BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan bermasyarakat, hubungan antara umat manusia merupakan sesuatu yang tak terhindarkan. Baik itu terjalin secara individu maupun antara komunitas satu dengan lainnya. Tidak terkecuali hubungan pemeluk agama tertentu dengan pemeluk agama lainnya. Persoalan yang selalu dibicarakan sampai sekarang, sekalipun merupakan bagian dari masalah klasik adalah hubungan kaum Muslim dengan non Muslim. Bahkan boleh jadi akan terus bergulir sebagai isu menarik bagi pemerhati hubungan kedua komunitas tersebut, secara spesifik bagi agamawan. Sebab tidak jarang melalui hubungan tersebut, muncul beragam konflik antara Muslim dengan non Muslim. Bahkan di era modern, konflik dimaksud juga pernah melanda Bosnia, Sudan, atau Azerbaijan. 1 Bagi seorang Muslim, Rasullullah SAW. adalah tauladan yang baik sebagaimana yang di sebut didalam Al Quran (QS. al-Ahzab:21),
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu 1
Alwi Shihab, Islam InklusifMenuju Sikap Terbuka dalam Beragama (Bandung: Mizan, 1997), hlm. 40.
1
Namun mencontohi dan meneladani Rasul SAW. dalam kaitan hidup berdampingan
dengan
non
Muslim
tidaklah
sesederhana
yang
dibayangkan. Pasalnya, di masa Nabi Muhammad SAW. , hubungan antara Muslim dengan non Muslim kerap kali melahirkan konflik. 2 Baik itu antara kaum Muslim dengan kafir Quraisy (musyrik), atau antara Muslim dengan Yahudi maupun Kristen yang sebelumnya cenderung hidup rukun dan damai. Pertikaian maupun konflik dimaksud, misalnya berupa perang yang terjadi antara komunitas Muslim dengan non Muslim yang berlangsung selama masa tersebut. Bahkan bila dilihat lebih jauh, 11 tahun terakhir dari misi Rasulullah SAW. di Madinah, hanya di tahun 10 H yang tidak terjadi perang di dalamnya.3 Tentu berbagai konflik dan permasalahan hubungan Muslim dengan non Muslim di masa Nabi SAW. masih menyisakan pertanyaan besar bagi sementara orang, termasuk non Muslim. Sebab ayat al-Qur’an menunjukkan kalau Nabi SAW. sebagairahmatan li al-`alamin (QS. AlAnbiya:107). Sementara itu, bila ayat-ayat semakna diinterpretasikan melalui hadis Nabi SAW. , terkait dengan hubungan Muslim dengan non
2
Fathimah Usman, Wahdat al-Adyan Dialog Pluralisme Agama (Yogyakarta: LKIS, 2002), hlm. 76-77, 81-82. 3 Tahun ke 1 sampai 9 H, praktis terjadi kontak senjata antara Muslim dengan non Muslim, baik itu dengan musyrik maupun komunitas ahl al-kitab. Perang tersebut di antaranya: ghazwah `Usyairah (1 H), Badar (2 H), Uhud (3 H), perang bani Nadhir (4 H), Khandaq/Ahzab dan perang bani Quraizhah di tahun 5 H, perang bani Musthaliq (6 H), Khaibar (7 H), Hunain dan Tha’if (8 H) serta Sariyya Thayyi dan Tabuk di tahun 9 H.
2
Muslim di masa itu,4 maka dijumpai pula hadis-hadis Nabi SAW. secara tekstual mengindikasikan kondisi yang berseberangan. Yang mana, seperti nampak pada hukuman murtad, pembunuhan terhadap personil non Muslim, pemberlakuan al-jizyah, dan sebagainya. Ini semua akan penulis bahaskan pada bab seterusnya nanti. Dalam mengamati kondisi tersebut di atas, ulama beraliran klasik seperti al-Qurthubi (w. 671 H) cenderung memahami melalui beberapa ayat alQur’an misalnya:;
َﻋُﺪۡ َٰونَ إ ﱠِﻻ َﻋﻠَﻰ ٱﻟ ﱠٰﻈﻠِﻤِﯿﻦ Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim5 Sebagai landasan memerangi non Muslim, khususnya musyrik, merupakan keputusan final. Karena hadis maupun ayat-ayat landasan tersebut dianggap membatalkan (nasikh) ayat tentang tidak ada paksaan dalam memilih agama (QS. al-Baqarah:256)6 atau yang berisi dawah
4
