BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembelajaran pada hakekatnya harus dapat memberikan kesempatan bagi siswa
untuk
mengkonstruksi
pengetahuannya
sendiri
(Hamzah,
2008).
Pembelajaran seperti ini penting karena pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa, tetapi siswa harus aktif secara mental mengkonstruksi pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya. Pembelajaran konstruktivisme ini dapat dikembangkan melalui proses metakognitif. Proses metakognitif melibatkan kesadaran siswa tentang pengetahuannya sendiri (thinking about thinking), yaitu mengetahui apa yang diketahui dan apa yang tidak diketahuinya (Cotton, 2010). Dengan kesadaran seperti ini, siswa akan mengatur dirinya (self-regulation) untuk mencapai tujuan pembelajaran, yaitu siswa akan membuat kaitan antara gagasan-gagasannya dan menghubungkan antara gagasan tersebut dengan informasi baru. Selanjutnya, siswa akan berfikir tentang strategi yang efektif untuk menyelesaikan tugas pembelajarannya sehingga diperoleh pengetahuan yang utuh (Cotton, 2010 & Livingston, 1997). Proses metakognitif seperti ini kondusif untuk membimbing siswa berperan aktif dalam mengkonstruksi pengetahuannya secara bermakna (Hamzah, 2008). Proses metakognitif menunjukkan kinerja belajar seseorang. Menurut Sudarmanto (2007), proses belajar seseorang terkait dengan prestasi belajar yang
1
2
diperolehnya, yaitu kuat lemahnya upaya seseorang dalam belajar mempengaruhi pada keberhasilan belajarnya. Dengan demikian, kemampuan metakognitif berhubungan dengan keberhasilan pencapaian belajar seseorang. Menurut (Gowin, 1981; Novak & Gowin, 1984; Alvarez, 2007), diagram Vee adalah salah satu instrumen yang dapat mengembangkan kemampuan metakognitif. Alvarez dan Risko mengembangkan konsep diagram Vee dalam lima pertanyaan dasar (Evren & Sulun, 2010: 1). Pertanyaan pertama, apa yang berhubungan dengan masalah yang diberikan?. Pertanyaan ke dua, konsep apa yang diperlukan untuk mengajukan pertanyaan tersebut?. Pertanyaan ke tiga, strategi apa yang berguna dalam menjawab pertanyaan tersebut?. Pertanyaan ke empat,
jawaban apa yang dihasilkan?. Pertanyaan Ke lima, bagaimana
kesimpulan utuhnya mengenai masalah yang diberikan?. Pertanyaan-pertanyaan tersebut jika dianalisis bertujuan untuk membimbing siswa dalam memiliki kesadaran dan pengaturan diri tentang pengetahuannya sehingga siswa dapat memperoleh pemahaman kognitif yang utuh (Evren & Sulun, 2010). Proses tersebut merupakan proses dari kemampuan metakognitif sehingga diagram Vee juga dapat mengembangkan kemampuan metakognitif. Menurut Evren & Sulun (2010), pada implementasinya diagram Vee ini dapat digunakan dalam pembelajaran praktikum sebagai desain LKS. Pembelajaran praktikum menjadi hal penting untuk dikaji karena praktikum memiliki peranan yang penting dalam pencapaian tujuan pembelajaran Biologi (Rahman et al., 2004). Namun, praktikum di kelas umumnya menggunakan LKS yang hanya memandu siswa dalam menghasilkan data lalu memintanya untuk
3
menarik kesimpulan. Panduan seperti ini sulit untuk membimbing siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Novak dan Gowin (1984) yaitu pada praktikum di kelas, mungkin siswa dapat merasa tertarik dan antusias dengan kegiatan observasi, pengambilan data, pengolahan data, dan lain sebagainya. Namun, sering siswa tidak mengetahui mengapa mereka melakukan semua itu, siswa tidak menyadari bahwa mereka tidak menggunakan konsep, prinsip atau teori dalam memahami setiap peristiwa (event) yang terjadi dalam praktikum. Siswa juga sering tidak menyadari mengapa mereka membuat grafik atau tabel dari data yang diperoleh atau mengapa kesimpulan yang mereka buat bisa salah ketika dicocokan dengan teori dalam buku teks. Singkatnya, aktivitas prosedural siswa tidak dibimbing dengan kesadaran konsep, prinsip, dan teori. Kondisi demikian menyebabkan interaksi yang tidak relevan antara thinking side (knowledge) dengan doing side (methodological) siswa sehingga sulit untuk proses konstruksi kognitif dan klarifikasi miskonsepsi. Akibatnya, praktikum