilanjutkan atau tidak, berhasil atau tidaknya proses tindakan yang telah dilakukan. e. Refleksi Refleksi adalah mengingat dan menerangkan suatu tindakan persis yang telah dicatat dalam observasi. Refleksi berusaha memahami proses, masalah, persoalan dan kendala yang nyata dalam tindakan strategis. Kegiatan refleksi itu terdiri dari atas empat aspek, yaitu: 5. Analisis data hasil observasi 6. Pemaknaan hasil analisis 7. Penjelasan hasil analisis
75
8. Penyimpulan, maka perencanaan berikutnya merupakan tindakan yang sudah revisi dan merupakan siklus ke dua dari siklus pertama.
76
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 1. Pelaksanaan pembelajaran PAI di kelas XII IPA 3 SMA Negeri I Ponorogo menunjukkan bahwa partisipasi siswa rendah dan keaktifan siswa juga masih rendah. Hal ini dikarenakan belum maksimalnya guru dalam menerapkan metode pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar. 2. Pembelajaran PAI melalui strategi The Student Group di kelas XII IPA 3 SMA Negeri I Ponorogo, yaitu dengan menerapkan strategi kooperatif. Mengacu pada materi yang akan disampaikan kepada siswa maka kompetensi yang berbasis kooperatif atau kerjasama menjadi solusi agar dalam penyampaian materi sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Adapun langkah-langkah pembelajaran melalui strategi The Student Group: guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok, kemudian meminta siswa untuk duduk dengan teman sekelompok. Selanjutnya guru membagi tugas atau permasalahan yang berisi pokok-pokok materi yang akan dipelajari. Kemudian guru meminta siswa mempresentasikan dan membuka tanya jawab dan guru menyampaikan kembali ulasan materi yang sedang dipelajari tersebut.
3. Dengan menggunakan strategi pembelajaran The Student Group dapat meningkatkan efektifitas pembelajaran di kelas XII IPA 3 SMA Negeri I Ponorogo. Hal ini dapat dilihat dari perubahan siklus ke siklus selanjutnya
77
yaitu mengalami peningkatan baik dari aspek aktivitas siswa, kerjasama siswa serta hasil belajar siswa. Adapun aspek aktivitas siswa pada siklus I mencapai 38%. Siklus II mencapai 64 % dan pada siklus III mencapai 95%. Hasil belajar dan ketuntasan dalam pembelajaran PAI di kelas XII IPA 3 SMA Negeri I, mengalami peningkatan dari siklus I, siswa yang tuntas mencapai 40% sedangkan pada siklus II siswa yang tuntas mencapai 90% dan pada siklus III siswa yang tuntas mencapai 95%.
B. Saran Berdasarkan dengan implementasi model pembelajaran kooperatif The Student Group
dalam pembelajaran PAI, maka saran-saran yang dapat
dikemukakan antara lain. 1. Bagi guru SMA, SMK, maupun MA ataupun yang sederajat dianjurkan untuk menerapkan model Pembelajaran Kooperatif The Student Group sebagai salah satu alternatif dalam meningkatkan efektifitas pembelajaran siswa serta sebagai upaya dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas yang mencerminkan pendekatan konstruktivistik seperti yang dirasakan dalam kurikulum 2006. 2. Bagi peneliti yang berminat di bidang yang sama, hasil penelitian ini dengan segala kendala dan keterbtasannya merupakan informasi awal yang dapat dijadikan referensi untuk penelitian selanjutnya. Oleh karena itu, diharapkan peneliti menguji aspek yang lain sehingga bisa melengkapi khazanah keilmuan. Khususnya di bidang Penelitian Pendidikan Agama Islam.
78
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Mulyono. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003. Ahmadi Abu, dan Tri Prasetya, Joko. Stategi Belajar Mengajar. Bandung: CV. Pustaka Setia, 2005. Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta, 2002. Depag RI, Al-Qur'an dan Tafsirnya. Yogyakarta: PT. Dana Bakti, 1990. Dja’far, Zainudin. Dedaktik Metodik. Pasuruan: Garoeda Buana Indah, 1995. Djamarah, Syaiful Bahri dan Zain, Aswan. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002. Daradjat, Zakiyah. Metode Khusus Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1995. Fahrurrozi. Manajemen Strategi Kepemimpimam Pendidikan, terj. Yogyakarta: Ircisod. 2006. Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang bekerja sama dengan Pustaka Pelajar, PBM. PAI di Sekolah Eksistensi Proses Belajar-Mengajar PAI. Yogyakarta, Anggota IKAPI, 1998. Hamalik, Oemar. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara, 2003. Ihsan, Hamdani dan Ihsan, A. Fuad. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: CV. Pustaka Setia, 1998. Komariah Aan dan Triatna, Cepi. Visionary Leadership Menuju Sekolah Efektif. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006. Madya Widyaiswara. Model Pembelajaran. Tru VEDC Teknologi Malang. 2007. Marjo, Ys. Kamus Terminologi. Surabaya: Bringin Jaya, 1994. Majid, Abdul dan Andayani, Dian. Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004. Modul 2. Pembekalan Mahasiswa PPLK II. PAI STAIN Ponorogo, 2008
79
Muhaimin. Paradigma Pendidikan Islam: Upaya mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002. Nasution, Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara, 1999. Ngafenan, Mohammad. Kamus Kesusastraan. Surabaya: Ef Har Offcet, 1990. Nurdin, Safruddin. Model Pembelajaran yang Memperhatikan Keragaman Individu Siswa dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: PT. Ciputat Press, 2005. Nur, Mohamad. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: pusat Sain dan Matematika Sekolah UNESA, 2005. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1989. Poerwati, Endang dan Widodo, Nur. Perkembangan Peserta Didik. Malang: UMM Press, 2002. Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 2006. Shalahuddin, Mahfudh. Metodologi Pendidikan Agama. Surabaya: Ilmu, 1987.
PT. Bina
Slameto. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003. Silberman, Mel. Active Learning 101 Strategi Pembelajaran Aktif. Terj. Sarjuli. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 1996. Tilaar, H. A. R. Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta, 2000. Tohirin. Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (Berbasis Integrasi dan Kompetensi). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006. Uhbiyati, Nur. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia, 1997. Uno, Hamzah B. Orientasi Baru Dalam PsikologiPembelajaran. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006. Usman, Basyiruddin. Metodologi Pembelajaran Agama Islam. Jakarta: Ciputat Pres, 2002. Zaini, Hisyam. Sekar Ayu Aryani, Strategi Pembelajaran Aktif di Perguruan Tinggi. Yogyakarta: CTSD, 2002.
80
Zuhri, Karim dan Zuhri, Sholeh. Fiqih Untuk Madrasah Aliyah. Kelas XI. 2005.