`Umar Hasyim, Toleransi dan Kemerdekaan Beragama Dalam Islam Sebagai Dasar Menuju Kerukunan Antar Agama (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1979), hlm. 57. 5 QS. Al-Baqarah:193. 6 ﻚ ﺑِﭑﻟۡ ﻌ ُۡﺮوَ ِة َ ٱﺳۡ ﺘَﻤۡ َﺴ ٢٥٦ 256. Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang
3
dengan lembut (QS. al-Baqarah:83) Atau pemahaman mereka juga melalui interpretasi hadis secara sepihak, misalnya mengecualikan komunitas non Muslim tertentu seperti ahl al-kitab (Yahudi dan Kristen) dari perang. Dengan alasan komunitas tersebut telah membayar al-jizyah. Adapun komunitas non Muslim yang musyrik, tidak diberi pilihan karena mereka harus diperangi, sebab al-jizyah tidak berlaku untuk musyrik manapun.7 Pendapat ulama semacam di atas, ternyata tidak berhenti sampai di sini. Namun merambah ke beberapa aspek hubungan yang terkait antara Muslim dengan non Muslim. Sebagian mereka tidak dieksekusinya Muslim yang membunuh non Muslim berstatus mu`ahad di bawah perlindungan Islam, serta konsensus fuqaha’ mengenai dieksekusinya pelaku murtad. Pemahaman sebagian ulama terhadap berbagai masalah tersebut, mengindikasikan ada penilaian yang tidak berimbang pada komunitas non Muslim. Pemahaman ulama terkait dengan beberapa hal tersebut di atas, menjelaskan bahwa sebagian di antara mereka menjadikan teks hadis tertentu
sebagai
pembatalan
terhadap
teks
hadis
lainnya,
serta
memahaminya secara general. Ironisnya, beberapa pemahaman tersebut menjadi ‘senjata’ bagi sebagian kaum Muslim dewasa ini bersikap radikal kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. 7 Abu ‘Abdullah Al-Qurtubi, Tafsir al-Qurthubi, juz VIII, hlm. 110-111; Ibn Hajar, Fath…, Juz VI, hlm. 393; Abu Zakariyya Yahya bin Syaraf al-Din al-Nawawi (w. 676 H), Shahih Muslim bi Syarh al-Nawawi, (Beirut: Dar al-Fikr, 2000), jilid VI, vol XII, hlm. 33.
4
dalam menyikapi hidup berdampingan dengan non Muslim. Teks-teks keagamaan dijadikan sebagai ‘penguasa kebenaran’ 8 terhadap tindakan yang merugikan masyarakat, dengan melakukan pengeboman fasilitas umum contohnya di Bali (2001 dan 2003). Terdapat
hadis-hadis
yang
menunjukkan
sikap
ketegasan
Rasulallah dan para sahabat yang melakukan hukuman kepada mereka yang non muslim yang bisa menimbulkan kesalahfahaman kepada mereka yang jahil didalam agama. Riddah (murtad) mencakup berbagai bentuk, baik ucapan, perbuatan, i’tiqad maupun keraguan yang semuanya mengakibatkan seseorang dapat dinyatakan keluar dari Islam dan bukan hanya sebatas orang melakukan pindah agama dari Islam kepada agama non Islam. 9 Sikap orang yang murtad merupakan bagian perilaku jarīmah.10 Lebih lanjut tindakan riddah ini dipandang sebagai sebuah tindak pidana sehingga hukuman yang dijatuhkan atas orang murtad tersebut ialah hukuman mati. Secara normatif dengan mengacu kepada hadis
8
Tim Penulis Paramadina, Fiqih Lintas Agama, (Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina, 2005), hlm. 134. 9 Drs. Makhrus Munajat, M.Hum, Hukum Pidana Islam Di Indonesia, (Yogyakarta: TERAS, 2009), hlm. 162. 10 Istilah jarīmah mempunyai kandungan arti yang sama dengan istilah jinayah, baik dari segi bahasa maupun dari segi istilah. Dari segi bahasa jarimah merupakan kata jadian (masdar) dengan asal kata jarama yang artinya berbuat salah, sehingga jarimah mempunyai arti perbuatan salah. Dari segi istilah, jarimah diartikan larangan-larangan syara’ yang diancam oleh Allah dengan hukuman had atau ta’zir. Sedangkan jarimah riddah adalah murtadnya seorang dikenai hukuman mati. Lihat Ibid, hlm. 3-5.