pun menjadi tidak efektif dan tidak bermakna (Alvarez, 2007). Hal ini berdampak pada rendahnya prestasi belajar siswa. Guru memiliki peranan yang penting dalam membimbing siswa untuk memiliki kemampuan metakognitif. Kemampuan ini dapat menuntun siswa untuk mengkonstruksi pengetahuannya sehingga praktikum menjadi bermakna dan keberhasilan belajar siswa dapat lebih tercapai. Berdasarkan penelitian Lestari (2010) mengenai analisis penerapan metakognitif pada LKS uji urin dengan menggunakan diagram Vee, menunjukan bahwa skor LKS uji urin yang berstrategi metakognitif atau berdesain diagram
4
Vee sangat bervariasi mulai dari 4 – 12 dari ketentuan nilai maksimum yaitu 18. Rentang skor tersebut tergolong masih rendah. Hal ini menunjukan bahwa LKS uji urin yang digunakan di sekolah kurang memfasilitasi siswa untuk mengembangkan kemampuan metakognitifnya, padahal kemampuan ini penting untuk dimiliki siswa. Dengan demikian, perlu dilakukan suatu pengembangan LKS uji urin berdasarkan diagram Vee dan penelitian terhadap pengembangan tersebut sehingga dapat diketahui peranannya terhadap kemampuan metakognitif siswa dan hubungannya dengan prestasi belajar. Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut,
maka pada penelitian ini,
Peneliti akan menguraikan hubungan kemampuan metakognitif dengan prestasi belajar siswa dengan penerapan LKS menggunakan diagram Vee pada praktikum uji urin. Pemilihan konsep Sistem Ekskresi, khususnya uji urin didasarkan pada tuntutan kurikulum yang tercantum dalam Standar Kompetensi (SK) yaitu “Menjelaskan keterkaitan antara struktur, fungsi, dan proses serta
kelainan/
penyakit yang dapat terjadi pada sistem ekskresi manusia dan hewan (misalnya pada ikan dan serangga)” (Rustaman, A. & Nuryani, 2006). Berdasarkan tuntutan SK tersebut, materi ini bersifat faktual, yaitu melibatkan konsep-konsep yang terkait dengan masalah kehidupan sehari-hari. Sifat materi yang demikian akan menuntut siswa berfikir aktif untuk memperoleh pemahaman yang mendalam antar konsep-konsepnya sehingga siswa mampu mengaitkan antara konsep dengan masalah faktual. Proses demikian dapat mendorong siswa untuk mengembangkan kemampuan metakognitif. Selain itu, sifat materinya yang faktual juga dapat
5
membuat siswa lebih antusias dalam melakukan kegiatan praktikum karena materinya dekat dengan kehidupan sehari-hari.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka permasalahan dalam kajian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimana hubungan kemampuan metakognitif dengan prestasi belajar siswa pada penerapan LKS menggunakan diagram Vee pada praktikum uji urin”. Rumusan masalah di atas, dapat dijabarkan menjadi beberapa pertanyaan penelitian, sebagai berikut 1. Bagaimanakah profil kemampuan metakognitif siswa setelah penerapan LKS menggunakan diagram Vee? 2. Bagaimanakah
profil
prestasi belajar siswa setelah penerapan
LKS
menggunakan diagram Vee? 3. Bagaimana hubungan antara kemampuan metakognitif dengan prestasi belajar dalam penerapan LKS menggunakan diagram Vee?
C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui hubungan antara kemampuan metakognitif dengan prestasi belajar siswa dalam penerapan LKS menggunakan diagram Vee pada praktikum uji urin.
6
D. Manfaat Penelitian Bagi Guru biologi 1. Memberikan informasi mengenai penerapan LKS menggunakan diagram Vee 2. Memberikan informasi mengenai cara penjaringan kemampuan metakognitif siswa melalui penerapan LKS menggunakan diagram Vee.
Bagi Sekolah Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran mengenai LKS yang dapat memperbaiki kualitas pembelajaran praktikum Biologi, khususnya bagi sekolah yang dijadikan subjek penelitian dan umumnya bagi sekolah lainnya.
Bagi Peneliti 1. Memberikan informasi mengenai penggunaan diagram Vee sebagai alat untuk mengembangkan kemampuan metakognitif dalam praktikum. 2. Mengetahui kelemahan dan kelebihan diagram Vee sebagai alat untuk mengembangkan kemampuan metakognitif dalam praktikum. 3. Mengetahui cara pengembangan LKS berdasarkan aspek-aspek diagram Vee.