5
ﻓَﺒَﻠَ َﻎ,ﻓَﺄَﺣْ َﺮﻗَﮭُ ْﻢ,ﺿﻰَ ْﷲُ َﻋ ْﻨﮫُ ﺑِﺰَ ﻧَﺎ ِدﻗَ ٍﺔ ِ ﻰ َر ٌ َأُﺗِﻰَ ﻋﻠ:ﻋَﻦْ ِﻋ ْﻜ َﺮ َﻣﺔَ ﻗَﺎل , ﻟَﻮْ ُﻛﻨْﺖُ اَﻧﺎَ ﻟَ ْﻢ أُ َﺣ ﱢﺮ ْﻗﮭُ ْﻢ: ﻓَﻘَﺎ َل,س ٍ ﻚ اِﺑْﻦُ َﻋﺒﱠﺎ َ َِذﻟ ِﻟِﻘَﻮْ ل,ب ﷲِ( َوﻟَﻘَﺘَ ْﻠﺘُﮭُ ْﻢ ِ ) َﻻ ﺗُ َﻌ ﱢﺬﺑُﻮْ ا ﺑِ َﻌ َﺬ ْا: ﻗَﺎ َل,ﷲُ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ َواﻟِ ِﮫ َو َﺳﻠﱠ ْﻢ (ُ)ﻣَﻦْ ﺑَﺪﱠل ِد ْﯾﻨَﮫُ ﻓَﺎ ْﻗﺘُﻠُﻮْ ه,ﺻﻠَﻰ ﷲُ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ َوأَﻟِ ِﮫ َو َﺳﻠﱠ َﻢ َ َِرﺳُﻮْ ِل ﷲ bahwasannya Ali bin Abi Thalib ra pernah menghukum orang zindik dengan cara membakar . Lalu berita itu sampai kepada Ibnu Abbas ra maka ia berkata: “Kalau saja aku pada tempatmu, maka aku tidak membakar mereka karena larangan Nabi: “Janganlah kalian menyiksa dengan siksaan Allah.” Dan yang aku lakukan adalah membunuh mereka sebagaimana sabda Rasulullah Saw: “Barang siapa yang mengganti agamanya (murtad) maka bunuhlah ia.” Dan didukung dengan hadits:
ْﻖ ﺑْﻦُ َﻣ ْﻨﺼُﻮ ٍر ﻗَﺎ َل أَ ْﻧﺒَﺄَﻧَﺎ َﻋ ْﺒ ُﺪ اﻟﺮﱠﺣْ ﻤَﻦِ ﻋَﻦْ ُﺳ ْﻔﯿَﺎنَ ﻋَﻦ ُ اﺧْ ﺒَﺮَ ﻧَﺎ إِ ْﺳ َﺤ ﷲ ﻗَﺎلَ ﻗَﺎ َل َرﺳُﻮ ُل ِ ق ﻋَﻦْ َﻋ ْﺒ ِﺪ ﱠ ٍ ﷲ ﺑْﻦِ ُﻣ ﱠﺮةَ ﻋَﻦْ َﻣ ْﺴﺮُو ِ ﺶ ﻋَﻦْ َﻋ ْﺒ ِﺪ ﱠ ِ ْاﻷَ ْﻋ َﻤ ﷲُ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ َو َﺳﻠﱠ َﻢ َواﻟﱠﺬِي َﻻ إِﻟَﮫَ َﻏ ْﯿ ُﺮهُ َﻻ ﯾَﺤِ ﻞﱡ َد ُم ا ْﻣﺮِئٍ ُﻣ ْﺴﻠِﻢٍ ﯾَ ْﺸﮭَ ُﺪ ﺻﻠﱠﻰ ﱠ َ ِﷲ ﱠ ق ُ ِﻺﺳ َْﻼمِ ُﻣﻔَﺎ ِر ِْكﻟ ُ ﷲِ إ ﱠِﻻ ﺛ ََﻼﺛَﺔُ ﻧَﻔَ ٍﺮ اﻟﺘﱠﺎ ِر ﷲُ َوأَﻧﱢﻲ رَ ﺳُﻮ ُل ﱠ أَنْ َﻻ إِﻟَﮫَ إ ﱠِﻻ ﱠ 11 ﺲ ِ ا ْﻟ َﺠﻤَﺎ َﻋ ِﺔ َواﻟﺜﱠﯿﱢﺐُ اﻟﺰﱠاﻧِﻲ وَ اﻟﻨﱠﻔْﺲُ ﺑِﺎﻟﻨﱠ ْﻔ Telah mengabarkan kepada kami Ishaq bin Manshur, ia berkata; telah memberitakan kepada kami AbdurRahman dari Sufyan dari Al Amasy dari Abdullah bin Murrah dari Masruq dari Abdullah, ia berkata; Rasulullah SAW.bersabda:"Demi Dzat yang tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali dia. Tidaklah halal darah seorang muslim yang bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan saya adalah Rasulullah kecuali tiga orang, yaitu: orang yang meninggalkan Islam dan memisahkan diri dari jamaah, seorang janda yang berbuat zina, dan membunuh jiwa." Juga tindakan Saidina Abu Bakar r.a ketika mejadi khalifah, lepas wafatnya Rasulullah telah memerangi orang-orang murtad di zaman tersebut. Sahabat-sahabat semuanya tidak ada yang membantah, malah 11
Ibid,Kitab al-Tahrim al-Dam, bab al-Hukum fi al-Murtad.
6
turut sama memerangi orang-orang murtad itu. Para sahabat telah mengambil beberapa tindakan ke atas mereka yang cubakeluar ataupun menyeleweng daripada agama Islam. Berdasarkan tindakan ini ulamaulama Islam seluruhnya berijmak mengatakan bahawa sememangnya hukuman ke atas orang yang murtad adalah bunuh.12
اَنﱠ ﻧَﻔَﺮًا ﻣِﻦْ ُﻋﻜْﻞٍ ﺛَﻤَﺎﻧِﯿَﺔً ﻗَ ِﺪﻣُﻮْ ا َﻋﻠَﻰ: ٌﻋَﻦْ اَﺑِﻰ ﻗِﻼَﺑَﺔَ َﺣ ﱠﺪﺛَﻨِﻰ اَﻧَﺲ َْرﺳُﻮْ لِ ﷲِ ص ﻓَﺒَﺎﯾَﻌُﻮْ هُ َﻋﻠَﻰ ْا ِﻻ ْﺳﻼَمِ ﻓَﺎ ْﺳﺘَﻮْ ﺧَ ﻤُﻮا ْاﻻَرْ ضَ وَ َﺳﻘُﻤَﺖ اَﻻَ ﺗَﺨْ ُﺮﺟُﻮْ نَ َﻣ َﻊ:ﻚ اِﻟَﻰ َرﺳُﻮْ ِل ﷲِ ص ﻓَﻘَﺎ َل َ ِ ﻓَ َﺸﻜَﻮْ ا ذﻟ،ْاَﺟْ ﺴَﺎ ُﻣﮭُﻢ ﻓَ َﺨ َﺮﺟُﻮْ ا. ﺑَﻠَﻰ:ﺼ ْﯿﺒُﻮْ نَ ﻣِﻦْ اَ ْﺑ َﻮاﻟِﮭَﺎ َو اَ ْﻟﺒَﺎﻧِﮭَﺎ؟ ﻓَﻘَﺎﻟُﻮْ ا ِ َُرا ِﻋ ْﯿﻨَﺎ ﻓِﻰ اِﺑِﻠِ ِﮫ ﻓَﺘ . ﻓَﻘَﺘَﻠُﻮا اﻟﺮﱠا ِﻋ َﻲ وَ طَ َﺮدُوْ ا ْا ِﻻﺑِ َﻞ.ﺼﺤﱡ ﻮْ ا َ َ ﻓ.ﻓَ َﺸ ِﺮﺑُﻮْ ا ﻣِﻦْ اَ ْﺑ َﻮاﻟِﮭَﺎ َو اَ ْﻟﺒَﺎﻧِﮭَﺎ َ ﻓَﺒَﻌَﺚَ ﻓِﻰ آﺛَﺎ ِر ِھ ْﻢ ﻓَﺎ ُ ْد ِرﻛُﻮْ ا ﻓَﺠِ ﻲْ َء ﺑِ ِﮭ ْﻢ ﻓَﺎَﻣَﺮ.ﻚ َرﺳُﻮْ َل ﷲِ ص َ ِﻓَﺒَﻠَ َﻎ ذﻟ ﺲ ِ ﺑِ ِﮭ ْﻢ ﻓَﻘُﻄِ ﻌَﺖْ اَ ْﯾ ِﺪ ْﯾ ِﮭ ْﻢ َو اَرْ ُﺟﻠُﮭُ ْﻢ َو ُﺳ ِﻤ َﺮ اَ ْﻋﯿُﻨُﮭُ ْﻢ ﺛُ ﱠﻢ ﻧُﺒِﺬُوْ ا ﻓِﻰ اﻟ ﱠﺸ ْﻤ ﻣﺴﻠﻢ.َﺣﺘﱠﻰ ﻣَﺎﺗُﻮْ ا Dari Abu Qilabah ia berkata, “Anas menceritakan kepadaku bahwasanya ada sekelompok orang dari suku ‘Ukal sebanyak delapan orang datang kepada Rasulullah SAW, lalu mereka itu berbai’at kepada beliau untuk masuk Islam. Kemudian mereka tidak cocok dengan iklim di situ, sehingga sakit. Maka mereka mengadukan hal tersebut kepada Rasulullah SAW. Beliau bersabda, “Maukah kalian keluar bersama penggembala kami di tempat untanya sehingga kalian bisa mendapatkan kencing dan susu unta itu ?”. Mereka menjawab, “Mau”. Lalu mereka keluar dan minum dari kencing dan susu unta itu, sehingga sembuh. Kemudian mereka membunuh penggembala, dan membawa lari unta-unta itu, lalu berita itu sampai kepada Rasulullah SAW, maka beliau mengutus para shahabat untuk mengejar mereka. Kemudian mereka itu tertangkap dan dibawa (menghadap Nabi SAW). Lalu Nabi SAW memerintahkan terhadap mereka itu, maka mereka dipotong tangan dan kaki mereka serta mata mereka dipaku. Kemudian mereka dipanaskan di terik matahari hingga mati”. 13 12
Siti Zubaidah Ismail, Jurnal Hokum, Disember 2008. Al-Imam Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi (204 261 H ) Al-Jami` ash-Shahih(Bairut: Dar al Fikr; 1994) Juz 3, hlm. 1296. 13
7
Di atas telah menunjukkan bahawa bagaimana tindakan-tindakan yang telah diambil oleh Nabi SAW. dan para sahabat terhadap orang murtad yang bisa kita ketegorikan sebagai tindakan yang tegas terhadap mana-mana pihak yang keluar dari agama Islam. Dalam pandangan fikih tradisional, sangat jelas bahwa di bawah hukum Islam, seorang yang murtad harus dihukum bunuh. Beberapa pandangan ahli hukum klasik juga mengindikasikan bahwa, murtad memang
harus
dihukum
bunuh
tanpa
melihat
konteks
yang
melatarbelakangi turunnya perintah bunuh yang ada dalam Qur’an dan Sunnah.14 Ketetapan hukuman mati bagi orang murtad, masih menyisakan pertanyaan ulang bagi sebagian kalangan lainnya. Apakah benar hukum Islam harus seperti itu? Jika memang demikian, lantas apakah tidak bertentangan dengan maqāsid asy-syari’ah (tujuan-tujuan syari’ah) yaitu mencegah kerusakan dari dunia manusia dan mendatangkan kemaslahatan bagi mereka, mengendalikan dengan kebenaran, keadilan dan kebajikan serta menerangkan tanda-tanda jalan yang harus dilalui di hadapan akal manusia.15 Bahkan bisa jadi hukuman mati tersebut berlawanan dengan
14
Tri Wahyu Hidayati, Apakah Kebebasan Beragama, Bebas Pindah Agama?, Perspektif Hukum Islam dan HAM, (Surabaya: STAIN Salatiga Bekerja sama dengan JPBOOKS, 2008), hlm. 46. 15 TM. Hasbi Ash Shiddiqey, Filsafah Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), hlm.177.
8
firman Allāh tidak ada paksaan dalam beragama dan bertentangan dengan cita-cita Islam yang membawa keamanan serta kesejahteraan kepada semua manusia. Sikap tegas dan keras ini, bukan berarti menganiaya mereka, bukan juga hanya terbatas dalam bentuk perang. Keras dan tegas juga dapat tercermin
dalam
sikap
tidak
berkompromi
bila
mengakibatkan
terabaikannya prinsip ajaran agama. Suatu kesalahan fatal yang terjadi pada sebagian kaum muslimin adalah menyikapi semua non-muslim dengan sikap yang sama. Padahal Allah dan Rasul-Nya membedakan orang kafir menjadi beberapa kelompok, sebagaimana dijelaskan para ulama. Dan itu semua akan dibahas oleh penulis pada bab II nanti. Berdasarkan point-point yang telah dikemukakan, diketahui bahwa untuk memahami secara tepat dan komprehensif contoh konkrit hidup berdampingan dengan non Muslim sebagaimana yang pernah Rasul SAW.praktekkan, maka hubungan Muslim dengan non Muslim dalam perspektif hadis adalah persoalan yang cukup penting dan menarik untuk diteliti dengan melihat konteks hubungan kedua komunitas tersebut di masa Nabi SAW. secara spesifik maupun general. Dalam hal ini penulis meletakkan judul dengan tema; HUBUNGAN
MUSLIM
DENGAN
NON
MUSLIM
DALAM
PERSPEKTIF HADIS ( Analisis Tehadap Hadis Tentang SikapTegas Rasulallah SAW Terhadap Orang Murtad)
9
B. Alasan Pemilihan Judul Adapun yang memotifasi untuk melakukan penelitian terhadap permasalahan di atas disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya adalah: 1. Ditinjau dari segi periwayatan, penelitian ulang terhadap suatu hadis mestilah dilakukan, kerena hadis merupakan sumber hukum Islam yang kedua. 2. Sangat menarik dengan fenomena kekinian. Walaupun masalah ini sudah lama dibicarakan akan tetapi pada zaman moden ini dari kalangan-kalangan tertentu mempersoalkan dan mempertanyakan akan ke autentikan hadis, antaranya masalah periwayatan. 3. Untuk mengetahui dan memahami aspek tekstual maupun kontekstual, secara baik dan benar terhadap hadis-hadis dimaksud. Hubungan Muslim dengan non Muslim diharapkan dapat direalisasikan dalam konteks kekinian sejalan dengan landasan rahmatan li al-alamin dalam al-Qur’an. C. Penegasan Istilah Untuk mempermudah pemahaman dan menghindari terjadinya kesalah pahaman maka penulis mencoba untuk memberi penjelasan berkaitan dengan masalah judul ini.
10
a. Hubungan dapat berarti berkaitan, bersangkutan, kontak, maupun ikatan atau pertalian.16 Berarti hubungan mencakup beragam aspek kehidupan seseorang, yang ketika ia hidup akan melibatkan orang lain dalam kehidupannya. Hubungan tersebut meliputi di antaranya hubungan individual, sosial dan multiplex yaitu hubungan yang terikat oleh berbagai tipe kepentingan17 untuk hidup bersama. Bagi penulis sendiri hubungan disini yang ingin dikaji adalah dari sudut bersangkutan. b. Karena studi ini memusatkan pada hubungan Muslim dengan non Muslim dalam hadis, maka Muslim diertikan secara etimologi merupakan bentuk fa’il (subyek / pelaku) dari kata kerja aslamayuslimu-Islaman. Karena hanya sebagai subyek dari perbuatan Islam, maka pengertiannya tergantung pada pengertian Islam itu sendiri.18 Apabila kata Islam secara bahasa berarti damai, menyerah, patuh, selamat, sejahtera dan sebagainya. Muslim pun secara bahasa berarti orang yang damai, orang yang menyerah, orang yang sejahtera dan sebagainya. Dalam istilah, Islam biasanya dirumuskan dalam dua 16
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), hlm. 408-409. Dalam bahasa Arab, hubungan sering diterjemahkan dengan ﺔﻗﻼﻋ sedangkan dalam bahasa Inggris disebut relation. Lihat: Muhammad Rawwas Qal`aji dan Hamid Shadiq Qanibi, Mu`jam Lughah al-Fuqaha, (Beirut: Dar al-Nafais, 1985), hlm. 319; John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta: Gramedia, cet. XVV, 2000), hlm. 475. 17 Soerjono Soekanto, Kamus Sosiologi: edisi baru, (Jakarta: Rajawali Press, 1993), hlm. 374-375. 18 IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Djambani, 1992), hlm. 701.
11
arti, arti luas dan sempit. Dalam arti luas, Islam adalah agama wahyu yang diturunkan kepada manusia melalui seluruh nabi, sejak Adam sampai Muhammad. Sedangkan dalam arti sempit, Islam adalah agama yang diturunkan untuk seluruh umat manusia sampai hari kiamat melalui Nabi Muhammad. Dengan
demikian,
pengertian
muslim
secara
bahasa
mempunyai arti luas dan sempit. Dalam arti luas, muslim adalah orang yang memeluk agama-agama yang diturunkan kepada seluruh nabi. Dan dalam arti sempit, muslim adalah orang yang memeluk agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad.19Secara garis besar ajaran Islam terdiri dari akidah, ibadah dan akhlak. Ajaran tersebut dapat diperoleh dari tiga komponen dasar agama Islam yaitu, iman, Islam dan ihsan. c. Sedangkan Pengertian non muslim dapat dilihat dari pengertian muslim dengan mendapat kata imbuhan non yang berarti tidak atau bukan. Maka non muslim berarti orang yang tidak atau bukan beragama muslim.20Oleh karena Islam yang di bawa Nabi Muhammad sebagai penyempurna agama yang di bawa nabi dan rasul sebelumnya, maka agama Islam yang di bawa Nabi Muhammad merupakan agama Islam terakhir. Dengan demikian, pengertian non 19
Ibid. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1994), hlm. 692. 20
12
muslim adalah pemeluk selain agama Islam yang di bawa oleh Nabi Muhammad. d. Perspektif (Inggris: Perspective)
menurut
ilmu kognitif adalah
estimasi dalam pilihan politik atas konteks atau referensi dalam memilih ideologi yang dianggap legitimasiberdasarkan dari kodifikasi pengalaman, evaluasi dalam pembentukan kepercayaan yang koheren, pembandingan, paradigma, pandangan, komprehensif dan kenyataan dan disini bisa kita maksudkan bahawa pandangan yang diambil dari sudut apa yang dikaji. e. Hadits menurut bahasa yaitu sesuatu yang baru, menunjukkan sesuatu
yang dekat atau waktu yang singkat. Hadits juga berarti berita yaitu sesuatu yang diberitakan, diperbincangkan, dan dipindahkan dari seorang kepada orang lain. Hadits menurut istilah syara’ ialah hal-hal yang datang dari Rasulullah SAW, baik itu ucapan, perbuatan, atau pengakuan (taqrir). Berikut ini adalah penjelasan mengenai ucapan, perbuatan, dan perkataan. f.
analisis ana.li.sis membawa maksud penelitian suatu peristiwa atau kejadian(karangan, perbuatan, dsb) untuk mengetahui keadaan yg sebenarnya (sebab-musabab, duduk perkaranya, dsb)21.
21
Ibid.
13
g. Dalam
kamus lengkap bahasa Indonesia tegas membawa makna
jelas, terang benar ; tentu dan pasti ( tidak ragu-ragu lagi )22 Dengan demikian yang dimaksudkan dengan judul di atas adalah membincangkan bersangkutan hubungan antara muslim dan non muslim yang dilihat dari sudut hadis Nabi Muhammmad s.a.w dalam tindakan tegas
baginda
terhadap
non
muslim
yang
bisa
meninbulkan
kesalahfahaman diatas agama Islam itu sendiri yang membawa maksud damai, selamat dan sejahtera. Serta mengamalkan sikap toleran terhadap agama-agama lain. D. Batasan dan Rumusan Masalah Agar tidak melebar, masalah dalam penelitian ini perlu dibatasi. Sebab, jika tidak dibatasi, maka masalah tersebut tidak sesuai dengan kemampuan penulis, baik dari segi pengetahuan, ekonomi, maupun waktu selain itu hasilnya akan mengambang dan tidak memuaskan, sehingga tidak terwujud penelitian yang kokoh dan mendalam. Berdasarkan latar belakang masalah terungkap bahwa hubungan Muslim dengan non Muslim dalam hadis Nabi SAW. perlu dipahami lebih teliti, sehingga dapat membuahkan interpretasi yang tepat terhadap berbagai masalah saat itu antara Muslim dengan non Muslim. Bila dirumuskan masalah utama maka dapat dibagi sebagai berikut:
22
Hazair, loe cit
14
1. Bagaimana kualitas hadis tentang hadis-hadis yang menunjukkan ketegasan rasul terhadap orang murtad? 2. Hadis berkenaan dengan topik murtad yang dibahaskan oleh penulis sebanyak
empat
hadis.
Penulis
hanya
mentakrij
hadis
yang
diriwayatkan oleh Imam nasa’I sahaja. 3. Bagaimana memahami hadis-hadis tentang perbuatan rasul dan para sahabat yang dilihat tegas dan keras terhadap orang murtad? E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Pada dasarnya tujuan utama penelitian ini adalah untuk memperoleh fakta yang detail dan komperhensif dalam hadis, tentang hubungan Muslim dengan non Muslim yang pernah terjadi di masa Rasulullah SAW. Agar mencapai maksud tersebut, maka secara rinci penelitian ini bertujuan sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui kualitas hadis tentang ketegasan rasul terhadap orang murtad. 2. Untuk mengetahui semua hadis yang diriwayatkan oleh Imam Nasa’i. 3. Untuk mengetahui dan memahami hadis-hadis Nabi s.a.w terhadap tindakan tegas baginda terhadap orang murtad. Adapun kegunaan dari penelitian ini yaitu: a. Acuan untuk berinteraksi sosial antara muslim dengan orang murtad. b. Memberi penjelasan dari hadis terhadap sikap tegas rasul s.a.w terhadap perlaku murtad.
15
c. Secara akademisi, berguna untuk membangun teori-teori dalam bidang ilmu akademisi. Khususnya dalam ilmu hadis dari segi metod penelitian hadis. Dengan adanya ilmu ini, terutama para intelektual muslim tidak bergitu mudah terprovokasi oleh orang-orang yang meragukan ke otentikan suatu hadis. Karena displin ilmu hadis inilah yang mengklafikasikan hadis shahih, hadis hasan dan dhoif, bahkan hadis maudhu’ (palsu) selain itu, penelitian ini berguna untuk memenuhi salah satu syarat mencapai gelar sarjana dalam bidang ilmu hadis. d. Secara praktis, penelitian ini berguna sebagai khazanah ilmu pengetahuan ilmu keislaman, khususnya dibidang disiplin ilmu hadis sebagai respon terhadap fenomena-fenomena yang terjadi ditengahtengah masyarakat islam sekaligus memberikan pemahaman dan menjelaskan maksud sesuatu hadis tersebut. e. Untuk mengembangkan pengetahuan dan wawasan dalam bidang ilmu hadis. F. Tinjauan Pustaka Sejauh ini, terdapat beberapa karya penelitian ataupun buku yang mengungkap permasalahan hubungan Muslim dengan non Muslim. Karya pertama yang penulis ketahui tentang hal ini adalah kitab Ahkam Ahl al-Dzimmah karya Ibn Qayyim al-Jauziyyah (w. 751 H).82 Dalam membahas kitab tersebut, Ibn Qayyim nampak telah masuk pada Islam
16
sebagai bentuk negara. Bahasan kitab ini didasarkan pada berbagai kewajiban non Muslim sebagai komunitas ahl al-dzimmah, seperti pembayaran al-jizyah, al-kharaj dan `usyur. Kitab ini juga menguraikan hubungan Muslim dengan non Muslim dari beberapa aspek, seperti mengucapkan salampada non Muslim, pernikahan dan waris dengan mereka. Karya yang lebih menonjolkan aspek hukum ini, dinilai komprehensip dalam memberikan gambaran hubungan kedua komunitas dari masa `Umar bin `Abd `Aziz (w. 101 H) sampai masa khalifah alMuqtadir (w. 320 H). Al-Qaradhawi,
ulama
kontemporer
yang
terkenal,
melalui
karyanya Halal dan Haram Dalam Islam,23 telah melakukan kajian fiqih dengan beberapa contoh yang pernah ada, baik pada masa Nabi saw maupun sahabat dan setelahnya. Buku ini membahas sekilas tentang, pelaksanaan hukum Islam bagi non Muslim, dan cara non Muslim menghormati kaum Muslim ketika mereka melaksanakan apa yang dianggap halal dalam agama mereka. Buku ini juga telah memberikan informasi tentang praktek Muslim dan non Muslim sama ada hukuman terhadap perlaku murtad, alasan pembayaran al-jizyah dan sebagainya. Berikutnya layak disebut adalah bahasan tentang hak-hak non Muslim dalam karya al-Maududi berjudul Nazhariyyah al-Islam wa
23
Yusuf al-Qaradhawi,Halal dan Haram Dalam Islam, (Surabaya: pt binailmu, 2010), hlm. 253.
17
Hadyahu.24 Karya ini mengulas sistem pemerintahan Islam, namun juga diuraikan pasal tersendiri tentang masyarakat minoritas non Muslim yang mempunyai hak-hak tertentu dan hak istimewa di negara Islam. Menariknya, al-Maududi secara praktis jugamemberikan contoh tentang hak-hak mereka di masa kekinian dalam sebuah negara Islam. G. Metode Penelitian Penelitian dilakukan dengan metod library research, yaitu penelitian yang dilakukan terhadap linteratur-linteratur yang ada diperpustakaan terutama yang berkaitan dengan kitab-kitab hadis, dan lintaratur-lintaratur syarah al hadis. Oleh karena itu, penelitian ini memiliki dua data yaitu data prima dan skunder. 1. Sumber data a. Sumber data primer yaitu Sumber utama dalam penelitian ini adalah kitab-kitab hadis standar seperti kutub al-sittah dan sumber informasi yaitu Miftah Kunuz al-Sunnahdan kitab-kitab rijalul hadis. b. Sumber data skunder yaitu sumber data selain sumber data primer. Data ini berasal dari kitab-kitab atau karya terkait dengan bahasan hubungan Muslim dengan non Muslim sebagaimana telah penulis kemukakan sebagian di antaranya saat menguraikan
24
Abu al-A`la al-Maududi, Nazhariyyah al-Islam wa Hadyahu, (Jeddah: al-Dar al-Sa`udiyyah, 1985), hlm. 271-301.
18
tinjauan pustaka. Bahan kepustakaan yang terpakai, berasal dari tulisan ulama dahulu maupun ilmuwan kontemporer. 2. Teknik pemgumpulan data Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian ini adalah sabagai berikut : a.Melakukan takrij hadis tentang tindakan tegas Rasul terhadap perlaku murtad. b.Mengutip hadis yang terdapat dalam kitab-kitab hadis sesuai dengan informasi Miftah Kunuz al-Sunnah. c.Membuat I’tibar sanad. d.Menjelaskan Biografi sanad dari hadis yang diteliti. e.Melihat mendapat para ulama melalui kitab syarah hadis. 3. Teknik analisa data Menganalisa sanad, yang mengacukan kepada syarat-syarat kesahihan hadis yaitu: sanadnya bersambung, adil, dhobit, serta terhindar dari syazuz dan illat. Selain itu juga, menganalisa makna (matan), hadis yang memacu kepada kesahihan matan kemudian menyajikan fiqhul hadisnya serta mengambil kesimpulan.
H. Sistematika Penulisan
19
Sesuai dengan metodologi penelitian di atas, penulis akan menyusun hasil studi ini dalam kerangka sistematis penulisan sebagai berikut: Bab I. Merupakan bab pendahuluan yang meliputi latar belakang, tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan kepustakaan, metodologi penelitian, dan sistimatika penulisan. Bab II. Menerangkan konteks hubungan Muslim dengan non Muslim, yang meliputi beberapa term terkait seperti ahl al-kitab, ahl aldzimmah, ahl al-`ahd (mu`ahadah), kufr (kafir), riddah (murtad). Bab III. Takraij hadis dan pendapat ulama mengenai kualitas hadis. Bab IV. Pemahaman hadis-hadis mengenai tindakan tegas Rasulallah terhadap orang murtad. Bab V. Penutup yang meliputi kesimpulan sebagai jawaban ringkas daripermasalahan yang penulis teliti dan rekomendasi.
20